BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
B. Hasil Penelitian
1. Implementasi Pendidikan Multikultural di SD Taman Muda Ibu
a. Pemahaman warga sekolah tentang pendidikan multikultural Pendidikan multikultural merupakan pendidikan yang di dalamnya memberikan nilai-nilai yang membina siswa untuk berdampingan dengan keberagaman di dalamnya. Proses pendidikan merupakan suatu kegiatan dalam rangka untuk membentuk perilaku manusia dengan nilai yang berlaku. Pendidikan multikultural sebagai upaya dalam menghadapi kondisi siswa yang beragam baik dari segi suku, agama, dan budaya.
Pendidikan multikultural secara eksplisit mengakui dan menyambut keragaman dari warisan etnik yang ditemukan dalam diri setiap orang yang disebut “orang Indonesia” sehingga menolak pandangan bahwa sekolah harus berupaya mencairkan perbedaan kultural atau sebaiknya hanya menoleransi pluralism budaya. Pendidikan multikultural mengakui pentingnya semua anak memiliki banyak kesempatan untuk berinteraksi secara positif dan personal dengan anak-anak dari berbagai latar belakang sosioekonomi dan warisan budaya.
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa merupakan sekolah yang terdiri dari peserta didik yang tidak hanya berasal dari satu daerah. Peserta didik tersebut berasal dari agama, suku, daerah asal dan latar belakang yang berbeda sehingga bahasa, budaya bahkan
68
kemampuan peserta didik berbeda dan beragam. Apalagi SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menerima Anak Berkebutuhan Khusus (ABK). Berikut adalah gambaran keragaman siswa yang digambarkan dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 9. Data Keragaman Siswa Kela
s
Agama Daerah Asal
ABK Jumlah siswa kelas Islam Krist en Katho lik Hindu Bud ha Jog ja Luar Jogja I 7 - 2 - 1 7 2 6 10 II 20 1 2 - - 18 4 11 23 III 22 1 2 1 - 22 4 11 26 IV 13 3 1 - - 12 5 5 17 V 14 2 - 1 - 13 4 6 17 VI 13 1 2 - - 13 3 10 16
Beberapa kekhasan sekolah yang peneliti temukan dalam penelitian ini diantaranya iklim sekolah yang sangat kekeluargaan, penerapan sistem among dengan keteladanan, dan implementasi pendidikan budi pekerti luhur. Ketiga hal tersebut juga mendukung implementasi pendidikan multikultural di sekolah. Iklim sekolah yang kekeluargaan memudahkan untuk saling berinteraksi dengan akrab dan mengaburkan perbedaan yang ada. Hubungan antara guru dengan siswa, guru dengan guru, maupun dengan kepala sekolah, terjalin sangat akrab dan kekeluargaan.
Kondisi sekolah yang multikultur dan merupakan sekolah inklusi memiliki siswa dengan berbagai karakteristik dan kemampuan. Namun sekolah mampu mengakomodir kebutuhan siswa, misalnya tersedianya guru pendamping bagi siswa berkebutuhan khusus, dan tersedianya guru pendamping untuk masing-masing lima agama yang berbeda yaitu Islam, Kristen, Katholik, Hindu, dan Budha. Hal tersebut
69
juga didukung dengan sikap siswa yang mampu menerima perbedaan siswa berkebutuhan khusus. Dikarenakan sekolah selalu mengajarkan dan menekankan nilai-nilai budi pekerti luhur yang juga terlaksana melalui sistem among dengan keteladanan oleh guru/pamong.
Di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa, kebijakan mengenai pendidikan multikultural diterapkan melalui kurikulum dan dilakukan dengan penanaman nilai-nilai multikultural yang terintegrasi di dalam pembelajaran. Pemahaman warga sekolah mengenai pendidikan multikultural sangat diperlukan, hal ini untuk mengetahui sejauh mana sekolah memahami apa yang dimaksud dengan pendidikan multikultural. Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan dengan kepala sekolah dan beberapa guru dan siswa di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dapat diketahui mengenai pemahaman warga sekolah tentang pendidikan multikultural, pemahaman tentang pendidikan multikultural dapat dideskripsikan sebagai berikut.
