Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak jenuh rantai panjang dengan ikatan rangkap pada atom karbon ketiga dan keempat dari gugus metil omega. Asam lemak omega-3 terdiri dari asam eikosapentanoat, asam eikosatetranoat, asam eikosatrienoat, asam dokosaheksanoat, asam heksadekatrienoat, asam oktadekatetranoat, asam oktadekatrienoat, asam dokosapentanoat, asam tetrakosanoat, asam tetrakosapentanoat.
Pengkayaan asam lemak omega enzimatik. Enzim lipas
merupakan enzim yang selektif terhadap ikatan ester
reaksi hidrolisis, enzim lipase akan memotong ikatan ester triasilgliserol pada posisi tersebut secara parsial menjadi monoasi
lemak. Penggunaan enzim yang bersifat regioselektif terhadap sn dikarenakan menurut Roberto
sn-1 dan sn-3 gliserol. Oleh sebab itu, digunakan enzim lipase ter mengkatalitik ikatan ester pada sn
lemak jenuh sehingga diperoleh asilgliserol yang kaya asam lemak tidak jenuh omega-3 pada sn-2 gliserol. Kemampuan enzim dalam memecah triasilgliserol menjadi monoasilg
tingkat hidrolisis.
Pada pembahasan ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hubungan tingkat hidrolisis dengan persentase total omega
Hubungan tingkat hidrolisis enzimati
Omega-3 dibuat berdasarkan data pada Gambar 17.
Gambar 17. Kurva hubungan tingkat hidrolisis reaksi hidrolisis enzimatik
optimum faktor reaksi
800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M) 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 minyak awal 0 P E R S E N T A S E
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
Pengkayaan asam lemak omega-3 dapat dilakukan dengan hidrolisis enzimatik. Enzim lipase yang diproduksi dari kapang Aspergillus niger merupakan enzim yang selektif terhadap ikatan ester sn-1 atau sn-3
reaksi hidrolisis, enzim lipase akan memotong ikatan ester triasilgliserol pada posisi tersebut secara parsial menjadi monoasilgliserol, diasilgliserol, dan asam lemak. Penggunaan enzim yang bersifat regioselektif terhadap sn
dikarenakan menurut Roberto et al. (2007), asam lemak jenuh berada pada posisi 3 gliserol. Oleh sebab itu, digunakan enzim lipase ter
mengkatalitik ikatan ester pada sn-1 dan sn-3 gliserol yang mengandung asam lemak jenuh sehingga diperoleh asilgliserol yang kaya asam lemak tidak jenuh 2 gliserol. Kemampuan enzim dalam memecah triasilgliserol menjadi monoasilgliserol, diasilgliserol dan asam lemak dinyatakan dalam
Pada pembahasan ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hubungan tingkat hidrolisis dengan persentase total omega-3 hasil reaksi hidrolisis. Hubungan tingkat hidrolisis enzimatik minyak ikan dengan persentase total
3 dibuat berdasarkan data pada Gambar 17.
. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam eikosapentanoat reaksi hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
minyak awal H1 pH 7 T 45 H1 pH 5 T 45 H2 pH 5 T 45 H2 pH 5 T 25 0 6,79 28,07 22,56 23,94 1,81 10,37 12,68 7,14 10,23 PERLAKUAN
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
3 dapat dilakukan dengan hidrolisis Aspergillus niger 3 gliserol. Pada reaksi hidrolisis, enzim lipase akan memotong ikatan ester triasilgliserol pada lgliserol, diasilgliserol, dan asam lemak. Penggunaan enzim yang bersifat regioselektif terhadap sn-1 dan sn-3 (2007), asam lemak jenuh berada pada posisi 3 gliserol. Oleh sebab itu, digunakan enzim lipase tersebut untuk 3 gliserol yang mengandung asam lemak jenuh sehingga diperoleh asilgliserol yang kaya asam lemak tidak jenuh 2 gliserol. Kemampuan enzim dalam memecah triasilgliserol liserol, diasilgliserol dan asam lemak dinyatakan dalam
Pada pembahasan ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai hubungan 3 hasil reaksi hidrolisis. k minyak ikan dengan persentase total
dan asam eikosapentanoat pada terhadap setiap perlakuan pada kondisi yak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau
H2 pH 5 T 25 23,94
10,23
Analisa GC MS dilakukan pada kondisi optimum pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana dan pada reaksi hidrolisis enzimatik pada media tanpa penambahan pelarut heptana. Pada penelitian ini diambil titik optimum faktor reaksi dari hasil reaksi hidrolisis dengan parameter optimum adalah tingkat hidrolisis yang tertinggi. Pada reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, titik optimum tersebut yaitu titik pH 5 dan suhu 45oC yang diperoleh dari perlakuan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik dan pH 7 dan suhu 45oC yang diperoleh dari perlakuan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik. Kode H1 pH5 T45 menunjukkan perlakuan pH 5 dan suhu 45oC, sedangkan kode H1pH7 T45menunjukkan perlakuan pH 7 dan suhu 45oC. Analisa GC-MS untuk reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana juga mengambil titik optimum faktor reaksi dengan parameter optimum adalah tingkat hidrolisis. Titik optimum tersebut yaitu titik pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 25oC yang diperoleh dari perlakuan suhu pada reaksi hidrolisis enzimatik serta pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 45oC yang diperoleh dari perlakuan pH pada reaksi hidrolisis enzimatik tersebut. Kode H2 pH5 T45 menunjukkan perlakuan pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 45oC, sedangkan kode H2 pH5 T25 menunjukkan perlakuan pH 5, penambahan air 1%, dan suhu 25oC.
