• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Pendukung dan Penghambat Partisipasi Orang Tua dalam Mendukung Program Sekolah

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 29-44)

Keberhasilan dari peran serta orang tua dalam mendukung program sekolah dapat dikaitkan dengan beberapa alasan mereka mau dan turut ambil bagian dalam program tersebut. Berikut ini terdapat beberapa faktor pendukung partisipasi orang tua dalam program sekolah:

1. Kesadaran orang tua akan pentingnya pendidikan

Keinginan menyekolahkan anak hingga tingkat SMP/MTs setidaknya telah membuktikan bahwa orang tua sadar akan pentingya pendidikan bagi anak mereka. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh para orang tua siswa sebagai berikut:

“Menyekolahkan anak sampai ke perguruan tinggi pastinya menjadi impian bagi semua orang tua. Setidaknya pendidikan anak jauh lebih tinggi dari orang tuanya. Begitupun dengan saya selaku orang tua ingin sekali anak saya dapat melanjutkan sekolah setelah lulus dari MTs Salafiyah ini. ”(Wawancara dengan MA pada tanggal 21 Januari 2015).

“Saya selaku orang tua tentu sangat berharap bahwa anak saya dapat menyelesaikan studinya di MTs Salafiyah ini dengan baik.

Sehingga akan dapat memudahkannya melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi. Selain itu harapan saya ialah dengan menyekolahkannya di MTs Salafiyah ini dapat memberikan pengetahuan tentang agama dan sopan santun.” (Wawancara dengan informan AN pada tanggal 13 Maret 2015).

“Di zaman sekarang ini, tidak mungkin rasanya jika tanpa pendidikan orang dapat hidup sejahtera. Sehingga saya berharap dengan pendidikan anak saya kelak dapat memperoleh kehidupan yang lebih layak lagi dibanding orang tuanya.”

(Wawancara dengan informan EL pada tanggal 21 Februari 2015).

Harapan-harapan para orang tua siswa tersebut menyiratkan bahwa mereka memahami bahwa segala sesuatunya sangat berkaitan erat dengan pendidikan. Mulai dari langkah awal untuk membentuk kepribadian anak yang sopan dan santun serta melanjutkan ke jenjang

pendidikan yang lebih tinggi hingga untuk memperoleh kehidupan yang layak ketika mereka dewasa.

2. Adanya keterbukaan dari sekolah dalam perencanaan dan pelaksanaan program sekolah

Keterbukaan sekolah terhadap para orang tua siswa dalam mensosialisasikan program sekolah diwujudkan dalam kegiatan rapat wali murid. Selain itu, pelaksanaan program-program sekolah seperti peringatan hari besar islam, olimpiade, aktrakulikuler hingga studi wisata dan perkemahan disampaikan kepada pihak sekolah melalui pemberitahuan secara berkala melalui surat edaran maupun undangan wali murid. Hal ini sebagaimana disampaikan oleh Wali Kelas IX pada wawancara tanggal 4 Maret 2015:

“Sekolah memang terbuka dalam hal penyampaian informasi yang terkait dengan kegiatan yang dilaksanakan sekolah. Mulai dari perencanaan dan pelaksanaannya kami usahakan orang tua siswa mengetahui dengan jelas. Ini dimaksudkan agar mereka mengetahui dan jika memungkinkan turut ikut serta dalam pelaksanaan kegiatan yang ada, seperti kegiatan bakti sosial dan acara lainnya.” (Wawancara dengan informan UU pada tanggal 18 Februari 2015).

Sekolah dalam upaya membangun kepercayaan orang tua terhadap sekolah senantiasa mensosialisasikan setiap program sekolah melalui rapat pertemuan wali murid. Sebagaimana dikemukakan oleh informan YS bahwa:

“Pertemuan wali murid sering diadakan manakala ada program sekolah yang perlu disampaikan seperti kegiatan belajar mengajar, karya wisata, dan Ujian Nasional (UN).” (Wawancara dengan informan YS 26 Maret 2015).

Usaha sekolah ini ternyata mendapat sambutan baik dari para orang tua siswa sebagaimana ungkapan berikut:

“Selama ini pihak sekolah senantiasa memberikan informasi kepada kami melalui surat pemberitahuan maupun rapat untuk membahas program sekolah yang akan dilaksanakan. Sehingga kami dapat dengan jelas agenda apa saja yang akan dilakukan

anak kami di sekolah.” (Wawancara dengan informan SH pada tanggal 4 Maret 2015).

