• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
81
0
0

Teks penuh

(1)

UTARA ANGKATAN 2017 TAHUN 2020

SKRIPSI

Oleh:

RAPHAELLA 170100083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(2)

PERILAKU TERHADAP POLA HIDUP MENGENAI FAKTOR RESIKO DIABETES MELITUS TIPE 2 PADA MAHASISWA

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA ANGKATAN 2017 TAHUN 2020

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

OLEH:

RAPHAELLA 170100083

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2021

(3)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Perilaku Terhadap Pola Hidup Mengenai Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2017 Tahun 2020

Nama Mahasiswa : Raphaella

NIM : 170100083

Program Studi : Pendidikan dan Profesi Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Komisi Penguji dan diterima sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar Sarjana Kedokteran pada Program Studi Pendidikan dan Profesi Dokter

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Medan, 2 Februari 2021

Pembimbing,

dr. Mutiara Indah Sari, M.Kes NIP. 197310152001122002

Ketua Program Studi Pendidikan Dekan Fakultas Kedokteran USU, dan Profesi Dokter FK USU,

Dr. dr. Dewi Masyithah Darlan, DAP&E, MPH, SpParK Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, SpS (K) NIP. 197407302001122003 NIP. 196605241992031002

(4)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan yang Maha Esa yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya tulis ilmiah ini tepat pada waktunya. Karya tulis ilmiah ini berjudul “Perilaku Terhadap Pola Hidup Mengenai Faktor Resiko Diabetes Melitus Tipe 2 pada Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Angkatan 2017 Tahun 2020” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyelesaian karya tulis hasil penelitian ini penulis banyak menerima bantuan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:

1. Prof. Dr. Runtung Sitepu, S.H., M.Hum selalu rektor Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi dan mengayomi penulis sebagai mahasiswa di lingkungan Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang telah memfasilitasi dan mengayomi penulis serta memberikan dukungan kepada penulis sebagai mahasiswa di lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

3. dr. Mutiara Indah Sari, M.Kes selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, arahan, masukan serta dukungan dalam membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat waktu.

4. dr. Rusdiana, M.Kes selaku ketua dosen penguji dan Dr. dr. Imam Budi Putra, MHA, Sp.KK selaku anggota dosen penguji untuk setiap kritik dan saran yang membangun selama proses pembuatan skripsi ini.

5. dr. Zaimah Z. Tala, Msi, SpGK selaku dosen pembimbing akademik yang membimbing dan memberikan motivasi kepada penulis selama masa perkuliahan 7 semester ini.

(5)

6. Seluruh staf pengajar dan civitas akademika Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara atas bimbingan dan ilmu yang telah diberikan dari awal perkuliahan hingga penulis menyelesaikan proses penulisan skripsi ini.

7. Keluarga, orang tua, dan sanak saudara yang telah memberikan kasih sayang dan dukungan kepada penulis dalam menuntut ilmu dan proses penyelesaian skripsi ini.

8. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 yang merupakan teman sejawat saya yang bersedia menjadi responden dan telah meluangkan waktunya mengisi kuesioner peneliti sehingga proses penelitian ini dapat berjalan dengan lancar.

9. Seluruh sahabat dan teman-teman sejawat angkatan 2017 yang telah membantu dan memberi dukungan dalam penyusunan skripsi ini.

10. Seluruh pihak yang terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam proses penyelesaian skripsi ini yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari kata sempurna baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menyempurnakan skripsi ini.

Demikianlah kata pengantar yang penulis dapat sampaikan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi semuanya.

