BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Hasil Penelitian
2. Faktor Pendukung dan Penghambat Implementasi Pendidikan
a. Faktor pendukung implementasi pendidikan multikultural
Pendidikan multikultural menjadi suatu strategi dalam melaksanakan pembelajaran yang ada di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, dikarenakan kondisi yKewarganegaraanang beranekaragam di sekolah ini, mulai dari suku, agama, budaya, dan karakter siswa. Dalam pelaksanaan pendidikan multikultural sekolah selalu memfasilitasi apa yang dibutuhkan oleh siswanya baik dari tenaga pendidik, sarana prasarana, dan kegiatan. Berdasarkan wawancara dengan beberapa narasumber dapat diperoleh data terkait
98
faktor pendukung implementasi pendidikan multikultural di sekolah, sesuai dengan beberapa kutipan wawancara sebagai berikut :
“Faktor yang mendukung adalah kultur sekolah, juga pihak-pihak sekolah mulai dari kepala sekolah sampai kebawah, sangat mendukung untuk pendidikan multikultural” (AS,07/05/2016).
“Sarana prasarana, kalau untuk masjid kita ada, terus kita agama ada lima itu ada ruangan khusus, di perpustakaan juga bisa buat anak untuk multikultural, kita di lapangan-lapangan untuk anak-anak bermain juga bisa untuk banyak hal, bisa berbaur, ada pendopo, ada gedung, untuk lomba-lomba, tergantung lombanya,nanti bisa di kelas juga” (AR,30/05/2016).
“Pendukungnya, sekolah sendiri. Sekolah itu menerapkan sekolah yang menerima berbagai siswa, jadi anak-anak disini lebih mudah untuk mengetahui bahwa ternyata selain saya masih ada orang yang seperti itu, itu menyebabkan anak-anak mudah untuk menghargai orang lain” (ESR,11/05/2016).
“Faktor pendukungnya, karna di sini ciri khasnya tamansiswa, jadi sudah ada istilah menerima manusia seutuhnya, memanusiakan manusia, jadi tidak hanya ajaran-ajaran Ki Hajar yang istilahnya membebaskan. Selain itu lingkungan sekitar juga, lingkungan disini sudah terbiasa untuk menerima perbedaan-perbedaan, itu karena sudah terbiasa, kita kesulitan ada tapi saya lihat tidak separah yang dialami di sekolah-sekolah negeri” (CITR,12/05/2016).
Dari hasil wawancara di atas, dapat dideskripsikan bahwa sekolah menjadi faktor pendukung yang banyak berpengaruh dalam implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Hal tersebut dikarenakan sekolah memiliki iklim yang menerima dan menghargai perbedaan, sehingga warga sekolah juga bersikap terbuka terhadap perbedaan dan menjadi lebih mudah untuk terbiasa dengan keberagaman yang ada di sekolah.
Selain itu, berdasarkan observasi dan studi dokumentasi, diperoleh data bahwa sekolah juga menerapkan pendidikan multikultural di sekolah dengan cara memfasilitasi atau memberikan sarana prasarana
99
yang dibutuhkan dalam menunjang implementasi pendidikan multikultural. Fasilitas dan sarana prasarana yang terdapat di sekolah antara lain tersedianya guru pendamping untuk siswa berkebutuhan khusus, tersedianya tulisan-tulisan yang menggambarkan keragaman dan sikap menghargai keragaman, seperti poster-poster dengan tulisan nilai-nilai seperti demokratis, semangat kebangsaan, kejujuran, disiplin, tut wuri handayani, dan lain-lain. Maupun gambar-gambar seperti tokoh pahlawan, tokoh pewayangan, rumah adat, simbol-simbol keagamaan dan rumah ibadah untuk 5 (lima) agama, contoh kerukunan dan toleransi dalam beragama, batik, ragam profesi, tersedianya ruang agama untuk siswa beragama non muslim, dan guru pendamping masing-masing untuk setiap agama yang mencakup agama Islam, Kristen, Katholik, Hindu dan Budha (obs/04/05/2016).
Sekolah juga melaksanakan kegiatan-kegiatan mengintegrasi nilai-nilai multikultural yang disesuaikan dengan minat dan bakat siswanya, agar tidak terjadi diskriminasi antara siswa dengan disertai bimbingan masing-masing kepada siswa. Program dan kegiatan sekolah dilaksanakan dalam nuansa multikultural yang adil, setara dan demokratis sehingga seluruh peserta didik dapat ikut andil dalam program dan pendidikan tersebut.
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa memberikan pelayanan kebutuhan dengan memberikan kebebasan peserta didiknya untuk memilih satu bidang yang disukainya sesuai dengan
100
kemampuannya. Bidang kegiatan tersebut disebut ekstrakurikuler. Peserta didik bebas memilih minat bakat yang disukainya. SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa telah memiliki serangkaian kegiatan sekolah dan program sekolah yang dapat memfasilitasi peserta didiknya yang beragam.