“Pernah saya merasa kurang setuju dengan pengadaan program study tour yang dilakukan sekolah. Namun, berhubung pihak sekolah menjelaskan tujuan dari pengadaan kegiatan tersebut dan perincian biaya yang dibutuhkan dengan jalan musyawarah sehingga saya dapat mengerti kenapa kegiatan tersebut diselenggarakan oleh sekolah. (Wawancara dengan informan MA pada tanggal 21 Januari 2015).

Kontinuitas pemberian informasi dari pihak sekolah kepada pada orang tua siswa menjadi nilai tersendiri bagi MTs Salafiyah Kota Cirebon. Hal ini masih terus ditingkatkan hingga jalinan komunikasi antara sekolah dengan orang tua siswa akan semakin baik.

3. Ketersediaan sarana dan prasarana penunjang kegiatan sekolah

Keberadaan sarana dan prasarana tidak terlepas dari adanya kemampuan sekolah dalam mengelola anggaran yang ada untuk keperluan tersebut. Meskipun demikian, Madrasah Tsanawiyah Salafiyah ini tidak begitu memberatkan para orang tua siswa untuk turut menyumbangkan dana untuk keperluan sarana prasaranan tersebut. Namun, apabila ada wali murid yang ingin menyumbangkan tenaga, dana maupun pemikirannya akan sangat diterima dengan baik.

Dalam hal ini kepala sekolah MTs Salafiyah Kota Cirebon mengungkapkan bahwa:

“Selama ini tidak ada maslah yang serius mengenai pengadaan sarana dan prasarana. Alhamdulillah hingga saat ini terdapat beberapa penambahan sarana dan prasarana seperti gedung dan alat-alat penunjang kegiatan belajar. Ini semua dapat terpenuhi dengan tanpa membebani para orang tua untuk mengeluarkan beberapa dana yang besar. Karena dalam hal ini pihak sekolah akan berkoordinasi dengan komite dan yayasan. Sehingga para orang tua tidak perlu khawatir akan hal tersebut.” (Wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 4 Maret 2015).

Sebagimana pernyataan dari kepala sekola yang menyebutkan bahwa sarana dan prasarana sekolah sebagian besar tidak berasal dari dana pembangunan yang diambil dari wali murid. Dengan demikian, para orang tua sedikit tidak terbebani dengan biaya sekolah anak mereka terkait sarana dan prasarana. Sebagian orang tua siswa mengungkapkan bahwa:

“Alhamdulillah selama ini, saya tidak terbebani dengan masalah uang gedung atau dana pembangunan. Saya cukup mengeluarkan dana manakala ada kegiatan perkemahan atau study tour saja. Sehingga ini cukup meringankan kami selaku orang tua dalam masalah pembiayaan sekolah anak saya.”

(Wawancara dengan informan IF pada tanggal 17 Februari 2015).

“Peran kami dalam pengadaan sarana prasarana saya rasa tidak begitu nampak. Karena sepengetahuan saya biaya gedung sudah ditanggung oleh pihak sekolah sehingga kami dapat sedikit bernapas lega.”(Wawancara dengan informan AR pada tanggal 4 Maret 2015).

Kepuasan para orang tua siswa terhadap pembebasan biaya gedung karena ditanggung sekolah setidaknya dapat memacu sekolah untuk dapat membuat sarana dan prasarana penunjang lain guna menggalang partisipasi para orang tua dengan pengadaan gedung pertemuan untuk para orang tua atau kegiatan lain yang dapat melibatkan para orang tua secara penuh dalam program sekolah.

Sehingga partisipasi mereka diluar pembiayaan dapat tersampaikan dengan baik.

Pada kenyataannya, keterlibatan orang tua dalam mendukung program sekolah tidak selamanya berjalan dengan baik. Setiap program sekolah kadangkala berbenturan dengan kepentingan atau keperluan orang tua.

