• Tidak ada hasil yang ditemukan

4.3. Interpretasi Data

4.3.4. Faktor Pendukung dan Penghambat Program PKBL PTPN IV

4.3.4.2. Faktor Penghambat Program PKBL

1. Undang-Undang PKBL yang berubah

Kegiataan PKBL di awali dari penetapan peraturan pemerintah Nomor 3 tahun 1983 yang mengatur bahwa salah satu tujuan pendirian BUMN yaitu “Turut aktif memberikan bimbingan kegiatan kepada sektor swasta, khususnya pengusaha golongan lemah dan sektor koperasi; Turut aktif melaksanakan dan menunjang pelaksanaan kebijakan dan program pemerintah di bidang ekonomi dan pembangunan pada umumnya”. Namun masih banyak kekurangan dari peraturan pemerintah dan hingga sampai saat ini peraturan pemerintah mengenai PKBL telahbanyak di revisi, seperti peraturan yang ditambah, dikurangi atau kembali lagi ke peraturan yang telah dibuat beberapa tahun sebelumnya. Saat ini BUMN dalam peraturan tentang PKBL memakai Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2016 sebagai pedoman menjalankan PKBL yang diikuti oleh perusahan-perusahaan BUMN lainya, seperti Perusahan Perkebunan Nusantara IV. Seperti yang di kemukakan oleh salah satu informan, (HS, 35 Tahun).

“Kendalanya ada pada peraturan yang berubah-ubah, contohnya Peraturan Menteri BUMN 09/2015 (PKBL) beralih ke Peraturan Menteri BUMN 03/2016. Tidak ada upaya yang dilakukan tetap menjalankan peraturan, kendalanya kan ada dua sistem pembiayaan ada sistem laba dan sistem biaya, Permen 03/2016 menerapkan sistem biaya, kalau sistem biaya yang mengelola keunganan untuk program PKBL adalah sistem biaya, dimana pihak yang menangani adalah bagian keuangan perusahaan dengan proses 3 (tiga) minggu sampai 3 (tiga bulan). Sementara setahun lalu sistem pembiayaan PKBL menggunakan sistem laba, dimana pihak yang menangani adalah dari PTPN IV langsung dengan proses 1 (satu) sampai 2 (dua) Minggu.”(Wawancara tanggal 9 Januari 2017).

Peraturan yang berubah-ubah tentu saja berdampak pada pelaksanaan PKBL dari PTPN IV dan jugan pada unit usaha seperti Gunung Bayu. Perusahaan harus beradaptasi kembali terhadap pedoman menjalankan PKBL, sementara program PKBL yang akan dan sedang terlaksana harus tetap berjalan. Perusahaan khususnya PKBL mengalami kesulitan dikarenakan melakukan dua hal sekaligus yaitu, beradaptasi dengan peraturan

pemerintah dan tetap menjalankan program kemitraan dan program BL yang sudah ada, sehingga bantuan yang akan di distribusikan terhadap masyarakat sekitar perusahan tidak maksimal karena bersinggung dengan pelaksanaan PKBL dengan peraturan mengenai PKBL.

2. Tidak ada Bagian PKBL di Unit Usaha Gunung Bayu

Berdasarkan temuan di lapangan, tidak ada unit khusus PKBL di Unit Usaha Gunung Bayu, bagaimanapun yang mengerti kondisi masyarakat sekitar perusahaan adalah perusahaan yang lokasi pengelolaan berbatasan langsung dengan masyarakat sekitar tentunya banyak interaksi yang terjadi. Seperti Unit Usaha Gunung Bayu banyak berinteraksi dengan Desa Mangkai Baru dan Mangkai Lama dan juga Kota Perdagangan merupakan wilayah yang berbatasan langsung dengan Unit Usaha Gunung Bayu pastinya lebih mengerti kondisi dan kebutuhan dari masyarakat sekitar Unit Usaha Gunung Bayu.

