• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja sistem Just In Time yang diterapkan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo tidak sepenuhnya sesuai dengan teori. Dalam pembahasan mengenai penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo, diketahui bahwa terdapat beberapa elemen dari beberapa faktor yang tidak relevan dengan keadaan sebenarnya, sehingga

84 Elemen-elemen yang tidak diterapkan di PT. Nippon Indosari Corpindo antara lain :

1. elemen terdapatnya dukungan untuk peningkatan Just In Time pada pemasok dalam faktor supplier;

2. elemen peningkatan fleksibilitas perubahan/pergerakan peralatan dalam faktor layout;

3. elemen penggunaan tools untuk mencegah kesalahan (poka-yoke) dan penggunaan Statistical Process Control dalam faktor quality management; 4. elemen terdapatnya keterlibatan pekerja dalam pemeliharaan seluruh

peralatan dan mesin pada faktor preventive maintenance; serta

5. elemen adanya pemberian kewewenangan kepada pekerja (empowerment) dan sedikit klasifikasi pekerjaan dengan pengayaan pekerjaan (job enrichment) pada faktor employee empowerment.

Kuesioner berupa pertanyaan untuk menentukan pendapat dengan perbandingan berpasangan diberikan kepada tujuh (7) orang responden ahli yang berperan penting dalam pelaksanaan produksi PT. Nippon Indosari Corpindo serta berkaitan erat dengan sistem Just In Time di perusahaan. Responden tersebut antara lain Manager SCM, Manager PDQA, Manager HRD&GA, Supervisor PPIC, Supervisor Produksi, Supervisor Teknik dan Supervisor QA.

Penilaian atau pendapat dari ketujuh responden digabungkan dengan menggunakan rumus rata-rata geometrik, yang hasilnya merupakan input dari software Superdecision 1.6.0 yang digunakan sebagai alat bantu analisis ANP. Pada Gambar 14 dapat dilihat salah satu tampilan input perbandingan berpasangan Superdecision 1.6.0. Dengan diinputkannya pendapat gabungan dalam perbandingan berpasangan menggunakan software Superdecision 1.6.0 maka dihasilkan output hasil sintesis yang disajikan pada Gambar 15 dan 16.

Gambar 14. Tampilan Input Perbandingan Berpasangan Superdecision 1.6.0

Selain itu, pada Gambar 17 dapat dilihat gambaran bobot setiap faktor dan elemen serta pengaruh antar elemen yang dominan, baik pengaruh elemen dari faktor itu sendiri (looping) maupun pengaruh elemen dari faktor lainnya.

86 Gambar 16. Prioritas Faktor dan Elemen Sistem Just In Time

88 Tabel 13 menunjukkan bobot dan peringkat faktor-faktor yang mempengaruhi penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo. Bobot yang didapatkan merupakan hasil dari limiting supermatrix yang dinormalisasi terhadap faktor (cluster) masing-masing sehingga jumlah setiap kolom untuk setiap faktor adalah sama dengan satu (stokastik).

Tabel 13. Tabel hasil perhitungan peringkat faktor penentu kinerja Just In Time

Faktor Bobot Peringkat

1. Supplier 0.14259 4 2. Inventory 0.09411 5 3. Schedulling 0.27590 1 4. Layout 0.17055 3 5. Quality Management 0.04534 7 6. Preventive Maintenance 0.05439 6 7. Employee Empowerment 0.21713 2

Dari hasil sintesis ANP dapat diketahui peringkat faktor-faktor yang memberikan pengaruh terhadap pencapaian kinerja sistem Just In Time yang diterapkan oleh PT. Nippon Indosari Corpindo. Faktor Schedulling memberikan pengaruh terhadap kinerja sistem Just In Time pada peringkat pertama dengan bobot 0.27590, kemudian diikuti oleh faktor Employee Empowerment dengan bobot 0.21713, faktor Layout dengan bobot 0.17055, faktor Supplier dengan bobot 0.14259, faktor Inventory dengan bobot 0.09411, faktor Preventive Maintenance dengan bobot 0.05439, dan peringkat terakhir adalah faktor Quality Management dengan bobot 0.04534.

