• Tidak ada hasil yang ditemukan

Gambaran Umum Wilayah Penelitian

Desa Rangai Tri Tunggal Kecamatan Katibung merupakan salah satu wilayah di Kabupaten Lampung Selatan yang memiliki luas wilayah ± 2341 Ha. Secara administratif Desa Rangai Tri Tunggal memiliki 13 dusun. Secara geografis, Desa Rangai Tri Tunggal berjarak ± 9 km dari pusat pemerintahan Kecamatan Katibung, ± 38 km dari pusat pemerintahan Kabupaten Lampung Selatan, dan memiliki batas-batas wilayah sebagai berikut: sebelah utara berbatasan dengan Kelurahan Serengsem, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Tarahan, sebelah barat berbatasan dengan Teluk Lampung, sebelah timur berbatasan dengan Desa Karang Raja. Jumlah penduduk di Desa Rangai Tri Tunggal berjumlah 9.113 jiwa dengan 1397 KK yang terdiri dari 4.860 jiwa (53,3%) laki-laki dan 4253 jiwa (46,7%) perempuan.

Desa rangai Tri Tunggal memliki kondisi tanah berbukit dengan ketinggian 1 m dari permukaan laut. Tipe iklim di desa ini yaitu tipe iklim B (yang dicirikan oleh enam bulan basah atau rendeng dan enam bulan kering atau gadu). Suhu udara harian rata-rata 20oC dengan curah hujan rata-rata 1200 mm/tahun.

Persentase tertinggi mata pencaharian penduduk Desa Rangai Tri Tungal adalah sebagai petani yaitu 30,73% atau sebanyak 500 jiwa. Selain sebagai petani, penduduk Desa Rangai Tri Tunggal juga banyak berprofesi sebagai buruh swasta dengan persentase mata pencaharian sebesar 24,59% atau sekitar 400 jiwa, dan berprofesi sebagai buruh tani dengan persentase mata pencaharian sebesar 18,44% atau sekitar 300 jiwa. Dengan demikian tingginya jumlah penduduk yang bermata pencaharian sebagai petani menunjukkan bahwa potensi pertanian di Desa Rangai Tri Tunggal harus terus dikembangkan.

Sarana sosial yang ada di Desa Rangai Tri Tunggal meliputi kantor pemerintahaan desa (balai desa), rumah RT, rumah RW, mushola atau masjid, gapoktan (gabungan kelompok tani) yang ada di setiap di desa ini, rumah makan, pertokoan, pemakaman, poskamling dan lain-lain. Sarana pendidikan desa tentunya sangat menunjang kebutuhan masyarakat, akan tetapi sarana pendidikan di desa hanya terdapat Sekolah Dasar (SD), Taman Kanak-Kanak (TK), dan Taman Pendidikan Alquran (TPA), sedangan untuk SMP dan SMA belum terdapat di desa ini, sehingga anak-anak yang berada di bangku SMP dan SMA harus mencari sekolah di luar desa bahkan di luar kecamatan ataupun kabupaten agar mereka dapat sekolah.

Desa Rangai Tri Tunggal memiliki letak lokasi yang berdekatan dengan tempat rekreasi taman hiburan seperti pasir putih, pulau pasir dan pantai selaki. Banyak pengunjung yang datang baik dari dalam daerah maupun luar daerah ke tempat ini. Adanya tempat hiburan di daerah ini tentu menjadi peluang perekonomian masyarakat desa. Banyak masyarakat yang memanfaatkan lokasi ini untuk berjualan kerajinan laut, makanan, oleh-oleh lampung dan berprofesi sebagai nelayan, dan jasa motor boat. Selain menjadi peluang perekonomian bagi masyarakat, hal ini juga dapat menambah pendapatan daerah.

42

Deskripsi Kelompok Penerima Program TSP PLN Tarahan

Perseroan PLN Sektor Pembangkitan Tarahan adalah salah satu dari Sektor Pembangkitan Sumatera Bagian Selatan dengan unit operasi tiga dan empat yang berkapasitas 2x100MW. Perusahaan ini berlokasi di Desa Rangai Tri Tunggal, Kecamatan Katibung, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung dan terletak di tepi Teluk Lampung yang berjarak ±15 km dari Pusat Bandar Lampung ke arah timur dengan lahan ±62,84 Ha yang digunakan untuk power plant, intake, discharge dan base camp. Perusahaan ini dimulai sejak tahun 2001 ( Lot I: Site Preparation ), kemudian diteruskan pada tahapan pembangunan sipil yang resmi mulai dilakukan pada tanggal 15 September 2004.

