• Tidak ada hasil yang ditemukan

Cragan dan Wright (1980), Rakhmat (2001a) berpendapat bahwa terdapat dua dimensi interpersonal yang mempengaruhi keefektifan kelompok, yaitu kebutuhan interpersonal dan proses internasional. Faktor personal yang mempengaruhi keefektifan kelompok yaitu usia, suku bangsa, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaaan, pendapatan, kepribadian, dan homogenitas, dan heterogenitas kelompok. Proses personal meliputi keterbukaan (disclusure), percaya, dan empati.

Beberapa ilustrasi suatu kelompok dapat dikatakan sebagai kelompok yang efektif, adalah sebagai berikut (Jhonson & Jhonson 2012):

a. Tujuan dijelaskan dan disesuaikan sehingga sesuai tujuan perorangan dan tujuan kelompok. Tujuan dibuat secara bersama-sama sehingga semua anggota dapat menjalankannya dan dapat mencapai tujuan tersebut.

b. Komunikasi dua arah, dan penegasannya pada ide-ide perasaan yang terbuka dan jelas.

c. Keikutsertaan dan kepemimpinan antar anggotanya, pencapaian tujuan, pemeliharaan hubungan antar anggotanya, dan perubahan pengembangan digaris bawahi.

d. Kemampuan dan informasi yang dimiliki menentukan pengaruh dan kekuasaan, perjanjian dibuat untuk meyakinkan bahwa tujuan dan kebutuhan perorangan terpenuhi, kekuasaan sama rata.

e. Perbedaan timbul ketika anggota kelompok menyampaikan pandangan mereka, saling berdebat dan menyampaikan alasan dilihat sebagai kunci dalam mengambil keputusan yang berbobot dan kreatif dan pemecahan masalah. f. Konflik kepentingan dihadapi dengan menggunakan negosiasi yang

menyatukan dan jalan tengah sehingga persetujuan dapat tercapai yang merupakan hasil bersama dan memuaskan semua anggotanya.

Keterampilan perorangan, kelompok, dan antar anggota kelompok ditekankan, kesatuan meningkat karena tingkat kepuasan yang tinggi, perhatian, penerimaan, dukungan, dan kepercayaan, setiap anggotanya mendapat dukungan. Ukuran Efektivitas

Tingkat efektivitas dapat diukur dengan membandingkan antara rencana yang telah ditentukan dengan hasil nyata yang telah diwujudkan. Jika usaha atau hasil pekerjaan dan tindakan yang dilakukan tidak tepat sehingga menyebabkan tujuan atau sasaran yang diharapkan, maka hal tersebut dikatakan tidak efektif.

Pencapaian tujuan yang efektif atau tidak efektif dalam suatu organisasi dapat dilihat dari (Siagian 2008; Sukadi 2007):

17 b. Kejelasan strategi pencapaian tujuan

c. Proses analisis dan perumusan kebijakan yang mantap, berkaitan dengan tujuan yang hendak dicapai dan strategi yang telah ditetapkan artinya kebijakan harus mampu menjembatani tujuan-tujuan dengan usaha-usaha pelaksanaan kegiatan operasional.

d. Perencanaan yang matang.

e. Penyusunan program yang terorganisir.

f. Tersedianya sarana dan prasarana kerja, salah satu indikator efektivitas organisasi adalah kemampuan bekerja secara produktif. Dengan sarana dan prasarana yang tersedia dan mungkin disediakan oleh organisasi.

g. Pelaksanaan yang efektif dan efisien, apabila program tidak dilaksanakan secara efektif dan efisien maka organisasi tersebut tidak akan mencapai sasarannya, karena dengan pelaksanaan organisasi semakin didekatkan pada tujuannya. Pelaksanaan program dalam organisasi ditandai dengan adanya kegiatan individu anggota atau kegiatan bersama. Terdapat 6 (enam) proses atau pelaksanaan yang perlu ada dalam organisasi, yaitu:

1) Hubungan antar peranan: menggambarkan saling pengertian atau tidak di antara orang-orang yang memainkan peranan dalam organisasi. Apakah hubungan itu baik atau tidak, apakah ada saling pengertian atau tidak. 2) Proses komunikasi: menggambarkan bagaimana semua orang yang ada

dalam organisasi berkomunikasi dan seberapa akurat dan tepatnya waktu dalam berkomunikasi. Komunikasi yang efektif menghasilkan interaksi yang positif.

