• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Penghambat Tegaknya Khilāfah

BAB II Ḥ IZB AL-TA ḤRĪR DAN Ḥ IZB AL-TA ḤRĪR INDONESIA

E. Faktor Penghambat Tegaknya Khilāfah

izb al-Taḥrīr Indonesia menyadari bahwa untuk menegakkan kembali

Khilāfah Islāmiyyah tidak semudah membalikkan telapak tangan. Ini disebabkan oleh betapa luasnya wilayah yang akan dijangkau, ditambah lagi adanya intervensi pemikiran asing terhadap pemikiran dan perasaan umat Islam. Intervensi pemikiran dan perasaan dari pihak asing tersebut menjadikan umat Islam kerdil. Kesulitan dan hambatan semakin bertambah sebab banyak umat Islam yang berupaya menegakkan khilāfah, namun justru terjebak ke dalam jurang kesalahan.52

izb al-Taḥrīr Indonesia mensinyalir beberapa kesalahan fatal yang menyebabkan penegakan khilāfah sulit terealisasi, di antaranya: Pertama, gradualisme, yakni gerakan yang berpandangan bahwa umat Islam saat ini sangat besar secara kuantitas, sehingga untuk menerapkan aturan Islam secara spontan dan secara total, sangat mustahil. Pemahaman seperti ini mengisyaratkan bahwa upaya menerapkan aturan Islam harus bertahap. Pada ujungnya pemahaman seperti ini akan menjerumuskan diri ke dalam sistem pemerintahan yang berkuasa, sedangkan izb al-Taḥrīr Indonesia sama sekali tidak menginginkan hal tersebut terjadi. Kedua, memerangi penguasa secara fisik, dalam arti memperjuangkan penegakan khilāfah dan penerapan syarīʻah Islam dengan memerangi penguasa

51 Taqī al-Dīn al-Nabhānī, Daulah Islam, h. 332-333.

52

secara militer. Metode seperti ini dianggap keliru, sebab tidak sejalan dengan metode Nabi ketika mengganti sistem kufur dengan sistem Islam.53

Ketiga, fatalisme, yakni pemahaman yang berangkat dari pemaknaan hadis-hadis yang menceritakan bahwa umat Islam di akhir zaman akan berjaya. Pemaknaan seperti ini justru akan menimbulkan pola pikir bahwa khilāfah tidak perlu kita perjuangkan karena Allah sendiri yang akan mewujudkannya. Sedangkan di sisi lain, al-Qur’an dan al-Sunnah justru memerintahkan umat Islam untuk melakukan perubahan. Oleh karenanya, berdiam diri atau bersikap pasif merupakan kekeliruan yang besar.54

Keempat, individualisme, yaitu pemahahaman yang menekankan kepada manusia untuk mengubah dan memerbaiki diri secara pribadi adalah hal yang lebih utama. Pemahaman ini pada akhirnya akan menyebabkan perubahan sistem politik yang radikal. Bahaya lain dari pemikiran ini adalah bahwa orang akan merasa cukup dengan menjalankan beberapa saja dari aturan Islam. Sementara Islam sendiri memerintahkan manusia untuk melakukan amr maʻrūf nahī munkar. Bahkan lebih dari itu, dalam upaya memperjuangkan sebuah perubahan, sikap individualisme harus dikesampingkan.55

Terjadinya kesalahan-kesalahan dalam upaya menegakkan kembali

khilāfah juga disebabkan oleh lemahnya pemahaman Muslim terhadap Islam dan buruknya penerapan Islam dalam kehidupan. Khilāfah harus berdiri di atas pemahaman Islam yang benar. Salah satu hal yang dapat menjaga kelangsungan

53

Ainur Rafiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilāfah, h. 40-42

54

Ainur Rafiq al-Amin, Membongkar Proyek Khilāfah, h. 42

55

41

negara adalah konsistensi untuk memahami Islam dan menerapkannya di dalam negeri dengan benar.56

Rintangan dan permasalahan yang muncul dalam upaya menegakkan kembali Khilāfah Islāmiyyah, tidak berhenti sampai di situ saja, tetapi terus berlanjut hingga saat ini.

Ketika penjajah kafir menduduki wilayah kekuasaan Muslim, mereka menetapkan sistem kekuasaannya dengan menggunakan rumusan sistem hukum mereka sendiri sebagai landasan. Penjajahan negeri-negeri Muslim oleh kolonial kafir, menjadi benih-benih awal lenyapnya sistem khilāfah dalam Islam. Bahkan sekitar tahun 1918 M, mereka berhasil menduduki negeri-negeri Muslim dan mulai melancarkan makar mereka dengan tujuan melenyapkan Khilāfah Islāmiyyah terakhir, yakni Turki Utsmani yang masih berkuasa pada saat itu. Terbukti pada tahun 1924 M, Musthafa Kemal berhasil menggulingkan sistem

khilāfah dan menggantinya dengan sistem Republik Demokrasi Turki. Ia menggusur habis sistem Khilāfah Islāmiyyah bahkan menumpas angan-angan untuk mendirikannya kembali.57

Dampak dari ide yang yang disusupi oleh penjajah kolonial kafir serta tindakan yang dilakukan Musthafa Kemal, masih membekas hingga saat ini. Hal itu semakin kuat dengan diiringi munculnya ide nasionalisme dan kebangsaan yang kian melekat di dalam benak umat Islam. Tak hanya semangat nasionalisme yang ditanamkan di dalam benak umat, paham sekularisme juga demikian merebak. Di tahun yang sama, ketika Mustafa Kemal menggulingkan khilāfah, Mesir disusupi oleh ide-ide untuk memisahkan negara dengan agama, sehingga