Sekolah memiliki kegiatan pengembangan diri yang mencakup dua program kegiatan, yaitu kegiatan terprogram dan tidak terprogram. Kegiatan terprogram diantaranya bimbingan dan konseling, dan ekstrakurikuler yang terdiri dari berbagai macam pelaksanaan seperti Pramuka, TIK, Bahasa Inggris, Baca Tulis Huruf Al-Quran, Menari/Dolanan anak, Drum Band/Essembel Musik, Bela Diri, Sepakbola/Futsal, Vokal/Musik, Karawitan, dan PKS (Patroli Keamanan Sekolah). Berbagai macam pelaksanaan tersebut mencakup berbagai bidang yang dapat pilih siswa secara bebas sesuai kemampuannya dan boleh diikuti seluruh siswa tanpa terkecuali.
“Ekstra-ekstra itu banyak yang mengandung pendidikan multikultural, misalnya itu ada karawitan, dolanan anak, tari, kan disini semua kebudayaan ada semua. Kalau dolanan anak itu sendiri menggali pembelajaran yang terdahulu tetapi di aplikasikan di dunia yang modern seperti ini. Jadi misalkan nilai kebersamaannya yang diambil. Kalau untuk masa sekarang kan anak-anak pintar, cerdas, tetapi untuk nilai sosialnya nol, tetapi kalau kita ambil yang dulu di aplikasikan sekarang jadi di mix itu lebih bagus lagi, jadi tradisional tetapi dikemas dalam modern”(L,23/05/2016).
Kegiatan-kegiatan tersebut mengandung nilai-nilai diantaranya yang berkaitan dengan pendidikan multikultural yaitu kerjasama, demokratis, jujur, disiplin, tanggung jawab, peduli sosial, toleransi,
101
cinta damai, sportivitas, jujur, peduli budaya dan menghargai prestasi. Strategi yang dilakukan dalam bimbingan dan konseling berupa pembentukan karakter dan kepribadian, pemberian motivasi dan layanan konseling. Sedangkan startegi dalam kegiatan ekstrakurikuler berupa latihan dan pertandingan/perlombaan persahabatan, dan latihan dan pentas seni baik perlombaan maupun unjuk kebolehan (obs/23/05/2016).
Kegiatan pengembangan diri secara tidak terprogram yang dilaksanakan sekolah terdiri dari kegiatan rutin yang contohnya upacara bendera setiap hari senin dan hari-hari besar nasional, berbaris didepan kelas sebelum masuk kelas, semutlis, Java day dan English day, piket kelas, dan berdoa sebelum dan sesudah belajar. Selain itu ada kegiatan spontan seperti mengunjungi korban musibah, mengunjungi panti jompo/panti asuhan, dan kegiatan keteladanan seperti mendahulukan kepentingan bersama, mendahulukan yang lebih tua, wanita dan anak-anak, menghargai pendapat orang lain, toleran terhadap perbedaan pendapat, santun dalam bertindak dan berbicara, dan lain-lain.
Sekolah juga mengadakan beberapa kegiatan diluar sekolah yang dapat membantu siswa untuk belajar tentang keberagaman, hal tersebut diungkapkan oleh salah satu narasumber sebagai berikut :
“Kita ada lomba kalau seperti acara kedaerahan misalnya di Jogja itu, berarti dia yang bukan orang jawa pun harus bisa nyanyi jawa, itu sudah multi juga, terus kita ke museum-museum, terus kita perjalanan rohani, perjalanan rohani itu kita tidak hanya ke
102
masjid saja, tetapi di vihara di klenteng di gereja, tempat-tempat ibadah keseluruhan, jadi tahu, oh berarti sama, kami menyembah satu Tuhan, jadi seperti itu, banyak hal termasuk outbond, outday dan sebagainya, itu bisa untuk satu pengetahuan bahwa kita itu beragam dan bisa bersatu” (AR,30/05/2016).
Berdasarkan kegiatan keteladanan, terlihat juga bahwa peran guru dan pamong yang di sekolah menjadi faktor pendukung lainnya dalam implementasi pendidikan multikultural. Selain mengintegrasi pendidikan multikultural dalam setiap proses pembelajaran guru juga berperan aktif memberi teladan atau contoh kepada siswa untuk menanamkan nilai-nilai multikultural. Hal tersebut juga didukung oleh pernyataan narasumber dalam kutipan wawancara berikut :
“Peran guru tentu memberikan contoh, jadi tidak membeda-bedakan. Lebih kepada pemberian contoh, kalo guru tidak langsung hanya memberi pengertian anak-anak multikultural itu apa, jadi memberi contoh, kalo anak-anak SD harus diberi contoh, jadi bagaimana memperlakukan anak satu dan lainnya, menghormati agama, kebudayaan itu disitu diajarkan dengan contoh” (AS,07/05/2016).
