• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 5. PEMBAHASAN

5.2. Pemberian ASI Eksklusif

5.2.2. Faktor Penghambat Pemberian ASI Eksklusif

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa banyak faktor yang menyebabkan tidak terlaksananya pemberian ASI secara eksklusif. Pelanggaran pemberian ASI banyak terjadi di berbagai bidang kehidupan, mulai di rumah tangga maupun di lingkungan masyarakat. Di lingkungan rumah tangga tanpa disadari bisa dilakukan oleh ibu, ayah, kakak atau nenek. Alasan ibu untuk tidak menyusui terutama secara eksklusif sangat bervariasi. Padahal menurut bidan koordinator Puskesmas Johan Pahlawan, bidan-bidan yang betugas di Kecamatan Johan Pahlawan pada umumnya sudah dilatih menjadi konselor ASI. Akan tetapi masih ada masyarakat yang belum melaksanakan pemberian ASI secara eksklusif.

Berdasarkan hasil penelitian melalui wawancara mendalam terhadap informan, diketahui bahwa ada beberapa alasan yang sering dijumpai pada masyarakat Johan Pahlawan yakni : 1) ASI tidak cukup untuk bayi, sehingga perlu diberikan makanan lain; 2) tradisi pemberian pisang dan madu kepada bayi yang sudah turun-temurun; 3) dukungan petugas kesehatan yang masih rendah dalam memberikan pelayanan kesehatan seputar tentang ASI eksklusif; 4) dukungan keluarga yang masih rendah terhadap pemberian ASI eksklusif; 5) pengetahuan ibu masih sangat kurang tentang ASI eksklusif; 6) puting susu ibu tenggelam dan pecah sehingga sulit untuk menyusui secara eksklusif; 7) faktor kebudayaan yang cenderung kontradiktif terhadap pemberian ASI eksklusif; 8) posisi menyusui yang kurang sempurna, sehingga proses pengeluaran ASI tidak lancar; 9) pengaruh iklan susu

formula; dan 10) faktor estetika, dimana sang ibu berpandangan bahwa jika sering menyusui maka payudaranya akan kendur.

a. ASI Tidak Cukup

Ibu sering mengalami rasa tidak percaya diri ketika bayinya menangis terus, karena tidak mempunyai motivasi atau keinginan yang kuat untuk memberikan ASI, sehingga merasa ASI tidak cukup, karena setiap kali ibu memberi ASI kepada bayinya, bayi merasa tidak kenyang dan selalu menangis. Posisi menyusui yang kurang sempurna, karena merasa tidak tahan mendengarkan tangisan bayinya yang kadang-kadang bisa terganggu tetangga maka ibu mencoba memberikan makanan supaya bayinya diam. Berikut wawancara dengan informan mengenai ASI tidak cukup :

“Kalau ASI saja nggak cukup, karena anak saya sering menangis apalagi di malam hari sampai tergangu tetangga, makanya saya coba kasih makan yang saya buat dari kacang hijau, kacang merah, kacang kuning, dan beras merah. Saya campur dan di rebus, digiling halus baru saya berikan. ” (nurma)

“Syifa sering menangis, kalau dikasih nenen juga menangis, makanya saya berikan milna supaya kenyang, karena nenen aja tidak cukup , tapi kadang- kadang syifa nangis juga waluapun udah kasih milna.” (syifa)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan mengenai ASI tidak cukup, terlihat bahwa walupun ibunya sudah memberikan makanan kepada bayinya, namun bayinya tetap juga masih menangis, padahal makanan yang diberikan adalah makanan yang mengenyangkan, berarti bukan makanan yang membuat mereka diam. Menurut peneliti, ada faktor yang lain yang menyebabkan bayinya menangis, kemungkinan

dari posisi menyusui, ibu dalam keadaan tidak nyaman begitu juga dengan posisi bayi yang sebentar-bentar melepaskan payudara ibunya. Keadaan ini membuat bayi menolak menyusui sehingga tidak puas dan menangis. Hal ini juga mungkinkan karena frekuensi pemberian ASI yang tidak teratur membuat bayi tidak kenyang dan menangis.