3. Pencurian Buah Kelapa Sawit

Kasus pencurian kelapa sawit merupakan kasus klasik yang menimpa perkebunan kelapa sawit. Tingginya tingkat pencurian tentu mempengaruhi penghasilan dari perusahaan perkebunan. Menurunya penghasilan perusahaan akan sangat berdampak pada pendanaan untuk kegiatan-kegiatan yang dilaksanakan oleh Unit PKBL. Tidak jauh beda dari PTPN IV Unit Usaha Gunung Bayu, dari data yang peneliti dapat dilapangan juga dari hasil wawancara peneliti bersama dengan informan, berikut penjelasanya (J, 52Tahun).

“Hambatan yang dihadapi perusahaan untuk melaksanakan program PKBL yaa palingan pencurian yang mengakibatkan kerugian perusahaan karenakan bantuan yang diberikan itu sesuai dengan keuntungan perusahaan. Jadi macemana kita ingin maksimal untuk program PKBL sementara kondisi perusahaan sekarang yang mengalami penurunan keuntungan, ditambah lagi

4. Bantuan Belum Sesuai Dengan Kebutuhan Masyarakat Akibat Komunikasi Yang Tidak Menyeluruh

Berdasarkan temuan dari informan dapat dikatakan bahwa komunikasi yang terjalin hanya antara perusahaan dengan aparatur desa saja, tidak tersentuh oleh semua lapisan masyarakat sehingga masih terjadi pencurian dan kurangnya pengetahuan masyarakat terhadap program program yang ada pada PKBL PTPN IV. Setelah peneliti melakukan observasi terhadap masyarakat sekitar Unit Usaha Gunung Bayu terkhusus di desa Mangkai Baru dan Mangkai Lama banyak warga yang tidak mengetahui bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan PKBL PTPN IV itu beragam. Misalnya saja ketika peneliti mendatangi kantor kepala desa Mangkai Lama para aparatur desa seperti kepala Dusun dan Kaur tidak mengetahui kalau ada namanya program Kemitraan dan bagaimana proses menjadi mitra . Seperti yang diungkapkan oleb salah satu informan (PM, 66 Tahun) :

“Yang saya tau PTPN IV Cuma ngasih bantuan pembangunan jalan aja oh iya waktu itu juga ada pembagian sembako tahun 2012, kalau program kemitraan itu enggak tau, tapi mungkin kepala desa tau. Yang saya tau itu dari Inalum sama Socfindo sama dari bank juga saya lupa nama bank nya ada ngasih bantuan pinjaman untuk modal usaha. Kalau saya liat PTPN IV ini agak pelit ketimbang Inalum sama Socfindo. Inalum sama Socfindo ini sering kasih bantuan istilahnya cari muka sama warga. Dan wargapun tau kalau Inalum dan Socfindo itu banyak berjasa buat pembangunan desa.” (Wawancara tanggal 22 Desember 2016).

Kendala dalam penerapan Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Pada Badan Usaha Milik Negara PTPN IV yakni kurangnya pemahaman dan kesadaran mayarakat tentang Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, sehingga masyarakat kurang mendukung Program Kemitraan dan Bina Lingkungan, baik dalam pelaksanaan program maupun berkaitan dengan pertanggungjawaban anggaran. Sesungguhnya hal itu terjadi bukan semata-mata kesalahan masyarakat, akan tetapi pihak PTPN IV sebagai fasilitator program kurang melakukan sosialisasi kepada masyarakat terkait program yang akan dilaksanakan.

Peneliti melihat kurang pekanya perusahaan terhadap apa yang sebenarnya pemikiran dari masyarakat terhadap perushaaan. Terkhusus untuk bidang PKBL yang kurang maksimal mengubah steorotif masyarakat seakan program-program yang dilakukan hanya sebatas tuntutan dari peraturan menteri yang wajib dilaksanakan. Dan bantuan-bantuan yang selama ini diberikan cenderung memicu kepada komunikasi antara perusahaan dengan kepala desa saja seperti, memberi bantuan membangun Jembatan yang otomatis komunikasi yang terjalin hanya pihak perusahaan dan kepala desa. Kurangnya inisiatif perusahaan untuk membuat kegiatan yang sifatnya humanity seperti Seminar, Pemberdayaan UMKM, pengobatan gratis, sunatan massal di desa sekitar Unit Usaha Gunung Bayu. Kegiatan yang sifatnya Humanity tersebut akan sangat berdampak terhadap berubahnya steorotif warga terhadap perusahaan sehingga Citra dari perusahaan PTPN IIV akan lebih positif lagi sesuai dengan manfaat adanya program PKBL itu sendiri.