1. Faktor Schedulling

Suatu rencana yang lebih rinci yang menguraikan rencana agregat sehingga bersifat operasional dalam kegiatan produksi disebut Jadwal Induk Produksi (Master Production Schedule). MPS bertujuan menentukan kebutuhan untuk semua item untuk proses produksi dalam periode waktu yang lebih singkat (Bills Of Materials), menetapkan batas

akhir penyelesaian (due dates) order produksi untuk dikirimkan ke konsumen dan memberikan gambaran kebutuhan sumber daya yang lebih rinci (Machfud, 1999). Dalam faktor schedulling, terdapat elemen-elemen yang diperingkatkan dalam hubungannya dengan peningkatan kinerja sistem Just In Time. Bobot dan peringkat masing-masing elemen tersebut dapat dilihat pada Tabel 14 dibawah ini.

Tabel 14. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Schedulling

Faktor Bobot Peringkat

1. Jadwal terkomunikasikan ke pemasok 0.28219 2

2. Jadwal campur merata 0.50517 1

3. Pembekuan jadwal jatuh tempo 0.21264 3

a. Jadwal campur merata

Jadwal campur merata menjadi peringkat pertama (bobot 0.50517) dalam faktor Schedulling untuk mendukung penerapan sistem Just In Time. Pelaksanaan produksi campur merata di PT. Nippon Indosari Corpindo mempertimbangkan waktu yang diperlukan untuk produksi, kuantitas roti yang harus diproduksi, dan kapasitas mesin yang tersedia. Urutan produksi dalam jadwal campur merata mempertimbangkan jenis produk berdasarkan data permintaan yang lalu (history), serta klasifikasi produk berdasarkan tingkat permintaan yaitu produk pareto dan produk non pareto.

Dalam sistem Just In Time, permintaan total pada setiap bulan merupakan rencana produksi bulanan yang dikonversi menjadi rencana produksi harian dengan tingkat produksi yang merata sepanjang bulan itu. Perubahan tingkat produksi harian setiap bulannya dapat dicapai dengan cara menyesuaikan kapasitas untuk memenuhi permintaan total pada bulan itu. Stabilisasi produksi mampu menyesuaikan sumber- sumber daya dengan kebutuhannya dan efisiensi dapat dimaksimumkan.

90 Berdasarkan bobot yang dihasilkan pada supermatriks terbobot (weight supermatrix), dapat diketahui bahwa elemen jadwal campur merata (peringkat pertama pada faktor schedulling) memiliki keterkaitan dengan elemen lain. Elemen tersebut antara lain ukuran lot yang kecil (bobot pengaruh 0.05744) dan waktu set up yang singkat (bobot pengaruh 0.17233) pada faktor inventory; elemen work cell untuk produk sejenis (bobot pengaruh 0.10995) pada faktor layout; pemeliharaan rutin harian (bobot pengaruh 0.27604) pada faktor preventive maintenance; serta eleman pelatihan (bobot pengaruh 0.09493), dan pelatihan silang (bobot pengaruh 0.09493) pada faktor employee empowerment. Pengaruh terbesar dari setiap elemen tersebut digambarkan pada Gambar 17.

Untuk mewujudkan penjadwalan produksi berbasis harian, ukuran lot produksi harus konstan dalam kuantitas yang lebih kecil, meningkatkan frekuensi kebutuhan bahan baku dalam kuantitas yang sedikit, waktu set up untuk changeover (pergantian produksi dari satu item ke item lain) yang lebih cepat, dan meningkatkan fleksibilitas. Selain itu, untuk menjaga produksi yang konstan diperlukan pemeliharaan rutin harian untuk mencegah mesin berhenti akibat kerusakan (machine breakdown). Untuk melaksanakan produksi campur merata yang memproduksi bermacam produk dalam lini produksi diperlukan pelatihan dan pelatihan silang agar para pekerja mengerti dan tanggap terutama pada saat changeover terjadi.

b. Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok

Jadwal terkomunikasikan kepada pemasok (peringkat kedua, bobot 0.28219) dilakukan dengan mengkomunikasikan estimasi kebutuhan bahan baku untuk produksi dan disampaikan dalam bentuk Purchase Order (PO) bulanan. Sebelumnya dilakukan pembuatan MRP yang berdasar kepada MPS atau dalam istilah Order To Factory (OTF) yang diturunkan dari hasil peramalan (forecasting) departemen Sales & Marketing.

