BAB IV PAPARAN DAN ANALISIS DATA
B. Analisis data
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan
a. Faktor Pendukung
Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran PAI di SMK Negeri 2 Magelang ini, dapat berjalan lancar karena adanya dukungan dan kerja sama dari warga sekolah, baik dari Kepala Sekolah, guru maupun siswa. Sebagai guru Agama IMS selalu memberikan pengajaran yang menyenangkan. Salah satu hal yang mendukung kelancaran penerapan pendidikan karakter siswa yaitu kerja sama anak saat pembelajaran. Jadi, pengelolaan kelas yang utama. Dengan
79
kenyamanan dan kesiapan belajar maka siswa akan mudah diberi pengajaran, seperti yang diungkapkan oleh IMS guru PAI, dalam wawancaranya sebagai berikut.
„‟Kalau dalam mata pelajaran saya, saya rasa anak-anak condong enak diajak kerja sama mbak. Saya itu selalu berprinsip ketika saya mengajar ingin mengambil hati anak-anak dulu. Kalau anak-anak sudah di pegang sudah nyaman dengan saya,
insyaallah program apapun itu bisa saya jalankan‟‟(18 Desember
2017 di ruang Waka Humas).
Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Magelang menyampaikan bahwa salah satu faktor pendukung dalam menerapkan pendidikan karakter ialah kerja sama dari siswa dan guru dalam menerapkannya. Dalam hal kebersihan masjid siswa yang beranggotakan ekstra rohis mudah untuk diajak kerja sama. Apabila mendapat perintah dari Kepala Sekolah untuk membersihkan lingkungan, segera melaksanakan perintahnya. Kemudian sebagian guru juga ikut bersama-sama peduli akan kebersihan lingkungan, seperti yang di sampaikan oleh Kepala Sekolah bernama S, dalam wawancaranya sebagai berikut.
„‟Faktor pendukungnya, ya ada sebagian guru yang mau di ajak,
mau melakukan apa yang jadi keinginan Kepala Sekolah. Terus siswa, siswa itu luar biasa siswa sini. Siswa sini itu di suruh gini saja langsung jalan. Cuman banyak siswa harus di kawal, masjidnya dibersihkan besok wes lali neh. Kadang-kadang saya mempelajari kalau masuk masjid ini ada yang tidak beres misalnya banyak yang tidak bersih atau kotor saya terasa sekali. Saya kalau masjid kotor langsung w.a (wahatsapp). Padahal mereka kalau sholatdzuhur lihat masjid kotor harusnya merasakan atau sudah care. Tapi yang care kok saya baru di w.a. setelah di wa ke ketua rohisnya. Satu jam kemudian anak-anak langsung sigap. Yang namanya karakter memang tidak bisa seperti menerapkan ketrampilan‟‟ (19 Desember 2017 di ruang Kepala Sekolah)
80
Kerja sama siswa dalam mentaati peraturan di SMK Negeri 2 Magelang ini sangat dirasakan oleh Kepala Sekolah. Dalam hal ini siswa di rasa nyaman berada di sekolah karena fasilitas yang diberikan di sekolah tersebut. Hal tersebut juga merupakan faktor pendukung dari penerapan pendidikan karakter, karena dengan merasa nyaman di sekolah sendiri maka guru juga akan mudah dalam menerapkan pendidikan karakter di sekolah, seperti yang di ungkapkan lagi oleh S dalam wawancaranya sebagai berikut:
„‟Ya, kalau di SMK 2 itu karena mayoritas perempuan 1060 an
dan 97 laki-laki. Ini dampaknya terhadap perilaku anak-anak itu sangat kondusif. Jadi anak sini itu misalnya jam kosong, ada yang dia itu minta pulang gasik, ada keperpus, mainan HP. Jadi, secara umum kita tidak pernah melanggar-melanggar yang
sifatnya melanggar hubungannya dengan karakter‟‟ (19
Desember 2017 di ruang Kepala Sekolah)
Implementasi pendidikan karakter dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 2 Magelang dapat berjalan dengan baik dan lancar dengan adanya guru yang berkompetensi serta kepribadian yang baik yang dapat dijadikan tauladan oleh siswa. Guru yang mempunyai kepribadian yang baik maka dapat dikatakan bahwa guru tersebut juga mempunyai akhlak yang baik. Begitu pula siswa akan selalu meniru dan mencontoh dari guru tersebut, seperti yang disampaikan oleh ASR, dalam wawancaranya sebagai berikut:
