• Tidak ada hasil yang ditemukan

SKRIPSI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Oleh : ASTRI MILLIANI SAFITRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "SKRIPSI PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN Oleh : ASTRI MILLIANI SAFITRI"

Copied!
105
0
0

Teks penuh

(1)

AKTIVITAS FISIK, INDEKS MASSA TUBUH, DAN TINGKAT DEPRESI DENGAN KEJADIAN NYERI PUNGGUNG BAWAH

MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Oleh :

ASTRI MILLIANI SAFITRI 170100035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

DEPRESI DENGAN KEJADIAN NYERI PUNGGUNG BAWAH MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS

SUMATERA UTARA

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

ASTRI MILLIANI SAFITRI 170100035

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

i

(4)

KATA PENGANTAR Bismillahirrahmanirrahim

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh

Alhamdulillahirabbil’alamin, dengan rahmat dan ridho Allah SWT penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Posisi Belajar, Lama Duduk, Tingkat Aktivitas Fisik, Indeks Massa Tubuh, dan Tingkat Depresi dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara” sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Kedokteran. Tak lupa shalawat beriringkan salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita, Rasulullah Muhammad SAW yang mana syafaat beliau yang kita harapkan di akhir kelak.

Terimakasih juga penulis sampaikan atas segala bantuan dan dukungan yang telah diberikan dalam perihal kelancaran proses penyelesaian skripsi ini diantaranya :

1. Kedua orang tua saya, Denggan Suleman dan Siti Syamsiah serta keluarga besar saya atas segala doa, kasih sayang dan upaya mereka dalam membantu saya agar skripsi ini dapat terselesaikan sebagaimana mestinya.

2. Dr.dr. Khairul Putra Surbakti,Sp.S(K) selaku Dosen Pembimbing saya yang telah membantu penulis dalam menyusun skripsi hingga terselesaikan.

Terimakasih terkhususnya atas bimbingan, arahan, koreksi dan kritik yang membangun dalam proses pengerjaan skripsi ini Dokter.

3. dr.Kiki Mohammad Iqbal,Sp.S(K) selaku ketua penguji dan Dr.dr.Syamsul Bihar,M.Ked(Paru),Sp.P(K) selaku anggota penguji yang telah memberikan semangat, kritik, dan saran selama proses pengerjaan skripsi ini.

4. Dr.dr.Wulan Fadinie,M.Ked(An),Sp.An selaku Dosen Pembimbing akademik yang telah memberikan support selama ini.

5. Prof. Bismar Nasution,M.Hum dan keluarga selaku keluarga angkat saya selama saya berpendidikan di FK USU. Terimakasih banyak atas nasihat, masukan dan arahan selama ini.

6. Ir.Luhut Sihombing yang senantiasa memberikan semangat dan bantuan selama berproses di FK USU.

(5)

7. Teman-teman saya Thariq, Ayak, Suaji, Mustafa, Febry, Bahagia,Bila, Suci dan teman-teman GMDI lainnya, Randas dan teman-teman HMI lainnya, serta Dinda Annisa dan teman-teman SCORE lainnya.

8. Semua pihak dari berbagai kalangan yang telah membantu baik secara langsung maupun tidak langsung pada penulis.

Demikianlah skripsi ini saya selesaikan. Kritik dan saran yang membangun sangat saya harapkan agar bisa lebih baik kedepannya. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan terutama dalam bidang kedokteran.

Wassalamualaikum warahamatullahi wabarakatuh

Medan, 16 Desember 2020 Penulis,

Astri Milliani Safitri

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar... ii

Daftar Isi ... iii

Daftar Gambar ... iv

Daftar Tabel... v

Daftar Singkatan ... vi

Abstrak ... vii

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah... 3

1.3 Tujuan ... 3

1.3.1 Tujuan Umum... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat ... 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tulang Belakang ... 5

2.1.1 Anatomi Tulang Belakang... 5

2.1.2 Corpus Vertebrae... 6

2.1.3 Arcus Vertebrae ... 7

2.1.4 Processus Spinosus ... 7

2.1.5 Discus Intervertebralis ... 8

2.1.6 Regio Lumbal ... 8

2.1.7 Regio Sacrum ... 9

2.1.8 Ligamen pada Vertebra Lumbal ... 11

2.2 Nyeri ... 12

2.2.1 Defenisi Nyeri ... 12

2.2.2 Mekanisme Nyeri ... 12

2.2.3 Klasifikasi Nyeri ... 13

2.2.4 Pengukuran Nyeri ... 13

2.3 Nyeri Punggung Bawah ... 14

2.3.1 Defenisi Nyeri Punggung Bawah ... 14

2.3.2 Etiologi Nyeri Punggung Bawah ... 15

2.3.3 Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah ... 15

(7)

2.3.4 Patofisiologi Nyeri Punggung Bawah ... 20

2.3.5 Tanda dan Gejala Nyeri Punggung Bawah ... 23

2.3.6 Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah ... 23

2.3.7 Pemeriksaan Nyeri Punggung Bawah ... 23

2.4 Kuesioner ... 26

2.4.1 Internasional Physical Activity Questionnaire ... 26

2.4.2 Beck Depression Inventory ... 28

2.5 Kerangka Teori ... 30

2.5 Kerangka Konsep... 31

2.6 Hipotesis ... 31

BAB III METODE PENELITIAN ... 32

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian ... 32

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 32

3.2.1 Lokasi Penelitian ... 32

3.2.2 Waktu Penelitian ... 32

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 32

3.3.1 Populasi Penelitian ... 32

3.3.2 Sampel Penelitian ... 32

3.3.3 Besar Sampel... 33

3.3.4 Teknik Pengambilan Sampel... 33

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 33

3.4.1 Jenis Data Penelitian ... 33

3.4.2 Instrumen Penelitian ... 33

3.4.3 Pengumpulan Data ... 34

3.5 Defenisi Operasional ... 36

3.6 Metode Analisis Data ... 40

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 41

4.1 Karakteristik Responden ... 41

4.2 Analisis Univariat ... 42

4.3 Analisis Bivariat ... 45

4.4 Analisis Multivariat ... 50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 51

5.1 Kesimpulan ... 51

5.2 Saran ... 51

DAFTAR PUSTAKA ... 52

LAMPIRAN ... 56 v

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Anatomi Tulang Belakang ... 5

2.2 Perbedaan kurva tulang belakang ketika masa janin dan dewasa... 6

2.3 Bagian-bagian tulang belakang ... 7

2.4 Discus intervertebralis ... 8

2.5 Regio Lumbal ... 9

2.6 Regio Sacrum ... 10

2.7 Ligamen pada vertebra lumbal ... 11

2.8 Patofisiologi disc related pathology ... 20

2.9 Patofisiologi spinal stenosis ... 21

2.10 Kerangka Teori ... 30

2.11 Karangka Konsep ... 31

(9)

3.1 Defenisi Operasional... 36

4.1 Distribusi Frekuensi Responden Bersdasarkan Jenis Kelamin, Stambuk, dan Umur ... 41

4.2 Analisis Variabel Nyeri Punggung Bawah ... 42

4.3 Analisis Variabel Posisi Belajar ... 42

4.4 Analisis Variabel Lama Duduk ... 43

4.5 Analisis Variabel Indeks Massa Tubuh ... 43

4.6 Analisis Variabel Tingkat Aktivitas Fisik... 44

4.7 Analisis Variabel Tingkat Depresi ... 44

4.8 Analisis Posisi Belajar dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah ... 45

4.9 Analisis Lama Duduk dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah ... 46

4.10 Analisis Indeks Massa Tubuh dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah... 47

4.11 Analisis Tingkat Aktivitas Fisik dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah... 48

4.12 Analisis Tingkat Depresi dengan Kejadian Nyeri Punggung Bawah... 49

4.13 Analisis Multivariat ... 50

(10)

ASIPP : American Society of Internasional Pain Physician BDI : Beck Depression Inventory

BMD : Bone Mineral Density

CGRP : Calcitonin Gene Related Peptide CNS : Central Nervous System

COX2 : Cyclooxygenase-2

CPOT : Critical-Care Pain Observational Tool CRP : C-Reactive Protein

DLPT : Dorso Lateral Pintine Tegmentum ENMG : Electroneuromyography

GABA : Gamma Aminobutyric Acid GBD : Global Burden of Disease IL : Interleukin

IPAQ : Intenational Physical Inventory Questionnaire LBP : Low Back Pain

LCS : Labolatory Control Sample MRI : Magnetic Resonance Imaging NaV : Natrium Voltage

NF-kB : Nuclear Factor kappa B NO : Nitric Oxide

NPB : Nyeri Punggung Bawah NPRS : Numeric Pain Rating Scale PAG : Periaqueductal Gray

(11)

PERDOSSI : Perhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia RNA : Ribonuceleic Acid

RVM : Rostral-Ventromedial Medulla SSP : Sistem Saraf Pusat

TNF : Tumour Necrosis Alpha

TRPV-1 : Transient Receptors Potensial V 1 VAS : Visual Analog Scale

YLD : Years Live with Disability

(12)

ABSTRAK

Latar Belakang. Nyeri punggung bawah adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal, nyeri radikuler atau campuran keduanya. Nyeri punggung bawah tidak menyebabkan kematian, namun bagi individu yang mengalaminya, dapat menjadi tidak produktif. Prevalensi kejadian nyeri punggung bawah pada dewasa dan anak- anak terus mengalami peningkatan kejadian yang menandakan adanya faktor penyebab berupa faktor risiko seperti usia, indeks massa tubuh,tingkat aktifitas, dan faktor risiko lainnya. Tujuan mengetahui hubungan posisi belajar, lama duduk, tingkat aktivitas fisik, indeks massa tubuh, dan tingkat depresi terhadap kejadian nyeri punggung bawah pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas Sumatera Utara Metode. Penelitian ini adalah penelitian analitik kategorik tidak berpasangan dengan desain penelitian cross sectional.