Medan, 20 November 2020

Penulis,

Raphaella NIM.170100083

(6)

DAFTAR ISI

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Singkatan ... viii

Abstrak ... ix

BAB I. PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 4

1.3 Tujuan Penelitian ... 4

1.3.1 Tujuan Umum... 4

1.3.2 Tujuan Khusus ... 4

1.4 Manfaat Penelitian ... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Diabetes Melitus ... 5

2.1.1 Definisi ... 5

2.1.2 Klasifikasi ... 5

2.1.3 Faktor Resiko ... 7

2.1.4 Gejala Klinis ... 9

2.1.5 Diagnosis ... 10

2.1.6 Tatalaksana ... 10

2.1.7 Komplikasi ... 15

2.1.8 Pencegahan ... 17

2.2 Pengetahuan ... 18

2.2.1 Definisi Pengetahuan ... 18

2.2.2 Tingkat Pengetahuan ... 18

2.2.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan ... 20

2.3 Sikap ... 21

2.3.1 Definisi Sikap ... 21

2.3.2 Tingkat Sikap ... 21

2.3.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Sikap ... 22

2.4 Tindakan ... 23

2.4.1 Definisi Tindakan ... 23

2.4.2 Tingkat Tindakan ... 23

2.5 Kerangka Teori ... 25

2.6 Kerangka Konsep ... 26

BAB III. METODE PENELITIAN ... 27

3.1 Jenis dan Rancangan Penelitian... 27

3.1.1 Jenis Penelitian... 27

3.1.2 Rancangan Penelitian ... 27

3.2 Lokasi Penelitian ... 27

(7)

3.3 Populasi Dan Sampel Penelitian ... 27

3.3.1 Populasi Penelitian ... 27

3.3.2 Sampel Penelitian ... 27

3.3.3 Estimasi Besar Sampel ... 28

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 28

3.5 Definisi Operasional ... 29

3.6 Metode Analisis Data ... 31

BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ... 33

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN ... 44

5.1 Kesimpulan... 44

5.2 Saran ... 44

DAFTAR PUSTAKA ... 45

LAMPIRAN ... 48

Lampiran A. Biodata Penulis ... 48

Lampiran B. Surat Pernyataan Orisinalitas ... 50

Lampiran C. Ethical Clearance Penelitian ... 51

Lampiran D. Surat Izin Penelitian ... 52

Lampiran E. Lembar Penjelasan Subjek Penelitian ... 53

Lampiran F. Lembar Persetujuan Menjadi Responden ... 54

Lampiran G. Kuesioner Penelitian ... 55

Lampiran H. Data Induk Penelitian... 66

Lampiran I. Output SPSS ... 68

(8)

DAFTAR GAMBAR

2.1 Algoritme pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia ... 18 2.2 Kerangka teori penelitian ... 27 2.3 Kerangka konsep penelitian ... 28 4.1 Jenis sumber protein hewani yang sering dikonsumsi mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 lebih dari 3 kali dalam seminggu ... 38 4.2 Jenis sumber protein nabati yang sering dikonsumsi mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 lebih dari 3 kali dalam seminggu ... 38

Nomor Halaman

(9)

DAFTAR TABEL

3.1 Definisi operasional ... 31 4.1 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan jenis kelamin ... 33 4.2 Karakteristik sampel penelitian berdasarkan usia ... 33 4.3 Pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara angkatan 2017 mengenai pola makan terkait faktor resiko diabetes melitus tipe 2 ... 34 4.4 Pengetahuan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara angkatan 2017 mengenai aktivitas fisik terkait faktor resiko diabetes melitus tipe 2 ... 35 4.5 Sikap mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

angkatan 2017 mengenai pola makan terkait faktor resiko diabetes melitus tipe 2 ... 36 4.6 Sikap mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

angkatan 2017 mengenai aktivitas fisik terkait faktor resiko diabetes melitus tipe 2 ... 36 4.7 Jenis makanan dan frekuensi makan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 ... 40 4.8 Tindakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

angkatan 2017 mengenai aktivitas fisik terkait faktor resiko diabetes melitus tipe 2 ... 41 4.9 Jenis olahraga yang sering dilakukan oleh mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 ... 41

Nomor Halaman

(10)

