NYERI PUNGGUNG BAWAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021 SKRIPSI
Oleh :
Dinda Muhammad Nur 170100218
Universitas Sumatera Utara
NYERI PUNGGUNG BAWAH
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN 2021 SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh :
Dinda Muhammad Nur 170100218
Universitas Sumatera Utara
i
Jenis-Jenis Pemeriksaan Radiologi pada Nyeri Punggung Bawah.
Nama Mahasiswa Nomor Induk
: :
Dinda Muhammad Nur 170100218
Telah berhasil dipertahankan di hadapan Komisi Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas
Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Pembimbing
dr. Elvita Rahmi Daulay, M.Ked(Rad), Sp.Rad(K) NIP. 197109102002122002
Ketua Penguji Anggota Penguji
dr. Nurfida Khairina Alrrasyid, M.Kes dr. Meriza Martineta, M.Gizi
NIP. 197008191999032001 NIP. 198903122014042001
Medan, 2020
Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K) NIP. 196605241992031002
Universitas Sumatera Utara
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahiwabarakatuh.
Segala puji dan syukur penulis panajatkan kehadirat Allah SWT karena atas segala rahmat dan berkat-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi ini tepat pada waktunya. Skripsi ini berjudul “Tingkat Pengetahuan Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2017 Tentang Jenis-Jenis Pemeriksaan Radiologi pada Nyeri Punggung Bawah” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam penyusunan dan penyelesaian skripsi ini, penulis mendapat banyak dukungan dan bantuan baik secara moril maupun materil dari berbagai pihak.
Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar- besarnya kepada :
1. Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara, Prof. Dr. dr.
Aldy Safruddin Rambe, Sp.S (K), yang banyak memberikan dukungan selama proses penyusunan skripsi.
2. Dosen Pembimbing, dr. Elvita Rahmi Daulay, M.Ked (Rad), Sp.Rad (K), yang banyak memberikan arahan, masukan, ilmu, dan motivasi kepada penulis sehingga skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik.
3. dr. Nurfida Khairina Arrasyid M.Kes selaku ketua penguji yang telah memberikan petunjuk serta nasihat dalam penyempurnaan skripsi ini.
4. dr. Meriza Martineta, M.Gizi selaku anggota penguji yang telah memberikan petunjuk serta nasihat dalam penyempurnaan skripsi ini.
5. dr. Denny Rifsal Siregar Sp.B (Onk) selaku dosen pembimbing akademik yang telah membimbing penulis selama menempuh pendidikan di Fakultas Kedokteran USU.
6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan selama penyelesaian studi.
Universitas Sumatera Utara
iii
7. Kedua orang tua, abang dan kakak serta keluarga yang tiada hentinya mendukung penulis baik moril maupun materil dan mendoakan penulis dalam menyelesaikan pendidikan dan skripsi.
8. Sahabat saya tritinq, Rizki Febry dan Sonia Velliana yang telah memberikan motivasi dan semangat dalam penyelasaian skripsi.
9. Sahabat sekaligus rekan-rekan belajar dan penelitian penulis, Ukhti dan Summer Soldier.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, baik dari segi konten maupun cara penulisannya. Oleh sebab itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menyempurnakan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan mampu memberikan sumbangsih bagi bangsa dan Negara terutama dalam bidang pendidikan terkhususnya ilmu kedokteran.
Medan, 2020 Penulis,
Dinda Muhammad Nur 170100218
Universitas Sumatera Utara
iv
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Pengesahan ... i
Kata Pengantar ... ii
Daftar Isi... iv
Daftar Gambar ... vi
Daftar Tabel ... vii
Daftar Lampiran ... viii
Daftar Singkatan... ix
Abstrak ... x
Abstract ... xi
BAB I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 3
1.3 Tujuan Penelitian ... 3
1.3.1 Tujuan Umum ... 3
1.3.2 Tujuan Khusus ... 3
1.4 Manfaat Penelitian ... 3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anatomi Fisiologi Tulang Vertebra ... 4
2.1.1 Vertebra ... 5
2.1.2 Persendian ... 7
2.1.3 Ligamentum ... 7
2.1.4 Otot Vertebra Lumbal ... 12
2.1.5 Persarafan Vertebra ... 13
2.2 Nyeri Punggung Bawah ... 14
2.2.1 Definisi ... 14
2.2.2 Etiologi ... 14
2.2.3 Patofisiologi ... 15
2.2.4 Faktor Risiko ... 17
2.2.5 Manifestasi Klinis ... 18
2.2.6 Klasifikasi NPB ... 18
2.2.7 Diagnosa ... 19
2.2.7.1 Anamnesis ... 19
2.2.7.2 Pemeriksaan Fisik ... 19
2.2.7.3 Pemeriksaan Radiologi ... 22
2.2.8 Diagnosa Banding... 25
2.2.9 Penatalaksanaan ... 26
2.2.10 Komplikasi... 28
2.2.11 Prognosis ... 28
2.3 Kerangka Teori ... 29
2.4 Kerangka Konsep ... 29
Universitas Sumatera Utara
v BAB III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian ... 30
3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 30
3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
3.3.1 Populasi Penelitian ... 30
3.3.2 Sampel Penelitian ... 30
3.3.2.1 Kriteria Sampel Penelitian ... 31
3.4 Metode Pengumpulan Data... 31
3.4.1 Teknik Pengumpulan Data... 31
3.4.2 Cara Kerja Penelitian ... 31
3.5 Metode dan Analisa Data ... 32
3.6 Variabel dan Definisi Operasional ... 32
3.6.1 Variabel ... 32
3.6.2 Definisi Operasional ... 32
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 34
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan ... 42
5.2 Saran ... 42
DAFTAR PUSTAKA ... 43
LAMPIRAN ... 47
Universitas Sumatera Utara
vi
Gambar 2.2 Ligamentum Vertebral ... 9
Gambar 2.3 Vertebra Lumbalis... 10
Gambar 2.4 Diskus Intervertebralis ... 11
Gambar 2.5 Lapisan Dalam Otot Punggung dan Abdomen ... 13
Gambar 2.6 Lapisan Dalam Otot Abdomen... 13
Gambar 2.7 Plexus Lumbosacralis ... 14
Gambar 2.8 Straight Leg Raise (Laseque) Test ... 21
Gambar 2.9 Feber Test ... 22
Gambar 2.10 Foto Polos Lumbal ... 23
Gambar 2.11 CT-Scan NPB ... 24
Gambar 2.12 MRI NPB ... 25
Gambar 2.13 Kerangka Teori ... 29
Gambar 2.14 Kerangka Konsep ... 29
Universitas Sumatera Utara
vii
Tabel 3.1 Definisi Operasional Penelitian... 33 Tabel 4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden ... 34 Tabel 4.2 Distribusi Frekuensi Hasil Kuesioner Tingkat Pengetahuan
dan Jenis-Jenis Pemeriksaan Radiologi pada NPB ... 35 Tabel 4.3 Distribusi Tingkat Pengetahuan Responden Tentang Jenis-
Jenis Pemeriksaan Radiologi pada NPB ... 36 Tabel 4.4 Distribusi FrekuensiTingkat Penegtahuan Responden
tentang NPB ... 37 Tabel 4.5 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden
Tentang Jenis-Jenis Pemeriksaan Radiologi pada NPB 37 Tabel 4.6 Distribusi Frekuensi Tingkat Pengetahuan Responden
Berdasarkan Jenis Kelamin ... 38
Universitas Sumatera Utara
viii Lampiran 2 : Halaman Pernyataan Orisinalitas
Lampiran 3 : Lembar Penjelasan Kepada Calon Subyek Penelitian Lampiran 4 : Lembar Persetujuan Subyek Penelitian
Lampiran 5 : Kuesioner
Lampiran 6 : Keterangan dan Validasi Lampiran 7 : Surat Izin Penelitian Lampiran 8 : Ethical Clearance Lampiran 9 : Data Induk Penelitian Lampiran 10 : Data Statistik SPSS
Universitas Sumatera Utara
ix CT : Computerized Tomography MRI : Magnetic Resonance Imaging
SPPS : Statistical Package for the Social Science NPB : Nyeri Punggung Bawah
GBD : Global Burden of Disease
ASSR : American Society of Spine Radiologists CT-Scan : Computed Tomography
NSAID : Non Steroid Anti Inflamasi Drug DRG : Dorsal Root Ganglion
ABCS : Alignment, bony changes, cartilage, soft tissue changes HNP : Herniasi Nukleus Pulposus
Universitas Sumatera Utara
x
Abstrak
Latar Belakang. Nyeri Punggung Bawah merupakan salah satu sindroma (sekumpulan penyakit) yang terjadi pada tulang belakang, mengakibatkan penurunan fungsi tubuh pada tulang belakang dan menjadi salah satu alasan masyarakat untuk berkunjung ke layanan primer. Nyeri punggung bawah memang tidak menyebabkan kematian, namun individu mengakibatkan penurunan aktivitas dan kualitas hidup. Pemeriksaan awal pada keluhan nyeri punggung bawah meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan neurologi lainnya dan berbagai jenis-jenis pemeriksaan radiologi seperti X-ray, CT-Scan maupun MRI yang fungsinya berbeda-beda dalam mengevaluasi nyeri punggung bawah. Tujuan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2017 tentang jenis-jenis pemeriksaan radiologi pada nyeri punggung bawah. Metode. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dengan desain penelitian potong lintang yang dilakukan pada bulan Juni-Desember 2020. Penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2017 sebanyak 97 orang dari total 255 mahasiswa. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan data primer, yaitu kuesioner, kemudian data dinalisis menggunakan program komputer SPSS. Hasil. Dari hasil penelitian diperoleh responden perempuan 54 orang (55,70%), laki-laki 43 orang (44,3%). Sedangkan berdasarkan usia dengan nilai rata-rata usia adalah 20,8
± 0,82. Pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2017 dari 97 responden, 67% secara keseluruhan mempunyai kriteria baik, tingkat pengetahuan mahasiswa tentang nyeri punggung bawah mempunyai kriteria baik, yaitu sebanyak 63,9%, sedangkan tingkat pengetahuan mahasiswa tentang jenis-jenis pemeriksaan radiologi nyeri punggung bawah mempunyai kriteria sedang, yaitu 53,6%. Kesimpulan. Tingkat pengetahuan tentang nyeri punggung bawah pada mahasiswa angkatan 2017 Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara secara keseluruhannya adalah baik.