Berdasarkan UU Badan Usaha Milik Negara (BUMN) bahwa selain mencari keuntungan finansial, perusahaan juga harus memberikan pembinaan kepada koperasi, perusahaan golongan menengah, masyarakat dan lingkungan. Perusahaan ini menerapkan tanggung jawab sosial yang diberikan kepada masyarakat dan lingkungan di sekitar perusahaan dengan harapan dapat mewujudkan keharmonisan hubungan yang terjalin dengan masyarakat di sekitar perusahaan.

Tahun 2012 perusahaan ini menjalankan tanggung jawab sosial perusahaan yang diberikan kepada empat dusun yang berada di sekitar perusahaan. Pemberian TSP kepada empat dusun ini karena keempat dusun ini adalah daerah yang paling dekat dengan perusahaan dan paling banyak menerima dampak dari kegiatan perusahaan. Beberapa bentuk TSP yang diberikan oleh perusahaan kepada masyarakat dan lingkungan di antaranya yaitu perbaikan jalan, pembuatan saluran air, pemasangan lampu jalan, pemberian bantuan kesehatan, pembentukan PAUD (Pendidikan Anak Usia Dini), pemberian bibit, pemberian mesin jahit, dan pembuatan sumur air bersih. Bentuk TSP yang diberikan kepada masyarakat ini merupakan hasil analisis kebutuhan masyarakat, sehingga TSP ini dirasakan masyarakat sudah cukup sesuai. Pemberian TSP dari perusahaan ini melalui pendekatan kelompok, sehingga saat ini hasil dari kegiatan TSP tersebut terdapat enam kelompok di empat dusun. Adapun kelompok tersebut yaitu kelompok penjahit, kelompok pembibitan, dan kelompok pengelola air bersih.

Kelompok penjahit yang dibentuk sebagai implementasi kegiatan TSP PLN berada di Dusun Sukamaju dan Dusun Mataram. Kelompok penjahit di Dusun Sukamju diketuai oleh Ibu Yun (Cek Yun), dan kelompok penjahit yang berada di Dusun Mataram diketuai oleh Ibu Rohila. Kelompok penjahit di Dusun Sukamaju diberi nama Kelompok Penjahit Wanita Cahaya, sedangkan kelompok penjahit di Dusun Mataram diberi nama Kelompok Penjahit wanita Indah. Menurut pendapat anggota kelompok pemberian nama ini atas ide anggota dan pendamping. Jumlah anggota kelompok di masing-masing dusun sebanyak 18 orang dan seluruhnya adalah ibu-ibu. Aktivitas yang dilakukan oleh anggota kelompok penjahit penerima program TSP adalah membuat baju yang dipesan oleh perusahaan di sekitar wilayah Pasir Putih, mengikuti pelatihan menjahit, dan menerima pesanan jasa menjahit dari masyarakat sekitar. Keberadaan kelompok penjahit ini membawa dampak positif untuk anggota dan masyarakat. Sebelum adanya kelompok penjahit, ibu-ibu di daerah ini tidak memiliki kegiatan atau hanya menjadi ibu rumah tangga. Setelah adanya kelompok penjahit, ibu-ibu memiliki pekerjaan sampingan yang dapat menambah pendapatan dan pengetahuan mereka.

43 Perusahaan PLN memfasilitasi mesin jahit sebanyak sembilan mesin untuk masing-masing kelompok, sedangkan untuk bahan menjahit lainnya seperti benang, dasar, gunting, meteran baju dan sebagainya dipenuhi sendiri oleh kelompok. Anggota kelompok mengikuti kegiatan pelatihan menjahit setiap minggunya. Pelatihan ini difasilitasi perusahaan bertujuan untuk menambah pengetahuan dan keterampilan anggota karena sebelumnya anggota belum memiliki kemampuan menjahit. Materi yang diberikan di pelatiahn meliputi cara memotong, teknik persiapan menggunakan mesin jahit, cara menjahit, cara mengobras dan lain sebaginya. Selain menjahit, kelompok penjahit ini terkadang memiliki aktivitas lainnya untuk mempererat tali silaturahi antar anggota. Mereka sering berdiskusi dan berkumpul bersama untuk membuat makanan ringan seperti kripik untuk dipasarkan agar menambah pendapatan mereka.