Kebutuhan bahan baku setiap bulan dan yang harus dipesan per hari kepada pemasok dapat diketahui dari MRP yang dibuat. MRP memperhitungkan lead time, buffer stock yang menjadi dasar dalam pembuatan Purchase Request (PR) untuk diserahkan kepada departemen Purchasing. Berdasarkan PR tersebut maka departemen Purchasing membuat dan mengirimkan Purchase Order (PO) kepada pemasok mengenai jumlah pemesanan dan waktu pengiriman bahan baku.

Pengkomunikasian jadwal produksi kepada pemasok dalam bentuk pesanan material yang diperlukan untuk proses produksi sangat diperlukan agar sistem Just In Time terlaksana dengan baik. Setiap pemesanan dalam bentuk Purchase Order kepada pemasok memberikan kepastian kepada pemasok untuk mempersiapkan dan memproduksi pesanan yang harus dikirimkan tepat waktu sesuai lead time, lot size, dan frekuensi pengiriman yang telah disepakati kedua belah pihak. Semakin lancar jadwal terkomunikasikan kepada pemasok, maka semakin lancar pula kedatangan material yang diperlukan untuk menciptkan kelancaran produksi dalam memenuhi permintaan konsumen.

c. Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo

Peringkat ketiga pada faktor Schedulling adalah pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo (bobot 0.21264). Order To Factory (OTF) H-2 dijadikan dasar untuk membuat MRP kebutuhan produksi aktual harian. Hasil perhitungan MRP dituangkan dalam Production Planning Schedule atau Order To Production (OTP). Dengan disahkannya OTF H-2 (2 hari sebelum jatuh tempo) menunjukkan jadwal tersebut dibekukan dan tidak tejadi perubahan lagi untuk digunakan dalam proses produksi.

Pembekuan jadwal yang paling dekat dengan jatuh tempo diperlukan dalam kelancaran dan kepastian penjadwalan (schedulling)

92 kepada seluruh departemen dengan sistem informasi yang baik menciptakan sistem Just In Time yang semakin konsisten. Faktor Schedulling menjadi peringkat pertama dan menjadi suatu faktor yang perlu mendapatkan perhatian dari pihak manajemen maupun operator agar mampu menjalankan produksi secara baik untuk memuaskan konsumen.

2. Faktor Employee Empowerment

Faktor Employee Empowerment (pemberdayaan pekerja) menjadi peringkat kedua sebagai faktor penentu kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo dengan bobot 0.21713. Pemberdayaan pekerja dilakukan dengan dilakukannya pelatihan silang (cross training) dan pelatihan (training). Berikut ini disajikan bobot dan peringkat berdasarkan pengaruh dari setiap elemen terhadap kinerja sistem Just In Time.

Tabel 15. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Employee Empowerment

Faktor Bobot Peringkat

1. Training 0.46538 2

2. Cross Training 0.53462 1

Pemberdayaan pekerja bermanfaat dalam meningkatkan kualitas lingkungan kerja sehingga para pekerja dapat bekerja dengan lebih baik. Hal ini tentunya menguntungkan pekerja dan perusahaan dan mampu memenuhi permintaan dengan tepat waktu dan tepat jumlah dengan lebih baik lagi.

a. Pelatihan silang (cross training)

