• Tidak ada hasil yang ditemukan

Sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo telah dilaksanakan sejak pabrik mulai beroperasi. Perusahaan ini merupakan perusahaan patungan Indonesia-Jepang, yaitu antara PT. Sari Indoroti dengan Nissho Iwai Corporation dan Shikishima Baking Co. Ltd. Operasi produksi dilakukan dengan adanya dukungan dari perusahaan Jepang tersebut. Prinsip- prinsip Just In Time secara umum telah dilaksanakan di PT. Nippon Indosari Corpindo dengan beberapa penyesuaian.

Prinsip-prinsip sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo diterapkan melalui pelaksanaan sistem dan prosedur dalam pelaksaan operasi produksi dengan adanya Good Manufacturing Practice (GMP) dan Instruksi Kerja. Penerapan sistem Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo dibahas menurut faktor-faktor Just In Time sebagai berikut.

1. Faktor Supplier

Dalam memenuhi proses produksi di PT. Nippon Indosari Corpindo diperlukan komponen-komponen material seperti bahan baku, bahan pembantu, dan bahan pengemas yang jumlahnya tidak sedikit dan harus tersedia saat akan digunakan. Oleh karena itu, untuk memenuhi kepuasan pelanggan maka perlu diperhatikan integrasi pabrik dan pemasok.

Untuk menunjang implementasi sistem Just In Time dalam pembelian bahan baku kepada pemasok, material yang digunakan diprioritaskan berdasarkan tingkat kepentingannya menggunakan analisis

klasifikasi ABC. Analisis kalsifikasi ABC merupakan klasifikasi kelompok material dalam susunan menurun yang ditetapkan berdasarkan faktor-faktor penting yang menentukan nilai material tersebut (Gaspersz. 1998). Selain itu, menurut Machfud (1999), analisis ABC merupakan alat yang sangat berguna untuk menentukan persediaan jenis barang mana yang penting untuk dikendalikan berdasarkan kriteria tertentu yang dianggap penting bagi perusahaan.

PT. Nippon Indosari Corpindo melakukan pembedaan prioritas dengan klasifikasi ABC untuk menunjang pemesanan material kepada pemasok berdasarkan tingkat penggunaan per hari. Penentuan klasifikasi ABC dengan memperhitungkan presentase tingkat penggunaan suatu material dengan material lain dalam satuan yang sama (kg untuk bahan baku, lembar untuk etiket roti tawar atau roll untuk etiket roti manis). Bahan baku yang termasuk ke dalam kelas A yaitu material yang penggunaan rata- rata per harinya > 3% dari jumlah total bahan baku yang digunakan (± 50.000 kg/hari). Bahan baku yang termasuk ke dalam kelas B adalah bahan baku yang tingkat penggunaan rata-rata hariannya 0,5% hingga 3%, dan sisanya termasuk ke dalam kelas C.

6.45% 86.93% 16.13% 8.59% 77.42% 4.48% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% P re s e n ta s e A B C Kelas

Klasifikasi ABC Bahan Baku

% Kumulatif Item

% Kumulatif Penggunaan

Pada Gambar 7 dapat dilihat sebanyak 6,45% bahan baku kelas A mewakili 86,93% penggunaan, sebanyak 16,13% bahan baku kelas B mewakili 8,59% penggunaan, dan sebanyak 77,42% bahan baku kelas C

44 25.00% 90.04% 18.75% 7.09% 59.38% 2.87% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% 70.00% 80.00% 90.00% 100.00% P re s e n ta s e A B C Kelas

Klasifikasi ABC Etiket Lembar

% Kumulatif Item % Kumulatif Penggunaan

Bahan kemasan (etiket) roti tawar lembaran dengan penggunaan rata-rata harian > 8% dari jumlah total etiket digunakan (± 800.000 pcs/hari) termasuk ke dalam kelas A. Kelas B untuk penggunaan rata-rata harian 0,5% hingga 8%, dan sisanya kelas C. Pada Gambar 8 dapat ilihat persentase kumulatif untuk item etiket lembaran kelas A sebesar 25% yang mewakili 90,04% kumulatif tingkat penggunaan, kelas B sebesar 18,75% yang mewakili 7,09% kumulatif tingkat penggunaan, serta kelas C sebesar 59,38% yang mewakili 2,87% kumulatif tingkat penggunaan.