3) Pengendalian (control), proses pengendalian perilaku anggota dikendalikan supaya organisasi tetap berada pada jalur yang aman dan pengendalian menunjukkan hubungan pemimpin dengan anggota.

4) Koordinasi: menunjukkan perhatian yang diberikan pada berbagai kegiatan yang diarahkan pada tujuan. Koordinasi bertujuan memastikan kegiatan organisasi bergerak kearah tujuan yang sama.

5) Sosialisasi: proses bagaimana anggota baru diperkenalkan pada sistem yang hidup dalam organisasi. Tanpa sosialisasi yang cukup, anggota baru akan lama menyesuaikan diri dengan organisasi.

6) Supervisi: kombinasi antara pengawasan dan pembinaan. Supervisi berorientasi pada pendidikan bukan pemberian sanksi hukuman.

Adapun kriteria untuk mengukur efektivitas suatu organisasi ada tiga pendekatan yang dapat digunakan (Sukadi 2007), yakni:

a. Pendekatan Sumber (resource approach) yakni mengukur efektivitas dari input. Pendekatan mengutamakan adanya keberhasilan organisasi untuk memperoleh sumber daya, baik fisik maupun nonfisik yang sesuai dengan kebutuhan organisasi.

b. Pendekatan proses (process approach) adalah untuk melihat sejauh mana efektivitas pelaksanaan program dari semua kegiatan proses internal atau mekanisme organisasi. Proses suatu organisasi akan sesuai mekanisme apabila organisasi memiliki kinerja yang baik sehingga anggota merasakan kepuasan kerja di dalam organisasi. Terdapat beberapa indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur kinerja organisasi (Dwiyanto 1995) yaitu sebagai berikut :

18

1) Produktivitas, konsep produktivitas tidak hanya mengukur tingkat efisiensi, tetapi juga efektivitas pelayanan. Produktivitas pada umumnya dipahami sebagai rasio antara input dengan output.

2) Kualitas Layanan, kepuasan anggota menjadi parameter untuk menilai kinerja organisasi.

3) Responsivitas, adalah kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan anggota sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi anggota.

4) Responsibilitas, menjelaskan apakah pelaksanaan kegiatan organisasi yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip administrasi yang benar atau sesuai dengan kebijakan organisasi, baik yang eksplisit maupun implisit . 5) Akuntabilitas, menunjukkan pada seberapa besar kebijakan dan kegiatan

organisasi patuh kepada ketua.

c. Pendekatan sasaran (goals approach) merupakan ukuran efektivitas yang mengarah pada output, mengukur keberhasilan organisasi untuk mencapai hasil (output) yang sesuai dengan rencana.

Sukadi (2007) mengemukakan lima kriteria dalam pengukuran efektivitas, yaitu: 1) produktivitas, 2) kemampuan adaptasi kerja, 3) kepuasan kerja, 4) kemampuan berlaba, 5) pencarian sumber daya. Duncan (2005), Sukadi (2007) berpendapat bahwa efektivitas dapat diukur melalui:

a. Pencapaian Tujuan

Pencapaian tujuan adalah keseluruhan upaya pencapaian tujuan harus dipandang sebagai suatu proses. Oleh karena itu, agar pencapaian tujuan akhir semakin terjamin, diperlukan pentahapan, baik dalam arti pentahapan pencapaian bagian-bagiannya maupun pentahapan dalam arti periodisasinya. Pencapaian tujuan terdiri dari beberapa faktor, yaitu: kurun waktu dan sasaran yang merupakan target kongkrit.

b. Integrasi

Integrasi yaitu pengukuran terhadap tingkat kemampuan suatu organisasi untuk mengadakan sosialisasi, pengembangan konsensus dan komunikasi dengan berbagai macam organisasi lainnya. Integrasi menyangkut proses sosialisasi.

c. Adaptasi

Adaptasi adalah kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Untuk itu digunakan tolok ukur proses pengadaan dan pengisian tenaga kerja.