Berdasarkan data Gambar 17, diketahui minyak awal telah mengandung EPA sebesar 1,81%. Reaksi hidrolisis sebagai salah satu upaya pengkayaan komponen omega-3 telah terbukti meningkatkan kandungan EPA pada konsentrat hasil reaksi. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 22, bahwa perlakuan suhu 45oC dan pH 5 dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan EPA meningkat menjadi 12,68%. Peningkatan EPA pada perlakuan ini sebesar 10,87% dari kandungan asam eikosapentanoat minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45oC dan pH 7 dengan tingkat hidrolisis sebesar 6,79%, kandungan EPA sebesar 10,37%. Pada perlakuan ini, peningkatan omega-3 yang terjadi sebesar 8,56% dari kandungan minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik, semakin tinggi tingkat hidrolisis, tidak menunjukkan peningkatan total asam eikosapentanoat
yang dihasilkan. Dengan demikian, berdasarkan hasil hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, pengkayaan EPA lebih baik dilakukan pada pH 5.
Gambar 18. Kurva hubungan tingkat hidrolisis reaksi hidrolisis enzimatik
optimum faktor reaksi
800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
Berdasarkan data Gambar 18, diketahui minyak awal tidak mengandung DHA. Peningkatan kandungan DHA terjadi setelah minyak ikan dihidrolisis. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 18, bahwa perlakuan suhu 45
dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan DHA meningkat menjadi 3,06%. Sementara itu, pada
tingkat hidrolisis sebesar 6,79%, kandungan DHA sebesar 0,85%. 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 minyak awal 0 P E R S E N T A S E
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
yang dihasilkan. Dengan demikian, berdasarkan hasil hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, pengkayaan EPA lebih baik dilakukan pada pH 5.
. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan asam dokosaheksanoat reaksi hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
Berdasarkan data Gambar 18, diketahui minyak awal tidak mengandung A. Peningkatan kandungan DHA terjadi setelah minyak ikan dihidrolisis. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 18, bahwa perlakuan suhu 45
dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan DHA meningkat menjadi 3,06%. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45oC dan pH 7 dengan tingkat hidrolisis sebesar 6,79%, kandungan DHA sebesar 0,85%.
minyak awal H1 pH 7 T 45 H1 pH 5 T 45 H2 pH 5 T 45 H2 pH 5 T 0 6,79 28,07 22,56 23,94 0 0,85 3,06 0 PERLAKUAN
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN
yang dihasilkan. Dengan demikian, berdasarkan hasil hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana, pengkayaan EPA lebih baik dilakukan pada pH 5.
dan asam dokosaheksanoat pada terhadap setiap perlakuan pada kondisi , minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau
Berdasarkan data Gambar 18, diketahui minyak awal tidak mengandung A. Peningkatan kandungan DHA terjadi setelah minyak ikan dihidrolisis. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 18, bahwa perlakuan suhu 45oC dan pH 5 dengan tingkat hidrolisis enzimatik 28,07%, kandungan DHA meningkat C dan pH 7 dengan H2 pH 5 T 25 23,94 1,87 DHA
Gambar 19. Kurva hubungan tingkat hidrolisis hidrolisis enzimatik
optimum faktor rea
800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
Berdasarkan data Gambar 19, diketahui minyak awal dengan tingkat hidrolisis 0% telah mengandung komponen omega
hidrolisis sebagai sa
meningkatkan kandungan total omega
dapat dilihat dari data pada Gambar 19, bahwa perlakuan suhu 45 kandungan
omega-sebesar 28,07%. Peningkatan omega
kandungan omega-3 minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45 pH 7, kandungan omega
perlakuan ini, peningkatan omega
minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik, semakin tinggi tingkat hidrolisis, semakin besar pula pengkayaan omega
terjadi.