„‟Jadi , kalau kita bicara pendidikan karakter ukurannya sangat kompleks sekali ya mbak ya. Jadi, kalau kita bicara secara utuh tentang UN, kemudian keberhasilan proses pendidikan tidak akan lepas dari input mbak. Input dari siswa yang masuk di sini. Kemudian bagaimana proses yang di SMK Negeri 2 ini semuanya bersinergi, ya semuanya saling mengisi. Mungkin kita tidak harus berpikir kalau pendidikan karakter kemenangan, kewajiban, dan seterusnya dai guru agama. Semua guru yaitu ukurannya adalah kompetensi kepribadian. Dimana kompetensi kepribadian guru harus sebagai seseorang yang di jadikan
81
teladan, contoh jadi apa pun seperti sholatjum‟at, sholat sunah,
dsb. Itu ternyata sebuah cara yang memang luar biasa dalam membingkai siswa. (19 Desember 2017 di ruang Waka Sapras)
Diungkapkan kembali oleh guru BK bernama SW yang menyampaikan pendapatnya tentang faktor pendukung dari penerapan pendidikan karakter terutama dalam pembelajaran PAI ialah kerja sama. Kerja sama dari semua pihak sekolah, baik guru, siswa, karyawan, dan juga Kepala Sekolah. Semua saling mengingatkan dan mengarahkan sikap yang baik dan akhlak yang baik pula, dalam wawancaranya sebagai berikut.
„‟Tentunya kerja sama yang baik dari semua pihak, sama
bekerja sama dari guru agama, dari pihak-pihak yang berkepentingan semua untuk bersama-sama mengarahkan ke anak. Karena dari guru agama rutin mengadakan pengajian ya. Membuat kesadaran anak-anak untuk memiliki akhlak yang baik
itu bisa termotivasi‟‟ (19 Desember 2017 di ruang BK)
b. Faktor Penghambat
Dalam mengimplementasikan pendidikan karakter dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 2 Magelang ini, ada beberapa faktor penghambat dalam ketercapaian pendidikan karakter tersebut. Menurut IMS selaku guru Agama mengatakan bahwa tingkatan kelas pertama atau kelas satu yang masih kurang kondusif karena siswa masih adaptasi dengan lingkungannya. Jadi untuk menerapkan pendidikan karakter kurang maksimal. Dalam wawancaranya dengan IMS guru PAI, sebagai berikut.
„‟Yang paling berat itu dikelas satu mbak, karena masih general
ya, sifatnya masih menggali-gali. Anak ini di kelas kurang memperhatikan kenapa. Masih menggali-gali agar karakter anak
82
terbentuk. Kalau kelas 2 dan 3 kan yang kelas 1 nya ketemu saya, kan lebih enak saya tinggal mengingatkan saja. Tapi kalau kelas 1 mungkin ada satu kelas yang memang susah sekali pengkodisiannya. Jadi enggak bisa kondusif, di sisi lain karena kelasnya itu dekat dengan lapangan itu ya. Jadi berisik dan anak-
anaknya juga berisik‟‟ (18 Desember 2017 di ruang Waka
Humas)
IMS juga mengatakan bahwa kurangnya guru Agama di sekolah juga menjadi hambatan dalam jam mengajar selama ini. Kelas yang banyak dan jam mengajar yang banyak dalam seminggu, menjadikan pengajaran kurang maksimal. Hal tersebut dirasakan oleh IMS ketika mengajar terkadang terlalu diforsir dan kelelahan dalam mengajar. IMS mengungkapkan dari hasil wawancaranya sebagai berikut:
„‟Sangat kurang mbak, dan saya pernah menyampaikan ke kepala sekolah secara pribadi memang. „‟Pak, apa kita tidak bisa
menambah guru agama karena saya sendiri mendapat jam 30
jam per minggunya‟‟. Dulu sampai 39 jam itu saya pribadi
kurang efektif mbak. Soalnya yang seharusnya saya bisa fullngisi di kelas ini-ini. Karena full saya jadi capek dan jadinya tidak terlalu maksimal. Jadinya terlalu terforsir dan kurang efektif bagi saya. Tapi ya mungkin karena sudah kebijakan sekolah dan sekolah belum bisa menerima guru lagi atau bagaimana juga saya kurang faham ya. Karena jumlah siswa yang banyak dan guru PAI juga sedikit. Kalau banyak anak di kelas enggak papa mbak asal bisa menguasai kelas. Cuma banyaknya kelas itu mbak, sehari ngajar 4 atau 5 kelas itu kan capek banget kan. Jadi kalau gurunya lebih dari 3 kan kita jadi bisa fokus ngajar, bisa efektif dan kondusif. Tapi kalau terlalu banyak kan kita juga manusia biasa ya jadi kurang efektif‟‟ (18 Desember 2017 di ruang Waka Humas).