Dusun Gotong Royong dan Kampung Baru adalah kedua dusun yang termasuk menjadi sasaran pemberian program TSP PT PLN. Kelompok yang terdapat di kedua dusun ini adalah kelompok pengelola sumur bersih dan kelompok pembibitan. Kelompok pengelola air bersih di masing-masing dusun ini memiliki jumlah anggota sebanyak 18 orang yang diketuai oleh Bapak Udin untuk kelompok di Dusun Gotong Royong, dan Bapak Asep untuk kelompok di Dusun Kampung Baru. Tujuan dibuat kelompok ini adalah menyediakan pasokan air bersih untuk di masing-masing dusun. Masyarakat merasakan kesulitan mendapatkan air bersih sebelum dibuatkan dumur bersih ini. Mereka harus mengambil air bersih di pegunungan yang jaraknya cukup jauh dari tempat tinggal mereka. Setelah adanya kelompok pengelola air bersih, masyarakat mudah mendapatkan air untuk kebutuhan sehari hari. Setiap dusun memiliki dua bak penampung air bersih dan pipa paralon digunakan untuk menyalurkan air bersih dari bak penampung ke rumah warga. Jarak antara sumber air ke bak penampungan warga sekitar lima km.Sumber air bersih di wilayah ini berasal dari pegunungan wilayah Kabupaten Lampung Selatan. Masyarakat dan anggota dikenakan iuran Rp 50.000,- per bulan yang digunakan untuk perawatan sumur bersih dan paralon yang tidak layak pakai. Masyarakat sekitar tidak merasa keberatan dengan iuaran ini karena iuran tidak terlalu besar jika dibandingkan mereka mengambil sendiri air ke pegunungan.

Anggota kelompok pembibitan berjumlah 10 orang yang diketuai oleh Bapak Madarjo untuk kelompok di Dusun Gotong Royong dan Ibu Lisna untuk kelompok di Dusun Kampung Baru. Masyarakat melakukan pembibitan tanaman cepat penen seperti cabai, tomat, sawi, kacang panjang, petai, terong dan jenis sayuran lainnya. Lahan pekarangan PT PLN digunakan sebagai tempat pembibitan masyarakat. Saat penelitian dilakukan pembibitan telah selesai dan anggota menanam tanaman tersebut di lahan sekitar rumah mereka. Keberadaan kelompok pembibitan cukup bermanfaat bagi anggota dan masyarakat karena dapat memenuhi kebutuhan sayuran dan bumbu dapur lainnya untuk dijual dan dikonsumsi. Pengetahuan dan keterampilan anggota dan masyarakat mengenai pembibitan masih terbatas, hal ini disebabkan meraka jarang memperoleh penyuluhan terkait usaha pembibitan ini. Dengan demikian, mereka masih sangat memerlukan pendampingan dan penyuluhan agar kelompok pembibitan terus berjalan dan dapat memfasilitasi kebutuhan masyarakat dan anggota.

Hasil pengamatan di lapangan menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat di wilayah ini bersuku Palembang dan Lahat, hanya sedikit

44

masyarakat yang bersuku Jawa. Terdapat perbedaan sikap antara masyarakat Sumatera dan Jawa dalam merespon pemberian dan pelaksanaan TSP yang diberikan perusahaan. Masyarakat Sumatera lebih kritis dalam mengungkapkan masalah yang mereka hadapi dari kegiatan perusahaan, contohnya masalah saluran air yang belum selesai dibangun, dan bangunan rumah warga yang retak akibat getaran mesin perusahaan. Hal ini juga terjadi saat mereka menerima dan menanggapi hasil TSP yang diberikan perusahaan, sedangkan masyarakat Jawa lebih menerima dan menjadi followers rekan-rekan lainnya. Masyarakat Sumatera lebih kritis dibandingkan Jawa juga terjadi dalam penyampaian protes terhadap hasil TSP yang diberikan perusahaan, sebagian dari mereka menjadi ketua untuk hal ini. Protes ini mereka sampaikan dengan cara membuat surat yang ditujukan kepada perusahaan agar perusahaan lebih responsif terhadap masalah yang dihadapi masyarakat. Meskipun kedua kelompok masyarakat ini memiliki karakteristik yang berbeda dalam menerima dan menanggapi hasil TSP perusahaan, akan tetapi mereka saling berdiskusi, bekerja sama, dan kompak dalam menjalankan hasil TSP yang diberikan perusahaan.