Berikut ialah beberapa faktor penghambat partisipasi orang tua dalam mendukung program sekolah:

1. Latar belakang pekerjaan orang tua

Sebagian besar orang tua siswa Madrasah Tsanawiyah Salafiyah Kota Cirebon bekerja sebagai buruh dan sisanya bekerja sebagai pedagang, pegawai swasta dan PNS. Keberagaman pekerjaan tersebut tentu berpengaruh pula terhadap waktu luang para orang tua dalam mendidik anak. Kadangkala orang tua merasa mereka tidak begitu perlu memperhatikan proses pembelajaran anaknya setiap waktu. Sebagian dari mereka mempercayakan pendidikan anaknya kepada pengurus asrama dan sekolah. Dalam hal ini keberadaan asrama memang sangat membantu para siswa yang berasal dari keluarga ekonomi bawah dan yatim. Meskipun demikian, keberadaan orang tua sebagai pendidik dan motivator utama bagi anak-anaknya tetaplah sangat urgen. Sebagaimana ungkapan dari informan UU sebagai berikut:

“Memang sekitar 20 % siswa disini tinggal di asrama. Hal ini dikarenakan mereka berasal dari keluarga ekonomi rendah dan yatim. Sehingga tepat rasanya jika mereka tinggal di lingkungan asrama dengan mendapat ajaran dan nilai-nilai agama. Namun, kadangkala jika mereka kurang mendapat pengertian mereka akan berontak dengan bersikap acuh pada saat belajar dan tidak disiplin.” (Wawancara dengan informan UU pada tanggal 18 Februari 2015).

Begitu pula informan HM yang mengungkapkan bahwa:

“Saya kadang merasa prihatin dengan mereka yang harus tinggal di asrama dan jauh dari orang tua. Memang di asrama mereka mendapat perhatian dan diaajarkan tentang agama. Namun, pada hakikatnya kasih sayang dan perhatian orang tua yang seharusnya didapat untuk menjadi pendidik dan motivator hebat mereka tidak bisa didapat.” (Wawancara dengan informan HM pada tanggal 3 Maret 2015).

Disisi lain informan AR, MA dan IF mengungkapkan bahwa:

“Kadangkala saya juga merasakan bahwa pekerjaan telah menyita banyak waktu sehingga melupakan pendidikan anak. Maka dari itu saya lebih memilih dan mempercayakan pendidikan mereka pada pihak sekolah. Saya yakin pihak sekolah telah melakukan beberapa kegiatan yang dapat menunjang pendidikan anak-anak.”(Wawancara dengan informan AR pada tanggal 4 Maret 2015).

“Saya memahami benar bahwa saat-saat menjelang ujian anak-anak membutuhkan waktu belajar yang lebih banyak lagi. Sebanyak yang saya tau sekolah mengadakan tambahan jam belajar dari biasanya hingga sore. Saya rasa itu sudah cukup untuk mengantarkan anak-anak kami lulus. Namun demikian, kadangkala anak-anak merasa bosan karena harus menambah jam pelajaran mereka. Sehingga, sebisa mungkin saya mengingatkan bahwa itu semua dilakukan untuk kebaikan mereka sendiri nantinya.”

(Wawancara dengan informan MA pada tanggal 13 Maret 2015).

Berbeda dengan informan MA dan AR, sebagai orang tua yang memiliki kesibukan sendiri informan IF mengungkapkan bahwa:

“Yang terpenting ialah keberlangsungan jam tambahan di sekolah perlu diawasi dengan baik sehingga anak-anak tidak mempunyai kesempatan untuk membolos. Sekiranya ini dapat diterapkan di sekolah manakala kami tidak bisa sepenuhnya mengawasi mereka.”

(Wawancara dengan informan IF pada tanggal 17 Februari 2015).

Menanggapi hal tersebut, pihak sekolah sebagaimana hasil wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 10 Maret 2015 disebutkan bahwa:

“Pihak sekolah sudah menetapkan peraturan dan jadwal jam tambahan bagi para siswa yang akan mengikuti UN dan harus sipatuhi oleh para siswa. Mengingat siswa yang membolos dan lain-lain kami sudah ada bagian kesiswaan yang menangani hal tersebut. Sekarang tinggal bagaimana peran orang tua di rumah dalam mendorong dan memotivasi anak-anaknya untuk mengikuti ketentuan yang telah ditetapkan oleh sekolah.”

Pengertian dan kebijakan sekolah dalam menanamkan sikap disiplin bagi para siswanya dan koordinasi dengan orang sekiranya perlu ditingkatkan guna tercapainya tujuan yang telah ditetapkan.