Bahan kemasan (etiket) roti manis (dalam satuan roll) digolongkan kelas A bila penggunaan rata-rata harian > 5,55% dari total penggunaan (± 30 roll/hari). Kelas B untuk penggunaan harian 2,9% hingga 5,55%, dan sisanya tergolong ke dalam kelas C. Gambar 9 menunjukkan grafik analisis klasifikasi ABC untuk etiket roll dimana sebesar 21,43% kumulatif etiket kelas A mewakili 53,89% tingkat penggunaan, 25% kumulatif item kelas B mewakili 29,69% kumulatif penggunaan, dan 53,57% kumulatif etiket roll kelas C mewakili 16,41% kumulatif tingkat penggunaannya.

21.43% 53.89% 25.00% 29.69% 53.57% 16.41% 0.00% 10.00% 20.00% 30.00% 40.00% 50.00% 60.00% P re s e n ta s e A B C Kelas

Klasifikasi ABC Etiket Roll

% Kumulatif Item % Kumulatif Penggunaan

Bahan baku yang termasuk ke dalam kelas A dan dijadikan prioritas dalam hal penanganan material antara lain tepung terigu Cakra Kembar Emas (CKE), Palmia Shortening/Maestro Baker Fat, gula pasir, dan Filler coklat DC2624F. Penggunaan rata-rata per hari material tersebut berturut-turut adalah 69,99%, 3,17%, 6,99%, dan 3,65%. Pembagian kelas berdasarkan klasifikasi ABC di PT. Nippon Indosari Corpindo dapat dilihat padaLampiran 4.

Klasifikasi ABC berdasarkan tingkat penggunaan mempengaruhi frekuensi pengiriman material agar dilakukan sesering mungkin, yaitu 3 kali seminggu atau bahkan setiap hari. Frekuensi pengiriman selain dipengaruhi besarnya pemakaian juga dipengaruhi lead time dan kapasitas gudang.

Dalam menerapkan sistem Just In Time, prinsip yang diperhatikan dalam faktor pemasok (supplier) antara lain :

a. Jumlah pemasok yang sedikit.

Pemasok bahan baku yang bekerja sama dengan PT. Nippon Indosari Corpindo antara lain Bogasari, Adyaceda, Sinar Meadow, Puncak Gunung Mas, Sumber Laut, Susanti, Nusa Inti, Salabintana Pasirputih, Halim Sakti, Anta Tirta, Astaguna Wisesa, Trisha Sejati, Alam Sumber Vita, Freyabadi, Puratos, Nirwana Lestari, Jaya Fermex, Gambar 9. Grafik Analisis Klasifikasi ABC untuk Bahan Kemasan (Etiket) Roll

46 Indesso, Galic Bina Mada, Trimitra Mandiri, Jutarasa, Mulia Raya, Kraft, Johardi, Nirwana Lestari, Mane, Foodex, Realic, dan Sumber Jaya.

Terdapat beberapa pemasok yang menyediakan lebih dari satu bahan baku diantaranya adalah Bogasari, Adyaceda, Sinar Meadow, Antatirta, Astaguna Wisesa, dan Freyabadi. Hal ini dapat mendukung penerapan Just In Time di PT. Nippon Indosari Corpindo sehingga membuat pemasok yang terlibat dalam sistem semakin sedikit. Dengan semakin sedikitnya pemasok yang terlibat dalam supply chain, maka kontrak kerjasama dapat ditingkatkan dan loyalitas dari pemasok pun akan meningkat. Walaupun demikian, PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki beberapa pemasok alternatif, sehingga upaya untuk meminimumkan jumlah pemasok yang terlibat dalam sistem Just In Time belum dapat dilakukan. Hal tersebut dilakukan untuk mempertahankan bargaining position serta mengurangi ketergantungan pada satu pemasok saja. Kebijakan tersebut berguna untuk mencegah adanya permainan harga dari pemasok, namun menyebabkan loyalitas dari pemasok terhadap perusahaan akan berkurang terutama untuk memasok bahan baku dengan kualitas baik, jumlah dan waktu kedatangan yang tepat saat diperlukan. Kebijakan untuk memiliki beberapa pemasok alternatif menujukkan elemen jumlah pemasok yang sedikit belum dapat diterapkan dengan baik.

b. Lokasi pemasok dekat dengan pabrik.