Kepala sekolah sendiri sudah memiliki pemahaman tentang pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural merupakan sebuah keragaman yang bersifat plural dan dikemas menjadi satu dengan satu tujuan untuk memperoleh ilmu pengetahuan dan belajar bersama-sama tanpa ada suatu perbedaan yang menjadi masalah. Sesuai dengan pernyataan beliau mengenai pendidikan multikultural, beliau mengatakan bahwa :
70
“Pendidikan multikultural itu pendidikan yang bermacam-macam dan bisa membaur anak-anak agar anak bisa mengetahui pribadi-pribadi orang lain, dan anak itu “aku harus mengerti dari anak-anak tersebut”. Dari bahasa, dari daerahnya, dari agamanya, dari sosialnya itu anak bisa membaur, bisa menjadi satu” (AR,30/05/2016).
Begitu pula pernyataan narasumber berikut selaku wali kelas, terkait pendidikan multikultural, beliau mengatakan :
“Pendidikan multikultural itu berbagai aspek, bisa dilihat dari peserta didiknya, bisa dilihat dari keadaan sekolah itu sendiri, ataupun alat-alat yang digunakan untuk mengajar siswa. Jadi misalnya multikultural untuk kebudayaan itu juga bisa. Jadi peserta didiknya tidak hanya asli dari jogja saja, tetapi ada yang dari sorong, ada yang dari berbagai suku dijadiin satu, tetapi basicnya nanti dijadiin satu tetapi pengembangannya dengan berbagai macam cara dan pendekatan” (L,23/05/2016).
Keragaman yang ada di Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa baik agama, bahasa, suku, dan karakter maupun kemampuan siswa sudah menjadi hal yang biasa. Semua warga sekolah sudah terbiasa dan menerima keberagaman yang ada di lingkungan sekolah, di dalam maupun diluar kelas. Kebiasaan dan pemahaman mengenai pendidikan multikultural menjadikan warga sekolah mampu berbaur menjadi satu dan bersikap positif menyikapi keberagaman yang ada.
Selain pemahaman yang dimiliki tentang pendidikan multikultural, sekolah juga mengupayakan mewujudkan keberagaman yang ada menjadi suatu kebhinnekaan. Dengan kondisi yang multikultural, sekolah mewujudkan kebhinnekaan yang sudah menjadi semboyan negara Indonesia. Perwujudan pendidikan multikultural dapat dilakukan dengan sikap saling menghargai, menghormati dan
71
toleransi antar sesama. Pemahaman warga sekolah tentang pendidikan multikultural juga dapat terlihat dari pemahaman guru-guru dan siswa tentang bagaimana menyikapi perbedaan yang ada di lingkungan sekolah. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan berikut :
“Kita disini saling mengerti tentang budaya anak, saling mengerti agama, tidak membeda-bedakan, jadi anak-anak saling berbagi” (AS,07/05/2016)
“Untuk kepedulian mereka dengan teman-temannya, kekompakan mereka tanpa memandang apapun, agama apa ataupun dari mana, sukunya apa, dia tipenya seperti apa, itu tidak. Ya namanya anak-anak kalau kurang cocok biasa, tapi tidak terus itu dibuat menjadi suatu masalah itu tidak seperti itu” (ESR, 11/05/2016).
“Kita harus menghargai, tidak mengejek sesama, antar suku, tidak mengejek ras, agama” (EPN,10/05/2016).
Berdasarkan pada pemahaman kepala sekolah, guru-guru dan beberapa siswa, dapat diketahui bahwa pendidikan multikultiral merupakan sebuah pendidikan yang mengajarkan sikap toleransi, menerima, dan menghargai terhadap perbedaan yang ada di dalam lingkungan sekolah. Pendidikan multikultural juga mengandung nilai-nilai yang ditanamkan dan membentuk perilaku siswanya.
Multikultural sendiri merupakan kondisi keberagaman yang tidak menghiraukan perbedaan yang ada, melainkan terciptanya sikap saling menghargai. Dalam upaya mewujudkan pendidikan multikultural dilakukan penanaman nilai yang bersumber dari pancasila serta nilai-nilai yang mendukung. Hal tersebut dilakukan untuk memberi batasan pada siswa terhadap perilaku mereka kepada siswa lainnya yang memiliki latar belakang yang berbeda-beda.