Pengambilan data dilakukan menggunakan data primer dengan alat ukur beberapa kuesioner seperti International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) untuk mengukur tingkat aktivitas fisik, Back Depression Inventory (BDI) untuk mengukur tingkat depresi, serta penambahan beberapa pertanyaan. Teknik Consecutive sampling digunakan untuk menentukan besar sampe.Hasil. dari uji chi square didapatkan hasil (p>0,05) pada variabel posisi belajar (p=0,778), lama duduk (p=0,869), indeks massa tubuh(p=0,205),dan tingkat aktivitas fisik (p=0,980) sedangkan tingkat depresi (p=0,005). Kesimpulan. tidak terdapat hubungan yang bermakna antara posisi belajar, lama duduk, Indeks Massa Tubuh, Tingkat Aktivitas Fisik dengan kejadian nyeri punggung bawah. Sedangkan untuk tingkat depresi terdapat hubungan yang bermakna dengan kejadian nyeri punggung bawah mahasiswa FK USU. Faktor risiko pencetus nyeri punggung bawah terbesar adalah tingkat depresi.

Kata kunci : nyeri punggung bawah, posisi belajar, lama duduk, aktivitas fisik, indeks massa tubuh, tingkat depresi, IPAQ, BDI

(13)

ABSTRACT

Background. Low back pain is pain that is felt in the lower back area, can be local pain, radicular pain or a mixture of both. Lower back pain does not cause death, but for individuals who do, it can be unproductive. The prevalence of low back pain in adults and children continues to increase, which indicates the presence of risk factors such as age, body mass index, activity level, and other risk factors. The purpose of knowing the relationship between learning position, sitting time, physical activity level, body mass index, and depression level on the incidence of low back pain in students of the medical faculty of the University of North Sumatera Method. This study was an unpaired categorical analytic study with a cross sectional study design. Data were collected using primary data with measuring instruments such as the International Physical Activity Questionnaire (IPAQ) to measure the level of physical activity, the Back Depression Inventory (BDI) to measure the level of depression, and the addition of several questions. Consecutive sampling technique was used to determine sample size. Results.

From the chi square test, the results (p> 0.05) were found in the learning position variable (p = 0.778), length of sitting (p = 0.869), body mass index (p = 0.205), and the level of physical activity (p = 0.980). depression level (p = 0.005). Conclusion. there is no significant relationship between learning position, length of sitting, body mass index, level of physical activity with the incidence of low back pain. Meanwhile, for the level of depression, there was a significant relationship with the incidence of low back pain in USU FK students. The greatest risk factor for low back pain triggers is the degree of depression.

Keywords: lower back pain, learning position, length of sitting, physical activity, body mass index, depression level, IPAQ, BDI

(14)

1.1 LATAR BELAKANG

BAB I PENDAHULUAN

Punggung merupakan salah satu bagian tubuh yang penting dengan fungsinya sebagai penyangga tubuh membuat seringkali terjadi masalah pada daerah ini. Salah satu keluhan yang sering dijumpai pada setiap orang adalah nyeri punggung bawah (NPB) . Menurut estimasi dari global burden of disease (GBD), meskipun NPB merupakan penyakit yang tidak menyebabkan kematian, namun bagi individu yang mengalaminya, dapat menjadi tidak produktif. Hal ini selanjutnya akan menjadi beban ekonomi bagi individu, keluarga, masyarakat, maupun pemerintah (Merlinda et al., 2020).

Tinjauan sistematika yang dilakukan oleh Hoy et al., 2014 menerangkan bahwa prevalensi dan beban dari nyeri punggung bawah sangat tinggi di seluruh dunia, walaupun tidak berubah secara signifikan dari tahun 1990 hingga 2010.

Dari 291 kondisi yang diteliti pada global burden of disease (GBD) tahun 2010,nyeri punggung bawah ditemukan memiliki beban tertinggi ke enam serta pada kesimpulan tinjauan sistematika tersebut menyatakan bahwa secara global nyeri punggung bawah menyebabkan lebih banyak years live with disability (YLD) daripada kondisi lainnya.

Data epidemiologi nyeri punggung bawah di berbagai negara sangatla beraneka ragam seperti pada pekerja dewasa (Simsek et al., 2017) memiliki poin prevalensi 12-33%, prevalensi tahunan 22-65% dan prevalensi seumur hidup 11-84%. Pada mahasiswa di Malaysia sebesar 68% (Ikram et al., 2020) dan mahasiswa kedokteran di Beogard titik prevalensi sebesar 17,2%,prevalensi 12 bulan 59,5%, dan prevalensi seumur hidup 75,8% (Vujcic et al., 2018).

Dalam beberapa tahun terakhir penelitian juga membuktikan bahwa anak-anak mulai mengalami peningkatan prevalensi kejadian nyeri punggung bawah dari 2-11% menjadi 27-51%. Prevalensi seumur hidup 70%-80% pada pasien hingga usia 20 tahun (Hwang et al., 2019).

(15)

Data epidemiologi nyeri punggung bawah di Indonesia masih belum ada, tetapi ada beberapa penelitian yang menunjukkan prevalensi nyeri punggung bawah pada lansia sebesar 71,6% di daerah Sleman, Yogyakarta (Hikmatun,2019). Prevalensi pada pekerja di Indonesia seperti penjahit baju mempunyai prevalensi nyeri punggung bawah sebesar 57,1 % (Aprilia dan Tantriani,2018), 63,6% pada pegawai perusahaan media cetak (Lian et al., 2019), dan 53,3% pada pekerja kuli angkat pasir (Raya et al., 2019).

Kejadian prevalensi nyeri punggung bawah pada mahasiswa juga sangat beragam, penelitian nyeri pungung bawah pada mahasiswa kedokteran di Jakarta 16,9 % (Widiasih, 2015), mahasiswa kedokteran di Bali 61,9% (Sanjaya et al.,2019), dan sampai menembus angka 70% pada mahasiswa STIKES di Surabaya (Widjayanti dan Pratiwi,2016).

Prevalensi yang didapat seperti diatas menunjukkan bahwasanya ada berbagai faktor yang mempengaruhi kejadian ini, seperti faktor biofisik, faktor psikologis, faktor sosial, faktor genetika, komorbid, faktor gaya hidup, serta mekanisme pemrosesan nyeri (Hartvigsen et al, 2018).

Mahasiswa kedokteran dapat menjadi kelompok yang rentan terkena nyeri punggung bawah akibat tuntutan aktivitas selama maupun sesudah perkuliahan dengan menghabiskan waktu terbanyak pada keadaan duduk, kepadatan jadwal kuliah yang membuat aktivitas fisik cenderung rendah serta tingkat depresi yang selalu menghinggapi mahasiswa manapun. Nyeri punggung bawah dapat menyebabkan menurunnya produktivitas mahasiswa, jika tidak ditindaklanjuti akan berdampak pada proses pendidikan selanjutnya baik pada masa klinik nanti ataupun ketika menjalani profesi.

Berbagai penelitian tentang nyeri punggung bawah masih mencakup kejadian nyeri punggung bawah secara luas. Kita dapat mengetahui bahwasanya nyeri punggung bawah itu terbagi menjadi nyeri punggung bawah spesifik bisa dikarenakan oleh kelainan neurologis ataupun penyakit spinal yang serius dan nyeri punggung bawah non spesifik (Perdossi, 2016).

(16)

. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait prevalensi serta faktor risiko kejadian nyeri punggung bawah pada mahasiswa kedokteran untuk mencegah penurunan produktivitas mahasiswa kedepannya.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang, peneliti ingin mengetahui “ Bagaimana hubungan posisi belajar, lama duduk, tingkat aktivitas fisik, indeks massa tubuh, dan tingkat depresi dengan kejadian nyeri punggung bawah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara ?”

