• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ada 5 faktor yang mempengaruhi pendapatan sebagai berikut : 1) Kualitas sumber daya manusia

Sudah kita ketahui bahwa untuk menghitung besarnya pendapatan nasional, yaitu dengan pendekatan yang diterima oleh pemilik faktor produksi.

Salah satu komponen didalam pendekatan tersebut adalah upah (W) yang diterima oleh pemilik faktor produksi tenaga kerja.Tenaga kerja yang unggul dan juga memiliki kompetensisesuai bidang pekerjaannya bisa menerima upah yang lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja yang memiliki kemampuan rendah, hingga bisa memberikan kontribusi yang lebih besar terhadap pendapatan nasional. Kualitas tenaga kerja yang tinggi itu yang bisa diperoleh melalui proses pendidikan formal maupun juga pelatihan. Semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin memungkinkan pula untuk memperoleh jabatan pekerjaan yang lebih tinggi dan hasilkan gaji yang besar atau semakin terlatih seseorang tenaga kerja maka akan semakin besar pula upah yang diterima.

2) Keadaan Sumber Daya Alam

Keadaan alam suatu negara akan mempengaruhi pendapat nasional Negara tersebut. Keadaan alam meliputi keadaan geografis, sumber daya alam yang tersedia dan iklim suatu negara. Semakin banyak sumber daya alam disuatu negara dan digunakan untuk berproduksi maka akan semakin menghasilkan keuntungan yang banyak. Begitu juga dengan kondisi geografis dan iklim yang stabil (jarang terjadi bencana) memberikan peluang yang lebih besar untuk bisa menarik investor agar menanamkan modalnya dinegara tersebut. Dengan kata

lain, kondisi alam yang kondusif akan membantu meningkatkan pendapatan nasional.

3) Ketersedian Modal

Modal memiliki andil yang sangat besar untuk meningkatkan pendapatan nasional. Suatu negara yang memiliki modal yang besar untuk mengolah sumber daya dan melakukan produksi maka bisa dipastikan pendapatan nasionalnya akan tinggi, sementara Negara yang kekurangan modal sehingga tidak bisa melakukan kegiatan produksi maka pendapatan nasionalnya akan rendah.

4) Stabilitas dan Kebijakan Yang Mantap

Kebijakan pemerintah haruslah jelas, adil dan tegas karena tidak akan menghambat jalanya roda perekonomian. Kebijakan yang baik harus di dukung juga oleh aparatur negara yang berkualitas agar pelaksanaan kebijakan bisa dilakukan oleh semua pihak dengan penuh rasa tanggung jawab.

5) Kesehjahteraan Masyarakat

Masyarakat yang sejahterah akan memiliki daya beli yang tinggi, tingkat menabung dan investasi yang tinggi pula hingga bisa menggulirkanroda perekonomian dan juga meningkatkan pendapatan nasional suatu Negara.

2.3. Hutan

Hutan menurut Undang-Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan yaitu suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya alam hayati yang di dominasi pepohonan dalam persekutuan alam, lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat di pisahkan.Hutan adalah bentuk kehidupan yang tersebar diseluruh dunia, kita dapat menemukan hutan

baik di daerah tropis maupun di daerah beriklim dingin, di dataran rendah maupun pegunungan, di pulau kecil maupun di benua besar. Hutan merupakan suatu kumplan tumbuhan dan juga tanaman, terutama pepohonan atau tumbuhan berkayu lainnya, yang menempati daerah yang cukup luas.

Hutan sebagai suatu ekosistem tidak hanya menyimpan sumberdaya alam berupa kayu, tetapi masih banyak potensi non kayu yang dapat di ambil manfaatnya oleh masyarakat.Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999, hasil hutan adalah benda-benda hayati, non hayati dan turunannya, serta jasa yang berasal dari hutan.

Hasil Hutan Bukan Kayu (HHBK) adalah hasil hutan hayati baik nabati maupun hewani dan turunannya yang berasal dari hutan kecuali kayu (Permenhut No. 35 Tahun 2007). HHBK yang sudah biasa dikomersilkan diantaranya cendana, gaharu, sagu, rotan, aren, sukun, bambu, sutera alam, madu, jernang, kemenyan, kayu putih, kayu manis, kilemo, pinang, alang-alang, gemor, masohi, aneka tanaman hias, dan tanaman obat, serta minyak atsiri. Hasil hutan tersebut dapat dikatakan sebagai HHBK unggulan.HHBK unggulan adalah jenis hasil hutan bukan kayu yang memiliki potensi ekonomi yang dapat dikembangkan budidaya maupun pemanfaatannya di wilayah tertentu sesuai kondisi biofisik setempat guna meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat. Berbagai manfaat dapat diperoleh dari HHBK ini antara lain; sandang, papan, pewangi, pewarna, pemanis, penyamak, pengawet, bumbu dapur, perekat, kerajinan, bahan obat-obatan, kosmetik dan bahan aneka industri lainnya.

Sesuai dengan Peraturan Menteri Kehutanan No 35 tahun 2007, jenis komoditi HHBK digolongkan ke dalam 2 (dua) kelompok besar yaitu kelompok hasil hutan dan tanaman dan kelompok hasil hewan. Kelompok Hasil Hutan dan Tanaman terdiri dari (a) Kelompok Resin, (b) Kelompok minyak atsiri, (c) Kelompok minyak lemak, (d) Kelompok karbohidrat, (e) Kelompok buah-buahan, (f) Kelompok tannin, (g) Bahan pewarna, (h) Kelompok getah, (i) Kelompok tumbuhan obat, (j) Kelompok tanaman hias, (k) Kelompok palma dan bambu, dan (l) Kelompok alkaloid. Sedangkan untuk Kelompok Hasil Hewan terdiri dari Kelompok Hewan buru, Kelompok Hasil Penangkaran (arwana irian, buaya, kupu-kupu, rusa), dan Kelompok Hasil Hewan (burung walet, kutu lak, lebah, ulat sutera) Berbagai jenis tanaman penghasil HHBK merupakan tanaman serbaguna yang dapat memberikan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat setempat dan manfaat lingkungan untuk menjaga keseimbangan ekosistem.

Pemanfaatan jenis HHBK hewani selama ini masih terbatas pada beberapa jenis hewan dan fokus pengelolaannya masih berorientasi untuk keperluan

konservasi (Surat Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial tentang Arahan Pengembangan Hasil Hutan Bukan Kayu).Hasil hutan baik berupa kayu dapat memberikan nilai ekonomis yang tinggi.Nilai ekonomis ini membuat pengelolaan hutan lebih menitikberatkan pada produk kayu. Bahkan eksploitasi hutan pun dapat terjadi karena keuntungan yang dapat diraih dari hasil hutan kayu memberikan devisa bagi Negara. Hasil hutan bukan kayu pun memiliki nilai ekonomis.Namun jika dibandingkan, tentu saja hasil hutan berupa kayu dinilai lebih menguntungkan daripada hasil hutan bukan kayu.Walau demikian, hasil hutan bukan kayu terbukti lebih bernilai dibandingkan hasil kayu dalam jangka panjang (Oka, P dan A, Achmad 2005).

Dokumen terkait