Karakteristik Internal dan Eksternal Anggota Kelompok

Karakterstik individu dapat diartikan sebagai kondisi atau gambaran biografikal individu yang dapat dilihat dari umur, jenis kelamin, status perkawinan, jumlah tanggungan dan masa kerja (Siagian 2008). Karakteristik dapat membedakan antara individu yang satu dengan individu yang lain. Karakteristik individu dalam ilmu penyuluhan merupakan bagian dari ranah perilaku yang dapat membawa individu ke dalam kelompok masyarakat. Dengan kata lain, karakteristik dan perilaku anggota di dalam kelompok dapat menentukan pergerakan yang terjadi di dalam kelompok.

Siagian (2008) mengungkapkan bahwa komitmen dalam kelompok/organisasi dipengaruhi oleh karakter personal (individu) yang mencakup usia, masa kerja, pendidikan, dan jenis kelamin. Hasil penelitian terdahulu menyebutkan bahwa karakteristik internal dan eksternal anggota kelompok yang berpengaruh terhadap aktivitas di dalam kelompok antara lain pendidikan formal, tingkat kekosmopolitan, pelatihan yang pernah diikuti, lama menjadi anggota, dukungan kelembagaan, pendampingan, ketersediaan sarana dan prasarana, interaksi sosial kelompok, dan intensitas penyuluhan (Nuryanti & Swastika 2011; Khairullah 2003; Mulyandari 2001).

Karakteristik Anggota Kelompok

Karakteristik internal pada penelitian ini meliputi (1) tingkat pendidikan formal, (2) pelatihan yang diikuti, dan (3) motivasi kerja anggota, sedangkan karakteristik eksternal meliputi: (1) intensitas penyuluhan, (2) pendampingan, (3) interaksi sosial kelompok, dan (4) ketersediaan sarana dan prasarana. Adapun deskripsi dari masing-masing karakteristik anggota dijelaskan sebagai berikut.

45 Tabel 6 Sebaran karakteristik anggota kelompok penerima TSP PLN Tarahan 2015

Karakteristik anggota Kelompok penjahit Kelompok pembibitan Kelompok pengolah sumur bersih Total n % n % n % n % Pendidikan formal Rendah (≤ 6 tahun) Sedang (7 – 9 tahun) Tinggi (12 – 16 tahun) 11 3 6 55,0 15,0 30,0 6 4 0 60,0 40,0 0 16 4 0 80,0 20,0 0 33 4 13 66,0 8,0 26,0 Pelatihan yang diikuti

Rendah (0 – 1 kali) Sedang (2 – 3 kali) Tinggi (4 – 12 kali) 0 7 13 0 35,0 65,0 5 5 0 50,0 50,0 0 16 4 0 80,0 20,0 0 21 16 13 42,0 32,0 26,0 Motivasi kerja anggota

Rendah (skor15,0 – 18,7) Sedang (skor 18,8 – 22,5) Tinggi (skor 22,5 – 26,0) 2 13 5 10,0 65,0 25,0 3 6 1 30,0 60,0 10,0 6 10 4 30,0 50,0 20,0 11 29 10 22,0 58,0 20,0 Intensitas penyuluhan Rendah (0 – 1 kali) Sedang (2 – 3 kali) Tinggi (4 – 6 kali) 0 16 4 0 80,0 20,0 4 5 1 40,0 50,0 10,0 12 8 0 60,0 40,0 0 16 29 5 32,0 58,0 10,0 Pendampingan Rendah (skor 13,0 – 16,0) Sedang (skor 16,1 – 19,1) Tinggi (skor 19,2 – 22,0) 10 2 8 10,0 65,0 25,0 8 0 2 80,0 20,0 0 17 1 2 70,0 30,0 0 35 3 12 70,0 6,0 24,0 Interaksi sosial kelompok