Pendapat Roesli (2008) yang menyatakan bahwa walaupun banyak ibu-ibu yang merasa ASI-nya kurang, tetapi hanya sedikit sekali (2-5%) yang secara biologis memang kurang produksi ASI-nya, selebihnya 95-98% ibu dapat menghasilkan ASI yang cukup untuk bayinya. Ketentraman jiwa dan pikiran pembuatan air susu ibu sangat dipengaruhi oleh faktor kejiwaan. Ibu yang selalu dalam keadaan gelisah, kurang percaya diri, rasa tertekan dan berbagai bentuk ketegangan emosional, mungkin akan gagal dalam menyusui bayinya. Hal ini dikarenakan pada ibu ada dua macam reflek yang menentukan keberhasilan dalam menyusui bayinya, reflek tersebut adalah:

1) Refleks prolaktin, refleks ini secara hormonal untuk memproduksi ASI. Waktu bayi menghisap payudara ibu. Terjadi rangsangan neoro hormonal pada puting susu dan areola ibu. Rangsangan ini diteruskan ke hypophyse melalui nervus vagus, terus kelobus anterior. Dari lobus ini akan mengeluarkan hormon prolaktin, masuk ke peredaran darah dan sampai pada kelenjar-kelenjar pembuat ASI. Kelenjar ini akan merangsang untuk menghasilkan ASI.

2) Let-down reflex/ reflex milk ejection yang membuat ASI memancar keluar. Bila bayi didekatkan dengan payudara ibu, maka bayi akan memutar kepalanya kearah

payudara ibu yang disebut rooting reflex (refleks menoleh), bayi secara otomatis menghisap puting susu ibu dengan bantuan lidahnya. Let-down reflex mudah sekali terganggu, misalnya pada ibu yang mengalami goncangan emosi, tekanan jiwa dan gangguan pikiran yang mengakibatkan ASI tidak keluar. Bayi tidak cukup mendapat ASI dan akan menangis.

Tubuh ibu akan membuat ASI sesuai dengan kebutuhan bayinya. Seorang ibu yang mempunyai bayi kembar dua atau tiga seklaipun dapat menyusui kedua bahkan ketiga bayinya. Jadi semakin sering bayi menghisap maka semakin banyak ASI diproduksi. Menurut Warno (1990) yang menyatakan hampir 80% dari jumlah ibu yang melahirkan ternyata mampu menghasilkan ASI dalam jumlah yang cukup untuk keperluan bayinya, secara penuh tanpa makanan tambahan selama enam bulan pertama.

b. Tradisi Pemberian Pisang dan Madu

Pisang merupakan makanan yang ideal untuk bayi. Begitu bayi lahir nenek langsung memperkenalkan pisang kepada bayi dengan cara pisang dikerok dengan sendok kecil kemudian digiling halus lalu disulang ke dalam mulut bayi sebagai tanda ucapan selamat datang kedunia yang baru yang selama ini bayi belum pernah melihat alam yang seluas ini. Memberi madu sebagai isyarat kalau bayi kelak dewasa bisa bertutur kata dengan manis. Berikut kutipan dari hasil wawancara dengan informan (nenek) mengenai pemberian pisang :

“Cici lahir setelah dibersihkan oleh nenek dukun, tidak lama kemudian kira-kira satu jam setelah lahir, Cici langsung diberikan pisang abin dengan cara dikerok dengan sendok teh lalu disulang ke dalam mulut Cici, padahal Cici pada saat itu masih tertidur, setelah disulang pisang kira-kira sebanyak satu sendok makan barulah Cici membuka matanya. Sore hari baru dicoba berikan ASI, ternyata ASI-nya langsung keluar tetapi pisang tetap diberikan. Sampai sekarang Cici masih diberikan pisang.”

“Setelah bayinya lahir, kemudian dibersihkan dan dibedong, neneknya langsung menyulang madu sebanyak satu sendok teh ke dalam mulut Dekcut, dengan maksud kalau bayinya kelak dewasa supaya selalu bertutur kata yang manis sebagai mana manisnya madu. Setelah itu keesokan harinya nenek langsung memberi pisang sebagai makanan utama disamping ASI.”