Kata kunci :Radiologi, pengetahuan, mahasiswa
Universitas Sumatera Utara
xi
Abstract
Background. Lower Back Pain is one of the syndromes (a group of diseases) that occur in the spine, resulting in a decrease in body function in the spine and become one of the reasons for people to visit primary services. Lower back pain does not cause death, but individuals result in decreased activity and quality of life. Initial examinations of lower back pain complaints include anamnesis, physical examinations, as well as other neurological examinations and various types of radiology examinations such as X-rays, CT scans and MRIs whose functions vary in evaluating lower back pain. Objective. This study aims to find out the level of knowledge of students of the Faculty of Medicine, University of North Sumatra Class of 2017 on the types of radiology examinations in lower back pain. Method. This research is a descriptive research with latitude cut research design conducted in June-December 2020. This research is a student of the Faculty of Medicine, University of North Sumatra Class of 2017 as many as 97 people out of a total of 255 students. This research was conducted using primary data, namely questionnaires, then data analyzed using SPSS computer programs. Results. From the results of the study obtained female respondents 54 people (55.70%), men 43 people (44.3%). While based on age with an average age value is 20.8 ± 0.82. Knowledge of students of the Faculty of Medicine, University of North Sumatra Class of 2017 from 97 respondents, 67% overall have good criteria, the level of knowledge of students about lower back pain has good criteria, namely as much as 63.9%, while the level of knowledge of students about the types of lower back pain radiology examinations has a moderate criteria, namely 53.6%. Conclusion. The level of knowledge about lower back pain in students of the 2017 class of the Faculty of Medicine, University of North Sumatra as a whole is good.
Keywords. Radiology, knowledge, student.
Universitas Sumatera Utara
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Nyeri punggung bawah (NPB) merupakan salah satu keluhan karena penurunan fungsi tubuh pada tulang belakang bagian bawah yang menyebabkan penurunan produktivitas kerja (Mayhew, 2010). NPB telah menjadi masalah kesehatan masyarakat yang paling serius, dan menjadi salah satu alasan utama kunjungan masyarakat kelayanan primer. NPB memang tidak menyebabkan kematian, namun menyebabkan individu yang mengalaminya menjadi tidak produktif, beberapa kondisi yang menyebabkan terjadinya NPB antara lain pekerjaan berat dengan gerakan yang menimbulkan cedera otot dan saraf (Patrianingrum, 2015).
NPB dialami oleh 70% orang di negara-negara maju (McIntonsh dan Hall, 2011). NPB termasuk dalam 10 penyakit prevalensi tertinggi di dunia. Global Burden of Disease Study (GBD) 2010 menyatakan bahwa prevalensi NPB di dunia adalah 9,17% dengan jumlah populasi 632.045 jiwa.
Berdasarkan data lainnya prevalensi NPB di Indonesia sebesar 18%.
Prevalensi NPB meningkat sesuai dengan bertambahnya usia dan paling sering terjadi pada usia 35-55 tahun. Penyebab NPB sebagian besar (85%) adalah nonspesifik, akibat kelainan pada jaringan lunak, berupa cedera otot, ligamen, spasme atau keletihan otot. Penyebab lain yang serius adalah spesifik antara lain, fraktur vertebra, infeksi dan tumor (Kemenkes, 2018).
Untuk memastikan NPB berasal dari saraf ataupun lainnya, yang pertama dilakukan ialah anamnesis, pemeriksaan fisik serta pemeriksaan neurologi untuk memastikan bahwa nyeri yang timbul termasuk dalam gangguan saraf, dan berbagai modalitas pemeriksaan penunjang (radiologi) yang dapat digunakan untuk mengevaluasi NPB (Paulsen, 2011).
Foto polos lumbal merupakan pemeriksaan awal yang dilakukan pada penderita NPB, karena selain pemeriksaannya murah dan alatnya juga sudah
Universitas Sumatera Utara
banyak, pemeriksaan foto polos dapat membantu menyingkirkan diagnosis lain yang berasal dari NPB. Foto polos dilakukan sebagai pemeriksaan pertama untuk menilai kedudukan antar tulang-tulang. Pada awal degenerasi perubahan diskus intervertebralis tidak dapat di evaluasi dengan foto polos dan tidak dapat memberikan gambaran juga terhadap jaringan lunak seperti herniasi diskus, namun akan terlihat adanya spasme otot dan penurunan pergerakan dari vertebra lumbal (Amelia, 2013).
CT-Scan merupakan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengevaluasi struktur tulang, tetapi kurang baik untuk menilai kanalis spinalis. Pemeriksaan ini tidak dapat dilakukan pada pasien yang memiliki ruang spinal yang sempit karena tidak dapat menginterpretasikan gambaran dengan jelas. Selain itu, CT-Scan juga bisa juga membedakan diskus dan ligamentum flavum dari kantongan tekal (thecal sac). Memberikan visualisasi abnormalitas faset, abnormalitas diskus lateralis yang mengarahkan kecurigaan kepada lumbar stenosis, serta membedakan stenosis sekunder akibat fraktur. Namun derajat stenosis sering tidak bisa ditentukan karena tidak bisa melihat jaringan lunak secara detail (Koes, B.W et al., 2010).
Pemeriksaan MRI merupakan metode diagnostik standar terpilih (baku emas) untuk kasus Herniasi Nukleus Pulposus (HNP). MRI dapat mendeteksi perubahan abnormal jaringan lunak seperti herniasi diskus, tumor, pendarahan atau infeksi (Amelia, 2013).
Uraian diatas menunjukkan bahwa pemeriksaan foto polos lumbosacral dilakukan sebagai pemeriksaan pertama dalam menilai kelainan anatomi dan kedudukan antar tulang-tulang, CT-Scan pemeriksaan yang dilakukan untuk mengevaluasi struktur tulang dengan baik dibandingkan dengan X-Ray.
Pemeriksaan MRI mampu mengevaluasi struktur internal jaringan lunak yang menunjukkan perbedaan jaringan antara normal dan abnormal menunjukkan hasil yang lebih akurat dalam mengevaluasi NPB.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian terkait tingkat pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (FK USU) Angkatan 2017 tentang jenis-jenis pemeriksaan radiologi pada nyeri punggung bawah.