2. Latar belakang pendidikan orang tua

Mayoritas pendidikan orang tua siswa di MTs Salafiyah Kota Cirebon ialah lulusan SD, dan selebihnya lulusan SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Sebagaimana tergambar dalam tabel berikut:

Tabel 5

Latar Belakang Pendidikan Orang Tua MTs Salafiyah Kota Cirebon

No Pendidikan Jumlah

1 SD/SMP 290

3 SMA 72

4 Perguruan Tinggi 16

Total 378

Sumber: Staf TU MTs Salafiyah Kota Cirebon

Sebagian besar orang tua yang menyerahkan pendidikan anak sepenuhnya kepada sekolah ialah karena mereka sadar akan keterbatasan mereka dalam mendidik anaknya. Pendidikan orang tua siswa yang sebagian besar hanya lulus SMP ke bawah ternyata berpengaruh terhadap partisipasi mereka dalam mendukung program-program sekolah.

Selaku orang tua dari siswa MTs Salafiyah Kota Cirebon, informan AN mengungkapkan bahwa:

“Keterlibatan saya terhadap proses membimbing pembelajaran anak hanya sebatas pada memberikan pengertian dan nasehat-nasehat saja agar mereka sekolah dengan baik sehingga dapat diharapkan kehidupan mereka jauh lebih baik dari pada orang tuanya.”(Wawancara dengan informan AN pada tanggal 13 Maret 2015).

“Saya tidak dapat berbuat banyak dalam memberikan bimbingan belajar kepada anak-anak karena keterbatasan saya dalam pengetahuan. Inilah yang membuat saya menyerahkan sepenuhnya pendidikan anak-anak pada sekolah dengan harapan mereka dapat menjadi pribadi yang lebih baik.” (Wawancara dengan informan S pada tanggal 21 Januari 2015).

Kepercayaan orang tua terhadap kemampuan sekolah dalam mendidik anak-anak mereka sekiranya dibarengi dengan kemauan mereka mendidik anak-anaknya ketika berada di rumah. Pendidikan bukan hanya sekedar pada pemberitahuan pengetahuan umum semata, melainkan sikap sopan dan santun terhadap sesama juga menjadi nilai penting dalam pendidikan. Sehingga tidak ada alasan bagi orang tua yang

hanya lulus SD tidak dapat memberikan pendidikan bagi anak-anaknya.

Motivasi dan perhatian mereka dapat menjadikan para siswa merasa perlu dan berusaha mendapat nilai baik di sekolah. Karena sebaik apaun program yang dicanangkan sekolah tidak akan dapat berjalan baik manakala tidak ada keikutsertaan para orang tua selaku pendidik utama dan pertama dalam kleuarga.

3. Pengembangan program sekolah yang belum sepenuhnya mengarah pada peningkatan partisipasi orang tua.

Serangkaian program sekolah yang ada masih berkutat pada pengembangan kedisiplinan siswa dan kompetensi siswa di bidang akademik dan non akademik. Untuk menggalang partisipasi orang tua sendiri masih bergantung pada program pertemuan wali murid dan program home visiting. Sedangkan rangkaian program lain seperti kegiatan mengundang orang tua sebagai tutor dalam pembelajaran, open house dan bakti sosial. Namun, pihak sekolah masih terkendala dengan beberapa hal sehingga program-program tersebut belum dapat dijalankan.

Menanggapi hal ini informan UU menyatakan bahwa:

“Perlu perencanaan yang matang dan koordinasi secara terus menerus dengan para orang tua untuk melaksanakan program-program peningkatan partisipasi mereka. Namun, kami terkendala dengan jarak dan waktu dimana sebagian orang tua siswa tinggal cukup jauh dari lingkungan sekolah dan kesibukan masing-masing.

Sehingga pertemuan wali murid dan home visiting dirasa cukup.”

(Wawancara dengan informan UU pada tanggal 18 Februari 2015).

Senada dengan hal tersebut kepala sekolah mengungkapkan bahwa:

“Pengembangan program yang terkait dengan partisipasi orang tua maupun masyarakat memang tidak terlalu nampak. Namun kami berusaha melakukan koordinasi dengan para wali kelas dan guru-guru untuk secara rutin menginformasikan kondisi siwanya kepada para orang tua sehingga orang tua dapat memberikan masukan terkait dengan kegiatan yang diadakan oleh sekolah mulai dari dana untuk study tour, perkemahan, dan kelulusan siswa kelas IX.”

(Wawancara dengan kepala sekolah pada tanggal 4 Maret 2015).

Sebagaimana uraian yang diberikan oleh kepala sekolah dan informan UU. Komite sekolah juga menguraikan pendapatnya mengenai kurangnya pengembangan program perlibatan orang tua oleh sekolah.