Pada data yang ditunjukkan oleh Lampir
konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi 0 2 4 6 8 10 12 14 16 18 20 22 24 26 28 30 minyak awal 0 P E R S E N T A S E
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN TOTAL OMEGA 3
. Kurva hubungan tingkat hidrolisis dan total
omega-hidrolisis enzimatik terhadap setiap perlakuan pada kondisi optimum faktor reaksi, minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau 800U), waktu reaksi (48 jam), buffer fosfat (0,1M)
Berdasarkan data Gambar 19, diketahui minyak awal dengan tingkat hidrolisis 0% telah mengandung komponen omega-3 sebesar 1,81%. Reaksi hidrolisis sebagai salah satu upaya pengkayaan omega-3 telah terbukti meningkatkan kandungan total omega-3 pada konsentrat hasil reaksi. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 19, bahwa perlakuan suhu 45
-3 meningkat menjadi 17,51% dengan tingka
sebesar 28,07%. Peningkatan omega-3 pada perlakuan ini sebesar 15,7% dari 3 minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45
pH 7, kandungan omega-3 sebesar 16,89% dengan tingkat hidrolisis 6,79%. Pada ningkatan omega-3 sebesar 15,08% dari kandungan omega minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik, semakin tinggi tingkat hidrolisis, semakin besar pula pengkayaan omega
Pada data yang ditunjukkan oleh Lampiran 7 yaitu pada data hasil analisa konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi
minyak awal H1 pH 7 T 45 H1 pH 5 T 45 H2 pH 5 T 45 H2 pH 5 T 25 0 6,79 28,07 22,56 23,94 1,81 16,89 17,51 7,14 10,48 PERLAKUAN
TINGKAT HIDROLISIS ENZIMATIS MINYAK IKAN TOTAL OMEGA 3
-3 pada reaksi terhadap setiap perlakuan pada kondisi , minyak ikan (4 gram), enzim (0,1 gram atau
Berdasarkan data Gambar 19, diketahui minyak awal dengan tingkat 3 sebesar 1,81%. Reaksi 3 telah terbukti 3 pada konsentrat hasil reaksi. Hal ini dapat dilihat dari data pada Gambar 19, bahwa perlakuan suhu 45oC dan pH 5, 3 meningkat menjadi 17,51% dengan tingkat hidrolisis 3 pada perlakuan ini sebesar 15,7% dari 3 minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 45oC dan 3 sebesar 16,89% dengan tingkat hidrolisis 6,79%. Pada 3 sebesar 15,08% dari kandungan omega-3 minyak awal. Hal ini membuktikan bahwa, pada reaksi hidrolisis enzimatik, semakin tinggi tingkat hidrolisis, semakin besar pula pengkayaan omega-3 yang
an 7 yaitu pada data hasil analisa konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi
H2 pH 5 T 25 23,94
10,48
menggunakan GC-MS, terlihat asam lemak omega-3 yang terkandung dalam minyak awal adalah asam eikosapentanoat. Namun, pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik asam lemak omega-3 meliputi metil heksadekatrienoat, metil dokosaheksanoat, metil eikosapentanoat, metil eikosatetranoat, dan metil oktadekatrienoat. Senyawa asam lemak tersebut merupakan bentuk turunan dari asam linoleat. Menurut Zaverucke dan Wimmer (2008), asam linoleat dapat berubah menjadi asam lemak C18 ω3 dan ω6, asam α-linolenat (ALA), asam γ-linolenat, sampai C20 (asam arachidonat, AA) dan asam dihomo-γ-linolenat melalui biosintetis pathway. Asam α-linolenat sendiri dapat berubah menjadi asam lemak omega-3 seperti asam eikosapentanoat (EPA) dan asam dokosaheksanoat (DHA). Mekanisme pathway metabolisme Polyunsaturated Fatty Acids ditunjukkan oleh Gambar 20.