Pelatihan silang (cross training) (peringkat pertama, bobot 0.53462) terjadi ketika pekerja A melakukan tugas pekerja B atau sebaliknya. Pelatihan silang dapat menciptakan variasi pekerjaan dan melatih para pekerja untuk lebih fleksibel ketika ditempatkan di sel kerja mana saja. Pelaksanaan produksi di lantai pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo terdiri atas beberapa bagian sel kerja (section) dengan beberapa pekerja dalam satu section tersebut. Untuk

mengurangi tingkat kejenuhan dilakukan perputaran (rotasi) pekerja dalam satu section tersebut. Setiap section memiliki tugas yang berbeda sehingga cross training masih dilakukan hanya untuk pekerja dalam section yang sama. Hal tersebut disebabkan karakteristik tugas yang berbeda dari masing-masing section. Sebagai contoh, section mixer bertugas mengoperasikan mesin mixer untuk mencampurkan bahan baku, berbeda dengan pekerjaan membentuk adonan untuk dimasukkan ke dalam loyang pada section make up. Keterampilan khusus dengan karakteristik yang sama memudahkan terciptanya cross training yang baik diantara pekerja dalam setiap section.

Berdasarkan output supermatriks terbobot (weight supermatrix) dapat diketahui bahwa elemen pelatihan silang (cross training) dipengaruhi oleh beberapa elemen lain seperti pelatihan (training) (bobot pengaruh 0.4126) pada faktor employee empowerment; work cell untuk produk sejenis (bobot pengaruh 0.12996), dan jarak antar sel yang pendek (bobot pengaruh 0.12996) untuk faktor layout. Pengaruh antar elemen tersebut yang dominan digambarkan pada Gambar 17.

Pelatihan silang tidak dapat berjalan dengan baik apabila pekerja tidak mendapatkan pelatihan secara umum mengenai sistem produksi. Pelatihan silang pun dapat berjalan dengan baik apabila pengaturan tata letak lantai pabrik telah mengatur sel kerja (work cell) untuk memproduksi produk yang sejenis dengan jarak antar selnya yang pendek. Dengan pengaturan tata letak tersebut dapat menciptakan komunikasi antar pekerja dan meningkatkan efisiensi dalam pelaksanaan tugas dan tanggung jawabnya.

b. Pelatihan (training)

Keberhasilan organisasi mencapai tujuannya serta dalam menghadapi berbagai tantangan ditentukan oleh kemampuan mengelola pekerja dengan baik dan tepat. Oleh karena itu, diperlukan

94 antara kebutuhan organisasi dengan kondisi yang sebenarnya. Bobot sebesar 0.46538 menunjukkan bahwa pelatihan (training) dalam peningkatan kinerja sistem Just In Time memberikan pengaruh yang hampir sama dengan pelatihan silang (cross training).

Just In Time menganggap faktor manusia bukan hanya sebagai faktor produksi, namun berupaya untuk mengangkat harkat pekerja sehingga tercipta rasa memiliki sebagian dari perusahaan. Sistem Just In Time perlu didukung oleh komitmen manajemen secara terus menerus melakukan investasi pada sumber daya manusia dan menciptakan budaya peningkatan berkelanjutan (continuous improvement). Dengan dilakukannya pelatihan terhadap para pekerja tentang pentingnya peningkatan berkelanjutan dapat membawa perusahaan ke arah yang lebih baik dan secara langsung maupun tidak langsung dapat memuaskan konsumen. Walaupun demikian, pelatihan bukanlah suatu budaya yang rutin untuk dilakukan. Hal yang lebih penting adalah komunikasi antara pihak manajemen dengan para pekerja di lapangan dalam pelaksanaan pokok-pokok materi yang telah diberikan dalam pelatihan.

3. Faktor Layout

Faktor penentu kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo yang menjadi peringkat ketiga adalah faktor Layout (tata letak) dengan bobot 0.17055. Faktor tata letak mendukung upaya penghilangan pemborosan dalam sistem Just In Time. Merubah desain tata letak lantai pabrik tidak mudah untuk dilakukan ketika terdapat ketidaksesuaian. Peralatan atau mesin yang terlampau besar, terlalu berat, dan biaya yang besar menjadi kendala untuk melakukan penataan kembali letak mesin dalam urutan proses yang tepat. Walaupun demikian, untuk menuju ke sistem yang baik, pengaturan mesin-mesin perlu terus diupayakan menjadi suatu integrasi dalam jalur produksi yang efisien.