Kurangnya guru Agama dalam mengajar memang di rasa menjadi penghambat, tetapi kurangnya jam pembelajaran dalam satu minggunya untuk tiap kelasnya juga menghambat penerapan pendidikan karakter di sekolah. Satu kelas dalam seminggu hanya
83
mendapat 3 jam pelajaran Agama dan itu pun juga berbagi jam dengan mata pelajaran lain sehingga kurang efektif. Dalam wawancaranya sebagai berikut:
„‟Ini sebetulnya tiga jam mbak, tetapi pada kenyataannya karena
di ambil sama BK 1 jam. Ini juga kurang faham karena saya juga masih baru juga ya. Baru beberapa bulan saya ngajar di sini dan setahu saya pokonya jam untuk agama itu sebenarnya 3 jam dan 1 jamnya digunakan untuk BK. Entah BK nya di awal atau di akhir. Jadi kita hanya punya 2 jam dalam satu minggu satu kelas itu. Dan saya mikirnya juga kurang efektif sih. 1 jamnya
45 menit‟‟ (18 Desember 2017 di ruang Waka Humas).
Kepala Sekolah bernama S juga menyampaikan hambatan dalam penerapan pendidikan karakter yaitu kurang efektifnya jam mengajar dalam seminggu yang melebihi dari yang ditentukan, diungkapkan dari hasil wawancaranya:
„‟Dia kurang efektif sebenarnya. Karena dia mengajarnya kan
lebih dari 24 jam. Nah, aturannya 40 jam sehingga mau enggak
mau dia. Tambah guru juga enggak bisa‟‟ (19 Desember 2017
di ruang Kepala Sekolah)
Seorang siswa bernama DIL mengungkapkan bahwa tidak semua siswa yang ada di SMK Negeri 2 Magelang adalah siswa yang mendapat ilmu agama dengan baik. Ilmu agama itu penting. Oleh karena itu dikatakan bahwa jam tatap muka yang hanya 2 jam dalam seminggu akan sangat kurang menurutnya. Belum lagi kalau guru terkendala tidak masuk dan jam kosong yang artinya dalam seminggu itu tidak mendapat pembelajaran Agama. Dari hasil wawancaranya:
„‟Ya, sebenarnya kurang kan kalau agama mayoritas kita
agamanya Islam. Kan tidak semua anak dalam lingkungannya kurang mendukung dalam ajaran Islam, begitu lho. Belum tentu
84
semua anak itu ngaji kalau di sekolahan. Kalau misal di sekolahan kan pelajaran cuman 2 jam itu iya kalau efektif. Kalau gurunya lagi sibuk terus jam kosong/ nanti ada sesuatu hal apa nanti pas materinya. Apalagi materinya kan mungkin jamnya itu cuma paling 45/40 menit. Berarti kan bersihnya kan dapetpelajaran agama itu Cuma satu jam, dua jam kurang. Kalau menurut saya kurang karena materi agama itu banyak. Terus bisa saja kan kalau Cuma teori tapi enggak ada prakteknya kan
susah juga ta Bu‟‟ (18 Desember 2017 di ruang Waka Humas)
Mengenai jam pembelajaran pada Pendidikan Agama Islam sebenarnya dari pihak Kurikulum sudah sesuai dengan jam yang sudah ditentukan dan apabila terjadi pembagian jam dengan mata pelajaran lain itu sudah menjadi urusan dari masing-masing guru yang bersangkutan. Efektif dan tidaknya kelas tergantung pada guru yang mengajar. Sebagaimana Waka Kurikulum bernama TW juga mengungkapkan dalam wawancaranya sebagai berikut:
„‟Pembelajaran PAI kalau dari kurikulum itu di berikan selama 3
jam, tetapi kalau dari BK meminta 1 jam, bisa di awal atau di akhir. Kalau saya dari kurikulum sebenarnya tidak memperbolehkan tapi ya bagaimana. Itu koordinasi atau urusan antara guru PAI dan BK. Efektif dan tidaknya tergantung
bagaimana cara guru PAI dalam mengkodisikannya‟‟ (18
Desember 2017 di ruang Waka Kurikulum)