1.3 TUJUAN

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan posisi belajar, lama duduk, tingkat aktivitas fisik, indeks massa tubuh, dan tingkat depresi dengan kejadian nyeri punggung bawah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Mengetahui prevalensi nyeri punggung bawah pada mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Mengetahui hubungan antara posisi belajar dengan kejadian nyeri punggung bawah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. Mengetahui hubungan antara lama duduk dengan kejadian nyeri punggung bawah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4. Mengetahhui hubungan antara tingkat aktivitas fisik dengan kejadian nyeri punggung bawah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

5. Mengetahui hubungan antara indeks massa tubuh dengan kejadian nyeri punggung bawah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

6. Mengetahui hubungan antara tingkat depresi dengan kejadian nyeri punggung bawah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

(17)

1.4 MANFAAT

1. Manfaat Penelitian untuk Peneliti

• mengetahui hubungan posisi belajar, lama duduk, tingkat aktivitas fisik, indeks massa tubuh, dan tingkat depresi dengan kejadian nyeri punggung bawah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

• mendapatkan pengetahuan dan pengalaman dalam bidang penelitian.

2. Manfaat Penelitian untuk Bidang Kedokteran

• Menambah referensi keilmuan mengenai hubungan posisi belajar, lama duduk, tingkat aktivitas fisik, indeks massa tubuh, dan tingkat depresi dengan kejadian nyeri punggung bawah.

• Menginspirasi peniliti lain untuk melakukan penelitian lebih lanjut.

3. Manfaat Penelitian untuk Masyarakat

• Mendapatkan informasi mengenai hubungan posisi belajar, lama duduk, tingkat aktivitas fisik, indeks massa tubuh, dan tingkat depresi dengan kejadian nyeri punggung bawah.

(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tulang Belakang

2.1.1 Anatomi Tulang Belakang

Pada tahap awal perkembangan terdapat 33 jenis tulang belakang. Ketika seorang anak tumbuh, beberapa tulang belakang di daerah sacral dan coccygeal menyatu. Oleh karena itu tulang belakang pada manusia dewasa terdiri dari 26 tulang belakang yang terdiri dari:

• 7 cervical vertebrae, terletak di regio leher.

• 12 thoracic vertebrae, terletak di posterior dari thoracic cavity.

• 5 lumbar vertebrae, menopang punggung bawah.

• 1 sacrum, terdiri dari 5 bagian tulang sacral yang menyatu.

• 1 coccyx, terdiri dari 4 bagian tulang coccygeal yang menyatu.

Gambar 2.1 Anatomi tulang belakang.

Jika dilihat dari sisi anterior atau posterior,bentuk tulang belakang tampak lurus. Namun ketika dilihat dari sisi lateral, terlihat 4 lengkungan kecil yang disebut kurva normal. Kurva cervical dan lumbar terlihat cembung sementara pada kurva thoracic dan sacral terlihat cekung. Kurva pada tulang belakang ini meningkatkan

(19)

kekuatan tubuh sehingga membantu menjaga keseimbangan ketika berdiri,menahan guncangan ketika berjalan,dan membantu melindungi vertebra ketika terjadi fraktur.

Gambar 2.2 Perbedaan kurva tulang belakang ketika masa janin dan dewasa.

Kurva pada regio thoracal dan sacral disebut kurva primer karena sejak masa janin sampai dewasa tetap mempertahankan bentuk kelengkungan asli embrionik berbentuk cekung. Sementara kurva regio cervical dan lumbar berubah bentuk menjadi cembung ketika proses perkembangan seperti bergerak memegang kepala,duduk,berdiri, dan berjalan. Beberapa kondisi mekanis yang tidak fisiologis dapat membuat perubahan bentuk pada tulang vertebra sehingga terjadi ketidakseimbangan tubuh yang biasanya menimbulkan rasa nyeri (Tortora dan Derrickson, 2014).

2.1.2 Corpus Vertebrae

Corpus vertebrae atau the vertebral body adalah bagian tebal berbentuk cakram yang menjadi titik tumpu tulang vertebra. Sisi superior dan inferior corpus vertebrae memiliki permukaan yang kasar, sebagai tempat melekatnya kartilago diskus intervertebralis. Permukaan anterior dan lateralnya mengandung nutrient foramina, tempat penerimaan nutrisi dan oksigen dan pembuangan karbondioksida dari dan ke pembuluh darah (Tortora dan Derrickson, 2014).

(20)

2.1.3 Arcus Vertebrae

Arcus Vertebrae atau vertebral arch terbentuk dari dua tonjolan seperti kaki yang terletak di belakang corpus vertebrae. Arcus vertebrae dan corpus vertebrae bersatu mengelilingi spinal cord membentuk foramen vertebra. Foramen vertebra berisi spinal cord, jaringan adiposa,jaringan ikat areolar,dan pembuluh darah.

Susunan foramina vertebrae membentuk canalis spinalis (Tortora dan Derrickson, 2014).

Gambar 2.3 Bagian-bagian tulang belakang.

2.1.4 Processus Spinosus

Processus spinosus adalah tujuh buah tonjolan tulang yang terletak pada arcus vertebra. Dua tonjolan di masing-masing sisi lateral arcus vertebrae,dan satu dibagian belakang memiliki fungsi sebagai tempat menempelnya otot-otot.

Sedangkan empat tonjolan lainnya membentuk persendian dengan tulang vertebra atas atau bawahnya. Dua buah articulatio processus superior membentuk persendian dengan dua buah articulatio processes inferior dari tulang vertebra di bawahnya dan begitupun seterusnya. Permukaan persendian tersebut disebut sendi facet, dibalut dengan tulang rawan hialin. Artikulasio yang terbentuk antara corpus vertebrae dan articular facet vertebra disebut intervertebral joints (Tortora &

Derrickson, 2014).

(21)

2.1.5 Discus Intervertebralis

Discus intervertebralis terletak di antara corpus vertebrae mulai dari tulang vertebra cervical sampai regio sacral. Masing-masing diskus intervertebralis memiliki cincin yang terbuat dari kartilago dan fibrosa yang disebut annulus fibrosus. Bagian dalam diskus intervertebralis terdiri dari permukaan yang elastis,disebut nucleus pulposus. Diskus intervertebralis membentuk persendian yang kuat sehingga memungkinkan tulang belakang untuk bergerak dan menopang beban yang berat. Ketika sedang menopang beban, diskus intervertebralis menjadi lebih pipih dan lebih lebar.

Gambar 2.4 Discus intervertebralis.

Diskus intervertebralis tidak memiliki pembuluh darah. Annulus fibrosus dan nucleus pulposus menerima suplai darah dari pembuluh darah yang ada di corpus vertebrae. Berolahraga dapat meningkatkan masukan oksigen dan nutrisi bagi diskus intervertebralis (Tortora & Derrickson, 2014).

2.1.6 Regio Lumbal

Tulang-tulang di regio lumbal adalah tulang-tulang terbesar dan terkuat dari seluruh tulang yang ada di tulang belakang. Hal ini disebabkan karena semakin bawah tulang vertebrae, semakin besar pula beban tubuh yang ditopang. Tulang vertebra di regio lumbal memiliki struktur yang tebal,lebar, dan telah dirancang

(22)

sedemikian rupa untuk menjadi tempat menempelnya otot-otot punggung yang besar (Tortora dan Derrickson, 2014).

2.1.7 Regio Sacrum

Gambar 2.5 Regio Lumbal

Regio sacrum terbentuk dari bersatunya lima tulang vertebra dan membentuk sebuah segitiga. Tulang-tulang di regio sacrum mulai menyatu pada saat usia 16-18 tahun kehidupan dan selesai di usia 30 tahun. Regio sacrum terletak di rongga pelvis di antara dua tulang panggul dan memiliki tulang-tulang vertebra yang kuat untuk menopang bagian pelvis.

Bagian anterior permukaan sakral yang cekung menghadap ke rongga pelvis. Pada permukaannya, terdapat garis-garis melintang membentuk empat buah sutura yang menjadi penanda menyatunya tulang- tulang di regio sacrum. Dibagian ujung sutura-sutura ini, terdapat foramen sakralis anterior. Bagian lateral dan permukaan regio sacrum memiliki permukaan yang rata disebut ala sacral, terbentuk dari menyatunya tulang vertebra di regio sacrum yang pertama (S1).

(23)

Gambar 2.6 Regio Saccrum

Bagian posterior permukaan regio sacrum yang cembung mempunyai krista sakralis medianus, processus spinosus tulang vertebra sakral yang telah menyatu, krista sakralis lateral, processus transversus tulang vertebra sacral yang telah menyatu, dan empat pasang foramen sacralis posterior. Foramen-foramen ini terhubung dengan foramen sakralis anterior agar dapat dilalui oleh saraf dan pembuluh darah.

Kedua sisi lateral permukaan regio sacrum memiliki permukaan berbentuk seperti telinga yang membentuk persendian bersama o silium menjadi art sacroiliaca. Bagian posteriornya memiliki tekstur yang tidak rata disebut tuberositas sacralis. Tuberositas sakralis memiliki lekukan yang menjadi tempat menempelnya ligamen-ligamen dan menyatu dengan tulang panggul untuk membentuk art sacroiliaca. Bagian superior dari processus regio sacrum membentuk persendian dengan processus tulang vertebra lumbar kelima (L5) dan bagian dasar dari regio sacrum membentuk persendian dengan badan tulang vertebra lumbal kelima (L5) membentuk art lumbosacralis (Tortora dan Derrickson, 2014).