72
Dalam mewujudkannya bukan hanya menjadi tanggung jawab pihak sekolah saja, melainkan juga membutuhkan dukungan dari berbagai pihak, misalnya lingkungan keluarga atau orangtua dan masyarakat juga memberi pengaruh penting dalam membentuk perilaku siswa. Sekolah merupakan bagian dari sarana yang memberikan pemahaman serta penanaman nilai-nilai multikultural kepada siswa yang kemudian didukung oleh lingkungan keluarga dan masyarakat.
b. Interaksi
Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, interaksi kepala sekolah, interaksi antar siswa, interaksi antar guru, maupun interaksi siswa dengan guru sangat baik, akrab, dan kekeluargaan, terkesan tidak kaku dan menyenangkan. Terlihat sikap yang tidak membeda-bedakan antar satu dengan yang lainnya. Hal tersebut juga sesuai dengan pernyataan guru sebagai berikut :
“Dikalangan guru-guru, semua berbeda-beda tapi tetap jalan satu misi, tetap akrab, karna satu tujuan. Kalau kebiasaan berbeda-beda tapi semuanya maklum, yang penting saling memahami” (AFH, 10/05/2016).
“Interaksi antara guru-guru baik, tidak ada masalah atau kesulitan, baik komunikasi atau apa, kita semuanya sama, tidak ada masalah, tidak ada perbedaan satu dengan yang lain. Kita saling mendukung satu sama lain, terus teman-teman juga seperti”(MCS,11/05/2016).
“Interaksinya bagus, termasuk diantaranya sini sudah bener -bener termasuk berbaurnya luar biasa, anak-anak bisa menerima bahwa dari anak tersebut itu berbeda sudah menerima dan tidak ada kata-kata mengejek, tidak ada kata-kata tidak menerima anak tersebut, dan juga anak-anak yang tau bahwa dia cacat, dia langsung di rangkul diajak diambilkan minumnya, seperti itu, juga temannya saling mengingatkan misalnya pelajaran agama, itu pada
73
sholat. Itu diantara anak dengan anak. Kalau dengan guru-guru ya luar biasa guru-guru disini otomatis sudah bisa untuk menjalankan semua dari kegiatan tersebut sebagai pendamping iya seperti saya, sebagai pelayan iya, sebagai teman juga iya, dia akrab untuk sebagai orang tua juga” (AR,30/05/2016).
Begitu pula dengan pernyataan siswa berikut :
“Tidak ada saling membedakan, anggap teman aja. Sama semuanya ya akrab, tidak ada tidak enak atau membuat malas untuk berteman, semuanya akrab, biasa saja” (DAP, 10/05/2016).
Sesuai dengan kondisi sekolah yang merupakan sekolah inklusi, di dalam kelas terdapat beberapa anak dengan kondisi berkebutuhan khusus, sehingga membutuhkan penanganan lebih dari siswa lainnya. Hal tersebut membuat sebuah perbedaan yang terlihat di dalam kelas. Namun perbedaan tersebut tidak menghalangi seluruh siswa untuk dapat berinteraksi, belajar bersama dan bermain bersama-sama. Siswa yang lain memahami dan menghargai keadaan siswa yang berkebutuhan khusus. Mereka tidak membeda-bedakan antara satu dengan yang lainnya. Justru saling membantu apabila ada teman yang membutuhkan bantuan (obs/28/04/2016). Sikap tersebut dibuktikan dari observasi serta hasil wawancara dengan guru kelas sebagai berikut:
“Di kelas IV sendiri kebetulan anak-anak sangat amat menghargai tentang masalah perbedaan, mereka sudah terbiasa memiliki teman yang seperti itu, ada yang ABK, ada yang jenis temannya yang autis, mereka sangat menghargai, walaupun bercanda biasa, tapi ketika diminta membantu mereka dengan senang hati membantu” (ESR, 11/05/2016).
“Anak-anak bisa menerima bahwa dari anak tersebut itu berbeda sudah menerima dan tidak ada kata-kata mengejek, tidak ada kata-kata tidak menerima anak tersebut, dan juga anak-anak yang tau bahwa dia cacat, dia langsung di rangkul diajak diambilkan minumnya, seperti itu” (AR,30/05/2016).
74
“Saya juga biasa meminta bantuan anak-anak untuk mengajarkan anak yang berkebutuhan khusus, saya menawarkan siapa yang mau jadi pamong cilik itu pasti anak-anak langsung mengajukan diri” (AR,30/05/2016).
Begitu juga pernyataan dari siswa siswa sebagai berikut :
“Kita sering membantu teman yang ABK. Membantu mereka, misalnya pelajaran kita membantu tentang caraya gimana, terus biasanya kalo yang paling susah matematika” (EPN, 10/05/2016).