Lokasi geografis pemasok mempengaruhi frekuensi dan ketepatan kedatangan bahan baku secara Just In Time. Oleh karena itu, pemasok yang terletak lebih dekat dengan pabrik lebih diutamakan untuk menjaga kelancaran pengiriman material secara Just In Time. Selain itu, pemasok dalam lokasi geografis yang berdekatan tersebut akan memudahkan kunjungan dan memberikan bantuan teknis kepada pemasok, serta menciptakan pemahaman yang lebih baik dan cepat terhadap kebutuhan kualitas (Liker, 2006).

Pemasok untuk bahan baku yang termasuk ke dalam kelas A (tepung terigu CKE, Palmia Shortening, gula pasir, dan Filler coklat DC 3624 F) adalah Bogasari, Adyaceda, Nusa Indah, dan Freyabadi. Lokasi geografis pemasok untuk bahan baku yang tingkat penggunaannya paling tinggi diupayakan agar berlokasi dekat dengan pabrik. Apabila bahan baku tersebut mengalami keterlambatan akan berdampak pada kelancaran produksi.

Lokasi pemasok untuk bahan baku kelas A sudah tergolong dekat dengan pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo. Pemasok tepung terigu yaitu PT Bogasari Flour Mills Tbk terletak di Kawasan Kalibaru Jl Raya Cilincing Jakarta; pemasok Palmia Shortening, PT. Adyaceda Amandelis terletak di Jl Daan Mogot Km 13 Kav 6 Jakarta; serta pemasok filler coklat yaitu PT. Freyabadi Indotama berlokasi di Jl. Maligi III Lot-J2A Kawasan Industri KIIC, Karawang Jawa Barat. Lokasi yang cukup dekat tersebut sudah mendukung penerapan sistem Just In Time.

Terdapat bahan kemasan yang perlu diimpor dari luar negeri seperti kwik lock yang harus diimpor dari Australia. Hal ini menyebabkan pemesanan dilakukan dengan lead time yang cukup lama yaitu 3 bulan sebelum digunakan, dan frekuensi pengirimannya yaitu satu bulan sekali dengan jumlah besar. Walaupun hal tersebut menciptakan tingkat persediaan yang tinggi, ketersediaan kwik lock sangat mendukung dalam mempertahankan sistem produksi yang kontinu untuk memenuhi permintaan konsumen secara Just In Time.

c. Peningkatan frekuensi pengiriman bahan baku dalam jumlah kecil. Dalam sistem Just In Time, persediaan (inventory) merupakan pemborosan yang harus dihilangkan, sehingga tingkat persediaan di gudang harus seminimal mungkin. Oleh karena itu, pemesanan bahan baku kepada pemasok dilakukan dengan frekuensi pengiriman yang lebih sering dan dalam jumlah yang kecil. Dengan kebijakan tersebut maka

48 pun diharapkan mendekati nilai nol. Selain itu, ukuran lot yang kecil dengan frekuensi penyerahan yang lebih sering dapat mempercepat deteksi dan koreksi pada kecacatan bahan baku.

Waktu pengiriman (delivery) bahan baku dari para pemasok pada umumnya dipengaruhi oleh kapasitas gudang dan kebutuhan produksi. Bahan baku utama yang termasuk kedalam kelas A dikirim setiap hari, bahan baku kelas B rata-rata 3 kali seminggu, dan bahan baku flavour yang pada umumnya masuk kelas C rata-rata 2 kali sebulan. Selain itu, pengiriman etiket rata-rata seminggu dan kwik lock pada umumnya 1 bulan untuk sekali pengiriman.