(24)

2.1.8 Ligamen pada Vertebra Lumbal

Gambar 2.7 Ligamen pada vertebra lumbal (Eidelson,2018)

Ligamen utama pada vertebra lumbal sama seperti pada vertebra servical dan thoracal yaitu :

• ligamen longitudinale anterior : ligamen yang kuat dan tebal serta berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan ekstensi lumbal.

• ligamentum longitudinal posterior : ligamen yang sangat sensitif karena banyak mengandung saraf afferent nyeri (A delta dan tipe C) dan memiliki sirkulasi darah yang banyak serta berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal.

• ligamentum flavum : mengandung lebih banyak serabut elastin daripada serabut kolagen dibandingkan dengan ligamen-ligamen lainnya pada vertebra. Ligamen ini mengontrol gerakan fleksi lumbal.

• ligamentum supraspinosus,dan interspinosus : berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal.

• ligamentum intertransversum : mengontrol gerakan lateral fleksi kearah kontralateral (Kisner dan Colby,2012).

(25)

2.2 Nyeri

2.2.1 Defenisi Nyeri

Nyeri didefenisikan sebagai perasaan tidak nyaman yang disampaikan ke otak oleh neuron sensorik yang menandakan cedera aktual atau potensial pada tubuh , nyeri lebih dari sekedar sensasi atau kesadaran fisik terhadap nyeri namun mencakup persepsi, interpretasi subjektif dari ketidaknyamanan karena persepsi memberi informasi tentang lokasi, intensitas, dan sesuatu tentang sifatnya (Kumar dan Elevarasi, 2016).

2.2.2 Mekanisme Nyeri

Menurut Vardeh et al., 2016 ada beberapa mekanisme nyeri , yaitu :

• Transduksi Nosiseptif, merupakan konversi fisiologis dari stimulus termal,mekanik,atau kimiawi yang intens menjadi aktivitas dalam nosiseptor yang tidak peka.

• Sensitisasi Periferal, merupakan penurunan ambang batas dan peningkatan respon nosiseptor sebagai akibat dari perubahan pasca translasi dan perubahan trafik reseptor transdusor (misal, TRPV1) dan saluran ion (misal, Natrium channel). Ini disebabkan oleh mediator peradangan lokal dan menyebabkan nyeri hipersensitif.

Gejala-gejalanya terbatas pada tempat jaringan yang meradang (zona hiperalgesia primer).

• Aktivitas Ektopik, merupakan nyeri spontan dan disestesia setelah cedera saraf didorong oleh cincin ektopik neuron sensorik pada cedera ataupun pada serat sensorik lain yang tidak terluka. Hal ini disebabkan oleh perubahan dalam ekspresi, distribusi, dan fosforilasi saluran ion membran yang dipicu oleh perubahan besar dalam metabolisme neuron, dan transkripsi yang dihasilkan dari cedera aksonal perifer (misalnya, downregulasi saluran kalium, depolarisasi membaran, dan modulasi saluran natrium seperti Nav1.7, Nav 1.8, dan Nav 1.9 menghasilkan excitability).

• Sensitisasi Sentral, merupakan peningkatan respon neuron nosiseptif di SSP terhadap input aferen normal atau sub ambang.

(26)

• Disinhibisi Sentral,merupakan proses penghambatan sinapsis rangsang di sumsum tulang belakang. Makanisme disinhibisi meliputi berkurangnya kontrol penghambatan yang menurun,hilangnya interneurin GABAergik atau glikinergik melalui kematian sel, berkurangnya enzim yang mensintesis GABA (misalnya glutamat decarboxylase), dan sifat-sifat GABA yang diubah.

2.2.3 Klasifikasi Nyeri

Menurut Vardeh et al., 2016 nyeri dapat diklasifikasikan menjadi :

• Nyeri nosiseptif, merupakan hasil dari aktivasi sensoreseptor ambang batas tinggi oleh peingkatan kekuatan mekanik.

• Nyeri inflamasi, merupakan akibat dari aktivasi dan sensitisasi nosiseptor oleh mediator peradangan, misalnya disebabkan oleh respon sinovial peradangan terhadap kerusakan tulang rawan sendi facet.

• Nyeri neuropati, merupakan kerusakan saraf perifer yang dapat disebabkan oleh penyakit sistemik yang menyebabkan polineuropati dan multipleks mononeuritis ataupun lokal seperti trauma,kompresi, dan peradangan yang menyebabkan mononeuropati atau radikulopati.

• Disfungsional, merupakan kejadian nyeri dimana tidak ada proses penyakit perifer atau sentral yang dapat ditemukan dianggap mewakili disregulasi primer SSP yang mengarah ke ampifikasi nyeri dan kadang-kadang disebut nyeri terpusat atau sensitisasi sentral.

2.2.4 Pengukuran Nyeri

Menurut Booker et al., 2016, ada beberapa alat untuk pengukuran nyeri yang dapat digunakan, yaitu :

• Colored Analog Scale (CAS)

Pengukuran ini menggunakan warna putih sebagai warna terendah yang menggambarkan tidak ada rasa nyeri menuju warna merah menggambarkan tingkat rasa nyeri yang dialami.

(27)

Dapat digunakan pada orang dewasa dengan atau tanpa gangguan kognitif.

• Faces Pain Scale Revised (FPS-R)

Direkomendasikan kepada orangtua dengan sebelumnya menjelaskan bahwa wajah mampu mewakili rasa sakit bukan mood atau keadaan emosi.

• Iowa Pain Thermometers (IPT)

Menggunakan gambar termometer dengan warna yang mirip dengan alat ukur CAS, deskriptor verbal, dan angka untuk menunjukkan peningkatan rasa sakit. Alat ukur ini direkomenadikan untuk orang tua yang memiliki gangguan kognitif.

• Numeric Rating Scale (NRS)

Lebih sulit untuk digunakan kepada orang tua dengan gangguan kognitif.

• Verbal Descriptor Scale (VDS)

Dapat digunakan kepada orangtua yang tidak memiliki gangguan kognitif. Terdiri dari beberapa skala deskripsi seperti tidak nyeri, sedikit nyeri, sangat nyeri dan sebagainya. Bahasa disesuaikan dengan budaya pasien.

• Visual Analog Scale (VAS)

Sulit dipahami secara konseptual dan disarankan jangan dilakukan kepada orang dewasa yang lebih tua. Alat ukur VAS ini adalah alat ukur terefisien yang sering digunakan untuk mengukur intesitas nyeri.

2.3 Nyeri Punggung Bawah

2.3.1 Defenisi Nyeri Punggung Bawah

Menurut panduan praktik klinik PERDOSSI 2016, nyeri punggung bawah (low back pain) adalah nyeri yang dirasakan di daerah punggung bawah, dapat berupa nyeri lokal, nyeri radikuler atau campuran keduanya.

Nyeri ini terasa diantara sudut iga terbawah sampai lipatan bokong bawah

(28)

yaitu daerah lumbal atau lumbosakral dan dapat disertai dengan penjalaran nyeri kearah tungkai dan kaki.

Berdasarkan onset, nyeri punggung bawah dibagi menjadi akut, subakut, dan kronis. LBP akut terjadi dibawah 6 minggu, LBP subakut apabila nyeri menetap selama 6-12 minggu awitan, sedangkan LBP kronis bila nyeri dalam satu serangan menetap lebih dari 12 minggu. Sedangkan pendapat lain menyatkan LBP didefenisikan sebagai kronis bila kejadian LBP berlanjut lebih dari 3 bulan, karena sebagian besar jaringan ikat yang normal akan mengalami penyembuhan dalam 6-12 minggu, kecuali ketidakstabilan patoanatomik tersebut berlanjut (Fitrina , 2018).

2.3.2 Etiologi Nyeri Punggung Bawah

Penyebab dari nyeri punggung bawah sebagian besar (sekitar 85%) adalah nonspesifik,akibat kelainan pada jaringan lunak berupa cedera otot, ligamen,spasmus,atau keletihan otot. Penyebab yang serius (red flags) meskipun kasusnya hanya kurang dari 4% tetapi perlu diwaspadai agar tidak sampai terlambat penatalaksanaannya dan berakibat fatal (Fitrina ,2018).

2.3.3 Faktor Risiko Nyeri Punggung Bawah

Hasil analisa data dari Maher et al., 2017, faktor risiko terjadinya nyeri punggung bawah adalah berat beban yang diangkat setiap hari dan faktor gaya hidup berupa, obesitas, merokok, dan gejala depresi. Adanya kondisi penyakit kronis seperti asma, sakit kepala, diabetes, Aktivitas fisik tingkat rendah, faktor genetik, dan postur canggung menjadi tambahan faktor risiko nyeri punggung bawah yang diidentifikasi melalui studi sistematik review oleh Hartvigsen et al., 2018.

• Asma

Kelemahan otot inspirasi menunjukkan ketergantungan pada sinyal proprioseptif otot punggung sehingga menghasilkan stabilitas postural yang menurun dibandingkan dengan kontrol yang sehat (Hartvigsen et al., 2018).