Rendah (9,0 – 11 kali) Sedang (12 – 16 kali) Tinggi (≥ 17 kali) Ketersediaan sarana dan prasarana Rendah (skor 8,0 – 10,3) Sedang (skor 10,4 – 12,7) Tinggi (skor 12,8 – 15,0) 2 17 1 3 12 5 30,0 70,0 0 15,0 60,0 25,0 8 2 0 8 2 0 80,0 20,0 0 80,0 20,0 0 7 12 1 0 12 8 45,0 55,0 0 0 60,0 40,0 17 31 2 4 29 17 34,0 62,0 4,0 8,0 58,0 34,0 Keterangan : n = 50

Tingkat Pendidikan Formal

Pendidikan dapat diartikan sebagai modal dasar untuk mengadakan perubahan perilaku ke arah yang lebih baik. Slamet (2002) mengatakan bahwa pendidikan dapat mempengaruhi perilaku individu baik dari segi sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Perbedaan kualitas pendidikan formal antara

46

individu yang satu dengan yang lain mempengaruhi pola pikir dan kualitas kerja yang dihasilkan di dalam kelompok dan masyarakat. Tingkat pendidikan formal individu biasanya menunjukkan kemampuan individu dalam melakukan aktivitas di dalam kelompok, mencari dan menerima informasi, menyerap inovasi yang bermanfaat bagi kehidupan di dalam kelompok. Tingkat pendidikan formal responden dalam penelitian ini sangat bervariasi, pendidikan terendah responden berada pada tingkat SD (6 tahun) dan tertinggi berada pada tingkat perguruan tinggi (16 tahun). Sebesar 66 persen responden menempuh jenjang pendidikan tamat SD (6 tahun), sedangkan sisanya adalah responden yang menempuh jenjang pendidikan mulai dari tidak tamat SMP sampai dengan tamat perguruan tinggi (Tabel 6). Kondisi ini menunjukkan bahwa tingkat pendidikan formal pada anggota kelompok penerima program TSP PLN ini berada dalam kategori sangat rendah.

Kondisi perekonomian responden dapat dikatakan masih lemah. Hal ini yang menjadi salah satu alasan mereka untuk tidak menempuh pendidikan sampai ke jenjang yang lebih tinggi. Alasan lainnya yaitu lokasi tempat tinggal responden yang berdekatan dengan perusahaan mempengaruhi motivasi mereka untuk bersekolah. Mereka lebih memilih untuk bekerja sebagai buruh di perusahaan dibandingkan untuk bersekolah. Pilihan ini mereka ambil karena mereka berpandangan bekerja sebagai buruh lebih bermanfaat (mendapatkan pendapatan) dibandingkan sekolah (harus mengeluarkan biaya).

Responden yang memiliki pendidikan rendah berbeda dengan responden yang memiliki pendidikan tinggi. Sejalan dengan pendapat Mardikanto (2009) bahwa tingkat pendidikan dan pengatahuan akan mempengaruhi seseorang dalam proses pengambilan keputusan. Anggota kelompok penjahit memiliki tingkat pendidikan formal lebih tinggi dibandingkan anggota kelompok pembibitan dan pengelola sumur bersih (Tabel 6). Hasil pengamatan di lapangan diperoleh Responden pendidikan rendah lebih pasif di setiap kegiatan kelompok, jarang mengikuti kegiatan pelatihan, dan kurang aktif dalam menyampaikan pendapat. Selain itu mereka kurang mampu mengeluarkan pendapat saat diminta pendapatnya tentang kegiatan di dalam kelompok. Responden pendidikan tinggi lebih mampu menyampaikan kelemahan, kelebihan kelompok, dan harapan mereka terhadap kelompok ke depannya. Namun, mereka belum mampu untuk mengakses layanan penyuluhan dan pelatihan, memotivasi dan mendamping anggota yang berpendidikan rendah untuk bersama-sama aktif mempertahankan kedudukan kelompok. Kondisi ini bertentangan dengan pendapat Julius (2013) bahwa anggota yang berpendidikan tinggi seharusnya memiliki kemampuan yang lebih baik untuk mengakses layanan penyuluhan daripada petani yang berpendidikan rendah.