Berdasarkan penjelasan mengenai efektivitas kelompok maka dapat penulis simpulkan bahwa efektivitas kelompok adalah keberhasilan kelompok dalam mencapai tujuannya dengan menggunakan cara yang tepat sehingga menimbulkan kepuasan bagi kelompok maupun anggota kelompok. Efektivitas suatu kelompok dapat dinilai melalui tiga pendekatan yaitu pendekatan sumber yang digunakan, proses yang dijalankan dan hasil yang diperoleh. Efektivitas dalam penelitian ini merupakan suatu kondisi saat kelompok berhasil mencapai tujuan yang telah disepakati bersama dengan menggunakan sarana dan prasarana yang tersedia dengan tepat. Penilaian efektivitas kelompok pada penelitian ini dibatasi dengan efektivitas terhadap proses yang dijalankan di dalam kelompok yang dinilai melalui tingkat partisipasi anggota kelompok, kemampuan adaptasi kerja kelompok, perencanaan kegiatan kelompok, tingkat kepuasan anggota kelompok, dan pelaksanaan kegiatan kelompok.

19 Tanggung Jawab Sosial Perusahaan

Tanggung jawab sosial perusahaan adalah bentuk tanggung jawab perusahaan kepada stakeholder untuk berlaku etis, meminimalkan dampak negatif dan memaksimalkan dampak positif yang mencakup aspek ekonomi, sosial, dan lingkungan (triple bottom line) dalam rangka mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan (Wibisono 2007). Nursahid (2006) menjelaskan TSP adalah tanggung jawab moral suatu organisasi bisnis kepada suatu kelompok yang menjadi stakeholder yang terkena pangaruh langsung maupun tidak langsung dari aktivitas perusahaan. Perusahaan tidak hanya memiliki tanggung jawab kepada stakeholder tetapi pada cakupan yang lebih luas yaitu tenaga kerja (workplace), konsumen dan pemasok (marketplace), lingkungan hidup, masyarakat, etika bisnis, dan hak asasi manusia.

Terdapat dua alasan mengapa perusahaan melakukan TSP, yaitu alasan ekonomi dan alasan moral. Alasan ekonomi mengacu pada bagaimana perusahaan mendapatkan citra dan kredibilitas produk melalui aktivitas TSP. Membangun citra melalui TSP, masyarakat akan lebih percaya dan merasa diuntungkan dengan keberadaan perusahaan di sekitarnya. Alasan moral bermula dari inisiatif perusahaan untuk menjalin relasi yang saling menguntungkan dengan stakeholder.

Terdapat enam hal pokok yang terdapat pada Corporate Social Responsibility (CSR) (Wibisono 2007), yaitu:

a. Community support, antara lain dukungan pada program-program pendidikan, kesehatan, kesenian, dan sebagainya.

b. Diversity, merupakan kebijakan perusahaan untuk tidak membedakan konsumen dan calon pekerja dalam hal gender, fisik, atau ke dalam ras-ras tertentu.

c. Employee support, perlindungan tenaga kerja, insentif, dan penghargaan serta jaminan keselamatan kerja.

d. Environment, menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, mengelola limbah dengan baik, menciptakan produk-produk yang ramah lingkungan. e. Nonoperation, perusahaan bertanggung jawab untuk memberikan hak yang

sama bagi masyarakat dunia untuk mendapatkan kesempatan bekerja antara lain dengan membuka pabrik di luar negeri (abroad operation).

f. Product, perusahaan berkewajiban untuk membuat produk-produk yang aman bagi kesehatan, tidak menipu, melakukan riset dan pengembangan produk secara continue dan menggunakan kemasan yang dapat didaur ulang.