(29)

• Sakit kepala

Nyeri kepala seperti migren memiliki antibodi monoklonal yang menargetkan peptida terkait gen kalsitonin (CGRP) yang terbukti memiliki efek dalam propilaksis migrain. CGRP telah dikaitkan dengan mekanisme nyeri lain seperti nyeri sendi facet yang merupakan penyebab nyeri punggung bawah. CGRP bisa menjadi neuromodulator pada sindrom nyeri selain migrain atau sakit kepala lainnya (Vivekanantam et al,2019).

• Diabetes mellitus

Penderita diabetes mellitus mengandung mikroangipati karena glikasi protein yang ireversibel, peningkatan stress oksidatif dan inflamasi. Diabetes mellitus jangka panjang menyebabkan inflamasi lokal dengan meningkatkan NF-kB diinduksi NO sintase, COX2, dan mengubah micro RNA. DM juga meningkatkan proinflamasi sitokin termasuk IL6,IL1B, dan TNF alfa.

Penelitian yang dilakukan oleh Zhang et al., 2019 membuktikan bahwa hiperglikemia yang merupakan karakteristik penting diabetes mellitus dapat meningkatkan apoptosis dan penuaan pada sel nucleus pruposus baik in vivo atau in vitro melalui sumbu Sirt1/asetil-p53.

Aktivasi Sirt1 dapat mengurangi asetilasi p53 dan berpotensi melindungi sel nucleus pulposus dari apoptosis dan penuaan.

• Merokok

Merokok dapat menyebabkan penurunan perfusi dan malnutrisi cakram intervertebralis melalui vasokonstriksi dan dalam jangka panjang melalui mekanisme aterosklerosis. Gangguan suplai darah untuk stuktur tulang belakang dapat menyebabkan lesi degeneratif di diskus intervertebralis dan menggangu penyembuhan. Merokok adalah

(30)

faktor risiko untuk osteoporosis yang dapat menyebabkan nyeri punggung bawah. Merokok meningkatkan tingkat sirkulasi sitokin pro- inflamasi yang memberi sinyal pada sistem saraf pusat yang mengarah ke peningkatan nyeri. Merokok mengubah ekpresi gen dalam cakram intervertebralis, down regulation terhadap gen kolagen dan up regulation terhadao aggrecan dan jaringan penghambat gen metaloproteinase (Shiri et al, 2010).

• Obesitas

Dari hasil studi metaanalisis yang dilakukan oleh Zhang et al., 2016 terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian nyeri punggung bawah. Menurut Patraniangrum et al., 2015 ada beberapa mekanisme penting yang menjelaskan hubungan antara faktor obesitas dan nyeri punggung bawah. Mekanisme yang pertama, obesitas menyebabkan pertambahan beban pada tulang belakang sehingga akan terjadi peningkatan tekanan kompresi sehingga risiko terjadinya robekan pada struktur tulang belakang menjadi bertambah. Kedua, obesitas dapat menyebabkan nyeri punggung bawah melalui proses inflamasi sistemik yang kronis. Obesitas berhubungan sangat erat dengan peningkatan produksi sitokin dan reaktan fase akut serta aktivasi jaras proinflamasi yang kesemuanya ini akan menghasilkan nyeri. Ketiga, sindrom metabolik yang mungkin berperan dalam patologi nyeri punggung bawah,terutama pada kasus obesitas abdominal yang melibatkan hipertensi serta dislipidemi. Keempat, obesitas berhubungan erat dengan terjadinya proses degenerasi pada diskus vertebralis dan juga perubahan pada endplate vertebra. Mobilitas tulang belakang akan menurun seiring dengan peningkatan berat badan.

Tingkat aktivitas fisik

Saat melakukan aktivitas fisik terjadi perubahan pada otot skeletal, perubahan yang terjadi adalah adanya peningkatan kekuatan otot

(31)

termasuk pada komponen neural maupun muskular. Peningkatan kekuatan otot juga diakibatkan oleh meningkatnya massa otot. Sistem muskuloskeletal mengalami perubahan fisiologis, selain penambahan massa dan kekuatan otot terdapat juga perubahan pada sendi dimana sendi tubuh dapat bergerak lebih dinamis. Perubahan dari otot dan sendi ini menyebabkan tubuh lebih tahan terhadap stress mekanik, sehingga orang dengan aktivitas fisik sedang hingga tinggi diharapkan tidak mengalami nyeri punggung bawah. Aktivitas fisik yang terlalu tinggi atau berlebihan, disisi lain dapat menyebabkan trauma pada otot maupun sendi sehingga menyebabkan nyeri, jika trauma terjadi pada daerah lumbal maka dapat menyebabkan nyeri punggung bawah (Nur et al., 2015). Aktivitas fisik rendah juga dapat menyebabkan nyeri punggung bawah walaupun secara tidak langsung. Kurangnya aktivitas fisik menyebabkan kejadian kelebihan berat badan meningkat.

Tingkat depresi

Dari segi biokimia, depresi adalah hasil ketidakseimbangan neurokimia atau kekurangan neurotransmitter utama tubuh seperti monoamine,serotonoin, norepinefrin dan dopamin. Teori umum mengatakan bahwa depresi dan nyeri melewat jalur ascending CNS yang sama. Serabut nosiseptif mentransmisikan sinyal nyeri ke ujung tubuh dengan melalui dorsal horn ke medula, midbrain, hipotalamus, talamus, area kortikal limbik, korteks somatosensori dan korteks posterior parietal yang dijelaskan dsecara mendetail, terjadi peningkatan ketertarikan di daerah neuroanatomi dari ascending sistem modulasi nyeri. Kejadian peningkatan ini membuat ilmuan dan para dokter memahami lebih baik mekanisme modulasi nyeri dari pengobatan dibanding mekanisme psikologikal seperti ekspektasi, atensi dan distraksi dan efek positif dan negatif.

Periaqueductal gray (PAG) adalah kunci anatomi mengenai sistem modulasi nyeri ini. PAG menyampaikan pesan dari limbic forebrain dan

(32)

midbrain ke brainstem. Amigdala, hipotalamus dan frontal neocortex mengirimkan serat ke PAG, yang terhubung dengan sistem penyampain pesan di pons dan medula. Sistem penyampaian pesan ini mengandung neuron serotonergik seperti yang ada di rostral-ventromedial medulla (RVM) dan neuron noradrenergik seperti yang ada di dorsolateral pintinetegmentum (DLPT). RVM mengirimkan proyeksi ke dorsal hornDengan adanya kekurangan serotonin dan norepinefrin seperti yang terjadi pada depresi sistem ini dapat kehilangan efek modulasi sehingga sinyal kecil dari tubuh diperkuat dan lebih banyak perhatian dan emosi difokuskan padanya. Dari penjelasan ini kita dapat mengetahui mengapa hubungan depresi dan kejadian nyeri (Bai ret al,2003).

Hasil dari tinjauan sistematis dan metanalisis yang dilakukan oleh Pinheiro et al., 2015 menunjukkan bahwa gejala depresi tingkat tinggi beresiko lebih tinggi untuk mengalami nyeri punggung bawah dibandingkan dengan mereka yang tidak depresi atau memiliki tingkat gejala deresi yang rendah. Hubungan ini didasari oleh neurotransmitter terkiat seperti serotonin dan katekolamin. Kekurangan neurotransmitter ini mempengaruhi ambang mood dan nyeri, selain itu juga terjadi perubahan gaya hidup kearah aktivitas fisik yang rendah bagi penderita depresi berat.

Lama duduk

Lama duduk adalah duduk yang terlalu lama lebih dari 6 jam sehari yang dapat menyebabkan kekakuan otot (Aprilia dan Tantriani, 2018).

Duduk dalam waktu yang lama meningkatkan risiko terjadinya nyeri punggung bawah (Nur et al., ,2015) dengan p value yang didapat = 0.002 (Aprilia dan Tantriani,2018). Lama duduk dapat berdiri sendiri menjadi fakor risiko yang signifikan untuk nyeri punggung bawah (Rahmat et al., 2019).

(33)

Posisi belajar

Posisi ketika belajar dapat berupa posisi duduk di meja belajar ataupun posisi belajar di atas tempat tidur. Pada penelitian Hendrasari et al., 2017 didapatkan nilai p=0,002 yang mengartikan bahwasanya ada hubungan antara posisi belajar dengan kejadian nyeri punggung bawah.

Pada saat belajar di tempat tidur , posisi tubuh menjadi tidak fisiologis.

Belajar dalam keadaan tiduran atau bersangga pada siku dapat membuat vertebra lumbal tidak mempunyai tumpuan, menjadi hiperekstensi, dan cervikal menekuk terlalu ekstrem. Akibatnya, titik tumpu berubah dan terjadilah keluhan seperti nyeri punggung bawah (Widiasih, 2015).