“Menurut saya kepada teman yang ABK harus menasehati, menghargai, harus menasehati dan sabar” (PAD, 10/05/2016). Pernyataan tersebut diperkuat dengan observasi bahwa siswa tidak memilih-milih dalam berteman. Hal tersebut dapat dibuktikan bahwa selama observasi peneliti melihat siswa-siswa tersebut setiap istirahat tidak hanya berkumpul dengan siswa yang sama setiap harinya. Mereka dapat berkumpul dengan yang lainnya. Bahkan para siswa juga bergaul dengan siswa ABK misalnya yang tunarungu, tunagrahita ringan, maupun yang hiperaktif. Siswa non ABK mau bergaul dengan siswa ABK dan apabila berpapasan di jalan juga saling menyapa. Ketika jam istirahat mereka dapat makan bersama, berkumpul dan bermain bersama (obs/02/05/2016).
Begitu pula dengan guru, guru pada saat mengajar di kelas juga menerapkan pendidikan multikultural dengan membiasakan sikap saling menghargai satu sama lain, menciptakan suasana kelas yang demokratis, serta menanamkan secara rutin nilai-nilai multikultural. Dalam kegiatan pembelajaran siswa dapat mengemukakan pendapat secara bebas, semua siswa diperlakukan sama dan tidak ada yang dibeda-bedakan. Guru mengajarkan kebiasaan-kebiasaan seperti
75
menghargai pendapat, menghargai dan menghormati orang lain tanpa membeda-bedakan (obs/05/05/2016). Guru memberi contoh dan teladan kepada siswa. Sesuai dengan pernyataan guru sebagai berikut :
“Peran guru tentu memberikan contoh, jadi tidak membeda -bedakan. Lebih kepada pemberian contoh, kalau guru tidak langsung hanya memberi pengertian anak-anak multikultural itu apa, jadi memberi contoh, karena kalau anak-anak SD harus diberi contoh, jadi bagaimana memperlakukan anak satu dan lainnya, menghormati agama, kebudayaan itu disitu diajarkan dengan contoh” (AS, 07/05/2016).
“Kalau yang selalu ditanamkan, sikap selalu menghargai, saling menghormati, kita tidak boleh meremehkan orang lain, selalu saya tekankan dengan siapapun kita harus saling menghormati, karena kita tidak tau kedepannya akan seperti apa, apa yang terjadi” (ESR, 11/05/2016).
“Sebagai pendamping iya seperti saya, sebagai pelayan iya, sebagai teman juga iya, dia akrab untuk sebagai orang tua juga iya, kalau meluruskan anak-anak kalau dia berbuat tidak baik, atau ada yang melenceng kata-katanya dan sebagainya, juga dia sebagai orang tua menasehati dan yang memberi contoh dan sebagainya” (AR,30/05/2016).
Serta pernyataan siswa seperti :
“Pernah sama bu Achib diajarin menghargai, menasehati. Diajarin waktu pelajaran Kewarganegaraan atau IPS. Juga waktu lagi kerja kelompok gak boleh bilang “aku mau aku mau”, harus menghargai pendapatnya orang lain juga” (EPN,10/05/2016).
Berdasarkan observasi terlihat interaksi antara kepala sekolah dan guru juga terjalin akrab, selalu bertegur sapa dan mengobrol setiap ada kesempatan maupun keperluan. Interaksi antar guru terlihat akrab dan tidak canggung ataupun kaku dan tidak ada pembedaan antara guru yang satu dengan yang lainnya. Sesama guru saling berbagi pengetahuan, mengingatkan dan membantu apabila ada yang mengalami kesulitan (obs/05/05/2016). Hal tersebut juga di perkuat oleh pernyataan guru pada saat wawancara sebagai berikut :
76
“Karna saya baru disini, guru-guru disini itu mengajarkan kepada saya, kalau misalnya mereka (siswa) seperti ini, caranya seperti apa, seperti itu, kalau mereka bandel ya di tegur saja, kalau kepala sekolah itu lebih banyak mengajarkan saya bagaimana caranya menghadapi siswa” (D, 12/05/2016).
“Sebagai guru selain mengajarkan kita memberi contoh. Kita pamongnya dari lima agama juga, itu kita juga memberi contoh, bagaimana kita juga saling menghormati, jadi anak-anak juga akan mencontoh kita, kalau kita pamongnya aja tidak rukun, anak-anaknya juga tau, itu memberi pelajaran dengan memberi contoh, juga lebih banyak saling komunikasi dan menyapa” (CITR,12/05/2016).