Universitas Sumatera Utara
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, rumusan masalah penelitian ini adalah: “Bagaimana Tingkat Pengetahuan Mahasiswa FK USU angkatan 2017 tentang Jenis-Jenis Pemeriksaan Radiologi pada Nyeri Punggung Bawah?”.
1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU angkatan 2017 tentang jenis-jenis pemeriksaan radiologi pada nyeri punggung bawah.
1.3.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU angkatan 2017 tentang nyeri punggung bawah.
2. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU angkatan 2017 tentang jenis-jenis pemeriksaan radiologi.
3. Untuk mengetahui karakteristik mahasiswa FK USU angkatan 2017 berdasarkan jenis kelamin.
1.4 MANFAAT PENELITIAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:
1. Bagi Ilmu Pengetahuan
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi atau bahan bacaan untuk dikembangkan lagi pada penelitian selanjutnya.
2. Bagi Subjek Peneliti
Hasil penelitian diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan mereka tentang jenis-jenis pemeriksaan radiologi pada nyeri punggung bawah.
3. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini memberikan pengetahuan dan pengalaman bagi peneliti dalam melaksanakan atau mengembangkan penelitian selanjutnya di kemudian hari
Universitas Sumatera Utara
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI FISIOLOGI TULANG VERTEBRA
NPB melibatkan bagian anatomi tulang belakang. Tulang belakang adalah struktur lentur sejumlah tulang yang disebut vertebra. Diantara tiap dua ruas vertebra terdapat bantalan tulang rawan. Panjang rangkaian vertebra pada orang dewasa dapat mencapai 57-67 cm (Pearce, 2010).
Vertebra adalah struktur susunan kolom tulang belakang. Vertebra melindungi dan mendukung sumsum tulang belakang. Vertebra juga menanggung sebagian besar beban yang dikenakan pada tulang belakang. Tubuh setiap vertebra adalah bagian tulang yang besar dan bulat. Tubuh masing-masing tulang belakang melekat pada cincin bertulang. Ketika vertebra ditumpuk satu di atas yang lain, cincin ini menciptakan tabung hampa tempat sumsum tulang belakang melewatinya. Cincin bertulang yang melekat pada tubuh vertebral terdiri dari beberapa bagian. Pertama, lamina memanjang dari tubuh untuk menutupi kanal tulang belakang, yang merupakan lubang di tengah vertebra. Kedua, pros.
Spinosus adalah bagian tulang yang berlawanan dengan tubuh vertebra. Lalu ada dua pros. Transversal (tonjolan tulang kecil), di mana otot punggung menempel pada vertebra (Pearce, 2010).
Tulang vertebra dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya, 7 vertebra servikalis, 12 vertebra torakalis, 5 vertebra lumbalis, 5 vertebra sakralis, dan 4 vertebra koksigeus (Pearce, 2010).
Tulang vertebra secara garis besar terdiri dari dua bagian yaitu bagian anterior dan posterior. Anterior tersusun atas korpus vertebra, diskus intervertebralis (sebagai persendian), dan ditopang oleh ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan bagian posterior tersusun atas pedikel, lamina, kanalis vertebralis, serta pros. Tranversus dan spinosus yang menjadi tempat otot penyokong dan pelindung kolumna vertebra. Bagian posterior vertebra antara satu dan lain dihubungkan dengan sendi apofisial (faset).
4
Universitas Sumatera Utara
Stabilitas vertebra tergantung pada integritas korpus vertebra dan diskus intervertebralis serta dua jenis jaringan penyokong yaitu ligamentum (pasif) dan otot (aktif) (Pearce, 2010).
Gambar 2.1 Vertebra Sumber: (Eidelson, 2012)
2.1.1 Vertebra
Vertebra dikelompokkan dan dinamai sesuai dengan daerah yang ditempatinya, yaitu:
a. Vertebra Servikal
Vertebra servikal terdiri dari 7 tulang atau ruas tulang leher, ruas tulang leher adalah yang paling kecil. Ruas tulang leher pada umumnya mempunyai ciri badanya kecil dan persegi panjang, lebih panjang kesamping daripada kedepan atau kebelakang. Lengkungannnya besar, pros. Spinosus atau taju duri ujungnya dua atau bivida. Pros. Transversus atau taju sayap berlubang-lubang karena banyak foramina untuk lewatnya arteri vertebralis (Pearce, 2010).
b. Vertebra Torakalis
Universitas Sumatera Utara
Vertebra torakalis adalah badan yang berbentuk lebar lonjong dengan faset atau lekukan kecil disetiap sisi untuk menyambung iga, lengkungnya agak kecil, taju duri panjang dan mengarah kebawah, sedangkan taju sayap yang membantu mendukung iga adalah tebal dan kuat serta memuat faset persendian untuk iga (Pearce, 2010).
c. Vertebra Lumbalis
Vetebra lumbalis terdiri dari 5 ruas tulang atau nama lainnya adalah ruas tulang pinggang, luas tulang pinggang adalah yang terbesar. Taju durinya lebar dan berbentuk seperti kapak kecil. Taju sayapnya panjang dan ramping. Ruas kelima membentuk sendi dan sakrum pada sendi lumbosacral (Pearce, 2010).
d. Vertebra Sakralis
Vertebra sakralis terdiri dari 5 ruas tulang atau nama lainnya adalah tulang kelangkang. Tulang belakang berbentuk segitiga dan terletak pada bagian bawah kolumna vertebralis, terjepit diantara kedua tulang inominata.
Dasar dari sakrum terletak di atas dan bersendi dengan vertebra lumbalis kelima dan membentuk sendi intervertebral yang khas. Tapi anterior dari basis sakrum membentuk promontorium sakralis. Kanalis sakralis terletak dibawah kanalis vertebra. Dinding kanalis sakralis berlubang-lubang untuk dilalui saraf sakral. Taju duri dapat dilihat pada pandangan posterior dan sakrum (Pearce, 2010).
e. Vertebra Koksigeus
Vertebra koksigeus adalah tulang ekor. Tulang ekor terdiri dari 4 atau 5 vertebra yang rudimenter yang bergabung menjadi satu. Fungsi dari vertebra koksigeus atau rangkaian tulang belakang bekerja sebagai pendukung badan yang kokoh sekaligus juga bekerja sebagai penyangga dengan perantaraan tulang rawan cakram intervertebralis yang lengkungannya memberi fleksibilitas dan memungkinkan membengkok tanpa patah. Cakramnya juga berguna untuk menyerap goncangan yang terjadi bila menggerakkan berat seperti waktu berlari dan meloncat, dan dengan demikian otak dan sumsum tulang belakang terlindungi terhadap
Universitas Sumatera Utara
goncangan. Gelang panggul adalah penghubung antara badan dan anggota bawah (Pearce, 2010).
Sebagian dari kerangka axial, atau tulang sakrum dan tulang koksigeus, yang letaknya terjepit antara dua tulang coxae, juga membentuk tulang ini. Dua tulang coxae itu bersendi satu dengan lainnya di tempat simfisis pubis (Pearce, 2010).
2.1.2 Persendian
Korpus vertebra membentuk persendian dengan simfisis (articulation cartilaginosa sekunder) yang dirancang untuk menahan berat tubuh dan memberikan kekuatan. Permukaan yang berartikulasio pada vertebra yang berdekatan dihubungkan oleh diskus intervertebralis dan ligamen. Diskus intervertebralis menjadi perlengketan kuat di antara korpus vertebra, yang menyatukannya menjadi kolumna semirigid kontinu dan membentuk separuh inferoir batas anterior foramen intervertebralis. Pada keseluruhannya, diskus merupakan kekuatan (panjang) kolumna vertebralis. Selain memungkinkan gerakan di antara vertebra yang berdekatan, deformabilitas lenturnya memungkinkan diskus berperan sebagai penyerap benturan (Moore dan Dalley, 2013).
2.1.3 Ligamentum
a. Ligamentum Vetebra
Vertebra lumbal dapat stabil karena selalu dibantu oleh ligamen-ligamen yang ada di lumbal. Jenis-jenis sistem ligamen pada vertebra lumbal:
1. Anterior Longitudinal Ligament (lumbal spine)
Ligamen ini berfungsi mempertahankan stabilitas sambungan dan membatasi ekstensi, merupakan ligamen yang tebal dan relatif kuat pada tepi bagian vertebra, menutupi permukaan ventral dari lumbar vertebra dan diskus. Ligamen ini melekat erat pada serat-serat annular diskus anterior dan melebar saat menuruni kolom vertebra (Drake R et al., 2014).