Pelatihan yang Diikuti

Selain pendidikan formal, pendidikan non formal juga dapat mempengaruhi perilaku individu di dalam kelompok. Salah satu pendidikan non formal untuk mengasah pengetahuan dan keterampilan individu adalah pelatihan. Mangkuprawira (2004) berpendapat bahwa pelatihan bagi anggota kelompok adalah sebuah proses mengajarkan pengetahuan dan keahlian tertentu serta sikap agar anggota semakin terampil dan mampu dalam melaksanakan tanggung jawabnya dengan semakin baik sesuai dengan standar. Sebesar 42 persen anggota

47 kelompok penerima program TSP perusahaan masih rendah (tidak pernah sampai satu kali) dalam mengikuti kegiatan pelatihan (Tabel 6). Sebesar 80 persen angota peneglola sumur bersih tidak pernah dan hanya satu kali mengikuti kegiatan pelatihan. Lain halnya dengan kelompok penjahit bahwa hampir sebagian kelompok pernah mengikuti kegiatan pelatihan smpai 13 kali. Pelatihan yang diadakan untuk kelompok penjahit diadakan setiap tiga kali dalam satu minggu.

Pelatihan yang diperoleh respoden berasal dari Balai Pelatihan Kerja (BLK) daerah setempat, dan lembaga pendidikan setempat. Materi yang diberikan dalam pelatihan meliputi materi seputar mengelas, reparasi mesin, membuat pola, memotong, menjahit dan mengobras. Materi pelatihan dirasa sangat bermanfaat dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Beberapa responden mengungkapkan bahwa sarana dan prasarana untuk kegiatan pelatihan masih kurang. Anggota kelompok harus menyiapkan alat dan bahan masing-masing untuk dapat mengikuti pelatihan, serta tempat dilaksanakan pelatihan belum tersedia dengan baik. Pelatih mengungkapkan terjadi peningkatan pengetahuan dan keterampilan anggota sebelum dan sesudah diadakannya pelatihan. Saat ini anggota kelompok sudah bisa menjahit dan anggota juga pernah menerima order dari perusahaan untuk membuat baju kerja. Masalah terbesar yang terjadi dalam proses pelatihan adalah motivasi anggota yang semakin menurun dan banyak anggota yang absen setiap kegiatan pelatihan.

Motivasi Kerja Anggota

Motivasi kerja anggota adalah kondisi psikologis anggota yang dapat memberikan dorongan untuk melakukan perbuatan dalam mencapai kebutuhan. Motivasi kerja anggota kelompok dapat mempengaruhi hasil yang akan diperoleh kelompok dan rasa kepuasan anggota lainnya. Sebesar 58 persen anggota kelompok penerima TSP PLN memiliki motivasi kerja yang tergolong kategori sedang (skor 18,5-22,5), anggota kelompok penjahit dan pengelola sumur bersih memiliki motivasi kerja aggota lebih tinggi dibandingkan anggota kelompok pembibitan (Tabel 6).

Motivasi kerja anggota kelompok ini berasal dari dalam dan luar diri anggota kelompok. Motivasi intrinsik berasal dari keinginan mereka sendiri seperti meningkatkan kemampuan dan keterampilan dalam mejahit, menjaga tali silaturahmi, meningkatkan komunikasi sesama masyarakat, dan menjaga kebutuhan air bagi masyarakat. Motivasi intrinsik anggota kelompok untuk bekerja di dalam kelompok adalah memenuhi kebutuhan (Gomez 2003). Responden memiliki motivasi kerja di dalam kelompok agar kebutuhan air, bibit dan pengetahuan dan keterampilan mereka tentang menjahit dapat terpenuhi. Dengan demikian, mereka berpandangan apabila hal tersebut dapat terpenuhi, maka kebutuhan mereka dan keluarga juga akan terpenuhi.

Motivasi ekstrinsik responden berasal dari dukungan keluarga dan juga teman-teman untuk dapat memanfaatkan waktu luang dan mematuhi peraturan yang telah dibuat bersama-sama. Anggota kelompok saling memberikan semangat satu sama lain untuk aktif di dalam kelompok. Saling memotivasi sesama anggota sangat penting untuk kehidupan kelompok kedepannya. Gomez (2003) mengungkapkan bahwa rekan kerja yang mendukung dapat meningkatkan motivasi kerja di dalam organisasi yang dapat mempercepat pencapaian tujuan kelompok.