Melalui observasi dan data yang peneliti dapatkan di lapangan, peneliti akan mengevaluasi apa saja faktor pendukung dan penghambat menggunakan konsep CIPP (Context, Input, Process, Product) yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam dalam (Hasan, 2009) berikut diantaranya :

Tabel 4.8 Faktor Pendukung dan Penghambat Program PKBL PTPN IV

ASPEK FAKTOR PENDUKUNG FAKTOR

PENGHAMBAT

Context a. Perusahaan memiliki

dasar UU dan peraturan dalam pembuatan dokumen operasional program a.Undang-Undang Peraturan mengenai PKBL yang berubah-ubah b.Pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi tidak jelas

Input a. Perusahaan memiliki unit

khusus PKBL

b. Perusahaan menyediakan sejumlah anggaran untuk

a.Tidak ada bagian PKBL di unit usaha Gunung Bayu b.Lokasi mitra binaan

pekerjaan

menyebabkan tugas bagian SDM dan umum untuk modal pinjaman menjadi terhambat

Process Perusahaan melibatkan

masyarakat penerima bantuan program dan tokoh masyarakat

Masyarakat terkadang bersikap kurang peduli terhadap pelaksanaan program

Product Bantuan yang diberikan oleh

perusahaan sesuai dengan yang diinginkan masyarakat penerima bantuan program karena perusahaan menjalin komunikasi mengenai bantuan yang akan diberikan

Masyarakat terkadang tidak menjaga atau kurang peduli terhadap pemeliharaan bantuan yang telah diberikan perusahaan

Sumber : Hasil Data Olahan Peneliti

Dari Tabel 4.4 dapat kita lihat apa saja Faktor pendukung dan penghambat melalui konsep evaluasi CIPP. Apabila dikaitkan dengan hambatan-hambatan yang dialami program PKBL PTPN IV. Pihak perusahaan belum mengidentifikasi dengan serius, seperti yang masyarakat sekitar butuhkan, program apa yang belum pernah dilaksanakan. Terlihat perusahaan melaksanakan program hanya untuk menjalankan tanggung jawab sosial yang sudah diatur dari pemerintahan saja.

Perusahaan belum pernah benar-benar melaksanakan pembangunan dengan optimal, misalnya kondisi sekarang Desa Mangkai Baru dan Mangkai Lama yang Letaknya berbatasan langsung dengan Perusahaan. Apa yang peneliti temukan dilapangan bahwa masih banyak kekurangan dari program PKBL untuk membangun desa baik aspek ekonomi maupun sumber daya manusianya. Perusahaan hanya terfokus pada pembangunan yang sifatnya materi saja padahal dalam pembangunan memperdayakan masyarakat juga merupakan faktor penting untuk mensejahterahkan masyarakat. Dimulai dari individu per-individu dengan SDM yang berkualitas maka akan berdampak pada desa itu sendiri sehingga masyarakat tidak lagi bergantung pada perusahaan, kemungkinan sebialiknya dapat membantu perusahaan baik dari aspek

ekonomi maupun sosial dan bila telah terindifikasi sebab, sifat, dan keterbatasan maka pembangunan dapat teratasi dengan optimal.Implementasi program harus senantiasa dievaluasi untuk melihat sejauh mana program tersebut telah berhasil mencapai tujuan program yang telah ditetapkan sebelumnya. Tanpa adanya evaluasi, program-program yang berjalan tidak akan dapat dilihat efektivitasnya. Pada evaluasi banyak variabel yang harus dilihat untuk memastikan program sudah ataukah belum berjalan sesuai fungsinya. Evaluasi ini menolong mengatur keputusan, menentukan sumber-sumber yang ada, alternatif apa yang diambil, apa rencana dan strategi untuk mencapai kebutuhan dan bagaimana prosedur kerja untuk mencapainya (Tayibnapis, 1989).

Seperti yang dikatakan Dos Santos, bahwa dari pembangunan bisa berjalan seiring, yang perlu dijelaskan adalah sebab, sifat, dan keterbatasan dari pembangunan yang terjadi dalam konteks ketergantungan (Budiman, 1995).