Wibisono (2007) mengungkapkan bahwa dalam menjalankan tanggung jawab sosialnya perusahaan memfokuskan perhatian pada tiga hal yang dikenal dengan 3P, yaitu people, profit, dan planet. Dapat diuraikan bahwa dengan masyarakat (people) perusahaan dapat berkontribusi terhadap peningkatan kualitas hidup masyarakat. Sebagai bentuk perhatian kepada masyarakat, perusahaan dapat membuat aktivitas-aktivitas maupun kebijakan yang dapat meningkatkan kualitas hidup, kesejahteraan dan kompetensi masyarakat di berbagai bidang. Profit adalah perusahaan harus memiliki tingkat profitabilitas yang memadai agar perusahaan dapat berkembang dan terjaga eksistensinya. Selanjutnya arti planet yang dimaksud yaitu dengan memperhatikan lingkungan, perusahaan dapat

20

berkontribusi terhadap pelestarian lingkungan agar tetap terpelihara kualitas hidup manusia dalam jangka panjang.

Terdapat tiga manfaat dari aktivitas TSP bagi perusahaan (Wibisono 2007). Pertama, mengurangi risiko dan tuduhan terhadap perlakuan yang tidak pantas diterima perusahaan. Perusahaan yang menjalankan aktivitas TSP merasa mendapat dukungan yang berasal dari komunitas yang merasakan manfaat aktivitas yang dijalankan oleh perusahaan. Kedua, TSP dapat menjadi pelindung dan membentuk perusahaan dalam meminimalkan dampak buruk dari adanya krisis ekonomi. Ketiga, karyawan akan merasa bangga bekerja pada perusahaan yang memiliki reputasi yang baik yang secara konsisten melakukan upaya-upaya untuk membantu meningkatkan tingkat kesejahteraan hidup manusia, dan kualitas lingkungan.

Wibisono (2007) berpendapat bahwa terdapat tiga manfaat dari penerapan program TSP. Ketiga manfaat tersebut yaitu manfaat bagi individu karyawan, bagi penerima program, dan manfaat bagi perusahaan. Adapun penjelasan manfaat tersebut secara rinci dapat dijelaskan berikut ini:

a. Manfaat bagi indvidu karyawan, yaitu individu dapat belajar metode alternatif dalam berbisnis, menghadapi tantangan pengembangan dan bisa berprestasi dalam lingkungan baru, mengembangkan keterampilan yang ada dan keterampilan baru, memperbaiki pengetahuan perusahaan atas komunitas lokal dan memberi kontribusi bagi komunitas lokal, mendapatkan persepsi lokal, dan mendapatkan persepsi baru atas bisnis.

b. Manfaat bagi penerima program, yaitu mendapatkan keahlian dan keterampilan profesional yang tidak dimiliki organisasi atau tidak memiliki dana untuk mengadakannya, mendapatkan keterampilan manajemen yang membawa pendekatan yang segar dan kreatif dalam menyelesaikan masalah, dan memperoleh pengalaman dari organisasi besar sehingga melahirkan pengelolaan organisasi seperti menjalankan bisnis.

c. Manfaat bagi perusahaan, yaitu memperkaya kapabilitas karyawan yang telah menyelesaikan tugas kerjasama komunitas, peluang untuk menanamkan bantuan praktis pada komunitas, meningkatkan pengetahuan tentang komunitas lokal, meningkatkan citra dan profit perusahaan karena para karyawan menjadi duta besar bagi perusahaan.

Hasil Penelitian Terdahulu yang Relevan

Yunasaf et al. (2008) pada penelitiannya yang berjudul “Peran Kelompok Peternak dalam mengembangkan Peternak Sapi Perah di Kabupaten Bandung” menunjukkan bahwa dinamika kelompok peternak sapi perah adalah gerak dari kelompok peternak tersebut yang disebabkan oleh segala kekuatan yang terdapat dalam kelompok yang menentukan atau mempengaruhi perilaku kelompok dan anggota-anggotanya dalam rangka pencapaian tujuan secara efektif. Dalam menganalisis dinamika kelompok ini, penulis menggunakan sembilan unsur dinamika kelompok, di antaranya adalah kepemimpinan ketua kelompok, tujuan kelompok, struktur kelompok, fungsi tugas kelompok, pembinaan dan pemeliharaan kelompok, kekompakan kelompok, suasana kelompok, tekanan kelompok dan efektivitas kelompok. Hasil penelitian yang diperoleh yaitu