Kurangnya jam pembelajaran juga dapat membuat siswa terbengkalai dengan materi yang diberikan guru. Karena materi yang didapat kurang maksimal dalam pengajaran. Siswa bernama HNA mengungkapkan tentang kurangnya jam pembelajaran PAI, dalam wawancaranya sebagai berikut:
„‟Ya kurang, kadang kan pembelajaran agama kepotong untuk sholat. Jadi untuk yang ke materi kurang‟‟ (19 Desember 2017 di halaman sekolah)
85
Sebagai Kepala Sekolah sudah berupaya menerapkan pendidikan karakter ke dalam pembelajaran PAI, yaitu peduli lingkungan yang ditonjolkan di SMK Negeri 2 Magelang saat ini. Salah satu hambatan yang dihadapi dan di rasakan oleh Kepala Sekolah yaitu kepedulian guru akan lingkungan sekolah dalam hal ini adalah masjid di SMK Negeri 2 Magelang. Ketika masjid kotor banyak diantara guru yang kurang perhatian dengan kebersihan tersebut. Dalam hal ini guru merupakan salah satu kendala dalam ketercapaian pendidikan karakter dalam hal lingkungan. Dari hasil wawancaranya sebagai berikut:
„‟Kendalanya ada karena yang namanya karakter itu kan transfer
sikap itu lebuh sulit daripada transfer ketrampilan atau pengetahuan. Kadang-kadang kendalanya malah di sisi guru. Kepala sekolah sudah ngomong ya tapi gurunya tidak sadar, contoh : jenengan juga Islam ta, saya juga Islam. Kan cetho bersih sebagian dari iman. Tapi siapa yang peduli dengan masjid itu enggak ada. Saya bisa mengukur bagaimana? Soalnya kalau masjid kotor, belum pernah ada guru yang bilang pak mbok masjidnya di buat gini, tidak. Itu dari Kepala Sekolah. Saya sampai membuat tim penggerak kebersihan masjid dari ekstra rohis. Di jadwal sama guru agama, jadi saya minta dalam satu minggu itu harus masuk di masjid. Saya ingin masjid itu harus bener-bener bersih. Tapi nyatanya tidak. Kita lemahnya di situ sering mendengarkan ngaji tapi lemah diimplementasi. Jadi walaupun bersih, pekerjaan seperti itu ternyata sulit sekali di lakukan. Ini kan tanggung jawab kita bersama‟‟ (19 Desember 2017 di ruang Kepala Sekolah)
Hambatan lain dari penerapan pendidikan karakter dalam pembelajaran Pendidikan Agama Islam yaitu siswa dengan latarbelakang yang berbeda juga mempengaruhi pendidikan karakter yang diterapkan di SMK Negeri 2 Magelang. Karena tidak semua siswa di sekolah tersebut memiliki latar belakang dan didikan yang
86
baik dan sama. Sehingga menjadi sebuah tantangan bagi guru di SMK Negeri 2 Magelang dalam menghadapi sikap dan perilaku siswa, seperti yang di ungkapkan oleh SW selaku guru BK, dalam wawancaranya sebagai berikut:
„‟Ya, hambatan ya ada, kadang- kadang kesadaran anak beda- beda. Ada anak yang memang dari keluarga sudah terdidik baik. Disekolah dia menyesuaikan dengan lingkungan. Anak di SMK N 2 Magelang ini kan latar belakangnya bermacam-macam. Ada yang backgroundnya ada yang broken. Untuk membentuk pendidikan karakter itu sebuah tantangan ada kesulitan. Kadang- kadang anak-anak di SMK ini dari keluarga yang broken, ekonominya lemah. Itu kadang-kadang tantangan dari guru
BK‟‟(19 Desember 2017 di ruang Waka Kesiswaan)
B.Analisis Data
1. Implementasi Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran Pendidikan Agama Islam di SMK Negeri 2 Magelang
Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara dan dokumentasi yang dilakukan peneliti di SMK Negeri 2 Magelang menunjukkan bahwa implementasi pendidikan karakter terbagi menjadi 3 nilai karakter, yaitu religius, disiplin, dan peduli Lingkungan, jujur, toleransi, rasa ingin tahu, menghargai prestasi, dan bersahabat/komunikatif.
