• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.3 Nyeri Punggung Bawah

2.3.3 Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah

Hasil analisa data dari Maher et al., 2017, faktor risiko terjadinya nyeri punggung bawah adalah berat beban yang diangkat setiap hari dan faktor gaya hidup berupa, obesitas, merokok, dan gejala depresi. Adanya kondisi penyakit kronis seperti asma, sakit kepala, diabetes, Aktivitas fisik tingkat rendah, faktor genetik, dan postur canggung menjadi tambahan faktor risiko nyeri punggung bawah yang diidentifikasi melalui studi sistematik review oleh Hartvigsen et al., 2018.

• Asma

Kelemahan otot inspirasi menunjukkan ketergantungan pada sinyal proprioseptif otot punggung sehingga menghasilkan stabilitas postural yang menurun dibandingkan dengan kontrol yang sehat (Hartvigsen et al., 2018).

• Sakit kepala

Nyeri kepala seperti migren memiliki antibodi monoklonal yang menargetkan peptida terkait gen kalsitonin (CGRP) yang terbukti memiliki efek dalam propilaksis migrain. CGRP telah dikaitkan dengan mekanisme nyeri lain seperti nyeri sendi facet yang merupakan penyebab nyeri punggung bawah. CGRP bisa menjadi neuromodulator pada sindrom nyeri selain migrain atau sakit kepala lainnya (Vivekanantam et al,2019).

• Diabetes mellitus

Penderita diabetes mellitus mengandung mikroangipati karena glikasi protein yang ireversibel, peningkatan stress oksidatif dan inflamasi. Diabetes mellitus jangka panjang menyebabkan inflamasi lokal dengan meningkatkan NF-kB diinduksi NO sintase, COX2, dan mengubah micro RNA. DM juga meningkatkan proinflamasi sitokin termasuk IL6,IL1B, dan TNF alfa.

Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al., 2019 membuktikan bahwa hiperglikemia yang merupakan karakteristik penting diabetes mellitus dapat meningkatkan apoptosis dan penuaan pada sel nucleus pruposus baik in vivo atau in vitro melalui sumbu Sirt1/asetil-p53.

Aktivasi Sirt1 dapat mengurangi asetilasi p53 dan berpotensi melindungi sel nucleus pulposus dari apoptosis dan penuaan.

• Merokok

Merokok dapat menyebabkan penurunan perfusi dan malnutrisi cakram intervertebralis melalui vasokonstriksi dan dalam jangka panjang melalui mekanisme aterosklerosis. Gangguan suplai darah untuk stuktur tulang belakang dapat menyebabkan lesi degeneratif di diskus intervertebralis dan menggangu penyembuhan. Merokok adalah

faktor risiko untuk osteoporosis yang dapat menyebabkan nyeri punggung bawah. Merokok meningkatkan tingkat sirkulasi sitokin pro- inflamasi yang memberi sinyal pada sistem saraf pusat yang mengarah ke peningkatan nyeri. Merokok mengubah ekpresi gen dalam cakram intervertebralis, down regulation terhadap gen kolagen dan up regulation terhadao aggrecan dan jaringan penghambat gen metaloproteinase (Shiri et al, 2010).

• Obesitas

Dari hasil studi metaanalisis yang dilakukan oleh Zhang et al., 2016 terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian nyeri punggung bawah. Menurut Patraniangrum et al., 2015 ada beberapa mekanisme penting yang menjelaskan hubungan antara faktor obesitas dan nyeri punggung bawah. Mekanisme yang pertama, obesitas menyebabkan pertambahan beban pada tulang belakang sehingga akan terjadi peningkatan tekanan kompresi sehingga risiko terjadinya robekan pada struktur tulang belakang menjadi bertambah. Kedua, obesitas dapat menyebabkan nyeri punggung bawah melalui proses inflamasi sistemik yang kronis. Obesitas berhubungan sangat erat dengan peningkatan produksi sitokin dan reaktan fase akut serta aktivasi jaras proinflamasi yang kesemuanya ini akan menghasilkan nyeri. Ketiga, sindrom metabolik yang mungkin berperan dalam patologi nyeri punggung bawah,terutama pada kasus obesitas abdominal yang melibatkan hipertensi serta dislipidemi. Keempat, obesitas berhubungan erat dengan terjadinya proses degenerasi pada diskus vertebralis dan juga perubahan pada endplate vertebra. Mobilitas tulang belakang akan menurun seiring dengan peningkatan berat badan.