Frekuensi kedatangan bahan baku ditentukan berdasarkan kontrak kerjasama yang dilakukan oleh perusahaan dengan pemasok. Kedatangan bahan baku dengan frekuensi harian telah dilakukan untuk bahan baku seperti tepung terigu Cakra Kembar Emas (CKE), Palmia Shortening/Maestro Baker Fat, gula pasir, Filler coklat D C2624 F, telur ayam, dan Fine Brand. Frekuensi kedatangan bahan baku yang tinggi dan dalam jumlah yang sesuai kebutuhan diperlukan untuk menunjang sistem Just In Time yang diterapkan oleh perusahaan.

Data mengenai bahan baku beserta supplier, penggunaan/hari (usage/day), persediaan penyangga (buffer stock), lead time, dan frekuensi kedatangan (delivery frequency) dapat dilihat pada Lampiran 5.

d. Terdapat kontrak jangka panjang

Kontrak jangka panjang dengan pemasok yang sama dan membangun kemitraan yang bersifat informal dapat memberikan dampak kepada pemasok untuk menyesuaikan biaya dari komitmen jangka panjang dalam memenuhi kebutuhan kualitas dan menjadi lebih peduli terhadap kebutuhan pembeli (Heizer dan Render, 2004).

PT. Nippon Indosari Corpindo melakukan kontrak jangka panjang dengan pemasok yang berorientasi kepada keuntungan biaya dengan adanya perolehan diskon atau potongan harga. Kontrak jangka panjang dengan sebagian pemasok untuk menentukan jumlah pesanan

dalam periode tertentu seringkali dianggap tidak terlalu menguntungkan. Kontrak mengatur jumlah (quantity) pemesanan dan lead time. Dengan adanya kontrak jangka panjang jumlah pemesanan ditentukan untuk periode tahun (misalnya satu tahun). dan pengiriman pesanan harus dipenuhi sesuai jumlah yang tertera dalam kontrak tersebut. Pada akhir tahun kontrak, perusahaan harus tetap membeli bahan baku walaupun tidak memerlukannya. Fleksibilitas untuk menyesuaikan pengiriman sesuai dengan kebutuhan tiap bulan sulit dilakukan. Walaupun demikian, kontrak kerjasama diperlukan untuk mengatur aturan-aturan sistem pengiriman, lead time, frekuensi pengiriman, dan perolehan potongan harga.

Kontrak jangka panjang dapat dilakukan untuk membuat kesepakatan frekuensi kedatangan bahan baku dalam jumlah yang kecil untuk setiap pengiriman. Selain itu, masalah kualitas dari tingkat pemasok dapat ditingkatkan dan kepercayaan terhadap kualitas yang diberikan pemasok dapat ditingkatkan, sehingga perusahaan dapat menghilangkan salah satu tindakan pemborosan yaitu melakukan inspeksi/pemeriksaan terhadap material yang datang (Gaspersz, 1998).

Inspeksi penerimaan material yang datang dapat dikurangi atau mungkin dihilangkan apabila pemasok bertanggung jawab penuh terhadap kualitas bahan baku yang disepakati dalam kontrak jangka panjang yang tentunya lebih efektif dan efisien. Evaluasi pemasok dapat juga dilakukan berdasarkan kemampuan memberikan bahan baku berkualitas tinggi, sehingga pemasok memberikan perhatian penuh pada kualitas bahan baku yang diserahkannya.

Dalam kasus yang ditemui di lapangan saat terjadi ketidaksesuaian berat, jumlah, atau kerusakan material yang datang, diperlukan waktu menunggu untuk memutuskan apakah bahan baku diterima atau tidak. Dengan adanya kontrak jangka panjang dapat diatur dan disepakati mengenai penanganan kasus tersebut, sehingga tidak terjadi waktu menunggu (delay) yang cukup lama dan terbentuk antrian

50 e. Terdapat dukungan untuk peningkatan Just In Time pada pemasok.