Universitas Sumatera Utara
2. Posterior Longitudinal Ligament
Ligamen ini terletak di dalam kanal vertebra di atas permukaan posterior tubuh vertebra dan diskus atau disebut juga annulus fibrosus. Berfungsi untuk membatasi fleksi kolom vertebral, kecuali pada L-spine bawah, dimana ligamen ini sempit dan tidak sekuat anterior longitudinal ligament. Ligamen yang mengandung serabut saraf nyeri (afferent) sehingga bersifat sensitif dan banyak sirkulasi darah (Drake R et al., 2014).
3. Flavum Ligament
Menjembatani interval interlaminar, menempel pada ligamen interspinous medial dan kapsul faset lateral, membentuk dinding posterior kanal vertebral. Memiliki keterikatan yang luas pada permukaan bawah lamina superior dan menyisipkan ketepi permukaan lamina inferior. Ligamen ini banyak mengandung serabut elastin daripada serabut kolagen dibandingkan dengan ligamen lainnya. Ligamen ini merupakan ligamen kompleks yang kuat namun, kurang resisten terhadap gerakan fleksi karena lebih menahan gerakan kearah ventral, meregang untuk fleksi dan mengerut serat elastin dalam netral atau ekstensi. Ini mempertahankan ketegangan diskus yang konstan (Drake R et al., 2014).
4. Supraspinosus and Interspinosus Ligament
Ligamentum supraspinous bergabung dengan ujung prosess. Spinosus vertebra yang berdekatan dari L1-L3. Ligamen interspinosus menghubungkan pros. Spinosus dari akar kepuncak prosesus yang berdekatan. Kadang-kadang digambarkan bersama sebagai kompleks ligamen interspinosus/ supraspinosus, ligamen ini tidak kuat menolak pemisahan dan ligamen ini berperan dalam pergerakan fleksi lumbal.
Ligamentum intertransverse bergabung dengan pros. Transversal vertebra yang berdekatan dan menahan tekukan lateral. Ligamen ini berfungsi untuk mengontrol gerakan lateral fleksi pada daerah lumbal kearah kontra lateral. Keadaan ini terjadi pada saat gerakan signifikan fleksi melawan gaya pada tulang belakang (Drake R et al., 2014).
Universitas Sumatera Utara
5. Capsular Ligament
Merupakan ligamen yang berperan penting untuk kestabilan vertebra. Tidak begitu banyak gerakan, namun relatif kuat (Drake R et al., 2014).
Gambar 2.2 Ligament Vertebra Sumber: (Reza, 2010)
Bagian vertebra secara garis besar:
1. Korpus
Korpus merupakan lempeng tulang yang tebal, agak melengkung dipermukaan atas dan bawah (Gibson, 2013). Dari kelima kelompok vertebra, kolumna vertebra lumbalis merupakan kolumna yang paling besar dan kuat karena pusat pembebanan tubuh berada di vertebra lumbalis (Bontrager dan Lampignano, 2014).
2. Arkus
Menurut Gibson (2013) Arkus vertebra terdiri dari:
a. Pedikulus dibagian depan bagian tulang yang berjalan kearah bawah dari korpus, dengan lekukan pada vertebra di dekatnya membentuk foramen intervertebra.
b. Lamina dibagian belakang bagian tulang yang pipih berjalan kearah belakang dan kedalam untuk bergabung dengan pasangan dari sisi yang berlawanan.
Universitas Sumatera Utara
3. Foramen Vertebra
Foramen vertebra adalah sebuah lubang besar yang dibatasi oleh korpus pada bagian depan, pedikulus di bagian samping, dan lamina dibagian samping dan belakang.
4. Foramen Intervetebra
Foramen pada bagian samping, di antara dua vertebra yang berdekatan yang dilalui oleh saraf spinalis yang sesuai.
5. Prosesus Artikularis superior dan inferior
Adalah persendian dengan prosessus yang sama pada vertebra diatas dan dibawahnya.
6. Prosesus Transversus
Merupakan bagian vertebra yang menonjol ke lateral.
7. Diskus Intervertebralis
Gambar 2.3 Vetebra Lumbalis Sumber: (Lippert, 2011)
Merupakan cakram yang melekat pada permukaan 2 korpus vertebra yang berdekatan, cakram intervertebralis ini adalah bantalan yang berfungsi sebagai peredam kejut di antara masing-masing tulang belakang di tulang belakang. Ada satu diskus di antara masing-masing vertebra. Setiap diskus memiliki cincin luar yang kuat terdiri dari annulus fibrosus, cincin jaringan fibrokartilaginosa pada bagian luar, dan nukleus pulposus (Putz dan Pabst, 2013):
₋ Nukleus pulposus adalah substansi gelatinosa yang berbentuk transparan, mengandung 90% air, dan sisanya adalah kolagen dan proteoglycans yang merupakan unsur-unsur khusus yang bersifat mengikat atau menarik air dan
Universitas Sumatera Utara
posisinya tertutup di dalam annulus fibrosus. Nukleus pulposus tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf. Nukleus pulposus mempunyai kandungan cairan yang sangat tinggi sehingga dia dapat menahan beban kompresi serta berfungsi untuk mentransmisikan beberapa gaya ke annulus dan sebagai shock absorber (Putz dan Pabst, 2013).
₋ Anulus adalah lapisan terluar cakram dan area terkuat dari cakram. Anulus sebenarnya adalah ligamen kuat yang menghubungkan masing-masing tulang belakang. Annulus fibrosus tersusun sekitar 90 serabut konsentrik jaringan kolagen, serabutnya saling menyilang secara vertikal sekitar 30° satu sama lainnya, maka strukurnya menjadi lebih sensitif pada saat strain rotasi dari pada beban kompresi, tension dan shear. Secara mekanis, annulus fibrosus berperan sebagai gulungan pegas terhadap beban tension dengan mempertahankan korpus vertebra secara bersamaan melawan tahanan dari nukleus pulposus yang bekerja seperti bola. Inti lembek dari diskus berfungsi sebagai peredam kejut utama (Putz dan Pabst, 2013).
₋ Herniasi diskus terjadi ketika serat terluar diskus intervertebralis (annulus) rusak dan bahan dalam lunak nukleus pulposus pecah keluar dari ruang normalnya. Jika annulus robek didekat kanal tulang belakang, bahan nukleus pulposus dapat mendorong kedalam kanal tulang belakang (Putz dan Pabst, 2013).
Gambar 2.4 Diskus Intervetebralis Sumber: (Putz dan Pabst, 2013)
Universitas Sumatera Utara
2.1.4 Otot-otot Vertebra Lumbal
Otot penggerak batang tubuh secara langsung ataupun tidak langsung mempengaruhi vertebra. Otot-otot tersebut adalah otot erektor spinal, otot psoas, otot rektus abdominalis menurut (Moore dan Agur 2013).
1. Erektor Spinal
Merupakan kelompok otot yang luas dan terletak dalam facia lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sakrum, krista illiaka dan pros. Spinosus thoracolumbal.
Kelompok otot ini terbagi atas beberapa otot yaitu:
Otot longissimus: torasis, servisis dan kapitis: serabut melintas kranial ke kosta antara tuberkulum kosta dan angulus kosta, ke pros. Spinosus di daerah torakal dan servikal, dan pros. Mastoideus di tulang temporal.
Otot spinalis: torasis, servisis dan kapitis: serabut melintas kranial ke pros.
Spinosus di daerah torakal kranial dan kranium.
Fungsi utama: bekerja bilateral: ekstensi kolumna vertebralis dan kepala sewaktu punggung membungkuk, otot-otot ini mengatur gerakan dengan memperpanjang serabutnya secara bertahap, bekerja unilateral: lateral fleksi kolumna vertebralis.
2. Otot Psoas Major
Merupakan kelompok otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang terdiri dari otot quadratus lumborum dan otot psoas, kelompok otot ini berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal
Origo: Pros. Tansversus vertebra lumbalis, sisi korpus vertebra T12-L5 dan diskus intervertebralis.
Insertio: melalui tendon yang kuat pada trochanter minor femur.