1. Religius
Nilai religius pada anak tidak cukup diberikan melalui pelajaran, pengertian, penjelasan, dan pemahaman. Penanaman religius pada anak memerlukan bimbingan, yaitu usaha untuk menuntun, mengarahkan sekaligus mendampingi anak dalam hal-hal tertentu. Di sinilah peran orang tua dan guru dalam membimbing anak agar tertanam nilai religius.
87
Ada banyak strategi yang dapat dilakukan untuk menanamkan nilai religius ini. Pertama, pengembangan kebudayaan religius secara rutin dalam hari-hari belajar biasa. Kegiatan rutin ini terintegrasi dengan kegiatan yang telah diprogramkan sehingga tidak memerlukan waktu khusus. Dalam kerangka ini, pendidikan agama merupakan tugas dan tanggung jawab bersama, bukan hanya menjadi tugas dan tanggung jawab guru agama saja. Pendidikan agama pun tidak hanya terbatas pada aspek pembentukan sikap pengetahuan semata, tetapi juga meliputi aspek pembentukan sikap, perilaku, dan pengalaman keagamaan. Untuk itu pembentukan tersebut perlu didukung oleh guru studi lainnya, tidak hanya guru agama saja. Kerja sama semua unsur ini memungkinkan nilai religius dapat terinternalisasi secara lebih efektif (Ngainun Naim, 2012:125).
Untuk dapat menumbuhkan nilai-nilai religius seperti apa yang diharapkan tentulah tidaklah mudah. Hal ini memerlukan kerja sama yang baik antara guru sebagai tim pengajar dan pendidik serta semua warga sekolah yang terkait. Nilai-nilai religius ini dapat diajarkan kepada peserta didik di sekolah melalui beberapa kegiatan yang sifatnya religius. Kegiatan akan membawa peserta didik di sekolah pada pembiasaan berperilaku religius. Dari perilaku religius itu akan menuntun peserta didik di sekolah untuk bertindak sesuai moral dan etika. Seperti halnya kegiatan religius yang diterapkan di sekolah, Masjid misalnya, banyak kegiatan yang diterapkan pada pembelajaran Pendidikan Agama Islam
88
kepada anak. Seperti shalat fardu secara berjamaah, kultum, kajian kitab yang diselenggarakan setelah shalat berjamaah, pengajian bulanan,
tadarus bersama membaca Al Qur‟an dan lain sebagainya yang dapat
membawa siswa kepada nilai-nilai religius.
SMK Negeri 2 Magelang menanamkan nilai religius kepada anak agar siswa memiliki kedekatan dengan sang Pencipta. Kemudian, agar siswa itu terbentuk karakter yang mulia dan akhlakul karimah, yaitu kegiatan Asmaul husna, kultum, shalat dzuhur berjamaah, kajian bulanan, belajar mengaji, dan senyum, salam , sapa (3S).Beberapa kegiatan religius yang diterapkan ke dalam pembelajaran pendidikan agama Islam di SMK Negeri 2 Magelang ini diantaranya.
a. Asmaul Husna
Hafalan asmaulhusna dilaksanakan sebelum memulai pembelajaran PAI. Setelah berdoa biasanya guru akan menyuruh siswanya membaca lantunan asmaulhusna bersama-sama. Kegiatan rutin tersebut dilakukan agar siswa SMK Negeri 2 Magelang terbiasa dan hafal dengan 99 nama-nama Allah SWT. Kegiatan ini sangat membantu guru PAI dalam mengajarkan asmaulhusna kepada siswa. Hafalan asmaulhusna merupakan penerapan pendidikan karakter untuk siswa, agar siswa juga lebih banyak pengetahuan tentang agama dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Pembacaan asmaulhusna menjadi kegiatan wajib saat pembelajaran PAI. Terkadang guru juga akan menyuruh siswa untuk
89
melanjutkan dengan ayat yang lain atau diganti surat-surat pendek. Dengan kegiatan pembacaan asmaulhusna dapat mempermudah pikiran siswa. Pembacaan asmaulhusna yang dilakukan secara rutin bersama-sama maka tanpa menghafal siswa nantinya akan dapat mengingat semua isi dari asmaulhusna tersebut. Semua itu merupakan bagian dari penanaman siswa terhadap sifat-sifat Allah SWT sejak awal. Peserta didik akan tertanam benih-benih akhlak yang mulia dalam dirinya. Sehingga karakter religius pada diri siswa juga akan selalu berkembang dengan sendirinya.