Perusahaan yang telah menerapkan sistem Just In Time diharapkan dapat membantu menerapkan sistem tersebut pada pabrik pemasok yang belum menerapkannya, agar tercipta sistem yang baik yang mendukung kelancaran produksi. PT. Nippon Indosari Corpindo belum melakukan dukungan agar pemasok menerapkan sistem Just In Time. PT. Nippon Indosari Corpindo melakukan kunjungan ke pabrik pemasok hanya apabila terdapat penawaran produk baru, terjadinya masalah dalam hal pengiriman bahan baku, atau masalah lead time. Sampai saat ini belum dilakukan sosialisasi ataupun ajakan kepada pemasok untuk menerapkan sistem yang sama. Para pemasok pun masih belum melakukan kunjungan pabrik (factory visit) untuk melihat sistem produksi yang diterapkan PT. Nippon Indosari Corpindo. Dukungan suatu sistem secara menyeluruh antara suatu perusahaan dengan pemasoknya jarang dilakukan. Pemasok dan pembeli pada umumnya masih menjalankan produksi secara individual. Hal yang terpenting bagi pemasok adalah mampu memasok bahan baku kepada pembeli. Hal ini menujukkan elemen terdapatnya dukungan agar pemasok menerapkan dan meningkatkan sistem Just In Time belum dapat dilakukan.

2. Faktor Inventory

Penyimpanan persediaan di gudang merupakan suatu tindakan pemborosan dalam sistem Just In Time. Kelebihan persediaan menyebabkan lead time yang panjang, barang kadaluarsa, barang rusak, peningkatan biaya penyimpanan. Selain itu, persediaan yang berlebih juga menyembunyikan masalah seperti ketidakseimbangan produksi, keterlambatan pengiriman dari pemasok, produk cacat, mesin rusak, dan waktu set up yang panjang. Elemen untuk faktor persediaan (inventory) yang mendukung penerapan sistem Just In Time antara lain :

a. Penggunaan pull system untuk pergerakan persediaan.

Sistem tarik berarti status ideal dari sistem produksi Just In Time, memberikan pelanggan (yang mungkin merupakan langkah proses berikutnya) apa yang diinginkan, dan dalam jumlah yang di inginkan (Liker, 2006).

PT. Nippon Indosari Corpindo menerapkan sistem tarik (pull system) berdasarkan permintaan konsumen. Permintaan konsumen yang masuk melalui para distributor (channel) menjadi dasar pelaksanaan proses produksi. Setelah dilakukan perhitungan kebutuhan material (MRP) untuk membuat sejumlah roti yang dipesan, maka bagian produksi menjalankan proses produksi berdasarkan MRP tersebut.

Menurut Gaspersz (1998), dalam sistem Just In Time, proses produksi ditentukan oleh adanya permintaan dari konsumen. Pesanan produksi (production order) dapat dikomunikasikan dengan berbagai cara, dapat menggunakan alat elektronik seperti lampu, alat transportasi seperti kontainer, atau alat paling banyak digunakan adalah suatu tanda yang disebut sebagai kanban. Kanban adalah suatu istilah dalam bahasa Jepang yang serupa artinya dengan visible record or signal. Pada umumnya alat kanban yang dipergunakan adalah kartu, sehingga sering disebut kartu kanban. Kanban dipergunakan sebagai tanda (signal) kepada stasiun pemasok bahwa stasiun pengguna sedang membutuhkan material, sehingga stasiun pemasok harus segera mengirimkan material itu sesuai dengan kebutuhan yang tertera dalam kartu kanban.