“Memang sulit rasanya untuk menjadikan kegiatan pertemuan wali murid menjadi program tersendiri yang bukan hanya dilakukan pada saat ada sosialisasi program sekolah dan pada waktu-waktu tertentu. Iini mengingat kesibukan para orang tua dan sekolah itu sendiri. Sehingga kegiatan silaturahmi baru terlaksana dalam kegiatan pertemuan wali murid saja dirasa sudah cukup.”

(Wawancara dengan informan MI pada tanggal 6 April 2015).

Dari serangkaian faktor penghambat partisipasi orang tua dalam mendukung program sekolah berkaitan erat dengan keadaan sosial ekonomi dan penghayatan mereka terhadap pendidikan. Keadaan tingkat pendidikan orangtua siswa, kemampuan dalam membiayai pendidikan, serta tingkat penghayatan, harapan dan pelibatan diri dalam mendorong anak untuk terus belajar.

E. PEMBAHASAN

Berdasarkan data-data yang telah dipaparkan diatas, maka jelaslah bahwa persoalan kepala sekolah yang berupaya meningkatkan partisipasi orang tua siswa dalam mendukung program sekolah sampai hari ini masih menarik untuk diperbincangkan. Upaya kepala sekolah dalam meningkatkan partisipasi orang tua perlu mendapat respon yang baik dari berbagai pihak, baik dari orang tua itu sendiri maupun dari seluruh komponen sekolah lainnya yang meliputi guru dan komite sekolah. Sejak diberlakukannya Manajemen Berbasis Sekolah peran masyarakat (khususnya orang tua) menjadi sangat urgen dalam pengembangan program sekolah itu sendiri.

Sebagaimana Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional pasal 51 ayat 1 menegaskan bahwa yang dimaksud dengan Manajemen Berbasis Sekolah adalah bentuk otonomi manajeman pendidikan pada satuan pendidikan, yang dalam hal ini kepala sekolah dan guru dibantu komite sekolah dalam mengelola pendidikan.

Otonomi diberikan agar sekolah dapat leluasa mengelola sumber daya dengan mengalokasikannya sesuai dengan prioritas utama dan tanggap terhadap kebutuhan masyarakat setempat. Dalam konsep Manajemen Berbasis Sekolah ini sekolah dituntut memiliki tanggung jawab yang tinggi baik kepada orang tua, masyarakat maupun pemerintah (Dally, 2010: 11).

Pendidikan tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga tanggung jawab orang tua dan masyarakat. Dalam Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 2 Tahun 1989 pasal 1 ayat 10 juga dinyatakan bahwa sumber daya pendidikan adalah pendukung dan penunjang pelaksanaan pendidikan yang terwujud sebagai tenaga, sarana, dan prasarana yang tersedia dan didayagunakan oleh keluarga, masyarakat, peserta didik dan pemerintah, baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.

Hal tersebut mengisyaratkan bahwa peran serta masyarakat dan orang tua bertujuan mendayagunakan kemampuan yang ada pada orang tua dan masyarakat bagi pendidikan untuk mewujudkan tujuan pendidikan, terlebih pada era otonomi sekolah (Manajemen Berbasis Sekolah) saat ini peran serta orang tua dan masyarakat sangat menentukan (Sundari, 2001:

5).

Eksistensi MBS telah menjadikan peran kepala sekolah menjadi sangat penting dalam kemajuan sekolah. Syaiful Sagala (2009: 88) mendefinisikan bahwa kepala sekolah sebagai orang yang diberi tugas dan tanggung jawab mengelola sekolah, menghimpun, memanfaatkan, dan menggerakkan seluruh potensi sekolah secara optimal untuk mencapai tujuan. Pelaksanaan peran, fungsi dan tugas kepala sekolah tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena saling terkait dan mempengaruhi serta menyatu dalam pribadi seorang kepala sekolah yang profesional.

Catano dan Stronge dalam Mahyuni (2013: 109) menyatakan bahwa tingkat keterlibatan yang tinggi dari orang tua siswa memiliki efek-efek positif terhadap efektivitas kepala sekolah. Dengan kata lain, kepala sekolah yang berhasil menjangkau orang tua siswa dan anggota

masyarakat lainnya, lebih sukses dibandingkan kepala sekolah yang tidak berhasil melakukannya. Sedangkan tujuan utama interaksi sekolah dengan orang tua siswa adalah mengomunikasikan visi sekolah.