Secara keseluruhan interaksi di SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa dapat dikatakan komunikatif, karena seluruh warga sekolah selalu interaktif satu sama lain dan bersikap tidak membeda-bedakan dari segi apapun. Walaupun di lingkungan siswa dan guru banyak yang berbeda-beda latar belakang, baik agama dan sukunya. Namun semuanya menjalin hubungan yang baik, interaktif, dan saling bekerja sama untuk menciptakan suasana yang kondusif di sekolah. c. Nilai-nilai yang ditanamkan dalam implementasi pendidikan
multikultural
Berdasarkan hasil wawancara dan observasi yang dilakukan peneliti, nilai-nilai pendidikan multikultural menjadi bagian penting untuk ditanamkan kepada warga sekolah terutama siswa. Nilai-nilai yang dikembangkan antara lain tanggung jawab, kedisiplinan, toleransi, saling menghormati, peduli sesama, demokrasi, dan kerjasama. Nilai-nilai tersebut tercermin dari kegiatan yang dilakukan di sekolah dan beberapa poster yang dipasang di sekolah yang terlihat pada saat observasi dilakukan.
77
Di sekolah terlihat ada poster yang bertuliskan pembiasaan di SD Taman Muda yang isinya antara lain adalah berbaris di depan kelas sebelum masuk kelas yang menunjukkan kedisiplinan dan pembiasaan peduli terhadap sesama yang menunjukkan nilai kepedulian. Selain itu juga terdapat tulisan-tulisan di anak tangga yang ada di sekolah yang menunjukkan penanaman nilai-nilai di atas, diantaranya toleransi dan demokratis. Sementara nilai kerja sama, saling menghormati dan toleransi juga tercermin dalam kegiatan pembelajaran dan aktivitas siswa maupun guru (obs/27/04/2016).
Hal tersebut sesuai dengan pernyataan guru bahwa :
“Karena memang disini ada lima agama, sejak dini memang anak-anaknya sudah diperkenalkan dengan itu, jadi belajar untuk menerima perbedaan dari teman-teman yang lain. Karena perbedaan-perbedaan yang ada kita juga menanamkan kepada anak-anak bagaimana untuk saling menghargai, toleransi, menghormati, seperti itu kalau masalah agama. Kemudian, yang berbeda disini tidak hanya agama, suku-sukunya juga, ada beberapa anak yang memang dari luar daerah, itu juga awalnya kita minta teman-temannya membantu dia untuk istilahnya merangkul dia dan juga membantu dia kalau dia kesulitan dalam menggunakan bahasa jawa. Itu juga kita menanamkan “temanmu kan dari luar jawa, tidak bisa bahasa jawa, jadi kalau kamu bicara sama dia gunakan bahasa Indonesia”, kemudian juga anak-anak yang tidak bisa bahasa jawa kita beri pemahaman” (ESR,11/05/2016).
“Disini siswanya berbagai jenis, anak-anak harus mampu berbaur dengan yang ABK, bisa menghargai, saling berbagi, kalau saya mengajarkan seperti itu dan anak-anak tidak boleh memandang jelek ABK, saya tidak mengajarkan seperti itu, karena kita semua sama, hanya saja teman kita perlu bantuan, misalnya seperti itu. Jadi anak-anak nanti sudah bisa membantu teman-temannya yang kekurangan, maksudnya yang kekurangan kemampuannya secara akademik ataupun yang lain, nanti yang bisa itu membantu” (AS,07/05/2016).
78
SD Taman Muda Ibu Pawiyatan Tamansiswa menyadari pentingnya menerapkan pendidikan multikultural kepada siswa, terutama sekolah tersebut merupakan sekolah inklusi yang berbasis budaya dan pendidikan budi pekerti luhur. Sehingga penting bagi siswa untuk memahami keberagaman dan bagaimana menyikapi keberagaman tersebut. Ditambah lagi dengan kondisi siswa yang heterogen, banyak memiliki keragaman mulai dari agama, suku, budaya dan karakter maupun kemampuan siswa. Perlunya penanaman nilai-nilai pendidikan multikultural di sekolah ini adalah untuk membentuk perilaku siswanya sejak dini. Seperti yang dikatakan dalam wawancara sebagai berikut :
“Pendidikan multikultural sangat bagus, karna semuanya mengajarkan kebersamaan, untuk kebersamaan, jadi kita bisa tidak memilah-milah yang lebih bagus atau yang bagaimana, kita disini juga kan ada lima agama, jadi lima agama itu saling “guyub”, itu sudah ditanamkan, juga sudah dari dulu seperti itu, jadi tidak ada yang ini membedakan, begitu juga dengan guru-gurunya” (MCS,11/05/2016).