21 dinamika kelompok peternak sapi perah ini tergolong kategori lemah, hal ini tercermin dari masih rendahnya tingkat kepemimpinan ketua kelompok, tidak adanya tujuan kelompok secara spesifik, terbatasnya struktur kekuasaan atau wewenang, jarangnya pelaksanaan fungsi dan tugas kelompok, belum adanya usaha-usaha yang spesifik dari kelompok, keterbatasan rasa keterikatan anggota kelompok, interaksi antar anggota belum merupakan bagian dari interaksi yang bersifat substantif, kurangnya tuntutan anggota terhadap kelompok agar kelompok dapat dikelola dengan baik.

Leliani dan Hasan (2006) pada penelitiannya yang berjudul “Analisis Dinamika Kelompok pada Kelompok Tani Mekar Sari Desa Purwasari Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor” menunjukkan bahwa tingkat dinamika kelompok tani menghasilkan hasil yang baik apabila elemen-elemen yang ada dalam kelompok tersebut baik. Elemen-elemen yang dapat digunakan untuk mengukur dinamika kelompok yaitu tujuan kelompok yang sesuai dengan tujuan individu, kewenangan, aktivitas koordinasi kepemimpinan, keterpaduan, lingkungan fisik, demokrasi, tingkat kepuasan anggota dan adanya tingkat pengaruh maksud terselubung.

Selanjutnya Bowo et al. (2011) pada penelitiannya yang berjudul “Dinamika Kelembagaan Kelompok Tani Hutan Rakyat Lahan Kering di Desa Tambak Ukir Kecamatan Kendit Kabupaten Situbondo” memberikan hasil Kelompok tani akan memiliki dinamika yang baik apabila tujuan dibentuknya kelompok tani lebih terukur dan realistis, keterlibatan anggota secara demokratis dalam penetapan tujuan kelompok lebih baik. Kondisi ini memberikan dampak pemahaman anggota terhadap tujuan lebih baik, terdapat kepentingan yang sinergis antara tujuan anggota dengan tujuan kelompok. Tidak hanya dari tujuan, kedinamisan kelompok juga ditandai dari unsur dinamika lainnya seperti struktur, fungsi tugas, pengembangan dan pemeliharaan kelompok, suasana kelompok, efektivitas kelompok, tekanan kelompok.

Nuryanti dan Swastika (2011) dalam penelitiannya menunjukkan hasil bahwa terdapat faktor internal dan eksternal anggota kelompok yang berpengaruh terhadap dinamika kelompok tani, yaitu lamanya berusahatani, ketersediaan bantuan modal, intensitas penyuluhan, dan pendampingan. Selanjutnya Khairullah (2003) dalam penelitiannya yang berjudul “Dinamika Kelompok dan Kemandirian Anggota Kelompok Swadaya Masyarakat (Kasus Kelompok P2KP di Kecamatan Bogor Timur Kota Bogor)” menunjukkan hasil bahwa terdapat faktor internal dan eksternal anggota kelompok yang mempengaruhi dinamika kelompok dalam upaya mewujudkan kemandirian anggota yaitu kekosmopolitan dan pelatihan yang pernah diikuti anggota.

Usman (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Efektivitas Kemitraan antara Koperasi dengan Kelompok Tani Penyuling Minyak Kayu Putih” menjelaskan bahwa permasalahan kelompok tani penyuling minyak kayu putih di Kabupaten Buru yang adalah rendahnya tenaga profesional (keterampilan) dan pengelolaan (kemampuan manajemen) dalam usaha penyulingan minyak kayu putih, keterbatasan permodalan, kurangnya akses terhadap perbankan dan pemasaran hasil produksi, produktivitas masih rendah, serta penguasaan teknologi yang masih kurang memadai. Permasalahan-permasalahan yang ada tersebut tentu akan mempengaruhi efektivitas kemitraan yang dibangun, oleh sebab itu pola kemitraan yang dibangun harus efektif. Penilaian yang digunakan untuk

22

melihat efektivitas kemitraan antara koperasi dan kelompok ini antara lain peningkatan sisa hasil usaha dan adanya kelangsungan usaha untuk koperasi tersebut, dan adanya peningkatan pendapatan kelompok tani, tersedianya fasilitas modal usaha bagi kelompok tani, dan terjaminnya pemasaran hasil untuk kelompok tani penyuling minyak kayu putih.