Fungsiutama: Kontraksi bagian kranial bersama otot illiakus mengadakan fleksi paha, kontraksi bagian kaudal megadakan lateral fleksi kolumna vertebralis, berguna untuk mengatur keseimbangan batang tubuh sewaktu duduk, kontraksi bagian kaudal bersama otot illiakus mengadakan fleksi batang tubuh.
Universitas Sumatera Utara
3. Otot Rektus Abdominis
Merupakan kelompok otot ekstrinsik yang membentuk dan memperkuat dinding abdominal.
Ada 4 otot abdominal yang penting dalam fungsi tulang belakang, yaitu otot rektus abdominis, otot obliqus eksternal, otot obliqus internal dan otot transversalis abdominis (global muscle). Kelompok otot ini merupakan fleksor trunk yang sangat kuat dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal. Di samping itu otot obliqus internal dan eksternal berperan pada rotasi trunk
Origo: Simfisis pubik dan krista pubik
Insertion: Pros. Xiphoideus dan kartilagokosta V-VII Fungsiutama: Fleksi batang tubuh dan menekan visera abdomen.
Gambar 2.5 Lapisan dalam otot-otot Gambar 2.6 Lapisan dalam otot-otot
punggung abdomen
Sumber: (Putz dan Pabst, 2013)
2.1.5 PersarafanVertebra
31 pasang saraf spinal (nervus spinalis) dilepaskan dari medulla spinalis.
Beberapa anak akar keluar dari permukaan dorsal dan permukaan ventral medulla spinalis, dan bertaut untuk membentuk akar ventral (radiks anterior) dan akar dorsal (radiks posterior). Dalam radiks posterior terdapat serabut aferen atau sensoris dari kulit, jaringan subkutan dan profunda, dan sering kali dari visera radiks anterior terdiri dari serabut eferen atau motoris untuk otot rangka.
Universitas Sumatera Utara
Pembagian saraf spinal adalah sebagai berikut: 8 pasang saraf servikalis, 12 pasang saraf torakalis, 5 pasang saraf lumbalis, 5 pasang saraf sakralis, dan satu pasang saraf koksigeus (Snell, 2012).
Gambar 2.7. Plexus Lumbosacralis Sumber: (Snell, 2012)
2.2 NYERI PUNGGUNG BAWAH 2.2.1 Definisi
NPB adalah suatu keadaan nyeri di punggung bawah yang periodenya berlangsung lebih dari 24 jam, biasanya didahului dan diikuti dengan 1 bulan atau lebih tanpa rasa NPB. NPB adalah suatu ketidaknyamanan yang rasa nyerinya berlokasi dibawah sudu tiga terakhir (batas kostal) dan diatas lipat bokong bawah, kadang disertai nyeri dan kadang tanpa rasa nyeri pada daerah tungkai (Hasenbring Mi et al., 2012).
NPB adalah kondisi muskuloskeletal paling umum yang mempengaruhi populasi orang dewasa, dengan prevalensi hingga 84%. NPB kronik merupakan penyebab utama disabilitas di seluruh dunia dan merupakan masalah kesejahteraan dan ekonomi utama. NPB kronik memiliki penyebab patologis mendasar yang terdefinisi dengan baik dan itu adalah penyakit, bukan gejala (Balague F, et al., 2012).
Universitas Sumatera Utara
2.2.2 Etiologi
Nyeri punggung adalah topik luas dengan banyak etiologi potensial yang dipecah terutama adalam 4 kategori utama (Patrick N et al., 2014).
- Mekanik: Paling umum ini adalah karena cedera pada tulang belakang, cakram intervertebralis, atau jaringan lunak. Seperti spondilolistesis dapat berupa proses akut atau kronis. Lumbago sering disebut sebagai nyeri punggung akut atau ketegangan pada otot quadratus lumborum atau otot paraspinal. Herniasi diskus adalah tipe umum dari nyeri punggung traumatis. Kehamilan juga merupakan penyebab mekanis nyeri punggung.
- Degeneratif: Osteoartritis tulang belakang termasuk osteoartritis sendi faset, osteoartritis sendi sakroiliaka, stenosis spinal, dan penyakit cakram degeneratif.
- Peradangan: Ini disebabkan terutama karena spondiloartropatis inflamasi (seronegatif) seperti ankylosing spondilitis. Sakroilitis paling sering terlihat. Patofisiologi nyeri punggung tergantung pada etiologinya. Paling sering, itu mungkin merupakan bagian dari proses inflamasi akut.
- Onkologis: Hal ini disebabkan oleh lesi tulang belakang, kanker sumsum, atau kejadian pada penekanan saraf dari lesi yang menempati ruang yang berdekatan.
- Infeksi: Infeksi pada tulang belakang, cakram, abses epidural, atau abses otot/jaringan lunak.
- Traumatis: Kondisi ini biasanya terjadi karena trauma pada area punggung bawah. Fraktur kompresi biasanya terjadi akibat jatuh dari ketinggian.
Meski demikian, fraktur kompresi juga bisa terjadi pada kondisi tulang belakang yang patologik seperti pada kasus osteoporosis dan metastase kanker ke tulang (Kemenkes, 2018).
2.2.3 Patofisiologi
Nyeri dimediasi oleh nosiseptor, neuron sensorik periferal khusus yang mengingatkan kita terhadap rangsangan yang berpotensi merusak kulit dengan mentransduksi rangsangan menjadi sinyal listrik yang diteruskan kepusat otak
Universitas Sumatera Utara
yang lebih tinggi. Nosiseptor adalah neuron somatosensori primer pseudo- unipolar dengan tubuh neuronalnya yang terletak di Dorsal Root Ganglion (DRG). Mereka adalah akson bifurkata: cabang perifer yang menginervasi kulit dan cabang sentral sinaps berada pada neuron orde kedua di tanduk dorsal medula spinalis (Dubin AE et al., 2010).
Modulasi nosiseptif pertama terjadi di tanduk dorsal, di mana serabut aferen nosiseptif konvergen ke sinaps pada satu neuron jangkauan dinamis yang luas.
Neuron jangkauan dinamis merespon dengan intensitas yang sama tanpa memperhatikan apakah sinyal saraf adalah berbahaya atau rangsangan nonpainful berlebihan (hiperalgesia). Hiperalgesia dan allodynia awalnya berkembang pada cedera lokasi. Namun, ketika perifer dan sentral sensitisasi terjadi melalui aktivitas neuron jangkauan dinamis dan pengolahan pusat, area yang sakit memperluas melampaui wilayah awal yang lebih terbatas dari kerusakan jaringan fokal (Kemenkes, 2018).
Neuron kedua memproyeksikan ke mesencephalon dan talamus, yang pada gilirannya terhubung ke kortikal cingulate somatosensor dan anterior untuk memandu fitur nyeri sensoris-diskriminatif dan afektif-kognitif nyeri masing- masing. Ujung punggung spinal adalah bagian utama informasi somatosensori yang terdiri dari beberapa populasi interneuron dan membentuk jalur penghambatan, fasilitatif yang menurun, dan mampu memodulasi transmisi sinyal nosiseptif (Dubin AE et al., 2010).
Rangsangan mekanik, termal, dan kimia berbahaya mengaktifkan nosiseptor perifer yang mengirimkan pesan nyeri melalui serat A-delta bermielin halus dan serat-C tanpa myelinasi. Nosiseptor hadir dalam annular fibrosus luar, posterior ligamentum longitudinal, terkait otot, dan struktur lainnya dari segmen gerakan tulang belakang. Mekanisme nosiseptif yang memperkuat sinyal rasa sakit, seringkali merekrut sistem saraf simpatik. Tinggi tingkat norepinefrin di daerah cedera meningkatkan sensitivitas nyeri dengan cara perubahan vasomotor regional dan sudomotor. Juga, tingkat asetilkolin yang lebih tinggi dapat meningkatkan kontraksi dan spasme otot involuntary lokal dan regional yang sedang berlangsung (Kemenkes, 2018).
Universitas Sumatera Utara
2.2.4 Faktor risiko
Beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya NPB yaitu: (Andini, 2015).
1. Usia
Seiring dengan bertambahnya usia akan semakin tinggi insiden NPB terjadi.