“Di kelas itu multikultural lebih kepada kita berbaur dengan berbagai macam karakter, kebudayaan, agama, budaya mereka yang ada dirumah, tentunya di kelas pembelajarannya lebih kepada saling bertukar pikiran, memberikan contoh yang baik, lebih kepada menjaga sikap-sikap saja, jadi multikultural itu diharapkan dapat menumbuhkan karakter yang baik, jadi walaupun mereka itu berbeda dari segi agama, kebudayaan, apapun, tapi diharapkan perbedaan itu menjadikan mereka itu belajar, bahwa ternyata saya harus menghargai, menghormati, seperti itu”(AS,07/05/2016).
Selain itu berdasarkan hasil observasi dari kegiatan pembelajaran di kelas dan kegiatan pengembangan diri, terdapat nilai-nilai yang dapat dijabarkan sebagai berikut:
79 1) Tanggung Jawab
Di SD Taman Muda ditanamkan nilai tanggung jawab melalui kegiatan, kegiatan tersebut berupa pemberian tugas-tugas seperti pekerjaan rumah maupun tugas piket kelas dan melaksanakan organisasi kelas, artinya mereka bertanggung jawab pada apa yang menjadi kewajiban mereka. Siswa juga bertanggung jawab untuk menaati peraturan kelas yang dibuat wali kelas dan disetujui bersama. Selain itu di kelas juga ditanamkan nilai tanggung jawab melalui materi dalam mata pelajaran Kewarganegaraan dan mata pelajaran lainnya seperti memberikan pekerjaan rumah ataupun tugas lainnya kepada siswa. Hal tersebut akan membantu siswa untuk memiliki dan menanamkan sikap tanggung jawab kepada siswa (obs/09/05/2016).
2) Kedisiplinan
Nilai kedisiplinan ditanamkan melalui proses pembelajaran dengan materi kedisiplinan di mata pelajaran Kewarganegaraan, dalam proses pembelajaran juga dilaksanakan dengan tepat waktu, artinya guru memulai dan mengakhiri pembelajaran sesuai dengan waktu yang ditentukan. Sekolah juga memiliki pembiasaan yaitu berbaris didepan kelas sebelum masuk kelas. Selain itu dapat dilihat juga dari aktivitas siswa, misalnya ketika bel masuk, siswa langsung bergegas untuk masuk kelas dan mengikuti pembelajaran. Meskipun pada saat jam belajar guru tidak bisa masuk kelas atau
80
mengajar, siswa tetap tertib di dalam kelas dan tidak bermain-main di luar kelas (obs/11/05/2016). Hal tersebut sudah menjadi kebiasaan yang ditanamkan sekolah untuk selalu disiplin dan memanfaatkan waktu dengan baik.
3) Kerjasama
Nilai kerjasama terlihat dalam berbagai aktivitas yang dilakukan siswa baik di dalam kelas maupun diluar kelas, secara terprogram maupun tidak. Salah satunya nilai kerja sama ditanamkan dalam kegiatan pengembangan diri yaitu ekstrakurikuler pramuka.
Untuk kegiatan yang tidak terprogram, contohnya pada saat siswa melaksanakan piket kebersihan kelas di jam pulang sekolah, mereka bekerja sama dan saling membantu membersihkan kelas. Juga pada saat jam pelajaran kosong, semua siswa dalam satu kelas melakukan latihan karawitan secara mandiri tanpa guru pendamping, terlihat siswa bekerjasama dan saling membantu siswa yang mengalami kesulitan memainkan alat sehingga dapat memainkan tembang dengan baik secara mandiri (obs/03/05/2016). Begitu pula yang dilakukan oleh guru-guru, mereka bekerjasama memberi contoh dan teladan pada siswa, saling membantu dan berbagi ilmu tentang bagaimana menghadapi siswa.
81 4) Saling menghormati
Nilai saling menghormati ditanamkan melalui kegiatan keteladan yang dilakukan di sekolah. Aktivitas yang mencerminkan saling menghormati diantara sikap mendahulukan yang lebih tua dan wanita, siswa menghormati guru dan bersikap sopan terhadap guru, serta saling menghormati antar penganut