BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.4 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dalam Pemilihan Penolong
2.3.1 Faktor Predisposisi
A. Karakteristik Demografi
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan
karakteristik demografi yang mempunyai peran dalam
mempengaruhi ibu untuk memilih penolong persalinan adalah
umur, tempat tinggal, dan paritas (Salam & Siddiqui, 2006;
Simanjuntak,dkk., 2012; Fauziyah,dkk., 2013). Karakteristik
demografi ibu yang mempengaruhi terhadap pemilihan penolong
persalinan sebagai berikut:
1. Umur Ibu
Umur merupakan lama hidup seseorang yang dihitung
sejak dilahirkan. Umur adalah tingkat yang menempatkan
individu-individu dalam urutan perkembangan. Umur yang
baik untuk kehamilan dan persalinan adalah antara umur 20-35
tahun, ini disebut juga dengan usia reproduksi sehat. Wanita
tahun akan mempunyai resiko yang tinggi baik pada ibu
maupun bayi (Kemenkes, 2011).
Umur ibu merupakan faktor yang dapat berpengaruh
terhadap pengambilan keputusan untuk memilih tenaga
penolong persalinan. Ibu yang lebih muda cenderung lebih
memilih menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong
persalinan daripada ibu yang lebih tua, beberapa penelitian
menunjukkan bahwa ibu yang berumur lebih tua lebih sedikit
menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong
persalinannya. Sedangkan, berdasarkan hasil SDKI 2012
diketahui bahwa Presentase kelahiran ditolong tenaga
kesehatan lebih rendah diantara ibu yang berumur 20 tahun
daripada ibu yang lebih tua (BPS, 2013).
2. Paritas
Paritas merupakan frekuensi ibu pernah melahirkan anak
baik hidup atau mati, tetapi bukan aborsi. Pengalaman
melahirkan merupakan bagian penting untuk menentukan hasil
kehamilan saat ini. Paritas dapat dibedakan menjadi primipara,
multipara dan grande multipara. Primipara adalah wanita
yang telah melahirkan bayi aterm sebanyak satu kali.
Multipara adalah wanita yang pernah melahirkan anak hidup
beberapa kali, dimana persalinan tersebut tidak lebih dari
lima kali. Sedangkan Grande multipara adalah ibu yang pernah
Menurut Wikjhosastro (2007), paritas adalah jumlah
anak yang dilahirkan, termasuk yang meninggal dengan usia
kehamilan >36 minggu. Paritas 1-3 merupakan paritas yang
paling aman bagi kesehatan ibu maupun janin dalam
kandungan. Paritas 2-3 merupakan paritas yang paling aman di
tinjau dari sudut kematian maternal, paritas 1 dan paritas tinggi
(lebih dari 3) mempunyai resiko angka kematian maternal
lebih tinggi (Yenita, 2011).
Menurut Kementerian kesehatan (2011), paritas dapat
dikategorikan menjadi dua, yaitu paritas dikategorikan rendah
apabila ibu melahirkan kurang atau sama dengan 3 kali
kelahiran, sedangkan paritas tinggi yaitu apabila ibu
melahirkan lebih dari 3 kali kelahiran.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Assfaw (2010) di
Ethiopia, ibu dengan paritas rendah lebih memilih
menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong persalinan
dibandingkan dengan ibu dengan paritas tinggi. Hal ini
dikarenakan pengalaman ibu dengan paritas rendah yang
masih kurang dalam persalinan, sehingga mereka cenderung
memiliki ketakutan lebih tinggi dibanding ibu yang telah
sering melahirkan. Penelitian yang dilakukan Fauziyah, dkk
(2013), juga mengungkapkan bahwa terdapat hubungan antara
paritas dengan pemilihan penolong persalinan. Penelitian lain
bahwa ibu dengan paritas rendah mempunyai peluang 2,4 kali
untuk menggunakan tenaga kesehatan sebagai penolong
persalinan.
3. Status Perkawinan
Berdasarkan UU No.1 tahun 1974, perkawinan ialah
ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita
sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga
(rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan
Ketuhanan Yang Maha Esa.
Status perkawinan merupakan salah satu faktor yang
dapat mempengaruhi seseorang untuk memanfaatkan
pelayanan kesehatan, termasuk penolong persalinan.
B. Karakteristik Struktur Sosial 1. Pendidikan
Berdasarkan UU RI Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana
belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif
mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan
spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian,
kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang
diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara (Republik
Pendidikan merupakan faktor utama yang
memepengaruhi individu dalam hal pengetahuan, sikap dan
perilaku. Pendidikan merupakan indikator penting yang dapat
menggambarkan modal sosial dari sumber daya manusia dan
hasil pembangunan sosial ekonomi (BPS, 2013). Pendidikan
berarti bimbingan yang diberikan kepada seseorang pada orang
lain agar mereka dapat memahami. Semakin tingginya
pendidikan seseorang semakin mudah pula mereka menerima
informasi, dan pada akhirnya makin banyak pengetahuan yang
mereka miliki (Mubarak,dkk, 2007).
Wanita yang mempunyai pendidikan tinggi cenderung
mempunyai pengetahuan dan kesadaran tentang manfaat dari
pelayanan kehamilan dan komplikasi kehamilan. Wanita yang
memiliki pendidikan tinggi lebih memilih menggunakan
pelayanan modern daripada wanita dengan pendidikan rendah.