Dari gambaran prilaku kedua nenek tersebut yang langsung memberikan pisang dan madu, membuat bayi tidak mendapat kesempatan untuk menyusui secara eksklusif, juga membuat bayi malas menyusui karena perutnya sudah terisi makanan. Perlakuan nenek yang mengikuti tradisi pemberian pisang pada saat bayi baru lahir dan sampai seterusnya, disebabkan karena nenek masih percaya bahwa pisang itu sudah menjadi makanan yang cocok untuk bayi yang sudah diwariskan dari zaman endatu. Dan anggota keluarga yang ada tidak berani menyanggah perlakuan nenek, karena mereka menganggap masalah persalinan dan merawat bayi neneklah yang ahlinya.

Menurut Budi Purnomo (2004), masih banyak orang tua yang kurang paham akan hal tersebut, yang diterapkan justru pola yang ada dalam keluarga dan sudah turun-temurun dilakukan. Padahal resikonya tidak sedikit jika bayi diberikan makanan tanpa melalui tahapan. Pemberian pisang dan nasi bisa menyebabkan gangguan pada usus, misalnya usus tersumbat atau melintir, dinding dalam usus berisi

jont-jont usus yang di dalamnya berisi enzim dengan fungsi mengolah makanan yang masuk ke dalam saluran usus. Bayi usia kurang enam bulan biasanya masih sedikit enzimnya, jonjotnya belum sempurna, alhasil makanan yang masuk tidak diolah cuma

memberi rasa kenyang tapi tidak diserap, karena enzim yang bertugas mencerna masih kurang. Kalau keadaanya parah bisa terjadi perforasi atau kebocoran, bahkan bisa pecah karena makanan padat menumpuk dan tidak bisa hancur di usus.

c. Pelayanan Kesehatan dan Petugas Kesehatan yang Belum Sepenuhnya

Mendukung ASI Eksklusif

Rumah sakit merupakan tempat yang paling potensial untuk terjadi penyimpangan. Seharusnya penyediaan susu formula untuk bayi baru lahir tidak harus rutin disediakan oleh rumah sakit. Bidan yang dianggap paling bertanggung jawab dalam keberhasilan penggalakan ASI, kadang kala tidak disadari ikut berprilaku negatif, di ruang kebidanan maupun di ruang rawat bayi, dengan waktu yang terbatas karena banyak pasien sering tidak sempat memotivasi si ibu dalam pemberian ASI, bahkan masih saja ada beberapa bidan yang mendekorasi klinik bersalin dengan berbagai poster susu formula tertentu. Berikut kutipan dari hasil wawancara dengan informan mengenai pelayanan kesehatan dan petugas kesehatan yang belum sepenuhnya mendukung ASI eksklusif :

“Pada saat saya melahirkan di rumah sakit dengan cara operasi, setelah selesai operasi, saya dipindahkan ke ruang kebidanan untuk dirawat dalam keadaan sadar, akan tetapi bayi saya terpaksa harus dirawat di ruang bayi. Pada hari ketiga baru saya bertemu dengan bayi saya, tapi sudah diberikan susu SGM I, tidak ada petugas yang menganjurkan saya untuk memberikan

ASI, bahkan pada saat itu payudara saya sudah mulai membengkak, tidak ada petugas yang membantu saya untuk mengatasi masalah ini.”

Hal ini mengambarkan bahwa ibu-ibu yang baru melahirkan butuh bimbingan dan bantuan dari bidan, baik yang berada di ruang kebidanan maupun yang merawat bayi. Akan tetapi karena di ruang kebidanan dan ruang bayi tidak mempunyai waktu untuk membantu ibu dalam hal menyusui, karena terlalu disibukkan dengan pekerjaan yang begitu banyak. Hal ini menyebabkan sang ibu dan keluarga kebingungan dalam menghadapi masalah tersebut dan mengakibatkan tidak terlaksana pemberian ASI secara eksklusif. Keberhasilan menyusui secara eksklusif perlu didukung dengan adanya persiapan dengan cara membuat suatu pertemuan yang mengikutsertakan pimpinan rumah sakit, dokter kebidanan, dokter anak, dokter anastesi, bidan, tenaga kesehatan yang bertugas di kamar bersalin, kamar operasi, kamar bayi, dan kamar perawatan ibu bersalin untuk mensosialisasi tentang pemberian ASI secara eksklusif. Melatih tenaga kesehatan terkait yang dapat menolong, mendukung ibu menyusui, dan menolong IMD yang benar. Mengadakan pertemuan antara petugas kesehatan dengan ibu hamil, setidaknya dua kali dalam satu bulan membahas tentang ASI eksklusif dan IMD.