Usia 35-55 tahun dan makin meningkat lagi pada usia 55 tahun. Di usia 30 tahun terjadi degenerasi jaringan yang menyebabkan stabilitas pada tulang dan otot menjadi berkurang. Semakin tua seseorang, semakin tinggi risiko orang tersebut mengalami penurunan elastisitas pada tulang yang menjadi pemicu timbulnya gejala NPB (Andini, 2015).
2. Jenis Kelamin
Prevalensi terjadinya NPB lebih banyak dialami pada wanita dibandingkan dengan pria, karena secara fisiologis kemampuan otot wanita lebih rendah daripada pria (Andini, 2015).
3. Indeks Massa Tubuh
Ketika berat badan bertambah, tulang belakang akan tertekan untuk menerima beban yang mengakibatkan mudahnya terjadi kerusakan pada stuktur tulang belakang, salah satu daerah pada tulang belakang yang paling berisiko akibat efek dari obesitas adalah verterbra lumbal (Purnamasari, et al., 2010).
4. Masa Kerja
Penelitian yang dilakukan oleh (Umami, 2014) menyatakan bahwa semakin lama masa kerja atau semakin lama terpajan faktor risiko maka semakin besar risiko mengalami keluhan NPB (Umami, et al., 2014).
5. Kebiasaan Merokok
Bahan nikotin yang ada pada rokok dapat menurunkan kandungan dari diskus intervertebralis dan dalam jangka panjang akan terjadi aterosklerosis, suplai darah yang lemah untuk struktur vertebra yang dapat menyebabkan lesi degeneratif pada diskus intervertebralis dan juga merokok meningkatkan tingkat sirkulasi sitokin pro-inflamasi (Shiri, 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.2.5 Manifestasi Klinis
Pesien yang mengalami NPB biasanya mengeluhkan macam-macam gejala tergantung pada patofisiologi, perubahan kimia atau biomekanik didalam diskus intervertebralis, dan biasanya pasien mengalami nyeri. Nyeri miofasial sangat khas biasanya ditandai dengan adanya nyeri tekan pada daerah yang berhubungan (trigger points), hilangnya ruang gerak otot-otot yang tersangkut (loss of range of motion) dan nyeri radikuler yaitu nyeri yang tajam dan menyebar kebagian punggung bawah yang terbatas pada saraf tepi. Keluhan nyeri dapat hilang sendiri dengan cara meregangkan otot-otot. Salah satunya adalah nyeri referred yaitu nyeri yang menjalar kebeberapa bagian dari dermatom tanpa adanya bukti terjadinya penekanan pada akar saraf (Walker, 2012).
NPB mekanik ditandai dengan gejala sebagai berikut: (Hasenbring Mi, et al., 2012).
1. Nyeri terjadi secara intermitten atau terputus-putus.
2. Nyeri yang dirasakan bersifat tajam terjadi karena dipengaruhi oleh sikap atau gerakan yang bisa meringankan ataupun memperberat keluhan 3. Membaik setelah istirahat dan memburuk saat melakukan aktivitas.
4. Tidak ditemukan tanda-tanda radang seperti panas, warna kemerahan ataupun pembengkakan.
5. Terkadang nyeri menjalar kebagian bokong atau paha.
6. Dapat terjadi morning stiffness.
7. Nyeri berkurang bila berbaring.
2.2.6 Klasifikasi NPB
Berdasarkan etiologinya, NPB mekanik dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:
(Ramadhani Ae, et al., 2015).
1. NPB mekanik statik terjadi apabila postur tubuh dalam keadaan posisi statis (duduk atau berdiri) sehingga menyebabkan peningkatan pada sudut lumbosakral (sudut antara segmen vertebra L5 dan S1 sudut normalnya 30°-40°), yang dapat menyebabkan pergeseran titik pusat berat badan.
Peningkatan sudut lumbosakral dan pergeseran titik pusat berat badan
Universitas Sumatera Utara
dapat membuat meregangnya ligamen dan otot-otot yang berusaha untuk mempertahankan postur tubuh yang normal sehingga dapat terjadi strain atau sprain pada ligamen dan otot-otot di daerah punggung bawah yang membuat terjadinya rasa nyeri.
2. NPB mekanik dinamik dapat terjadi akibat beban mekanik abnormal pada struktur jaringan (ligamen dan otot) di daerah punggung bawah saat melakukan gerakan. Beban mekanik yang melebihi kapasitas fisiologik dan toleransi otot atau ligamen di daerah punggung bawah. Gerakan- gerakan yang tidak mengikuti mekanisme yang seperti biasanya dapat membuat timbul rasa NPB mekanik, seperti gerakan yang dikombinasi (terutama fleksi dan rotasi) dan repetitif, terutama disertai dengan beban yang berat.
Berdasarkan perjalanan klinisnya, NPB dibagi menjadi 2 kategori, yaitu:
(Goertz M, et al., 2012).
1. NPB akut keluhan pada fase akut awal terjadi 12 minggu atau rasa nyeri yang berulang. Gejala yang muncul dapat mempengaruhi kualitas hidup pada pasien dan membuat lamanya fase penyembuhan sembuh.
2. NPB sub akut keluhan pada fase akut berlangsung antara 6-12 minggu 3. NPB fase kronik terjadi >12minggu atau rasa nyeri yang berulang. Gejala
yang muncul dapat mempengaruhi kualitas hidup pasien dan biasanya dapat membuat proses penyembuhan lama.
2.2.7 Penegakan Diagnosis 2.2.7.1 Anamnesis
Anamnesis adalah pemeriksaan pertama yang paling penting dalam pemeriksaan NPB. Yang paling pertama ditanyakan pada pasien adalah keluhan utama yang pasien rasakan, menganamnesis keluarga pasien yang mendampingi, menanyakan riwayat penyakit-penyakit terdahulu, keadaan sosial, dan penyakit yang dialami pasein saat ini (Roudsari, et al., 2010).
Universitas Sumatera Utara
2.2.7.2 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik NPB dilakukan untuk mengetahui bila pasien memerlukan pemeriksaan lebih lanjut, bukan untuk menentukan diagnosis utama.
- Inspeksi
Pada inspeksi yang perlu di perhatikan:
1. Kurvatura yang berlebihan, pendataran arkus lumbal, adanya angulasi, pelvis yang miring atau asimetris, muskular paravertebra atau ekor yang asimestris dan postur tungkai yang abnormal.
2. Observasi punggung, pelvis, dan tungkai selama bergerak apakah ada hambatan selama melakukan gerakan.
3. Pada saat pasien melepaskan dan mengenakan pakaian, apakah ada gerakan yang tidak wajar atau terbatas. Observasi penderita saat berdiri, duduk, bersandar, dan bangun dari berbaring.
4. Perlu dilihat ada tidaknya atrofi otot, vasikulasi, pembengkakan, perubahan warna kulit (Sandella, 2012).
- Palpasi tulang belakang: nyeri saat palpasi dapat menandakan sebuah infeksi, fraktur kompresi, atau metastasis kanker. Adanya nyeri (tenderness) pada kulit bisa menunjukkan adanya kemungkinan suatu keadaan psikologis di bawahnya (psychological overlay). Kadang-kadang bisa ditentukan letak segmen yang menyebabkan nyeri dengan menekan pada ruangan intervertebralis atau dengan jalan menggerakkan ke kanan ke kiri pros. Spinosus sambil melihat respons pasien. Penekanan dengan jari jempol pada pros. Spinalis dilakukan untuk mencari adanya fraktur pada vertebra. Pemeriksaan fisik yang lain memfokuskan pada kelainan neurologis (Dutton M, 2012).
- Pemeriksaan neurologis: Untuk melihat sebab sakit yang timbul termasuk dalam gangguan saraf, yang memuat pemeriksaan sensoris, motorik.
Pemeriksaan sensoris dilakukan untuk melihat apakah ada gangguan sensoris dengan mengetahui dermatom mana yang terlibat serta untuk mengetahui radiks mana yang terganggu. Pemeriksaan sensoris meliputi rasa rabaan, rasa sakit, rasa suhu, serta rasa getaran (vibrasi).
Universitas Sumatera Utara
Pemeriksaan motorik untuk melihat apakah ada tanda paresis, atropi otot.
Pemeriksaan motorik meliputi: straight leg raising (SLR)/Laseque test (iritasi n. ischiadicus), Patrick test (Walker, 2012).