Apriani (2009) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Kompetensi, Motivasi, dan Kepemimpinan terhadap Efektivitas Kerja” menjelaskan bahwa motivasi memiliki makna faktor- faktor yang ada dalam diri seseorang yang menggerakkan dan mengarahkan perilakunya atau dorongan yang menyebabkan seseorang melakukan sesuatu atau berbuat sesuatu demi memuaskan kebutuhan individu untuk mencapai tujuan tertentu. Aspek-aspek eksternal pada lingkungan kerja yang mempengaruhi efektivitas pelaksanaan Tridharma Perguruan Tinggi oleh dosen Universitas Mulawarman adalah kompensasi, fasilitas, dan kepemimpinan. Motivasi dosen Universitas Mulawarman perlu ditingkatkan melalui penyediaan ruang dosen, penambahan dan pemeliharaan fasilitas belajar mengajar yang baik, pemberian penghargaan dan peningkatan kompensasi atas prestasi kerja dan masa kerja dosen, yang dimulai dari lingkup fakultas atau unit pelaksana teknis masing-masing.

Ramayah et al. (2003) melakukan penelitian mengenai dinamika kelompok, karakteristik kelompok dan efektivitas kelompok yang bertujuan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang berkontribusi atau menghambat keberhasilan kelompok yang di dalamnya melibatkan dinamika kelompok, desain proses, dan mekanisme dukungan eksternal. Kerangka konseptual penelitian ini menerangkan bahwa terdapat beberapa dimensi penting dari dinamika kelompok yang dipertimbangkan dan diduga mempengaruhi efektivitas kelompok. Karakteristik tim memiliki peranan dalam menentukan dinamika kelompok, sehingga dalam penelitian ini menambahkan komponen ukuran kelompok dan keanekaragaman fungsional kelompok yang berpengaruh pada dinamika kelompok. Beberapa penelitian lain yang menjadi dasar penelitian ini bahwa karakteristik tim mempengaruhi efektivitas kelompok, sehingga karakteristik kelompok, dinamika kelompok dan efektivitas diduga memiliki pengaruh dan hubungan satu sama lain. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ukuran kelompok dan keanekaragaman fungsional tidak mempengaruhi dinamika kelompok. Hal ini dikarenakan tidak layak untuk membatasi ukuran kelompok karena kelompok harus memiliki ukuran yang cukup agar tugas dapat diselesaikan. Selain itu juga hasil penelitian ini menyebutkan bahwa ukuran dan keanekaragaman kelompok tidak berpengaruh signifikan pada efektivitas kelompok. Ukuran kelompok dan keanekaragaman fungsional diduga memiliki pengaruh efektivitas yang berbeda pada kelompok yang berbeda. Namun, kelompok pada penelitian ini memiliki jumlah anggota kurang dari 15 orang, keragaman fungsional tidak terlalu tinggi, sehingga ukuran kelompok dan keanekaragaman fungsional tidak berpengaruh dengan efektivitas kelompok.

Hatu (2010) dalam penelitiannya yang berjudul “Pemberdayaan dan Pendampingan Sosial dalam Masyarakat” menjelaskan bahwa pendampingan sosial merupakan suatu strategi karena yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat, karena dalam pendampingan sosial memiliki prinsip pekerjaan sosial yaitu membantu orang agar dapat membantu dirinya sendiri. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kegiatan pendampingan sosial seringkali

23 dilakukan atau melibatkan dua strategi utama, yakni pelatihan dan advokasi atau pembelaan masyarakat. Pelatihan dilakukan terutama untuk meningkatkan pengetahuan, kesadaran, dan kemampuan masyarakat mengenai hak dan kewajibannya serta meningkatkan keterampilan keluarga dalam mengatasi masalah dan memenuhi kebutuhan hidupnya. Sedangkan advokasi adalah bentuk keberpihakan pekerja sosial terhadap kehidupan masyarakat yang diekspresikan melalui serangkaian tindakan.