2.3.4 Patofisiologi Nyeri Punggung Bawah

Menurut guidline American society of interventional pain physician (ASIPP) 2019 ada beberapa mekanisme patofisiologi nyeri punggung bawah diantaranya yaitu :

• Disc related pathology

Gambar 2.8 Patofisiologi disc related pathology

Mekanisme ini dimulai dari nuclear dan atau inner annular degenaration yang berpotensi diikuti oleh gangguan annular yang memungkinkan terjadi nuclear herniation. Degenerasi yang sedang berlangsung tidak hanya menyebabkan hernisi diksus,tetapi juga dapat berkontribusi pada stenosis kanal sentral dan foraminal, ketidakstabilan segmental,dan skoliosis degeneratif.

(34)

Patologi awal dalam degenerasi disk adalah penurunan kadar air nukleus diikuti oleh fissura anulus bagian dalam yang memungkinkan disk membengkak. Perubahan yang dihasilkan menyebabkan perubahan biomekanik tulang belakang dan juga iritasi akar saraf oleh iritasi kimia melalui celah annular luar dekat akar saraf, perpindahan langsung atau kompresi langusng bahan disk, atau kompromi vaskular dengan stenosis kanal atau vaskular.

• Spinal stenosis

Spinal stenosis didefenisikan sebagai penyempitan kanal tulang belakang dengan gejala dan tanda yang disebabkan oleh jebakan dan kompresi struktur saraf dan pembuluh darah intraspinal.

Gambar 2.9 Patofisiologi Spinal Stenosis

Penonjolan cakram, tonjolan,dan ekstrusi yang dikombinasikan dengan osteofit dan perubahan atritis sendi facet dan hipertropi ligamenta plava dapat menyebabkan penyempitan kanal tulang belakang dan perambahan dan atau kompresi pada isi kantung dural.

(35)

• Post surgery syndrome

Diperkiran sekitar 40% kasus nyeri punggung bawah terjadi setelah operasi tulang belakang. Istilah ini bukan berarti menunjukkan adanya kegagalan pada saat operasi bedah tetapi kemungkinan besar menunjukkan operasi yang berhasil secara teknis yang belum mampu memberikan hasil jangka panjang yang memuaskan.

Nyeri ini merupakan nyeri sekunder dari fibrosis epidural,nyeri sendi sakroiliaka nyeri dikogenik,stenosis tulang belakang,arachnoiditis, nyeri sendi facet, spondyolithis yang didapat dan/atau nyeri myofascial. Selain itu perubahan postur dan dinamika tubuh dapat menantang otot dan struktur ligamen dengan kemungkinan penghasil nyeri sekunder seperti otot piriformis.

• Facet related pathology

Sendi facet merupakan penyebab paling banyak nyeri punggung bawah kronis. Berbagai faktor termasuk cedera mekanis, peradangan, dan degenerasi sendi facet telah terbukti menghasilkan nyeri persisten pada model hewan, serta pada manusia. Prostaglandin EG2 telah diidentifikasi sebagai mediator utama sensitivitas perilaku yang diinduksi peradangan dan peningkatan rangsangan neuron.

• Sacroiliac joint pain

Sendi sakroiliaka menerima persarafan dari akar saraf lumbosakral. Studi neurofisiologis telah menunjukkan unit aferen nosiseptif dan proprioseptif pada sendi sakroiliaka. Prevalensi nyeri sendi sakroiliaka berkisar antara 10-25%.

• Ligament, fascia, and muscle

Prevalensi yang signifikan dari nyeri punggung bawah kronis mungkin terkait dengan otot, ligamen di punggung bawah, panggul, dan ektremitas bawah.

(36)

2.3.5 Tanda dan Gejala Nyeri Punggung Bawah

Menurut Maher et al., 2017, tanda dan gejala yang bisa dijumpai pada pasien nyeri punggung bawah akut adalah :

• Bersifat episodik

• Intensitas nyeri dari menengah ke sangat nyeri

• Nyeri sampai menyebabkan gangguan dalam aktivitas sehari hari

• Dipicu oleh faktor fisik seperti menggangkat beban atau faktor psikososial seperti kelelahan ataupun kombinasi keduanya.

• Cenderung muncul pada pagi hari 2.3.6 Klasifikasi Nyeri Punggung Bawah

Menurut American College of Physician and the American Pain Society :

• NPB non spesifik

• NPB karena gangguan neurologis (stenosis kanal dan radikulopati)

• NPB yang disebabkan oleh penyakit spinal yang serius (red flaq) Nyeri punggung bawah dengan kategori red flaq :

• Neoplasma/karsinoma

• Infeksi

• Fraktur vertebra

• Sindrom kauda equina

• NPB dengan kelainan neurologik berat

• NPB dengan sindroma radikuler

• Umur >50 tahun atau <20 tahun (panduan prakik klinik neurologi PERDOSSI 2016)

2.3.7 Pemeriksaan Nyeri Punggung Bawah

Menurut panduan praktik klinik neurologi PERDOSSI 2016 ada beberapa tahap pemeriksaan nyeri punggung bawah, yaitu :

1. Anamnesis

• Keluhan utama : nyeri diantara sudut iga terbawah dan lipatan bokong bawah.

(37)

• Onset : akut, kronik, insidious, kronis-progresif.

• Kualitas : sifat nyeri (tumpul, seperti tertusuk, terbakar)

• Kuantitas : pengaruh nyeri terhadap ADL, frekuensi, durasi,dan intensitas/derajat nyeri

• Kronologis : riwayat penyakit sekarang

• Faltor memperberat : saat batuk, mengejan, membungkuk, aktivitas.

• Faktor memperingan : istirahat

• Gejala penyerta : kesemutan, rasa baal, gangguan berkemih,gangguan BAB, disfungsi seksual.

• Riwayat penyakit terdahulu : keluhan serupa sebelumnya,riwayat trauma

• Riwayat penyakit keluarga : riwayat keganasan dalam keluarga

• Riwayat sosial ekonomi : pekerjaan yang berhubungan dengan keluhan utama

2. Pemeriksaan fisik

Pengukuran tanda vital dan Pemeriksaan fisik neurologis berupa:

• Pengukuran skala nyeri : VAS/NPRS/Faces Scale/CPOT

• Pemeriksaan columna vertebralis : alignment (adakah lordosis, kifosis, skoliosis). Kurangnya lordosis lumbal (tulang punggung bawah yang rata)sering dikaitkan dengan nyeri punggung bawah (stanford.edu)

• Pemeriksaan nyeri ketok columna vertebra : melihat nyeri karena tulang belakang sendiri

• Pemeriksaan nyeri tekan lamina

• Palpasi otot paravertebra lumbalis : melihat nyeri akibat ketegangan otot

• Tes provokasi : valsava,naffziger, laseque, kontra laseque, braggard/sicard, patrick, kontra patrick, nyeri ketok costovertebra

(38)

tes provokasi ini jika hasilnya positif maka ini menunjukkan bahwa saraf mengalami iritasi karena penyebab mekanis, biasanya tulang vertebra atau cakram hernia.saraf iritasi membentuk saraf skiatik, yang mengarah ke linu pinggul.

Straigh leg test (tes kaki lurus) : tes yang positif dapat menimbulkan rasa sakit di sisi yang terkena dengan mengangkat kaki di sisi lain jika iritasi saraf cukup parah.

• Pemeriksaan motorik tungkai bawah

• Pemeriksaan sensibilitas tungkai bawah

• Pemeriksaan otonom 3. Pemeriksaan penunjang

Labolatorium (atas indikasi) :

• Laju endap darah

• Darah perifer lengkap

• Ureum, creatinin

• Elektrolit

• CRP

• Faktor rematoid

• Urinalisa

• LCS

• Tumor marker

Pemeriksaan radiologis (atas indikasi):

• Foto polos

• Mielografi

• CT mielografi

• BMD

• MRI

Pemeriksaan neurologis (atas indikasi) : ENMG

(39)

2.4 Kuesioner

2.4.1 Internasional Physical Activity Questionnaire (IPAQ)

Menurut penjelasan pada buku panduan penggunaan kuesioner IPAQ, Kuesioner IPAQ direkomendasikan untuk rentang umur 15-69 tahun.

IPAQ sendiri sampai saat ini memiliki 2 bentuk yaitu short IPAQ dan long IPAQ. Kuesioner ini menilai aktivitas fisik yang dilakukan di seluruh rangkaian domain yaitu aktivitas fisik waktu luang, kegiatan domestik dan berekebun, aktivitas fisik yang berhubungan dangan pekerjaan, dan aktivitas fisik terkait transportasi. Short IPAQ menggunakan 3 jenis kegiatan khusus yang dilakukan di empat domain yang disebutkan sebelumnya. Jenis aktivitas spesifik yang dinilai adalah berjalan kaki, aktivitas intensitas sedang, dan intensitas kuat. Setiap item pada short IPAQ akan memberikan skor terpisah pada setiap aktivitas spesifik tersebut.

Perhitungan skor total untuk bentuk pendek membutuhkan penjumlahan dari durasi (dalam menit) dan frekuensi (hari) berjalan, aktivitas intensitas sedang dan intensitas kuat. Estimasi spesifik domain tidak dapat diperkirakan.