Pada lantai pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo, tidak terdapat penggunaan kanban yang berfungsi untuk memberikan tanda agar bagian sebelumnya mengirimkan material yang dibutuhkan. Meskipun demikian, peneliti menemukan suatu penggunaan form permintaan material (dapat dianggap sebagai kanban) dari bagian produksi kepada bagian gudang untuk mengirimkan material yang dibutuhkan. Penggunaan form tesebut terjadi secara insidentil yaitu pada permintaan kebutuhan Filler, Cream, Dusting, Palmia Olex, Baker Fat,

52 departemen Raw Material (RM). Hal tersebut terjadi akibat terdapat ketidaksesuaian penggunaan aktual (pada umumnya lebih sedikit) daripada yang diberikan sesuai standar PDQA. Untuk menghindari pemborosan, material-material tersebut dikirimkan dari gudang Raw Material (RM) kepada bagian Produksi sesuai dengan kebutuhan. Selain itu, ketika terjadi kerusakan mesin atau kesalahan dalam proses mixing, diperlukan material tambahan yang harus diminta kepada sub departemen RM. Form yang digunakan sebagai tanda untuk meminta material sesuai dengan kebutuhan dapat dilihat pada Lampiran 6.

Walaupun dalam penerapan sistem tarik di PT. Nippon Indosari Corpindo tidak menggunakan teknik kanban, namun dapat dikatakan penerapan sistem tarik berjalan dengan baik seiring berjalannya sistem produksi yang hanya memproduksi sesuai jumlah permintaan konsumen. Setiap permintaan konsumen menarik material dari gudang bahan baku untuk diproduksi, dan tentunya menarik kebutuhan material pula dari pemasok walaupun tidak secara langsung.

b. Tingkat persediaan minimum.

Just In Time berarti mengurangi sebanyak mungkin persediaan yang digunakan untuk menyangga proses operasi dalam menghadapi masalah yang mungkin muncul dalam produksi. Dengan menggunakan persediaan penyangga yang lebih kecil, berarti masalah-masalah yang tidak terlihat seperti produk cacat akan terungkap (Liker, 2006).

Penyimpanan material di gudang PT. Nippon Indosari Corpindo diatur agar sesuai dengan kapasitas maksimal penyimpanan dan telah melalui proses penerimaan material dengan benar. Material di gudang disusun dengan rapi dan informatif sehingga tanggal kedatangan dan tanggal kadaluarsa terlihat dengan jelas, tujuannya agar sistem FIFO (Firts In Firts Out) dapat dijalankan.

Setiap material di gudang disimpan berkelompok berdasarkan karakteristik material dalam suhu penyimpanan. Gula pasir, gandum, dan garam disimpan dalam ruang 1 dengan suhu ruang 28 – 31 oC;

Coklat dan susu disimpan dalam ruang 2 dengan suhu 18 – 23 oC; Ragi dan telur disimpan dalam ruang chiller 1 dengan suhu 0 – 4 oC; Keju dan filler disimpan dalam ruang chiller 2 dengan suhu 0 – 10 oC; Olex, minyak, shortening, susu bubuk, dan coklat powder disimpan dalam ruang 3 dengan suhu 28 – 35 oC; Keju dan kacang hijau untuk produk Boti disimpan dalam freezer dengan suhu (-10) – (-20) oC; Filler kelapa disimpan dalam freezer dengan suhu (-20)–(-10) oC; serta tepung terigu disimpan dalam silo dengan suhu ruang.

PT. Nippon Indosari Corpindo memiliki persediaan dengan tingkat buffer stock yang beragam untuk setiap jenis material. Buffer Stock dipengaruhi oleh lead time, minimum order material yang dipesan dan kapasitas gudang. Untuk menjaga tingkat persediaan minimum, buffer stock ditentukan maksimal sebanyak 2 hari kebutuhan produksi. Peningkatan persediaan sering terjadi saat mendekati hari libur nasional yang diakibatkan pemasok tidak beroperasi pada hari libur sehingga tanggal kedatangan material dipercepat sebelum hari libur.

Buffer stock digunakan untuk mengantisipasi ketidakpastian permintaan relatif terhadap ramalan yang dibuat. Walaupun demikian, cara yang terbaik dalam implementasi sistem Just In Time adalah meminimumkan stock pengaman tersebut yang tidak bernilai tambah. Persediaan yang disimpan akan menambah biaya, sehingga dipandang sebagai pemborosan yang harus dihilangkan.