“Selain mengajarkan, guru memberi contoh. Karena kita pamongnya dari lima agama juga, itu kita juga memberi contoh, bagaimana kita juga saling menghormati, jadi anak-anak juga akan mencontoh kita” (CITR,12/05/2016).
b. Faktor penghambat implementasi pendidikan multikultural
Implementasi pendidikan multikultural di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa selain didukung oleh berbagai faktor juga memiliki faktor-faktor yang menghambat, beberapa faktor tersebut seperti yang dinyatakan oleh narasumber dalam kutipan wawancara berikut :
“Kalau faktor penghambatnya, itu ya ada biasanya orang tua, ya kalau orang tua kan biasanya membela anak yang benar ya, itu ada, tapi ya tidak semuanya, karna kita disini sudah terbiasa
103
dengan anak-anak yang seperti itu, jadi pada maklum, tapi kadang juga kurang berkenan, kok anaknya seperti itu, nanti takut mempengaruhi seperti itu juga ada, ya mungkin cuma itu aja hambatannya, tidak ada, karna dari sekolah semua mendukung sepenuhnya untuk hal multikultural” (ESR,11/05/2016).
“Faktor penghambat biasanya terhambat waktu dan biaya, anggaran. Kalau kesulitan komunikasi tidak ada sama sekali” (AFH,10/05/2016).
“Hambatannya itu kadang dari waktu. Kadang waktu kita mengajari atau memberi contoh anak itu tidak harus dengan satu kali atau dua kali, dan dengan kedisiplinan, berkali-kali dengan kebiasaan, kalau sekali kadang tidak dengar,sudah dengan contoh, sudah diberi nasehat, sudah di beri dengan kita melakukannya, itu kan berproses, tidak hanya sekali dua kali, jadi waktu perlu proses waktu itu dibutuhkan, tidak bisa langsung instan, langsung jadi sempurna” (AR,30/05/2016).
“Faktor penghambatnya, kesempatan untuk lebih memperkenalkan anak masih kurang misalnya, lebih kepada mempraktikkan diluar, di lingkungan luar terkait pendidikan multikultural” (AS,07/05/2016).
“Faktor penghambatnya, disini itu setau saya belum ada sosialisasi tentang pendidikan multikultural itu sendiri untuk guru-guru” (D,12/05/2016).
“Tetapi kalau penghambatnya itu tadi kita dari suku yang berbeda, agama yang berbeda, manusia yang berbeda, ataupun jenjang sosial yang berbeda, sehingga itu pasti ada ketidak sinkronan, apalagi kalau kita sudah membuat satu kelompok yang membedakan satu sama lain. Hambatannya lebih kepada individunya masing-masing” (L,23/05/2016).
Berdasarkan beberapa pernyataan dalam wawancara di atas terkait faktor penghambat dalam implementasi pendidikan multikultural, dapat dideskripsikan bahwa yang menjadi faktor penghambat salah satunya adalah masih kurangnya media yang mendukung implementasi pendidikan multikultural, hal tersebut juga sesuai dengan data yang diperoleh melalui observasi. Kekurangan yang dimaksud seperti kurangnya media yang bisa digunakan untuk
104
mengajarkan tentang keberagaman misalnya media yang dapat digunakan untuk mengajarkan tentang budaya lain.
Media yang digunakan harus terdapat contoh-contoh media baik berupa gambar, film, maupun video yang dipaparkan agar dapat menambah wawasan peserta didik tentang keragaman. Sehingga peserta didik akan lebih mudah mengetahui wujud dari keragaman tersebut. Sekolah masih minim dengan ketersediaan media keragaman.
Faktor lain yang menjadi penghambat adalah sikap sebagian individu baik dari siswa yang belum bisa menerima dan menyesuaikan dengan baik perbedaan yang ada di lingkungan kelas maupun di lingkungan sekolah. Serta dari pihak orang tua, masih ada yang belum bisa memahami siswa lain terutama siswa yang berkebutuhan khusus dengan alasan takut mempengaruhi anaknya, meskipun secara keseluruhan lingkungan sekolah sudah mendukung terutama dari pihak kepala sekolah dan guru-guru.
Faktor kurangnya waktu juga menjadi penghambat bagi sekolah dikarenakan banyaknya kegiatan dan hari libur terkadang membuat peserta didik kurang fokus dalam mengikuti pembelajaran dan waktu yang terbatas di sekolah juga belum cukup untuk dapat melaksanakan sepenuhnya pendidikan multikultural kepada siswa. Selain itu, faktor lain yang menjadi penghambat implementasi pendidikan multikultural berikutnya menurut salah seorang guru
105
adalah belum adanya sosialisasi untuk guru-guru secara langsung terkait pendidikan multikultural di sekolah.