Long IPAQ menanyakan detail tentang jenis kegiatan tertentu yang dilakukan dalam masing masing 4 domain tersebut. Setiap item pada long IPAQ akan memberikan skor spesifik untuk berjalan, aktivitas intensitas sedang dan intensitas kuat dalam setiap domain. Perhitungan skor total membutuhkan penjumlahan durasi (dalam menit) dan frekuensi (hari) untuk semua jenis kegiatan di setiap domain. Skor spesifik domain atau subskor spesifik aktivitas dapat dihitung. Skor khusus domain membutuhkan penjumlahan dari skor untuk berjalan, aktivitas intensitas sedang dan intensitas kuat dalam domain tertentu, sedangkan skor khusus aktivitas memerlukan penjumlahan dari skor untuk jenis aktivitas tertentu di seluruh domain.

Indikator pengukuran IPAQ baik bentuk short maupun long menggunakan satuan MET-menit/minggu. MET adalah kelipatan tingkat metabolisme istirahat. MET-menit dihitung dengan mengalikan skor MET

(40)

suatu aktivitas dengan menit yang dilakukan. Short IPAQ cocok untuk digunakan dalam sistem surveilans nasional dan regional sementara long IPAQ memberikan informasi yang lebih rinci yang sering sekali diperlukan dalam pekerjaan penelitan untuk tujuan evaluasi.

Dalam kuesioner ini akan didapatkan 3 kategori penilaian akhir yaitu tingkat aktifitas rendah, sedang, dan tinggi. Meskipun diketahui bahwa manfaat kesehatan yang lebih besar dikaitkan dengan peningkatan aktivitas tidak ada konsensus tentang jumlah pasti aktivitas untuk mencapai keuntungan maksimal. Dengan tidak adanya kriteria yang ditetapkan, komite penelitian IPAQ mengusulkan suatu ukuran yang setara dengan setidaknya satu jam per hari atau lebih dari setidaknya aktivitas intensitas sedang diatas tingkat basal aktivitas fisik. Bahwa aktivitas basal dapat dianggap setara dengan kira-kira 5000 langkah per hari, diusulkan untuk kategori tinggi dianggap mereka yang bergerak setidaknya 12.500 langkah per hari atau setara dalam aktivitas sedang dan berat.

Kategori rendah apabila individu tidak memenuhi kriteria untuk kategori sedang dan kuat. Kategori sedang apabila memenuhi salah satu dari 3 kriteria berikut : (1) 3 hari atau lebih aktivitas kuat minimal 20 menit per hari atau, (2) 5 hari atau lebih aktivitas intensitas sedang atau berjalan minimal 30 menit per hari atau, (3) 5 hari atau lebih kombinasi apa pun dari berjalan kaki, aktivitas intensitas sedang atau kuat yang mencapai minimal 600 MET-menit/minggu.

Kategori tinggi apabila memenuhi salah satu dari 2 kriteria berikut : (1) aktivitas intensitas tinggi setidaknya selama 3 hari dan mengumpulkan setidaknya 1500 MET-menit/minggu atau (2) 7 hari atau lebih dari kombinasi berjalan, aktivitas intensitas sedang,atau intensitas kuat yang mencapai minimum minimal 3000 MET/minggu. Untuk menghitung MET- menit/Minggu digunakan rumus : tingkat MET x menit aktivitas x peristiwa per minggu.

` Nilai MET yang dipilih berasal dari pekerjaan yang dilakukan.

Nilai-nilai berikut terus digunakan untuk analisis data IPAQ :

(41)

Berjalan : 3.3 METs Bersepeda : 6.6 METs Aktivitas Sedang : 4.0 METs Aktivitas Tinggi : 8.0 METs

Perhitungan skor bisa digunakan menggunakan rumus berikut:

Berjalan MET-menit/minggu : 3,3 x menit berjalan x hari berjalan Bersepeda MET-menit/minggu : 6.0 x menit bersepeda x hari bersepeda Sedang MET-menit/minggu : 4,0 x menit aktivitas intensitas sedang x hari Tinggi : 8,0 x menit aktivitas dengan intensitas tinggi x hari

Total aktivitas fisik MET-menit/minggu = jumlah skor berjalan + sedang + kuat.

Dalam perhitungan, hanya nilai 10 menit atau lebih aktivitas yang dimasukkan, alasannya karena bukti ilmiah menunjukkan bahwa episode atau serangan minimal 10 menit diperlukan untuk mencapai manfaat kesehatan. Tanggapan yang kurang dari 10 menit diberi kode nol.

2.4.2 Beck depression inventory

BDI merupakan salah satu instrumen skrining yang paling banyak digunakan untuk mengukur tingkat keparahan depresi pada orang dewasa dan remaja yang berusia diatas 13 tahun. Terdapat 2 versi BDI sampai sekarang yaitu BDI asli yang pertama kali diterbitkan pada tahun 1961 dan kemudian direvisi pada tahun 1971 (BDI-1A) dan BDI-II versi revisi dari BDI yang diterbitkan pada tahun 1996 dibuat agar sesuai dengan kriteria DSM-IV yang diperbaharui untuk depresi.

BDI asli berisi 21 item dan mengidentifikasi gejala dan sikap yang terkait dengan depresi. Responden haru mengingat relevansi setiap penyataan untuk hari ini :suasana hati, pesimisme, rasa gagal, kurangnya kepuasan, rasa bersalah, rasa hukuman, membenci diri sendiri, menuduh diri sendiri, keinginan menghukum diri sendiri, mudah menangis, mudah tersinggung, penarikan sosial, keraguan, citra tubuh, hambatan kerja, gangguan tidur, kelelahan, kehilangan nafsu makan, penurunan berat badan, keasyikan somatik, dan hilangnya libido.

(42)

BDI-IA sama dengan BDI aslinya, namun responden harus mengingat relevansi setiap pertanyaan berdasarkan minggu sebelumnya termasuk hari ini. BDI-II berisi 21 item dan mengidentifikasi gejala dan sikap yang terkait dengan depresi. BDI II menjatuhkan 4 item (penurunan berat badan, perubahan citra tubuh, keasyikan somatik, dan kesulitan kerja) dari BDI asli dan menggantinya dengan 4 item baru (agitasi, tidak berharga, kesulitan konsentrasi, dan kehilangan energi). Responden harus mengingat berdasarkan 2 minggu sebelumnya, relevansi setiap pernyataan yang berkaitan dengan :kesedihan, pesimisme, rasa gagal, kehilangan kesenangan, rasa bersalah, ekpektasi hukuman, tidak menyukai diri sendiri, tuduhan diri, keinginan bunuh diri, episode menangis, mudah tersinggung, menarik diri dari sosial, ragu-ragu, tidak berharga, kehilangan energi, insomnia, mudah tersinggung, kehilangan nafsu makan, keasyikan, kelelahan, kehilangan minat pada seks.

Pada penilaian BDI, setiap item dievaluasi pada skala keparahan mulai dari 0-3 dengan skor total mulai dari 0-63. 0-10 (depresi minimal), 10-18 (depresi ringan sampai sedang), 19-29 (depresi sedang) dan 30-63 (depresi berat). Sementara pada penilaian BDI II, 0-13 (depresi minimal), 14 – 19 (depresi ringan), 20-28 (depresi sedang), dan 29-63 (depresi berat).

Secara tradisional, BDI dirancang untuk dikelola oleh pewawancara terlatih. Namun saat ini, BDI umunya dikelola sendiri karena pendek dan mudah digunakan. Pasien harus mampu memahami bahasa lisan atau tulisan dan memiliki tingkat membaca kelas lima sampai enam SD untuk cukup memahami pertanyaan

BDI membutuhkan waktu 5-10 menit untuk diselesaikan ketika dikelola sendiri dan 15 menit untuk diselesaikan ketika pewawancara dilakukan. Pertanyaan ini diajukan sekitar periode 2 minggu termasuk hari ini, dibandingkan sekitar minggu lalu seperti BDI asli.

(43)

F a k t o r

I n d i v i d u

2.5 Kerangka Teori

Gambar 2.10 Kerangka teori

4.Aktivitas fisik

1. Posisi Belajar

Meja belajar

>6 jam 2.Lama

Duduk

< 6 jam

Ketegangan otot

Depresi berat 5.Tingkat

Depresi

Risiko trauma tinggi

Aktivitas tinggi

Risiko obesitas tinggi

Aktivitas rendah

Obesitas 3.Indeks

Masa Tubuh

Peningkatan tekanan kompresi

Kekakuan otot Tempat

tidur

Hiperekstensi lumbal

N y e r i P u n g g u n g B a w a h

(44)

Variabel Bebas 1. Posisi belajar 2. Lama duduk 3. Aktivitas fisik 4. Indeks Masa Tubuh 5. Tingkat depresi

Variabel Terikat Nyeri Punggung Bawah 2.6 Kerangka Konsep

Gambar 2.11 Kerangka konsep

2.7 Hipotesis

1. Terdapat hubungan posisi belajar dengan kejadian nyeri punggung bawah pada mahasiswa FK USU.

2. Terdapat hubungan lama duduk dengan kejadian nyeri punggung bawah pada mahasiswa FK USU.

3. Terdapat hubungan indeks masa tubuh dengan kejadian nyeri punggung bawah pada mahasiswa FK USU.

4. Terdapat hubungan tingkat aktivitas fisik dengan kejadian nyeri punggung bawah pada mahasiswa FK USU.

5. Terdapat hubungan tingkat depresi dengan kejadian nyeri punggung bawah pada mahasiswa FK USU.

(45)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian

Penelitian yang dilakukan adalah penelitian analitik observasional dengan menggunakan rancangan penelitian cross sectional study.