b. Kultum (Kuliah Tujuh Menit)
Kegiatan kultum di SMK Negeri 2 Magelang ini dilaksanakan sekali dalam beberapa kali pertemuan pada pembelajaran PAI saat dikelas. Kegiatan ini dimaksudkan agar siswa mempunyai jiwa keberanian dalam menyampaikan pendapat, mengajarkan siswa berceramah di depan banyak orang, menambah ilmu pengetahuan tentang agama. Mental emosional juga akan tertanam melalui kegiatan kultum berikut. Kegiatan kultum ini dilakukan secara bergantian tiap kelasnya. Kegiatan dilakukan saat pembelajaran PAI saja. Guru PAI sering memberikan nilai plus atau poin sendiri bagi siswa yang isi kultumnya bagus dan menarik. Hal tersebut dapat dilakukan agar siswa semangat dalam mempersiapkan kutum jauh-jauh hari sebelumnya.
90
Pendidikan karakter melalui kultum (kuliah tujuh menit) ini dapat memupuk mental emosional siswa dan spiritual kepada siswa dalam mengembangkan potensi yang dimilikinya. Dengan demikian semua siswa mampu mengembangkan pengetahuan dalam dirinya dan mendapat kesempatan bagi dirinya untuk menjadi penceramah di depan teman dan guru. Mampu juga dalam mengontrol sosial emosionalnya dan juga mampu menyampaikan berbagai hal yang masih berpegang pada nilai-nilai Islam.
Siswa belajar kultum sama halnya belajar berdakwah. Sehingga nantinya apabila sudah besar siswa dapat mengamalkan dan menerapkan kemampuannya dalam kehidupannya. Dari hasil wawancara, siswa sangat antusias dengan adanya penerapan pendidikan karakter melalui kegiatan kultum (kuliah tujuh menit) tersebut. Karena dengan itu siswa akan mencari ilmu tentang ke Islaman dan belajar bagaimana menjadi penceramah.
c. Shalat dzuhur berjamaah
Kegiatan Shalat dzuhur secara berjamaah ini dilaksanakan pada saat pembelajaran PAI dan ketika di tengah pembelajaran sudah tiba waktu shalat dzuhur, maka guru PAI akan menyuruh siswanya untuk segera melaksanakan shalat secara berjamaah terlebih dahulu. Kegiatan ini dimaksudkan agar siswa dapat terbiasa shalat di masjid terutama untuk laki-laki. Supaya siswa juga tertanam nilai keagamaan tentang keutamaan shalat berjamaah daripada shalat sendiri.
91
Pembiasaan shalat berjamaah merupakan budaya sekolah yang harus dibiasakan dalam penanaman pendidikan karakter dan pihak sekolah terutama Kepala Sekolah SMK Negeri 2 Magelang juga menghimbau agar muridnya melakukan shalat berjamaah setiap dzuhurnya. Bahkan guru PAI juga akan menambahkan waktu kepada siswanya sehingga waktu istirahat ditambah untuk melakukan shalat berjamaah terlebih dahulu. Ketika datang waktu shalat hendaklah segera menyegerakan waktu shalat. Sebagaimana disebutkan dalam firman Allah:
نيِعِكاَّرلاَعَمْاوُعَكْراَوَةاَكَّزلاْاوُتآَوَةَلاَّصلاْاوُميِقَأَو
Artinya: “Dan dirikanlah shalat, tunaikanlah zakat dan rukuklah beserta orang-orang yang rukuk” (QS. Al-Baqarah ayat 43).Pembiasaan shalatdzuhur berjamaah ini diharapkan dapat memupuk dan mengembangkan sikap mengutamakan kebersamaan dalam melakukan kebaikan dimanapun. Pada kegiatan shalat berjamaah ini sebagai siswa laki-laki terutama berhak mendapat kesempatan dalam bergantian menjadi imam shalat serta memimpin dzikir.
Melalui shalat berjamaah siswa belajar menjadi imam sebagai laki-laki imam juga belajar di kehidupannya untuk berani menjadi kepala keluarga. Dengan sholat berjamaah juga akan membuat siswa terbentuk akhlak yang baik setelah melakukan sholat. Jika sholat yang dilaksanakan secara khusyuk maka akhlak yang baik juga mengikuti.
92 d. Kajian setiap bulan
Kajian yang dilakukan di setiap jum‟at pertama awal bulan ini membawa dampak yang sangat baik bagi SMK Negeri 2 Magelang. Kajian ini dilakukan di kantor dan di perdengarkan oleh siswa melalui