56 Taqī al-Dīn al-Nabhānī, Daulah Islam, h. 239.

banyak ulama-ulamanya terserang virus yang disebarkan kolonial kafir, menulis karangan-karangan yang berisi seruan untuk memisahkan negara dengan agama.58

Pada tahun itu dan seterusnya (hingga saat ini, pen.) terjadi perdebatan di kalangan Islam tentang apakah Pan-Arabisme atau Pan-Islamisme yang lebih layak dan banyak memberi kemungkinan? Perdebatan semacam ini terus bergulir dalam Islam. Sementara bagi kaum penjajah kafir, ini memberi keuntungan bagi mereka agar umat Islam semakin jauh dari opini penegakan Khilāfah Islāmiyyah. Atas dasar ini, kaum penjajah terus mengalihkan isu sehingga angan-angan mendirikan khilāfah terkubur oleh perdebatan yang tiada ujung pangkalnya. Ini adalah awal dari perang pemikiran yang hebat, umat Islam dipecah belah oleh ideologi kafir kolonial. Ide nasionalisme terus berkembang dan menyebabkan negeri-negeri Islam satu per satu melepaskan diri dari sentral pemerintahan yang dipegang oleh Daulah Utsmani pada saat itu.59

Tak cukup sampai di situ, para penjajah juga menyebarkan isu dan paham yang sesat tentang pemerintahan dalam Islam, tentang Islam sendiri, dan sistem

khilāfah yang dinyatakan sebagai sistem kepausan dan manifestasi dari pemerintahan kependetaan. Dengan penyebaran paham ini, umat Islam kemudian merasa malu untuk menyebut bahkan mengenang khilāfah, serta menganggap jumud orang-orang yang berusaha menegakkannya kembali. Bahkan di kalangan umat Islam sering dijumpai paham umum yang menyatakan bahwa persoalan

khilāfah adalah persoalan terbelakang dan kuno yang tidak mungkin keluar dari pemikiran orang yang berbudaya.60

58 Taqī al-Dīn al-Nabhānī, Daulah Islam, h. 302

59 Taqī al-Dīn al-Nabhānī, Daulah Islam, h. 302-302.

43

Penjajah kafir masih belum merasa puas, mereka terus mengarahkan ideologi mereka kepada politik pengajaran. Mereka menyusun pengajaran berlandaskan pada dua dasar. Pertama, memisahkan urusan agama dari kehidupan dan negara. Hal ini menginspirasi dan memotivasi generasi-generasi muslim untuk berjuang memerangi penegakan khilāfah karena dianggap tidak sesuai dengan asas pendidikan mereka. Kedua, kepribadian kafir penjajah dijadikan landasan utama pembinaan. Pengajaran ini mengharuskan para murid kalangan Muslim untuk menghormati mereka kaum kafir penjajah. Di samping itu mereka juga terus mendoktrin murid-murid Muslim untuk waspada dan curiga kepada Islam. pengajaran seperti ini akan melahirkan permusuhan dan upaya keras di kalangan Muslim untuk menghalangi tegaknya khilāfah.61

Selain itu, adanya perbedaan jarak yang sangat jauh antara kaum Muslim dengan sistem pemerintahan Islam terutama politik pemerintahan dan strategi pengeloalaan kekayaan negara. Oleh sebab itu, sebagian besar kaum Muslim menjadi sangat lemah bahkan tidak mempunyai kemampuan lagi untuk menggambarkan kehidupan Islam. Di sisi lain gambaran yang datang dari non-muslim tehadap Islam cenderung berbau negatif yang kemudian semakin menambah kelemahan dan keterpurukan pemahaman Islam oleh kaum Muslim sendiri. Melihat hal demikian, upaya dalam mengembalikan tegaknya khilāfah

harus diusung secara revolusioner oleh kaum Muslim yang mempunyai kesadaran untuk menegakkannya.62

Semua itu hanya beberapa saja dari sekian banyak makar yang disebarkan oleh kafir penjajah untuk menghalangi tegaknya kembali KhilāfahIslāmiyyah. Di

61 Taqī al-Dīn al-Nabhānī, Daulah Islam, h. 307-308.

62

samping itu kelemahan dan kelalaian ummat Islam untuk menegakkannya menjadi salah satu dari sekian banyak faktor penghambat berdirinya kembali khilāfah. Jika ditelusuri, kesalahan dan permasalahan yang terjadi bukan hanya karena perang pemikiran yang dicetuskan oleh kafir penjajah, tapi juga karena kelemahan umat Islam yang mudah diadu domba.

Perang pemikiran itu bahkan terus bergulir hingga masa sekarang ini, sebagaimana kita saksikan umat Islam terpecah belah, saling menjajah, dan saling mencurigai. Bahkan umat Islam telah melampaui perang pemikiran, mereka saling berperang secara fisik dan militer, serta tidak segan-segan saling melenyapkan nyawa. Semua itu bisa kita saksikan saat ini di negeri-negeri Timur Tengah. Jika demikian, lantas siapakah yang disalahkan? Apakah Barat secara keseluruhan dapat disalahkan?

45

Dokumen terkait