Informasi yang salah karena bidan praktek swasta atau rumah sakit yang buru- buru menyarankan memberi susu formula atau bahkan langsung memberikan susu formula pada bayi baru lahir. Hal ini bukan sekedar merampas hak ibu untuk memberi ASI secara eksklusif, tetapi sudah melanggar etika. Ini menimbulkan dugaan bahwa klinik telah dimanfaatkan oleh produser susu. Posisi dokter, bidan,

atau tenaga kesehatan lain yang menjadi kepercayaan ibu telah dimanfaatkan untuk penjualan susu formula.

Perlu dipertimbangkan bahwa ibu-ibu akan lebih mudah menolak jika saran menggunakan susu formula diberikan oleh sales produk susu, tapi bagaimana jika saran itu diberikan oleh dokter dan bidan, umumnya ibu akan menurut, sekalipun ibu masih ragu., ini sudah melanggar etika. Mungkin hari pertama pasca kelahiran, saat ASI belum keluar atau masih sedikit dimanfaatkan oleh sebagian tenaga kesehatan yang kurang bijak. Untuk itu, ada baiknya ibu mempercayakan diri kepada rumah sakit yang sayang bayi, yang mengutamakan ASI eksklusif bagi bayi.

Di negara-negara maju, pemberian ASI eksklusif sudah menjadi kebijakan pemerintah. Di Swedia, ada lembaga yang bernama Swedish Breastfeeding institute, sebuah lembaga pemberdayaan ASI yang menjadi lembaga paling penting dalam masyarakat ASI eksklusif. Semua rumah sakit wajib melatih dan bahkan “memaksa” ibu menyusui bayinya. Para perawat sangat gigih membujuk dan mendorong ibu yang baru melahirkan, jika ASI belum lancar dan ibu mulai kendor semangatnya untu menyusui, jadi, bukan malah memberi susu formula. Kesimpulannya, susu formula itu bukan lambang kemajuan atau hidup modren.

d. Dukungan Keluarga Yang Rendah

Menyusui memang akan mempengaruhi seluruh anggota keluarga, idealnya suami, kakak, nenek, dan mertua. Anjuran nenek untuk memberikan pisang kepada bayi membuat ibu tidak kuasa untuk menolak, pengetahuan suami yang rendah

terhadap ASI eksklusif membuat suami pasrah terhadap tindakan orang tua, tradisi memberikan makanan yang turun temurun dilakukan membuat ibu tidak bertahan untuk menyusui secara eksklusif. Berikut hasil wawancara dengan informan mengenai dukungan keluarga terhadap pemberian ASI secara eksklusif :

“Pada saat saya melahirkan, saya harus mengikuti ujian yang lokasi jauh dari rumah dengan terpaksa bayi harus saya tinggalkan, karena ujiannya dari pagi sampai siang saya tidak bisa menyusui bayi, suami saya tidak sanggup menjemput pada waktu menyusu, karena bayi saya sering menangis nenek memberikan susu sama pisang.” (nisa)

“Satu jam setelah lahir nenek langsung memberikan pisang untuk bayi saya, karena kata nenek ini memang makanannya, dari dulu sejak nenek lahir memang pisang diberikan. Suami saya ikut aja apa kata nenek.”(cici)

“Hari ke dua anak saya lahir udah dikasih pisang sama neneknya, karena memang kita disini udah pisang makannya, suami saya diam aja yang penting anaknya jangan menangis.” (dekcut)

Berdasarkan hasil wawancara tentang dukungan suami terhadap pemberian ASI secara eksklusif, bahwa keluarga tidak mendukung pemberian ASi secara eksklusif sehingga membuat ibu hilang percaya diri untuk memberikan ASI. Dukungan keluarga merupakan faktor eksternal yang paling besar pengaruhnya terhadap keberhasilan ASI eksklusif, karena dukungan keluarga sangat besar pengaruhnya terhadap rasa percaya diri ibu.