Faktor layout memiliki elemen-elemen yang mendukung pelaksanaan sistem Just In Time di perusahaan. Elemen-elemen beserta bobot dan peringkatnya dapat dilihat pada Tabel 16 berikut.

Tabel 16. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Layout

Faktor Bobot Peringkat

1. Work cell untuk produk sejenis 0.49744 1 2. Jarak antar sel yang pendek 0.35212 2 3. Tempat kecil persediaan WIP 0.15044 3

a. Work cell untuk produk sejenis

Elemen work cell untuk produk sejenis berpengaruh dengan peringkat pertama (bobot 0.49744) dalam implementasi sistem Just In Time untuk faktor Layout. Tata letak pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki desain sel kerja (work cell) yang memproduksi produk sejenis (product family). Sel kerja (work cell) dalam lantai pabrik plant roti tawar secara garis besar terdiri atas empat bagian (section) sel kerja yaitu (1) Mixing, yang terdiri atas mesin mixer dan ruang fermentasi awal, untuk membuat adonan sponge dan dough; (2) Make Up, yang terdiri atas mesin devider, rounder, OHP, moulder, dan panning, untuk menghasilkan adonan yang berukuran sesuai dengan standar dan siap ditempatkan pada loyang; (3) Baking, yaitu oven dan mesin depanning, untuk melakukan proses memanggang dan mengelurkan roti dari loyang; serta (4) Packing, mulai dari cooling conveyor, slicer, packer, metal detector, hingga kratting, sebagai proses akhir dan pengemasan produk.

Berdasarkan bobot pengaruh yang didapatkan dari supermatriks terbobot (weight supermatrix), elemen work cell untuk produk sejenis yang menjadi peringkat pertama dalam faktor Layout berkaitan dengan beberapa elemen lain seperti sistem tarik (pull system) (bobot pengaruh 0.03945), ukuran lot kecil (bobot 0.11835),

96 merupakan elemen dari faktor inventory; serta jadwal campur merata (bobot pengaruh 0.34365), dan elemen pembekuan jadwal jatuh tempo (bobot pengaruh 0.11455) pada faktor schedulling. Pengaruh terbesar dari setiap elemen tersebut digambarkan pada Gambar 17.

Sistem tarik menuntut lini produksi untuk memproduksi produk sesuai dengan permintaan konsumen, sehingga diperlukan ukuran lot yang kecil dengan waktu set up yang singkat dalam pelaksanaan proses produksi. Hal tersebut mendukung pengaturan sel kerja (work cell) untuk memproduksi produk yang sejenis agar dapat berproduksi lebih efisien sesuai dengan jadwal yang ditentukan untuk memenuhi permintaan konsumen.

b. Jarak antar sel yang pendek

Jarak antar sel yang pendek yang menjadi peringkat kedua (bobot 0.35212) dalam faktor Layout. Peralatan diorganisasikan untuk mengikuti aliran bahan baku yang sejalan dengan perubahannya menjadi produk. Proses diorganisasikan dalam bentuk huruf U, yang merupakan cara yang baik untuk gerakan orang dan bahan baku yang efisien dan komunikasi yang baik. Selain itu, dapat juga diatur membentuk garis lurus atau huruf L (Liker, 2006).

Tata letak yang baik dengan jarak antar sel yang pendek dapat mereduksi transportasi yang tidak perlu. Memindahkan material, barang dalam proses (WIP), atau barang jadi dalam jarak yang jauh ke dalam atau ke luar gudang atau antar proses merupakan pemborosan yang disebabkan tata letak yang tidak sesuai. Selain itu, tata letak yang efektif juga dapat mengurangi gerakan yang tidak perlu. Setiap gerakan pekerja yang sia-sia saat melakukan pekerjaannya, seperti mencari, meraih, atau menumpuk komponen, alat, dan lain sebagainya dapat sedikit demi sedikit dihilangkan.

c. Tempat kecil untuk persediaan WIP.