Penelitian Yulanti (2015) pada tahun 2013hasil dari penelitian mengenai faktor pendukung dan penghambatprogram PTPN 7 PeduliKeberhasilan program PTPN 7 Pedulitersebut tentunya tidak terlepas dari berbagai faktor yang menjadipendukung diantaranya sebagai berikut :

1. Adanya dasar UU dan Peraturanyang terkait dalam pembuatanprogram PTPN 7 Peduli berikutpenjelasan visi,misi, tujuan dan strateginya dalam dokumenoperasional program yang dibuatdalam jangka waktu lima tahun.

2. Perusahaan memiliki unit khususyang menangani CSR dengannama bagian tanggung jawabsosial lingkungan (TJSL),anggaran yang memadai untukkegiatan program danpeningkatan kualitas petugasTJSL melalui pelatihan.

3. Perusahaan melibatkanmasyarakat dan tokohmasyarakat dalam

4. Pemberian bantuan disesuaikandengan keinginan masyarakatpenerima bantuan melaluijalinan komunikasi antaraperusahaan dan masyarakat.

Program juga akan menjadi tidakefektif apabila menemui beberapakendala dalam pelaksanaannya sepertihalnya beberapa program PTPN 7 Peduli

yang menjadi tidak efektif dikarenakan beberapa faktor, antara lain :

1. Perusahaan belum memilikidokumen dan tuntunan mengenaikegiatan monitoring dan evaluasiterhadap programnya sehinggapelaksanaan monitoring danevaluasi menjadi tidak jelas dansering diabaikan.

2. Perusahaan belum memilikibagian TJSL di unit usahasehingga tugas bagian TJSL diunit usaha dikerjakan olehbagian SDM dan umum danmenyebabkan tugas tanggungjawab sosial perusahaan menjaditidak efektif karena bagian SDM

BAB V PENUTUPAN

5.1 Kesimpulan

1. Temuan di lapangan PTPN IV selaku aktor dari pelaksanaan PKBL masih banyak aspek-aspek yang belum tersentuh. Pelaksanaan Program Kemitraan dan Bina Lingkungan PTPN IV tidak hanya memberikan bantuan dan ikut aktif dalam bakti sosial tapi juga dalam pelaksanaannya PTPN IV menjalankan perencanaan tahunan, monitoring dan evaluasi terhadap bantuan-bantuan yang telah diberikan. Masyarakat sekitar wilayah Unit Usaha Gunung Bayu dan perusahaan yang kurang optimal dalam menjalankan program PKBL Gunung Bayu sehingga belum bisa dikatakan membangun masyarakat karena seperti pandangan teori dependensi Dos Santos, setiap program pembangunan yang hanya menguntungkan sebagian kecil masyarakat dan membebani mayoritas tidaklah dapat dikatakan sebagai program pembangunan yang sebenarnya.

2. Dampak setelah dijalankan PKBLterhadap tingkat kesejahteraan masyarakat adalah bantuan-bantuan yang telah diberikan pada masyarakat sekitar Unit Usaha Gunung Bayu belum sesuai dengan peraturan pemerintah, karena ada beberapa jenis bantuan yang tidak terpenuhi terutama pada Program Bina Lingkungan seperti, fasilitas kesehatan, pemberdayaan SDM, dan pelestarian lingkungan. Akan tetapi melihat kondisi masyarakat sekitar Unit Usaha Gunung Bayu yang dikelilingi oleh perusahaan-perusahaan besar dan merupakan wilayah bagi perusahaan untuk menyalurkan bantuan-bantuan tanggung jawab sosial. Sehingga warga tidak terlalu menuntut akan kurang optimalnya bantuan dari PTPN IV. walaupun banyaknya bantuan yang diberi akan tetapi tidak semua merasakan dampak kesejahteraan,

seperti yang dikatakan Soetomo (2014 :27) walaupun kondisi sejahtera merupakan idaman tataran yang lebih operasional, visi masyarakat bukanlah hal yang dianggap seragam. Jadi, apa yang dirasakan bapak Warsino dan warga Desa Mangkai Lama sangat bisa dimengerti dan PTPN IV belum dapat mengatasi perbedaan persfektif dari masyarakat sekitar Unit Usaha Gunung Bayu sehingga untuk program PKBL ini, berdasarkan yang ditemukan peneliti di lapangan masih jauh dari kata optimal. 3. Bentuk-bentuk bantuan yang diberikan untuk Program Kemitraan . Kabupaten