48

Intensitas Penyuluhan

Salah satu aspek penting untuk menciptakan kedinamisan di dalam suatu kelompok adalah kegiatan penyuluhan, karena kegiatan penyuluhan dapat meningkatkan produktivitas kerja anggota kelompok. Penilaian intensitas penyuluhan dalam penelitian ini dilakukan melalui kegiatan penyuluhan yang pernah diikuti, manfaat yang dirasakan, kesesuaian materi, dan kualitas alat dan tempat penyuluhan. Intensitas penyuluhan yang diikuti anggota kelompok penerima TSP PLN termasuk ke dalam kategori sedang (2-3 kali). Anggota kelompok pembibitan merupakan kelompok yang paling rendah mengikuti kegiatan penyuluhan dibandingkan anggota kelompok penjahit dan pengelola sumur bersih (Tabel 6).

Penyuluhan yang pernah diadakan di keempat dusun ini berasal dari balai penyuluhan dan lembaga pendidikan setempat. Kegiatan penyuluhan dirasakan memberikan manfaat bagi responden yaitu menambah pengetahuan. Waktu yang dibutuhkan dalam pelaksanaan kegiatan penyuluhan yaitu sekitar dua sampai tiga jam setiap kali pertemuan, dan biasanya penyuluhan diberikan di balai desa. Berdasarkan konsep penyuluhan yang tertuang dalam UU No 16 tahun 2006 bahwa penyuluhan memiliki tujuan untuk mengubah perilaku individu ke arah yang lebih baik (meningkatkan kesejahteraan). Kegiatan penyuluhan yang dilakukan pada kelompok ini masih sebatas penyampaian informasi kepada responden. Selain itu juga kegiatan penyuluhan yang pernah diikuti responden belum sesuai dengan kebutuhan kelompok. Informasi yang dibutuhkan masyarakat dalam kegiatan penyuluhan adalah informasi yang bermanfaat, menguntungkan secara ekonomis, secara teknis memungkinkan untuk dilaksanakan, secara sosial-psikologis dapat diterima secara norma, dan sejalan atau sesuai dengan kebutuhan pemerintah (Asngari 2001; Akhdiyat & Riyani 2005). Mereka merasa masih sangat memerlukan penyuluhan yang berhubungan atau sesuai dengan aktivitas di dalam kelompok. Kurangnya penyuluhan tentang cara mengelola kelompok menyebabkan dinamika yang dihasilkan di dalam kelompok masih rendah.

Pendampingan

Pendampingan merupakan proses pembimbingan atau memberi kesempatan pada masyarakat yang dilakukan oleh para pendamping atau fasilitator melalui serangkaian aktivitas. Pendampingan sosial merupakan suatu strategi karena yang menentukan keberhasilan program pemberdayaan masyarakat (Hatu 2010). Sebesar 70 persen anggota kelompok penerima TSP PLN mengatakan pendampingan kelompok tergolong kategori rendah (Tabel 6). Rendahnya aspek pendampingan dalam penelitian ini terletak pada tugas pendamping untuk membantu anggota berkomunikasi dengan pihak luar, misalnya komunikasi antar kelompok sejenis, dinas setempat, dan lembaga lainnya.

Pendamping dirasa belum maksimal dalam membantu menyelesaikan tugas di dalam kelompok. Langkah yang diambil pendamping tersebut bukan berarti pendamping tidak ingin membantu anggota, akan tetapi pendamping menginginkan anggota kelompok tersebut mandiri, dan tidak bergantung dengan pendamping. Tindakan seperti ini belum terjadi di dalam kelompok penjahit dan pembibitan, kegiatan menjahit dan pembibitan di dalam kelompok jarang

49 dilakukan setelah tidak dilakukannya pendampingan. Pada kelompok pengguna sumur bersih, meskipun tidak lagi ada pendampingan kelompok ini tetap berjalan meskipun belum efektif. Meskipun tugas pendamping masih rendah dalam membantu menyelesaikan tugas dan menghubungkan dengan pihak lain, akan tetapi pendamping dirasa sudah baik dalam memberikan motivasi, bimbingan, menciptakan keaktifan kerja anggota dan bertanggung jawab dalam melaksanakan tugas.

Interaksi Sosial Kelompok

Interaksi sosial merupakan proses melalui timbal balik dari tiap-tiap kelompok yang menjadi unsur penggerak bagi tindak balas dari kelompok lain

Dokumen terkait