Elemen tempat kecil persediaan Work In Process (WIP) memberikan pengaruh pada peringkat ketiga (0.15044) yang dipengaruhi oleh elemen jarak sel yang pendek yang diterapkan di lantai pabrik, serta dipengaruhi oleh kebijakan penggunaan ukuran lot yang kecil untuk menjaga tingkat persediaan minimum.

Dengan jarak sel yang pendek secara tidak langsung memberikan tempat yang kecil untuk persediaan WIP. Tempat yang kecil sudah mencukupi untuk persediaan WIP jika ukuran lot yang digunakan dalam produksi merupakan ukuran lot yang kecil. Hal ini mendukung implementasi tingkat persediaan minimum dalam sistem produksi secara Just In Time.

4. Faktor Supplier

Suatu industri dalam memproduksi produk untuk memenuhi permintaan konsumen memerlukan dukungan dari pemasok dalam penyediaan bahan baku. Sistem produksi yang berorientasi kepada kepuasaan pelanggan perlu mengintegrasikan ketiga komponen utama, yaitu pemasok material, pabrik, dan konsumen sebagai satu sistem yang utuh. Peranan pemasok sangat diperlukan dalam kelancaran sistem Just In Time tingkat hulu yang harus mampu menyediakan material yang tepat, pada waktu yang tepat, dan dalam jumlah yang tepat pula kepada pabrik.

Faktor supplier (pemasok) merupakan peringkat keempat (bobot 0.14259) dalam upaya peningkatan kinerja sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo. Faktor ini berkaitan dengan elemen-elemen, yaitu dilakukannya peningkatan frekuensi pengiriman dengan jumlah yang kecil untuk setiap pengiriman, adanya kontrak jangka panjang antara perusahaan dengan pemasok, dan lokasi pemasok berada dekat dengan pabrik yang memiliki bobot dan peringkat sebagai berikut.

98 Tabel 17. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Supplier

Faktor Bobot Peringkat

1. Lokasi pemasok dekat 0.27021 3

2 Peningkatan frekuensi pengiriman 0.37427 1

3. Kontrak jangka panjang 0.35552 2

a. Peningkatan frekuensi pengiriman bahan baku dalam jumlah kecil Frekuensi pengiriman dari pemasok diusahakan agar sesering mungkin dengan ukuran lot dalam jumlah kecil. Dengan peningkatan pengiriman bahan baku dalam jumlah kecil tersebut maka diharapkan bahan baku yang datang langsung digunakan sehingga tingkat persediaan pun diminimumkan mendekati nilai nol. Frekuensi pengiriman material dipengaruhi oleh tingkat penggunaan, kapasitas gudang dan lead time. Semakin sering frekuensi pengiriman ke gudang pabrik dalam jumlah kecil dan digunakan pada hari yang sama, dapat mempertahankan tingkat persediaan minimum yang keduanya sangat diperlukan dalam meningkatkan kinerja sistem Just In Time.

Berdasarkan output supermatriks terbobot (weight supermatrix), dapat diketahui bahwa elemen yang menjadi peringkat pertama dalam faktor supplier ini dipengaruhi oleh elemen lainnya seperti lokasi pemasok dekat dengan pabrik (bobot pengaruh 0.1018) dan kontrak jangka panjang (bobot pengaruh 0.1018) pada faktor supplier; elemen tingkat persediaan minimum (bobot pengaruh 0.12216), ukuran lot yang kecil (bobot pengaruh 0.04072), waktu set up yang singkat (bobot pengaruh 0.04072) pada faktor inventory; serta elemen jadwal terkomunikasikan pemasok (bobot pengaruh 0.34654) pada faktor schedulling. Pengaruh terbesar dari setiap elemen tersebut terhadap elemen peningkatan frekuensi pengriman digambarkan pada Gambar 17.