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara dengan alasan akses untuk melaksanakan penelitian lebih terjangkau ditambah dengan paparan faktor risiko terhadap mahasiswa yang dirasa cukup tinggi untuk diteliti.

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara mulai bulan September s/d Oktober 2020.

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian 3.3.1 Populasi Penelitian

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran USU.

3.3.2 Sampel Penelitian

Sampel pada penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran USU stambuk 2017,2018,dan 2019 yang memenuhi kriteria. Sampel dipilih dengan menggunakan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :

1. Kriteria inklusi :

a. Mahasiswa aktif Fakultas Kedokteran USU stambuk 2017,2018,dan 2019.

b. Bersedia menjadi sampel 2. Kriteria eksklusi

a. Adanya riwayat asma

b. Adanya riwayat nyeri kepala c. Adanya riwayat diabetes mellitus

d. Pernah didiagnosa cedera trauma tulang belakang

(46)

e. Pernah didiagnosa kanker

f. Pernah didiagnosa kelainan kongenital pada tulang belakang g. pernah didiagnosa infeksi pada tulang belakang

h. perokok 3.3.3 Besar Sampel

Besar sampel dihitung menggunakan rumus berikut :

𝒁𝑎𝟐𝑷𝑸

𝒏 = n = besar sampel minimum

𝒅𝟐

zα = tingkat kepercayaan 0,05 (1,96)

P = proporsi penderita NPB pada mahasiswa (0,169) (widiasih,2015) Q = 1-P (0,831)

d = perbedaan yang dianggap berarti (10%)

dari perhitungan dengan rumus tersebut didapatkan jumlah minimal sampel 53,9 dan peniti mengambil jumlah untuk penelitian ini sebanyak 55 orang.

3.3.4 Teknik Pengambilan Sampel

Sampel yang diambil merupakan subjek dari populasi yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan teknik consecutive sampling, dimana semua subyek yang mengisi kuesioner dan memenuhi kriteria dimasukkan dalam penelitian sampai jumlah subyek yang diperlukan terpenuhi.

3.4 Metode Pengumpulan Data 3.4.1 Jenis Data Penelitian

Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sampel penelitian dengan mewawancarai via daring sampel penelitian.

3.4.2 Instrumen Penelitian

Instrumen dalam mengukur setiap variabel adalah dengan menggabungkan beberapa kueisioner yang telah tervalidasi dalam bahasa asalnya lalu diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia melalui pusat bahasa USU, setelah itu dilakukan content validity yaitu setiap pertanyaan dalam kuesioner akan

(47)

ditanyakan kembali kepada pakar terkait apakah terjemahan sudah layak untuk digunakan nantinya. Serta ada penambahan beberapa pertanyaan yang sesuai menurut peneliti. Beberapa kuisioner yang dimaksud antara lain :

1. International Physical Activity Questionnaire (IPAQ)

Kuesioner ini digunakan untuk mengukur tingkat aktivitas fisik seseorang dalam 7 hari terakhir dengan menggunakan satuan METs. Content validity kuesioner ini dilakukan oleh dr.Nuraizah Meutia,M.Biomed,Ph.D pada 12 Agustus 2020

2. Back Depression Inventory (BDI)

Kuisioner ini digunakan untuk mengukur tingkat depresi seseorang. Content validity kuesioner ini dilakukan oleh dr.Surya Husada,M.Ked(KJ),Sp.KJ pada 13 Agustus 2020.

3. Tambahan kuesioner oleh peneliti

Peneliti sebelum dilakukan wawancara akan meminta responden untuk mengukur berat badan dan tinggi badan terlebih dahulu di hari yang sama dengan hari wawancara dan mencatat hasilnya agar tidak terlupa ketika diwawancarai nantinya. peneliti dalam mengukur posisi belajar akan menanyakan apakah responden belajar di meja belajar atau di tempat tidur atau di kedua tempat.

3.4.3 Pengumpulan Data

Setelah mendapatkan sampel maka sampel akan terlebih dahulu mengisi lembar persetujuan secara online melalui google form untuk mengikuti penelitian. Setelah itu peneliti akan mengirimkan kuesioner secara daring kepada responden satu jam sebelum wawancara daring dimulai. Wawancara akan dilaksanakan via call dengan responden. Tujuan pengiriman kuesioner sebelum wawancara agar responden bisa terlebih dahulu membaca dan memahami setiap pertanyaan yang akan ditanyakan untuk meminimalisir pengulangan pertanyaan yang terlalu sering serta sebagai bahan bacaan ketika peneliti menanyakan setiap pertanyaan tersebut.

Adapun tahapan pengolahan datanya meliputi beberapa tahapan (Notoatmojo,2012), yaitu :

(48)

1. Editing,yaitu data hasil wawancara dimasukkan kedalam form excel dan melihat kembali apakah ada data yang terlewat didata.

2. Coding, yakni mengubah data berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau bilangan.

3. Data Entry, yakni memasukkan data yang telah diskor kedalam komputer/program SPSS

4. Cleaning, mengecek kembali data yang sudah di entry apakah ada kesalahan atau tidak sehingga terhindar dari kesalahan pengolahan data.

(49)

3.5 Defenisi Operasional

Tabel 3.1 Defenisi Operasional

No. Variabel Defenisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

1 Posisi Belajar

Sikap tubuh ketika sedang belajar.

Wawancara kuesioner secara daring

Kuisioner peneliti 1. Belajar di tempat tidur

2. Belajar di meja belajar

3. keduanya

Ordinal

2 Lama duduk Waktu yang dihabiskan saat posisi duduk

Wawancara kuesioner secara daring

Kuisioner peneliti 1.Lama duduk risiko rendah = < 6 jam 2.Lama duduk risiko tinggi = 6-9 jam

3.Duduk terlalu lama =

>9 jam

Ordinal

3 Aktivitas fisik

Gerakan tubuh secara

keseluruhan menggunakan otot-otot tubuh

Wawancara kuesioner secara daring

International Physical Activity Questionnaire (IPAQ)

1.Rendah : aktivitas fisik < 600 METs menit dalam 7 hari terakhir

Ordinal

(50)

sehingga menyebabkan pengeluaran energi.

2. Sedang : aktivitas fisik 600-3000 METs menit dalam 7 hari terakhir

3. Berat : aktifitas fisik

> 3000 METs menit dalam 7 hari.

4 Indeks massa Indikator untuk Wawancara Kuisioner peneliti 1.Sangat kurus = <17,0 ordinal

tubuh mengetahui kuesioner 2.Kurus = 17,0-18,4

derajat secara daring 3.Normal =18,5-25,0

kegemukan dengan 4.Overweight =25,1-

responden. sebelumnya 27,0

telah 5.Obesitas = >27,0

mengukur berat dan tinggi badan menggunakan timbangan

(51)

dan alat ukur tinggi badan 5. Tingkat

depresi

Keadaan gangguan perasaan

Wawancara kuesioner secara daring

Kuisioner Back Depression Inventory II

1. Depresi

Minimal/tidak depresi

= 0-13

2. Depresi Ringan = 14- 19

3. Depresi Sedang =20- 28

4. Depresi Berat =29-63

Ordinal

6 Nyeri punggung bawah

Nyeri akut dan atau kronik di regio lumbal dan atau sakral dari tulang belakang

Wawancara kuesioner secara daring dengan pertanyaan

““apakah saudara sedang mengalami

Kuesioner peneliti 1. Ya

2. Tidak

Nominal

(52)

nyeri punggung bawah ?”

Gambar

Gambar 2.1 Anatomi tulang belakang.
Gambar 2.2 Perbedaan kurva tulang belakang ketika masa janin dan dewasa.
Gambar 2.3 Bagian-bagian tulang belakang.
Gambar 2.4 Discus intervertebralis.
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini sejalan dengan penelitian Yanty, 2020 yang berjudul Peran Konseling Keluarga Berencana (KB) terhadap Pengetahuan Tentang Metode Kontrasepsi pada Wanita Usia Subur di

Skripsi ini berjudul “Hubungan Faktor Sosiodemografi Ibu dengan Dehidrasi dan Gangguan Elektrolit pada Balita Penderita Diare di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam

Berdasarakan penelitian yang dilakukan oleh Wolley et al.(2016), terdapat peningkatan secara bermakna status gizi pada anak dengan leukemia limfoblastik akut

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik penderita dengan kejadian malaria pada pasien rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN FUNGSI KOGNITIF MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh MELLY 160100125 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS

Berdasarkan hasil penelitian tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2017 tentang jenis-jenis pemeriksaan radiologi pada

1. Untuk mengetahui jumlah mahasiswa Program Studi Pendidikan dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2018 yang mengalami adiksi

Saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang ultrasonografi dalam