Straight Leg Raise (Laseque) Test
Tes untuk mengetahui adanya jebakan nervus ischiadicus. Pasien tidur dalam posisi supinasi dan pemeriksa memfleksikan panggul secara pasif, dengan lutut dari tungkai terekstensi maksimal. Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada saat mengangkat kaki dengan lurus, menandakan ada kompresi dari akar saraf lumbar. Tes Laseque ini memiliki nilai sensitivitas yang tinggi (80-97%) untuk penonjolan diskus lumbar, namun memiliki nilai spesifisitas yang rendah (sekitar 40%), karena tes ini memberikan hasil positif juga untuk nyeri ischialgia lainnya.
Gambar 2.8 Pemeriksaan Straight Leg Raise (Laseque) Test Sumber: (Harsono, 2007)
Patrick Test (FABER)
Patrick/(Faber) Test merupakan skrining pasif untuk kelainan pada muskuloskeletal seperti daerah panggul, lumbal dan disfungsi sendi sakroiliaka. Pasien diposisikan dalam posisi supine dan calcaneus menyentuh patella. Tangan pemeriksa berada di spina iliaka anterior superior (SIAS) dan bagian medial dari lutut, setelah itu diberikan kompresi.
Universitas Sumatera Utara
Tes ini positif bila timbul rasa nyeri pada sendi sakroiliaka yang diuji. Tes ini memiliki nilai sensitivitas 54-66% dan nilai spesifitas 51-62%.
Gambar 2.9 Pemeriksaan Faber Test Sumber: (Todingan, 2015)
2.1.7.3 Pemeriksaan Radiologi 1. Foto polos
Foto polos vertebra lumbosakral tidak perlu dilakukan secara rutin, kecuali ada indikasi. Foto polos ini berguna untuk dugaan fraktur dan dislokasi.
Biasanya, foto polos proyeksi anteroposterior dan lateral sudah cukup membantu diagnosis. Foto oblik dilakukan bila ada dugaan spondilolistesis.
Yang perlu dinilai adalah ada tidaknya kelainan visera dan ABCs (alignment, bony changes, cartilagineus changes, soft tissue changes) (Bradley et al., 2018).
Radiografi atau foto polos sering menjadi pilihan pertama dan baik dilakukan jika ingin mengevaluasi adanya fraktur, deformitas tulang yang termasuk di dalamnya adalah perubahan-perubahan degeneratif seperti pembentukan osteofit, ketinggian korpus vertebra, dan lain sebagainya.
Seperti yang ditemukan pada penelitian ini, temuan pada pemeriksaan radiologi berupa kelainan-kelainan yang terjadi pada tulang seperti sklerotik endplate, kompresi korpus, listesis, osteopenia, fraktur kompresi dan unstable back (Bradley et al., 2018).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.10 Foto Polos Normal-Foto Polos Nyeri Punggung Bawah Sumber: (Rowe LJ, 2005)
2. Computed tomography (CT) Scan
CT-Scan dapat menjadi pilihan modalitas pemeriksaan karena kemampuannya dalam menentukan/menggambarkan kelainan tulang.
Pemeriksaan CT-Scan dipertimbangkan untuk dilakukan pada pasien yang memiliki riwayat trauma karena dapat memvisualisasikan fraktur dengan baik. CT-Scan juga sangat berguna dalam menilai fraktur kompresi pada vertebra. Pada penelitian ini, hanya sebanyak 1 orang (20%) pasien NPB non trauma yang dirujuk melakukan pemeriksaan CT-Scan, sebagian besar sampel yang dirujuk melakukan pemeriksaan CT-Scan merupakan pasien NPB dengan riwayat trauma (Bradley et al., 2018).
Pada modalitas pemeriksaan CT-Scan, hasil radiologi terbanyak yang ditemukan pada pasien NPB dengan riwayat trauma adalah burst fracture, fraktur kompresi, dan fraktur prosess. Spinosus masing-masing sebesar 40%. Temuan lainnya meliputi sklerotik endplate, osteofit, osteopenia, penyempitan kanal spinal, dan fraktur lamina masing-masing sebesar 1 orang (20%). Sedangkan pada pasien NPB non trauma hanya ditemukan gambaran listesis sebesar 20% (Bradley et al., 2018).
Universitas Sumatera Utara
Gambar 2.11 CT-Scan Normal-CT-Scan Pada Nyeri Punggung Bawah Sumber: (Dauber, 2005)
3. Magnetic resonance imaging (MRI)
Magnetic resonance imaging (MRI) berguna untuk melihat defek intra dan ekstra dural serta melihat jaringan lunak. MRI diperlukan pada dugaan metastasis ke vertebra dan HNP servikal, torakal dan lumbal. MRI dapat melihat diskus, medula spinalis dan radiks saraf di daerah servikal yang tidak mungkin terlihat pada CT-Scan dan MRI juga tidak menggunakan radiasi ion.
Pada lesi medula spinalis, MRI merupakan pemeriksaan pilihan (Roudsari. et al., 2010).
Pada pemeriksaan dengan MRI pada pasien NPB non trauma, temuan radiologi terbanyak adalah gambaran kanal stenosis. Hasil radiologis lain yang juga cukup banyak ditemukan antara lain protrusion, bulging disc, osteofit dan kompresi akar saraf. Temuan lainnya antara lain spasme otot paravertebral, penebalan ligamentum flavum dan neural foramina stenosis masing-masing, kompresi medulla spinalis, spondilolistesis, extruded disc, dan degenerasi sumsum tulang masing-masing sebesar 13,9%, hipertrofi faset dan annulus fibrosus masing-masing sebesar 8,3%, Osteoartritis sendi faset dan discus dessication masing-masing sebesar 5,3%, dan schmorl’s node, penyempitan foramen, fattymarrow, penekanan foramina neuralis, discitis, lesi ekstradural, dan masa di jaringan lunak masing-masing sebesar 2,8%
(Komang et al., 2017).
Universitas Sumatera Utara
Pasien dengan NPB akut tanpa adanya tanda-tanda bahaya abnormalitas tulang belakang, pencitraan tidak diperlukan pada minggu pertama. American College of Radiology (ACR) Appropriate Criteria menyebutkan bahwa pasien NPB dengan berupa trauma, osteoporosis, defisit fokal atau progresif, usia >70 tahun, atau durasi gejala yang lama, memerlukan pemeriksaan MRI tanpa kontras, sedangkan pada NPB dengan berupa curiga kanker, infeksi, atau imunosupresi, memerlukan pemeriksaan MRI tanpa dan dengan kontras (Roudsari. et al., 2010).
Gambar 2.12 Magnetic resonance imaging (MRI) nyeri punggung bawah Sumber: (Carage EJ, 2005)
2.2.8 Diagnosa Banding
Di bawah ini adalah ulasan tentang diagnosis banding yang lebih umum bersama dengan riwayat atau pemeriksaan fisik yang dapat meningkatkan indeks kecurigaan (Patrick N, et al., 2014), (Will JS, et al., 2018), (Hartvigsen J, et al., 2018), (Trecarichi, et al., 2012).
- Strain / keseleo otot lumbosakral
Presentasi: mengikuti insiden traumatis atau berulang, nyeri lebih buruk dengan gerakan, lebih baik dengan istirahat, rentang gerak terbatas, nyeri pada palpasi otot.
- Spondilosis lumbal
Presentasi: pasien biasanya berusia lebih dari 40 tahun, nyeri mungkin ada atau menyebar dari pinggul, nyeri dengan ekstensi atau rotasi.
Universitas Sumatera Utara
- Herniasi diskus
Presentasi: biasanya melibatkan segmen L4 ke S1, mungkin termasuk paresthesia, perubahan sensorik, kehilangan kekuatan atau refleks tergantung pada tingkat keparahan dan akar saraf yang terlibat.
- Spondilolistesis
Presentasi: spondilolistesis dapat menyebar nyeri kebokong dan paha posterior, defisit neurologi biasanya dalam distribusi L5.
- Fraktur kompresi vertebral
Presentasi: nyeri punggung terlokalisasi lebih buruk dengan fleksi, nyeri tekan pada palpasi, mungkin akut atau terjadi secara diam-diam seiring waktu, usia, penggunaan steroid kronis, dan osteoporosis adalah faktor risiko.