Gambar 20. Pathway metabolisme polyunsaturated fatty acid (Zaverucke dan Wimmer, 2008)
Berdasarkan data pada Gambar 17, diketahui bahwa pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada perlakuan suhu 45oC dan pH 5, kandungan EPA sebesar 7,14% dari total jumlah asam lemak dalam konsentrat, dengan tingkat hidrolisis pada perlakuan ini sebesar 22,56%. Peningkatan EPA pada perlakuan ini sebesar 5,33% dari
kandungan EPA minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 25oC dan pH 5, kandungan EPA sebesar 10,23% pada tingkat hidrolisis 23,94%. Pada perlakuan ini, peningkatan EPA sebesar 8,42% dari kandungan EPA minyak awal. Reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana terbukti mampu memperkaya kandungan asam eikosapentanoat.
Berdasarkan data pada Gambar 18, diketahui bahwa pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada perlakuan suhu 45oC dan pH 5 dengan tingkat hidrolisis 22,56%, konsentrat hasil reaksi tidak mengandung DHA. Sementara itu, pada perlakuan suhu 25oC dan pH 5, dengan tingkat hidrolisis 23,94%, konsentrat mengandung DHA sebesar 1,87%.
Berdasarkan data pada Gambar 19, diketahui bahwa pada hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media yang ditambahkan pelarut heptana pada perlakuan suhu 45oC dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 7,14%, dengan tingkat hidrolisis pada perlakuan ini sebesar 22,56%. Peningkatan omega-3 pada perlakuan ini sebesar 5,33% dari kandungan omega-3 minyak awal. Sementara itu, pada perlakuan suhu 25oC dan pH 5, kandungan omega-3 sebesar 10,48% pada tingkat hidrolisis 23,94%. Pada perlakuan ini, peningkatan omega-3 sebesar 8,42% dari kandungan omega-3 minyak awal. Reaksi hidrolisis enzimatik dengan penambahan heptana terbukti mampu memperkaya kandungan omega-3. Namun, penambahan heptana sebagai media reaksi untuk reaksi hidrolisis enzimatik tidak meningkatkan persentase hidrolisis dan kandungan total omega-3 pada konsentrat hasil reaksi bila dibandingkan pada reaksi hidrolisis tanpa penambahan pelarut heptana.
Berdasarkan data pada Lampiran 7 yaitu pada data hasil analisa konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada kondisi optimum faktor reaksi menggunakan GC-MS, dan dengan membandingkan kandungan omega-3 hasil reaksi hidrolisis pada kondisi yang sama yaitu suhu 45oC dan pH 5 antara reaksi dengan penambahan pelarut heptana dan tanpa penambahan pelarut heptana, diperoleh konsentrat hasil hidrolisis untuk konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik tanpa penambahan pelarut heptana memiliki kandungan omega-3 yang lebih rendah daripada konsentrat hasil reaksi hidrolisis enzimatik pada media
yang ditambahkan pelarut heptana. Perbedaan kandungan total omega-3 pada kondisi pH 5 dan suhu 45oC tersebut sebesar 10,37%. Tingginya kandungan omega-3 pada konsentrat hasil reaksi hidrolisis tanpa penambahan pelarut heptana disebabkan karena tingkat hidrolisis yang lebih tinggi pula. Penambahan pelarut heptana pada reaksi hidrolisis enzimatik tidak meningkatkan aktivitas katalitik enzim. Hal ini kemungkinan dikarenakan kepolaran heptana yang terlalu besar (log p=4) tidak mendukung stabilitas enzim lipase tersebut pada reaksi hidrolisis. Pelarut heptana membuat struktur tiga dimensi enzim lipase berubah. Namun perubahan yang terjadi membuat aktivitas katalitik enzim lipase menurun. Semakin tinggi kepolaran media hidrofobik yang digunakan untuk media reaksi secara enzimatik tidak menentukan tingginya aktivitas lipolitik yang terjadi. Hal ini juga didukung oleh penelitian Kim et al. (2000) yang menunjukkan bahwa aktivitas lipolitik pada media n-heksana ternyata lebih tinggi daripada pada media isooktana. Padahal kepolaran isooktana lebih tinggi daripada n-heksana.
V. KESIMPULAN DAN SARAN