Siregar (2007) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Sosiologis Terhadap Implementasi TSP Pada Masyarakat Indonesia” menunjukkan bahwa TSP merupakan salah satu kewajiban yang harus dilaksanakan oleh perusahaan sesuai dengan isi pasal 74 Undang-undang Perseroan Terbatas (UUPT) yang baru. Program TSP yang dilaksanakan oleh perusahaan ini diharapkan berkelanjutan sehingga perusahaan akan berjalan dengan baik. Oleh karena itu, program TSP lebih tepat apabila digolongkan sebagai investasi dan harus menjadi strategis bisnis dari suatu perusahaan. Saat ini masih banyak permasalahan program TSP, di antaranya yaitu belum tersosialisasikan dengan baik, masih terdapat perbedaan pandangan antara departemen hukum dan HAM dengan depertemen perindustrian mengenai TSP di kalangan perusahaan dan industri, dan belum adanya aturan yang jelas dalam pelaksanaan TSP di kalangan perusahaan.

Hal yang terpenting dari program TSP adalah aturan yang mewajibkan programnya harus berkelanjutan. Melakukan program TSP yang berkelanjutan akan memberikan dampak positif dan manfaat yang lebih besar baik kepada perusahaan itu sendiri dan para stakeholder yang terkait. Program TSP yang berkelanjutan diharapkan dapat membantu menciptakan kehidupan di masyarakat yang lebih sejahtera dan mandiri. Setiap kegiatan TSP sebaiknya melibatkan semangat sinergi dari semua pihak secara terus-menerus membangun dan menciptakan kesejahteraan dan pada akhirnya akan tercipta kemandirian.

Restuti dan Nathaniel (2012) dalam penelitiannya yang berjudul “Pengaruh Pengungkapan CSR Terhadap Earning Response Coefficient” menunjukkan bahwa saat ini banyak perusahaan yang melakukan pengungkapan informasi pertanggungjawaban sosial atau TSP dalam laporan tahunan perusahaan yang masih bersifat sukarela sebagai salah satu strategi bisnis untuk menaati peraturan yang telah ditetapkan. Tanggung jawab Sosial Perusahaan (TSP) memiliki dua karakteristik, yaitu menggambarkan hubungan antara bisnis dan lingkungan yang luas, dan sama dengan aktivitas perusahaan di area lingkungan sosialnya. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengungkapan CSR tidak berpengaruh terhadap ERC. TSP lebih berpengaruh terhadap orientasi perusahaan jangka menengah dan jangka panjang, isu tentang TSP di Indonesia adalah hal yang relatif baru, selain itu juga banyak investor yang memiliki persepsi rendah tentang TSP.

Handjaja (2013) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis Penerapan CSR di Perusahaan Multilevel Marketing PT Harmoni Dinamik Indonesia” menunjukkan bahwa TSP merupakan sebuah komitmen dari suatu perusahaan untuk memberikan kontribusi yang lebih pada masyarakat, baik melalui tindakan sosial maupun tanggung jawab lingkungan. Pelaksanaan TSP di Indonesia bergantung pada pemimpin puncak perusahaan, artinya kebijakan TSP selalu dijamin selaras dengan visi dan misi perusahaan. Tanggung jawab sosial badan usaha bersifat wajib bagi kriteria badan usaha tertentu. Hal ini disebutkan dalam

24

UU No. 40 Tahun 2007 tentang perseroan terbatas. Apabila perusahaan yang tidak melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial akan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan undang-undang yang berlaku. Penerapan TSP untuk perusahaan di bidang manufaktur, TSP digunakan untuk menjaga atau meningkatkan daya saing melalui reputasi dan kesetiaan merk produk atau citra perusahaan. Penerapan TSP pada perusahaan di bidang jasa dilakukan dengan

Dokumen terkait