Peningkatan frekuensi pengiriman material dapat semakin efektif apabila lokasi pemasok berada dekat dengan pabrik. Selain itu,

pengaturan frekuensi pengiriman material disepakati melalui kontrak jangka panjang dengan pemasok. Kebijakan untuk meminimumkan persediaan dengan menggunakan ukuran lot yang kecil mempengaruhi kebijakan untuk meningkatkan frekuensi pengiriman dari pemasok. Selain itu, jadwal yang terkomunikasikan kepada pemasok secara lancar akan memperlancar pula pengiriman material dari pemasok yang dapat mempengaruhi kinerja sistem Just In Time yang diterapkan di perusahaan.

b. Kontrak jangka panjang

Elemen peningkatan frekuensi pengiriman (peringkat pertama, bobot 0.37427) memiliki bobot yang hampir sama dengan elemen kontrak jangka panjang (peringkat kedua, bobot 0.35552). Hal tersebut menunjukkan faktor-faktor tersebut memegang peranan penting dalam implementasi sistem Just In Time dalam faktor supplier.

Dalam kontrak jangka panjang dilakukan kesepakatan dengan pemasok mengenai frekuensi pengiriman, lead time, ukuran lot pengiriman, harga dan diskon. Selain itu, masalah kualitas dari tingkat pemasok dapat ditingkatkan dan kepercayaan terhadap kualitas yang diberikan pemasok dapat ditingkatkan, sehingga perusahaan dapat menghilangkan salah satu tindakan pemborosan yaitu melakukan inspeksi/pemeriksaan terhadap bahan baku yang datang. Dengan adanya kontrak jangka panjang dan dengan dibangunnya kemitraan diharapkan dapat mewujudkan sistem Just In Time yang baik antara perusahaan dengan pemasok.

c. Lokasi pemasok dekat dengan pabrik

Lokasi pemasok dekat dengan pabrik memberikan pengaruh pada peringkat ketiga (bobot 0.27021) terhadap kinerja sistem Just In Time dalam faktor supplier. Lokasi geografis pemasok memberikan pengaruh terhadap fekuensi dan ketepatan kedatangan bahan baku

100 pabrik lebih diutamakan untuk menjaga kelancaran pengiriman material secara Just In Time. Selain itu, pemasok dalam lokasi geografis yang berdekatan tersebut memudahkan kunjungan dan pemberian bantuan teknis kepada pemasok, serta menciptakan pemahaman yang lebih baik dan cepat terhadap kebutuhan kualitas.

5. Faktor Inventory

Faktor peringkat kelima dengan bobot 0.09411 yaitu faktor Inventory (persediaan). Faktor ini memiliki elemen-elemen yaitu tingkat persediaan minimum, waktu set up yang singkat, ukuran lot yang kecil, pengurangan variabilitas, dan sistem tarik (pull sistem). Bobot dan peringkat untuk masing-masing elemen dapat dilihat pada Tabel 18.

Tabel 18. Tabel hasil perhitungan peringkat elemen faktor Inventory

Faktor Bobot Peringkat

1. Pull system 0.03424 5

2. Persediaan minimum 0.32625 1

3. Ukuran lot kecil 0.19797 3

4. Waktu set up singkat 0.32268 2

5. Pengurangan variabilitas 0.11887 4

a. Tingkat persediaan minimum

Elemen peringkat pertama faktor inventory yang mendukung peningkatan sistem Just In Time adalah elemen tingkat persediaan yang minimum (bobot 0.32625). Persediaan dalam sistem Just In Time merupakan salah satu pemborosan yang harus dihilangkan. Menurut Liker (2006), kelebihan bahan baku, barang dalam proses, atau barang jadi menyebabkan lead time yang panjang, barang kadaluarsa, barang rusak, peningkatan biaya pengangkutan dan penyimpanan, serta keterlambatan.

Setiap perusahaan harus dapat mempertahankan sejumlah

Dokumen terkait