Menurut Liker (2006), untuk memuaskan pelanggan yang permintaannya berfluktuasi secara signifikan, direkomendasikan untuk menyimpan setidaknya sejumlah kecil persediaan barang jadi. Hal ini tampak berlawanan dengan lean thinking. Secara teoritis, pemecahan yang paling ramping adalah membuat berdasarkan pesanan dan hanya mengirimkan yang diinginkan oleh pelanggan dan jika ingin menyimpan persediaan lebih baik berupa barang jadi, bukan bahan baku. Hal ini direkomendasikan untuk tetap mempertimbangkan pentingnya jadwal campur merata (heijunka). Sedikit persediaan barang jadi

54 kadang-kadang dibutuhkan untuk melindungi jadwal produksi campur merata agar tidak terganggu oleh lonjakan permintaan secara tiba-tiba.

PT. Nippon Indosari Corpindo menyimpan persediaan barang jadi dalam jumlah yang sedikit, dengan batas maksimum penyimpanan 2 hari. Hal ini disebabkan masa kadaluarsa produk roti yang dihasilkan hanya 5 hari. Setiap persediaan barang jadi pada keesokan harinya akan dikirimkan dan produk yang paling akhir dalam suatu lini menjadi persediaan selanjutnya, demikian seterusnya. Persediaan barang jadi ini bermanfaat ketika terjadi masalah kualitas saat pengiriman, produk yang rusak tidak jarang dikembalikan dan ditukar dengan yang baik.

c. Ukuran lot yang kecil (small lot size).

Ukuran lot (lot size) adalah kuantitas dari item yang biasanya dipesan dari pabrik (untuk produksi) atau dari pemasok. Sering disebut juga sebagai kuantitas pesanan (order quantity) atau ukuran batch (batch size) (Gaspersz, 1998). Ukuran lot yang digunakan di lantai pabrik PT. Nippon Indosari Corpindo ditentukan berdasarkan kapasitas mesin mixer. Ukuran lot yang dibuat dalam OTP (Order To Production) antara lain 225, 200, 186, 175, 150, 125, 100, 70, 60, 50, dan 40 kg. Kapasitas mixer untuk plant Roti Tawar maksimum sebesar 225 kg dan minimum 100 kg dalam sekali pengadukan mixer. Dengan menggunakan ukuran lot tersebut maka proses pencampuran (mixing) menjadi optimal.

Ukuran lot yang digunakan diusahakan agar selalu paling besar yang sesuai dengan kapasitas mesin yaitu 225 kg. Walaupun demikian, ukuran tersebut masih merupakan ukuran lot yang relatif kecil untuk output produk yang sangat besar sehingga memenuhi persyaratan sistem Just In Time. Penggunaan lot maksimal (225 kg) ditujukan untuk mengurangi jumlah kehilangan (loss) produksi akibat akumulasi adonan yang sedikit demi sedikit terkumpul diakhir proses dan memperolah waktu produksi yang relatif lebih singkat. Apabila terdapat rencana produksi untuk item roti tertentu yang tidak memenuhi minimum lot,

maka rencana produksi tersebut tidak dijalankan dikarenakan hanya akan memboroskan penggunaan sumber daya.

d. Waktu set up yang singkat (quick set up).

Set up merupakan aktivitas yang terdiri dari menyiapkan bahan, mengubah setting mesin, mempersiapkan peralatan, dan melakukan pengujian (Agustina, dkk, 2007). Bahan baku dipersiapkan dan ditimbang oleh bagian Scalling berdasarkan jadwal produksi atau disebut Order To Production (OTP). Penimbangan dilakukan berdasarkan formula yang dikeluarkan sub departemen P&D untuk masing-masing bahan baku. Bahan baku ditimbang sesuai dengan hasil perkalian persentase penggunaan material dengan batch size (lot size) yang akan diproduksi. Bahan baku yang sudah ditimbang dibungkus rapi dan bersih dengan plastik, untuk kemudian ditempatkan pada krat atau rak yang tersedia sebelum diserahterimakan.

Scalling (penimbangan dan penyiapan) bahan baku memerlukan waktu ± 10 jam. Dalam satu hari terdapat dua kali serah terima bahan baku kepada Produksi. Estimasi waktu yang diperlukan

Dokumen terkait