Berdasarkan perolehan data tentang upaya kepala sekolah dalam meningkatkan partisipasi orang tua untuk mendukung program sekolah adalah dengan menjalin hubungan yang harmonis dengan para orang tua siswa melalui pertemuan rutin yakni rapat pertemuan wali murid dan koordinasi dengan guru-guru, wali murid beserta komite sekolah.

Hal lain yang diupayakan kepala sekolah dalam meningkatkan partisipasi orang ialah dengan memberikan informasi program sekolah secara berkala kepada orang tua siswa melaui surat edaran dan rapat pertemuan wali murid agar orang tua siswa dapat memahami benar apa kegiatan yang sedang dan akan dilaukan oleh sekolah.

Sebagai bentuk usaha kepala sekolah dalam menggalang partisipasi orang tua maka kegiatan seperti bakti sosial dan kegiatan kemasyarakatan lainnya dijadikan alternatif bagi MTs Salafiyah Kota Cirebon untuk mengambil rasa simpatik orang tua dan masyarakat terhadap kegiatan sekolah. Dimana kegiatan tersebut dapat menjadi penghubung antara sekolah dan masyarakat khususnya orang tua siswa agar dapat terjalin komunikasi yang baik dan kontinu. Sebagaimana telah diungkapkan oleh Kepala MTs Salafiyah Kota Cirebon bahwa tujuan perlibatan atau peningkatan partisipasi orang tua ialah tidak lain untuk memperoleh dukungan dana, tenaga maupun pikiran untuk dapat dijadikan sebagai sumber masukan terhadap pengembangan program-program sekolah kedepannya. Selain itu, program-program sekolah seperti study tour, kunjungan edukatif, hafalan Juz’amma dan home visiting diharapkan dapat berjalan dengan baik manakala para orang tua mau bersama-sama dengan sekolah untuk mengambangkan program tersebut.

Upaya kepala MTs Salafiyah dalam meningkatkan partisipasi orang tua tersebut sejalan dengan apa yang diungkapkan oleh Hallinger dalam Mahyuni (2013: 109) sebagai berikut:

“Dalam hubungan sekolah dan masyarakat (khususnya orang tua) tidak pernah terlepas dari adanya interaksi dari kedua belah pihak.

Hallinger dalam Mahyuni (2013: 109) menyebutkan bahwa tujuan utama interaksi kepala sekolah dengan orang tua siswa adalah mengomunikasikan visi sekolah. Studi mengenai kepemimpinan kepala sekolah, dan pencapaian siswa menunjukkan bahwa status sosial ekonomi siswa dan keterlibatan orang tua, positif berpengaruh terhadap kepemimpinan kepala sekolah dan ekspektasi yang ditetapkan guru bagi pembelajaran siswa. Berikut ini adalah beberapa hal yang dapat dilakukan kepala sekolah dalam menjalin interaksi dengan orang tua siswa: pertama, menjangkau keluarga siswa; kedua, membangun hubungan positif dengan orang tua siswa dan ketiga, melibatkan orang tua golongan minoritas.”

Dapat terlihat bahwa yang ingin dicapai dalam kegiatan hubungan sekolah dengan orang tua dan masyarakat ini sebenarnya ialah tidak hanya sekedar mendapat bantuan keuangan dari orang tua murid atau masyarakat, tetapi lebih jauh dari hal tersebut yaitu pengembangan kemampuan belajar anak dan peningkatan kualitas kehidupan masyarakat, yang pada akhirnya dapat menumbuhkan dukungan mereka akan pendidikan.

Sebagaimana kita ketahui bahwa perkembangan peserta didik untuk menjadi pribadi yang lebih dewasa tidak dapat terlepas dari peran orang tua atau keluarga. Keluarga menurut Adiwikarta (1988: 68) adalah suatu sistem yang terdiri atas subsistem-subsistem yang saling berhubungan dan saling pengaruhi satu sama lain. Adapun subsistem sosial itu bukan unit-unit fisik, melainkan peran- peran atau fungsi. Sebagai sebuah sistem sosial, keluarga berhubungan dan punya ketergantungan tertentu dengan keluarga lain dan sistem sosial lain seperti dengan organisasi, kantor, sekolah dan lain-lain.

Beberapa pihak yang terlibat dalam keterlibatan orang tua adalah sekolah, keluarga dan kemitraan masyarakat. Oleh karena itu tiga aspek yang saling mempengaruhi tersebut harus disatukan disetiap pendidikan dan pengembangan anak.

Dalam dokumen BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN (Halaman 29-44)

Dokumen terkait