- Stenosis tulang belakang
Presentasi: nyeri punggung, yang dapat disertai dengan kehilangan sensorik atau kelemahan pada kaki yang hilang dengan istirahat (klaudikasi neurologis), pemeriksaan saraf dapat dalam batas normal atau dapat memiliki kehilangan sensasi progresif, serta kelemahan.
- Tumor
Presentasi: riwayat kanker metastasis, penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan, ukuran tumor, saraf yang terlibat.
- Infeksi: osteomielitis vertebral, sakroilitis septik, abses, abses otot paraspinal
Presentasi: Riwayat nyeri tulang belakang dalam 12 bulan terakhir, penggunaan imunosupresi, operasi tulang belakang lumbar sebelumnya, demam, luka di daerah tulang belakang, nyeri lokal, dan nyeri tekan.
2.2.9 Penatalaksanaan
Terapi Konservatif Farmakologis
1. Analgetik atau Obat Anti Inflamasi Non Steroid (NSAID): Analgetik atau NSAID seperti ibuprofen dapat diberikan kepada pasien untuk mengurangkan rasa sakit dan bereaksi kesembuhan.
Universitas Sumatera Utara
2. Steroid oral (Kortikosteroid): Pemberian kortikosteroid dapat
mengurangkan bengkak dan inflamasi. Namun begitu, obat ini selalu diberikan untuk penggunaan jangka pendek karena penggunaan
kortikosteroid jangka panjang dapat menimbulkan banyak efek samping seperti immunocompromized.
3. Anti-depresan: Obat golongan ini dapat menghambat transmisi ke otak dan bisa meningkatkan endhorphine bekerja sebagai obat penghilang rasa sakit alami. Obat ini juga membantu pasien untuk tidur dan istirahat dengan baik.
4. Injeksi Steroid: Injeksi steroid pada epidural dapat mengurangkan nyeri dan inflamasi lebih cepat daripada kompresi saraf. Injeksi steroid ini dapat memberikan konsumsi yang signifikan pada dosis pertama, tetapi perlu waktu beberapa hari untuk bekerja. Injeksi steroid diberikan tidak lebih dari tiga kali dalam putaran (Straube S, et al., 2016).
Terapi Konservatif Non-Farmakologis
1. Latihan dan modifikasi gaya hidup: Pasien yang disarankan untuk memulai latihan ringan tanpa stres, mungkin latihan ketahanan adalah latihan aerobik yang memberi stress minimal pada punggung seperti jalan, naik sepeda atau berenang, mulai pada minggu kedua setelah perawatan NPB (Straube S, et al., 2016).
2. Kompres hangat/dingin: Modalitas ini sangat mudah dilakukan untuk mengurangi spasme otot dan reaksi inflamasi. Beberapa pasien mengalami keluhan yang hilang pada pengkompresan hangat, sedangkan yang lain pada pengkompresan dingin (Straube S, et al., 2016).
3. Istirahat di tempat tidur: Istirahat di tempat tidur dapat dilakukan untuk mengurangkan rasa sakit dan reaksi inflamasi. Namun, pasien tidak menyetujui untuk tirah baring sepanjang masa dalam jangka waktu yang lama dan perlu diselamatkan dengan latihan fisik yang ringan (Straube S, et al., 2016).
Universitas Sumatera Utara
2.2.10 Komplikasi
- Cauda equina syndrome adalah sindrom dihasilkan dari kompresi dan gangguan fungsi saraf-saraf dan dapat termasuk kebagian konus medullaris atau distal, dan paling sering terjadi ketika kerusakan pada akar saraf L3-L5. Kedua sindrom tersebut merupakan kedaruratan bedah saraf karena keduanya dapat timbul dengan nyeri punggung menjalar ke kaki, motorik dan disfungsi sensorik pada ekstremitas bawah, kandung kemih dan atau disfungsi usus, disfungsi seksual dan anestesi sadel (Brouwers E.
et al., 2017).
- Keganasan/kompresi akar saraf yang parah yang sampai meyebabkan kelumpuhan biasanya mebuat pasien jadi terbangun dimalam hari (Brouwers E. et al., 2017).
2.2.11 Prognosis
Prognosis NPB akut (berlangsung dari 0-6 minggu) cukup baik, yaitu 60%
penderita biasanya kembali ke fungsinya semula dalam 1 bulan. Pada NPB sub- akut (berlangsung antara 6-12 minggu) 90% penderita kembali ke fungsinya dalam 3 bulan, sedangkan penderita NPB kronik (berlangsung lebih dari 12 minggu/3 bulan) sedikit kemungkinan untuk membaik (Ke menkes, 2018).
Universitas Sumatera Utara
Manifestasi
Klinis Klasifikasi
- Nyeri Interm - Nyeri Tajam - Dipengaruh i oleh aktivita Mediasi
oleh Nosiseptor Patofisiologi
Nyeri Punggung Bawah
Etiologi Faktor Resiko
X-ray CT-Scan MRI
2.3 KERANGKA TEORI
Berdasarkan judul penelitian di atas maka kerangka teori dalam penelitian ini adalah :
Diagnosa
iten
s
- Etiologi - Perjalanan
Klinisnya
1. Mekanik 2. Degeneratif 3. Peradangan 4. Onkologis 5. Infeksi 6. Traumatis
1. Usia
2. Jenis Kelamin 3. IMT
4. Masa Kerja 5. Kebiasaan
Merokok
Anamnesis Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Gambar 2.13 Kerangka Teori
2.4 KERANGKA KONSEP
Berdasarkan judul penelitian di atas, maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:
Tingkat Pengetahuan Jenis-Jenis Pemeriksaan Radiologi pada Nyeri Punggung Bawah
Gambar 2.14 Kerangka Konsep
Universitas Sumatera Utara
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian yang akan dilakukan adalah deskriptif dengan pendekatan studi cross-sectional (studi potong lintang). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tingkat pengetahuan mahasiswa FK USU angkatan 2017 tentang jenis-jenis pemeriksaan radiologi pada nyeri punggung bawah.
3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan di FK USU. Pemilihan tempat dipilih dengan alasan memudahkan proses pengumpulan data yang diperlukan sehingga diharapkan dapat memenuhi besar sampel minimal penelitian. Penelitian dilakukan mulai bulan Maret-Desember 2020.
3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh mahasiswa FK USU angkatan 2017 sebanyak 255 orang.
3.3.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi yang mewakili populasi yang akan diambil. Sampel dalam penelitian ini adalah Mahasiswa FK USU angkatan 2017.
Mahasiswa tersebut masih aktif kuliah, tidak cuti, dan bersedia menjadi responden peneliti. Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini adalah Simple Random Sampling.
Menurut Nursalam 2011, sampel adalah sebagian yang diambil dari keseluruhan objek yang diteliti dan dianggap mewakili seluruh populasi, dapat dihitung berdasarkan rumus, yaitu :
30
Universitas Sumatera Utara
𝑛 =
𝑛 = 𝑧
𝛼²𝑃Qd
(1,96)2 · 0,5 · 0,5 𝑑²
1,962 · 0,5 · 0,5 𝑛 = (0,1)²
𝑛 = 96,04 dibulatkan menjadi 97
𝑛 = 97
𝑛 = Besar sampel minimal
Z
α= Nilai Z pada derajat kemaknaan (1,96) P = Proporsi tingkat pengetahuan
Q = 1- P
d = Tingkat kepercayaan yang diinginkan (10%)
Maka, minimal sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 97 mahasiswa FK USU angkatan 2017.
3.3.2.1 Kriteria Inklusi dan Eksklusi Kriteria inklusi :
Mahasiswa FK USU angkatan 2017 bersedia menjadi subjek penelitian Kriteria eksklusi :
Mahasiswa FK USU angkatan 2017 yang tidak lengkap dalam menjawab pertanyaan dan terlambat mengembalikan kuesioner
3.4 METODE PENGUMPULAN DATA 3.4.1 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang telah diisi sendiri oleh responden melalui kuesioner online.
3.4.2 Cara Kerja Penelitian
Penelitian ini menggunakan kuesioner online yang telah dimodifikasi dalam bentuk google form yang dikirimkan ke responden melalui media sosial yang kemudian akan diisi dengan rentang waktu 7 hari. Kemudian data yang sudah terkumpul akan dilakukan analisis untuk mengetahui tingkat pengetahuan responden tentang jenis-jenis pemeriksaan radiologi pada nyeri punggung bawah.
Universitas Sumatera Utara