Batu-Bara pada tahun 2015 menerima bantuan 230 juta cukup jauh jaraknya dengan Simalungun yaitu sebesar 1.380 miliar. Bisa dikatakan dana yang diberikkan untuk wilayah sekitar Unit Usaha Gunung Bayu tergolong besar khususnya untuk Kabupaten Simalungun yang merupakan dana paling besar dari kabputen-kabupaten lainya. Namun apa yang peneliti dapatkan tidak sesuai dengan banyaknya dana yang diberikan. Berdasarkan temuan dilapangan, bentuk-bentuk bantuan yang ada hanya terfokus pada yang berberntuk materi. Jika dikaitkan sangat sesuai dengan kondisi wilayah sekitar Unit Usaha Gunung Bayu bahwa bantuan-bantuan dari program PKBL terfokus pada aspek pembagunan yang berbentuk fisik, bentuk bantuan lain seperti pemberdayaan, dan peningkatan pelayanan kesehatan tidak tersentuh.

4. Faktor pendukung dan penghambat dari PKBL. melalui observasi dan data yang peneliti dapatkan di lapangan, peneliti telah mengevaluasi apa saja faktor pendukung dan penghambat menggunakan konsep CIPP (Context, Input, Process, Product) yang dikembangkan oleh Daniel Stufflebeam (dalam Hasan, 2009). Analisis dari konsep CIPP bahwa komunikasi yang terjalin hanya antara perusahaan dengan aparatur desa saja, tidak tersentuh oleh semua lapisan masyarakat sehingga masih terjadi pencurian dan kurangnya pengetahuan

masyarakat terhadap program program yang ada pada PKBL PTPN IV. Setelah peneliti melakukan observasi terhadap masyarakat sekitar Unit Usaha Gunung Bayu terkhusus di desa Mangkai Baru dan Mangkai Lama banyak warga yang tidak mengetahui bahwa kegiatan-kegiatan yang dilakukan PKBL PTPN IV itu beragam. Peneliti melihat kurang pekanya perusahaan terhadap apa yang sebenarnya pemikiran dari masyarakat terhadap perushaaan. Terkhusus untuk bidang PKBL yang kurang maksimal mengubah stereotif masyarakat seakan program-program yang dilakukan hanya sebatas tuntutan dari peraturan menteri yang wajib dilaksanakan.

5.2.Saran

Adapun yang menjadi saran penulis dalam hal ini berdasarkan permasalahan yang diangkat mengenai yaitu“ Peranan Program Kemitraan Dan Bina Lingkungan Terhadap Kesejahteraan Masyarakat (Studi Kasus: PT. Perkebunan Nusantara IV Unit Usaha Gunung Bayu)” :

1. Bagi Masyarakat khususnya masyarakat sekitar wilayah Unit Usaha Gunung Bayujangan hanya menunggutawaran bantuan saja tapi harus aktif lagi dalam berusaha, seperti mencari informasi mengenai program kemitraan, begitu juga untuk kepala desa, demi meningkatnya pembangunan di desa. Bagi masyarakat yang telah diberi bantuan haruslah menjaga dan merawat fasilitas yang sudah diberikan.

2. Bagi PTPN IV sebagai Badan Usaha Milik Negara harus bisa mengimplementasika n Program Kemitraan dan Bina Lingkungan dengan Optimal. Tidak hanya karena mengikuti aturan dari kementrian BUMN dan Kewajiban menjalankan Good Coorporate Goverrmence saja. Perusahaan juga harus meningkatkan kegiatan yang bersifat membangun SDM jangan hanya terfokus pada pembangunan fisik. Karena

dengan memberdayakan SDM juga merupakan unsur penting untuk mengarah ke masyarakat yang lebih sejahtera.

Dokumen terkait