Hormon oksitosin, hormon yang membantu pengeluaran ASI, itu sangat sensitif terhadap perasaan ibu, sedikit saja ibu merasa ragu atau kurang percaya diri, dapat menyebabkan kerja hormon oksitosin melambat, akibatnya ASI yang keluar

menjadi lebih sedikit. Efek kekurangan ASI ini, ibu jadi bertambah strees, padahal semakin tinggi tingkat strees ibu, semakin berkurang pula produksi ASI-nya. Begitu seterusnya, dan kalau kondisi seperti ini dibiarkan, sangat mungkin produksi ASI akan berhenti sama sekali.

e. Pengetahuan Ibu Kurang Terhadap ASI

Mayoritas informan tidak pernah mendengar tentang ASI eksklusif, tidak tahu manfaat dan tujuan dari pemberian ASI secara eksklusif, membuat ibu tidak termotivasi untuk memberikan ASI secara eksklusif untuk bayi, rasa kurang percaya diri untuk memberi ASI membuat ibu memberikan susu formula untuk pertumbuhan bayinya.

“Selama hamil saya nggak pernah periksa dengan bidan, tapi dengan bidan kampong, saya belum pernah mendengar tentang ASI eksklusif.”(nurma)

“Waktu haml saya sering periksa di puskesmas, Posyandu, tapi nggak pernah saya dengar tentang ASI eksklusif, dan saya nggak pernah Tanya tentang ASI karena member ASI udah biasa.” (dekcut)

Berdasarkan hasil wawancara tentang pengetahuan ibu terhadap ASI, ternyata informan tidak pernah mendengarkan dan tidak mau tau tentang pemberian ASI eksklusif. Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindra manusia, yakni indra penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan raba. Sebagian besar pengetahun manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

Pengetahuan atau koknitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Orang yang akan melakukan suatu tindakan IMD dan pemberian ASI secara eksklusif, apabila mereka tau apa tujuan dan manfaatnya bagi kesehatan bayi dan kesehatn ibunya, dan tahu apa akibatnya apabila tidak melakukan hal tersebut. Untuk meningkatkan pengetahuan perlu didasari oleh tingkat pendidikan yang dimiliki oleh seseorang. Jadi semakin tinggi pendidikan seseorang atau semakin dewasa seseorang maka lebih mudah untuk beradaptasi atau menelaah sesuatu masalah. Tingkat pendidikan ibu-ibu yang mempunyai bayi di Kecamatan Johan Pahlawan pada umumnya rendah, sehingga sangat sulit untuk menerima atau memahami informasi tentang ASI yang disampaikan baik itu oleh tenaga kesehatan maupun oleh media elektronik lainnya.

Seiring dengan perkembangan zaman, terjadi pula peningkatan ilmu pengetahuan dan tehnologi yang demikian pesat. Ironinya, pengetahuan lama yang mendasar seperti menyusui justru kadang terlupakan. Padahal kehilangan pengetahuan tentang menyusui berarti kehilangan besar, karena menyusui adalah suatu pengetahuan yang selama berjuta-juta tahun mempunyai peran yang penting dalam mempertahankan kehidupan manusia. Bagi ibu hal ini berarti kehilangan kepercayaan diri untuk dapat memberikan perawatan terbaik pada bayinya, dan bagi bayi berarti bukan saja kehilangan sumber makanan yang vital, tetapi juga kehilangan cara perawatan yang optimal.

Dari hasil penelitian yang dilakukan ... (1995) terhadap 900 ibu di sekitar jabotabek diperoleh fakta bahwa yang dapat memberi ASI eksklusif selama 6 bulan

hanya sekitar 5%, padahal 98% ibu-ibu menyusui. Dari penelitian tersebut juga didapatkan bahwa 37,9%dari ibu-ibu tersebut tidak pernah mendapatkan informasi khusus tentang ASI, sedangkan 70,4% ibu tidak pernah mendengar informasi tentang ASI eksklusif.

Sebenarnya menyusui, khususnya yang secara eksklusif merupakan cara pemberian makan yang alamiah, namun, sering kali ibu-ibu kurang mendapatkan informasi bahkan sering kali mendapatkan informasi yang salah tentang manfaat ASI eksklusif, tentang bagaimana menyusui yang benar, dan apa yang harus dilakukan bila timbul kesukaran dalam menyusui bayinya.