Pendidikan juga dapat membantu mereka mengambil
keputusan untuk menangani kesehatan mereka, termasuk
dalam pengambilan keputusan memilih penolong persalinan
(Assfaw, 2010).
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No 47 Tahun 2008
tentang wajib belajar, pendidikan seseorang rendah apabila
hanya tamat sampai Sekolah Menengah Pertama atau
tinggi adalah seseorang dengan pendidikan sampai Sekolah
Menegah Atas atau setingkat lainnya keatas.
Berdasarkan hasil penelitian Simanjuntak (2012) dan
Amalia (2011), terdapat hubungan antara pendidikan ibu
dengan pemilihan penolong persalinan. Ibu yang memiliki
pendidikan tinggi lebih memilih menggunakan tenaga
kesehatannya daripada ibu yang berpendidikan rendah. Hal ini
sejalan dengan hasil penelitian yang dilakukan Jat dkk (2011)
yang dilakukan di India, didapatkan bahwa ibu dengan
pendidikan lebih tinggi memiliki 2,35 kali kesempatan untuk
memilih tenaga kesehatan sebagai penolong persalinannya,
dibandingkan dengan ibu yang memiliki pendidikan rendah.
Selain pendidikan ibu, pendidikan suami atau pasangan
juga mempunyai pengaruh terhadap pemilihan penolong
persalinan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dagne
(2010) di Ethiopia, menyebutkan bahwa wanita dengan suami
atau pasangan yang mempunyai pendidikan tinggi mempunyai
peluang 2,2 kali untuk menggunakan tenaga kesehatan sebagai
penolong persalinannya.
2. Status Pekerjaan
Pekerjaan merupakan aktivitas atau kegiatan yang
dilakukan oleh seseorang untuk memperoleh penghasilan.
Sesorang yang bekerja (mempunyai penghasilan)
karena semakin baik pekerjaan seseorang maka semakin
besar pula penghasilan dan semakin baik juga
kesejahteraan keluarga (Arung, dkk., 2013).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Arung, dkk
(2013) di Toraja Utara, diketahui bahwa terdapat hubungan
antara status pekerjaan ibu dengan pemilihan pelayanan
persalinan oleh tenaga kesehatan. Selain status pekerjaan ibu,
status pekerjaan suami atau pasangan juga mempunyai
pengaruh dalam keputusan ibu untuk memanfaatkan penolong
persalinan. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Kanini
di Kenya pada tahun 2012, di ketahui terdapat hubungan antara
status pekerjaan suami/pasangan dengan penggunaan penolong
persalinan.
3. Budaya
Kebudayaan mempunyai pengaruh besar terhadap
pembentukkan sikap seseorang. Menurut Kontjaraningrat
(2004) kebudayaan adalah kompleks yang mencakup
pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat
istiadat dan perbedaan kemampuan-kemampuan dan
kebiasaan-kebiasaan yang didapatkan seseorang sebagai
anggota masyarakat (Juliwanto, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian Juliwanto (2008) terdapat
hubungan antara budaya dengan pemilihan tenaga penolong
cenderung lebih memilih bukan tenaga kesehatan untuk
penolong persalinan dibandingkan dengan budaya yang
mendukung 15,2%. Budaya dalam penelitian ini merupakan
budaya yang mendukung penolong persalinan oleh tenaga
kesehatan.
C. Kepercayaan Pada Kesehatan
Kepercayaan pada kesehatan berkaitan dengan sikap,
pengetahuan dan kepercayaan terhadap manfaat-manfaat
pelayanan kesehatan. Adapun variabel yang termasuk dalam
kepercayaan pada kesehatan yang mempengaruhi pemilihan
penolong persalinan sebagai berikut:
1. Pengetahuan Ibu
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, hal ini terjadi
setelah seseorang melakukan pengindraan (yakni penglihatan,
pendengaran, penciuman, rasa dan raba) terhadap suatu objek
(Notoatmodjo, 2007). Pengetahuan merupakan domain yang
sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Perilaku
seseorang akan lebih langgeng apabila didasari dengan
pengetahuan (Fitriani, 2011).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh
Buyandaya (2012) dan Amalia (2011) diketahui terdapat
hubungan antara pengetahuan ibu dengan pemilihan penolong
pengetahuan baik lebih memilih tenaga kesehatan sebagai
penolong persalinannya dibandingkan dengan ibu yang
pengetahuannya kurang.
2. Sikap Ibu
Sikap adalah merupakan reaksi atau respons seseorang
terhadap stimulus atau objek. Sikap belum merupakan suatu
tindakan atau aktivitas, akan tetapi merupakan predisposisi
tindakan atau perilaku. Menurut Alport (1994), sikap
mempunyai 3 komponen utama yaitu (1) kepercayaan atau
keyakinan, ide dan konsep terhadap suatu objek; (2) kehidupan
emosional atau evaluasi emasional terhadap suatu objek; (3)
kecenderungan untuk bertindak (trend to behave). Ketiga komponen tersebut secara bersama-sama membentuk sikap
yang utuh (Mubarak,dkk, 2007).
Sikap yang dimaksud disini adalah pandangan atau
pendapat ibu terhadap penolong persalinan. Berdasarkan
penelitian yang dilakukan Juliwanto (2008) terdapat hubungan
antara sikap ibu dengan pemilihan penolong persalinan. Ibu
yang mempunyai sikap kurang setuju mempunyai peluang 5
kali untuk memilih penolong persalinan bukan oleh tenaga
kesehatan.