Tingkat aktivitas fisik

Saat melakukan aktivitas fisik terjadi perubahan pada otot skeletal, perubahan yang terjadi adalah adanya peningkatan kekuatan otot

termasuk pada komponen neural maupun muskular. Peningkatan kekuatan otot juga diakibatkan oleh meningkatnya massa otot. Sistem muskuloskeletal mengalami perubahan fisiologis, selain penambahan massa dan kekuatan otot terdapat juga perubahan pada sendi dimana sendi tubuh dapat bergerak lebih dinamis. Perubahan dari otot dan sendi ini menyebabkan tubuh lebih tahan terhadap stress mekanik, sehingga orang dengan aktivitas fisik sedang hingga tinggi diharapkan tidak mengalami nyeri punggung bawah. Aktivitas fisik yang terlalu tinggi atau berlebihan, disisi lain dapat menyebabkan trauma pada otot maupun sendi sehingga menyebabkan nyeri, jika trauma terjadi pada daerah lumbal maka dapat menyebabkan nyeri punggung bawah (Nur et al., 2015). Aktivitas fisik rendah juga dapat menyebabkan nyeri punggung bawah walaupun secara tidak langsung. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan kejadian kelebihan berat badan meningkat.

Tingkat depresi

Dari segi biokimia, depresi adalah hasil ketidakseimbangan neurokimia atau kekurangan neurotransmitter utama tubuh seperti monoamine,serotonoin, norepinefrin dan dopamin. Teori umum mengatakan bahwa depresi dan nyeri melewat jalur ascending CNS yang sama. Serabut nosiseptif mentransmisikan sinyal nyeri ke ujung tubuh dengan melalui dorsal horn ke medula, midbrain, hipotalamus, talamus, area kortikal limbik, korteks somatosensori dan korteks posterior parietal yang dijelaskan dsecara mendetail, terjadi peningkatan ketertarikan di daerah neuroanatomi dari ascending sistem modulasi nyeri. Kejadian peningkatan ini membuat ilmuan dan para dokter memahami lebih baik mekanisme modulasi nyeri dari pengobatan dibanding mekanisme psikologikal seperti ekspektasi, atensi dan distraksi dan efek positif dan negatif.

Periaqueductal gray (PAG) adalah kunci anatomi mengenai sistem modulasi nyeri ini. PAG menyampaikan pesan dari limbic forebrain dan

midbrain ke brainstem. Amigdala, hipotalamus dan frontal neocortex mengirimkan serat ke PAG, yang terhubung dengan sistem penyampain pesan di pons dan medula. Sistem penyampaian pesan ini mengandung neuron serotonergik seperti yang ada di rostral-ventromedial medulla (RVM) dan neuron noradrenergik seperti yang ada di dorsolateral pintinetegmentum (DLPT). RVM mengirimkan proyeksi ke dorsal hornDengan adanya kekurangan serotonin dan norepinefrin seperti yang terjadi pada depresi sistem ini dapat kehilangan efek modulasi sehingga sinyal kecil dari tubuh diperkuat dan lebih banyak perhatian dan emosi difokuskan padanya. Dari penjelasan ini kita dapat mengetahui mengapa hubungan depresi dan kejadian nyeri (Bai ret al,2003).

Hasil dari tinjauan sistematis dan metanalisis yang dilakukan oleh Pinheiro et al., 2015 menunjukkan bahwa gejala depresi tingkat tinggi beresiko lebih tinggi untuk mengalami nyeri punggung bawah dibandingkan dengan mereka yang tidak depresi atau memiliki tingkat gejala deresi yang rendah. Hubungan ini didasari oleh neurotransmitter terkiat seperti serotonin dan katekolamin. Kekurangan neurotransmitter ini mempengaruhi ambang mood dan nyeri, selain itu juga terjadi perubahan gaya hidup kearah aktivitas fisik yang rendah bagi penderita depresi berat.

Lama duduk

Lama duduk adalah duduk yang terlalu lama lebih dari 6 jam sehari yang dapat menyebabkan kekakuan otot (Aprilia dan Tantriani, 2018).

Duduk dalam waktu yang lama meningkatkan risiko terjadinya nyeri punggung bawah (Nur et al., ,2015) dengan p value yang didapat = 0.002 (Aprilia dan Tantriani,2018). Lama duduk dapat berdiri sendiri menjadi fakor risiko yang signifikan untuk nyeri punggung bawah (Rahmat et al., 2019).

Posisi belajar

Posisi ketika belajar dapat berupa posisi duduk di meja belajar ataupun posisi belajar di atas tempat tidur. Pada penelitian Hendrasari et al., 2017 didapatkan nilai p=0,002 yang mengartikan bahwasanya ada hubungan antara posisi belajar dengan kejadian nyeri punggung bawah.

Pada saat belajar di tempat tidur , posisi tubuh menjadi tidak fisiologis.

Belajar dalam keadaan tiduran atau bersangga pada siku dapat membuat vertebra lumbal tidak mempunyai tumpuan, menjadi hiperekstensi, dan cervikal menekuk terlalu ekstrem. Akibatnya, titik tumpu berubah dan terjadilah keluhan seperti nyeri punggung bawah (Widiasih, 2015).

Dokumen terkait