F. Puting Susu Ibu Tenggelam dan Pecah

Puting susu tenggelam dan pecah juga sangat mempengaruhi ibu untuk member ASI kepada bayinya. Ibu dalam keadaan tidak tenang dan menahan sakit setiap menyusui bayi, sehingga muncul pikiran ibu untuk tidak memberikan ASI kepada bayinya, karena tidak sanggup menahan rasa sakit dan darah yang keluar saat menyusui. Berikut kutipan hasil wawancara dengan informan yang mengalami puting susu tenggelam dan pecah:

“Dari anak pertama ibu saya tidak pernah menyusui bayi sampai enam bulan, paling bisa bertahan hanya umur bayi 40 hari. Karena puting susu saya tenggelam masuk ke dalam, sudah sering berkonsultasi dengan dokter dan konselor ASI untuk melakukan perawatan supaya puting susu bisa nonjol keluar, tapi selalu tidak berhasil, saya sangat berkeinginan untuk menyusui bayi, akan tetapi setiap saya menyusui selalu harus menahan rasa sakit, kadang-kadang sampai menetes air mata karena menahan rasa sakit pada saat menyusui.“ (devi)

Puting susu tenggelam dan pecah ini membuat ibu Devi hilang semangatnya untuk menyusui bayinya, dan begitu juga dengan bayi yang kehilangan kesempatan untuk menyusu pada ibunya. tidak ada jalan lain bagi ibu Devi untuk mempertahankan kehidupan bayinya salain dengan cara memberi susu. Menurut Roesli (2008), puting susu tenggelam bukan suatu penghalang untuk menyusui, karena bayi menyusu bukan pada puting tapi pada areola. Walaupun tampaknya lebih mudah bagi bayi untuk melekatkan mulutnya pada payudara ibu apabila kondisi putingnya menonjol, tetapi hal tersebut bukan merupakan keharusan. Apabila kegiatan menyusui dimulai secara benar, maka hal tersebut dapat mencegah timbulnya berbagai permasalahan seputar menyusui.

Ibu-ibu dengan aneka bentuk puting tetap dapat menyusui secara baik, apabila pada awalnya bayi menolak untuk menyusui, maka dengan bantuan yang tepat, bayi lambat laun akan mau untuk menyusu pada payudara ibunya. Bentuk dan tampilan payudara seorang ibu juga akan cenderung untuk berobah dalam minggu-minggu setelah proses persalinan, dan selama ibu tersebut tetap mempertahankan pasokan ASI-nya, maka biasanya bayi akan berhasil melakukan pelekatan dengan baik pada minggu kedelapan, tetapi apabila ibu mendapatkan bantuan yang tepat, pelekatan yang baik mungkin terjadi sebelum minggu kedelapan. Walaupun puting sudah berdarah, tetapi hal ini bukanlah alasan untuk seorang ibu berhenti menyusui. Puting yang terluka sama saja dengan puting yang tidak terluka, yang membedakan adalah rasa sakit yang dirasakan oleh sang ibu. Sebenarnya relatif mudah untuk mengobati

puting yang sakit dan terluka, segera cari pertolongan, jangan berhenti menyusui, apabila luka belum sembuh segera konsul dokter.

g. Kebudayaan

Adanya budaya madeueng dan budaya peucicap yang dilakukan oleh masyarakat Aceh di Kecamatan Johan Pahlawan, akan menghambat pemberian ASI secara eksklusif. Madeueng adalah suatu kegiatan yang dilakukan selama empat puluh empat hari oleh seorang wanita yang sudah melahirkan, kegiatan yang dilakukan antara lain: meletakkan batu panas di atas perut yang terlebih dahulu dibalut dengan kain, makan makanan yang kering, minum air putih dibatasi hanya diperbolehkan 1 gelas kecil, minum ramu-ramuan yang terbuat dari daun kayu dan kunyit, pada pagi sampai siang hari tidur di tempat tidur yang sudah disiapkan bara api untuk menghangatkan badan.

Madeueng yang dilakukan dengan cara mengikat perut dengan menggunakan kain stegen yang panjang dan kuat, sehingga mempengaruhi ibu terhadap selera makan. Pantangan terhadap berbagai jenis makanan, waktu makan hanya tiga kali sehari, minum air dibatasi, menyebabkan ibu mengalami kekurangan cairan, kalori,

Dokumen terkait