DAFTAR SINGKATAN

DM : Diabetes Melitus

DPP-IV : Dipeptidyl peptidase - IV

FK USU : Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

GFR : Glomerular Filtration Rate

GLP-1 : Glucose Like Peptide - 1 IL-1β : Interleukin-1 Beta IL-6 : Interleukin-6

OHO : Obat antihiperglikemik oral

Perkeni : Perkumpulan Endokrinologi Indonesia PPAR-Gamma : Proliferator Activated Receptor Gamma PPOK : Penyakit Paru Obstruktif Kronis

SGLT-2 : Sodium Glucose Co-Transporter 2 TNF-α : Tumor Necrosis Factor Alpha

TZD : Tiazolidindion

(11)

ABSTRAK

Latar Belakang. Diabetes melitus (DM) adalah penyakit kronik metabolik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia) yang apabila dibiarkan untuk waktu yang lama dapat menimbulkan kerusakan pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf.

Faktor resiko yang dapat dimodifikasi yang bisa menjadi penyebab penyakit DM yaitu pola makan yang salah, kurangnya aktivitas fisik, obesitas, stres, dan pemakaian obat-obatan seperti kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama. Tujuan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengetahuan, sikap, dan tindakan terhadap pola hidup terkait faktor resiko DM tipe 2 pada mahasiswa FK USU angkatan 2017 tahun 2020. Metode. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif dengan desain cross-sectional. Sampel penelitian ini adalah mahasiswa FK USU angkatan 2017 yang memenuhi kriteria inklusi. Cara pengambilan sampel dengan simple random sampling. Penelitian ini dianalisis secara univariat untuk melihat gambaran deskriptif. Hasil.

Dari hasil penelitian diperoleh pengetahuan pola makan mahasiswa FK USU angkatan 2017 mengenai faktor resiko DM tipe 2 kategori baik 68 orang (94,4%), cukup 3 orang (4,2%), dan kurang 1 orang (1,4%). Pengetahuan aktivitas fisik kategori baik sebanyak 70 orang (97,2%), cukup 1 orang (1,4%), dan kurang 1 orang (1,4%). Sikap pola makan mahasiswa FK USU angkatan 2017 mengenai faktor resiko DM tipe 2 kategori baik 42 orang (58,3%), cukup 30 orang (41,7%), dan tidak ada responden kategori kurang pada sikap pola makan. Pada sikap aktivitas fisik, kategori baik 24 orang (33,3%), cukup 48 orang (66,7%), dan tidak ditemukan responden kategori kurang. Tindakan pola makan mahasiswa FK USU angkatan 2017 pada jadwal makan adalah teratur karena sebanyak 48 orang (66,7%) makan teratur 3 kali sehari, 37 orang (51,4%) mengonsumsi nasi, lauk, dan sayur setiap kali makan, 31 orang (43,1%) mengonsumsi nasi, lauk, sayur, dan buah. Makanan selingan yang paling sering dikonsumsi adalah kue/ roti manis sebanyak 34 orang (47,2%), jenis pengolahan makanan yang paling sering dikonsumsi adalah masakan yang digoreng sebanyak 42 orang (58,3%), sebanyak 25 orang (34,7%) mengonsumsi minuman berpemanis kurang dari 1 kali dalam sehari. Untuk makanan cepat saji, sebanyak 36 responden (50%) mengonsumsi makanan cepat saji kurang dari 3 kali dalam seminggu, 26 orang (36,1%) kurang dari 1 kali, dan 10 orang (13,9%) lebih dari 3 kali dalam seminggu. Tindakan aktivitas fisik mahasiswa FK USU angkatan 2017 sebanyak 59 orang (81,9%) melakukan aktivitas fisik berat, 6 orang (8,3%) aktivitas fisik sedang, dan 7 orang (9,7%) melakukan aktivitas fisik ringan. Kesimpulan. Mahasiswa FK USU angkatan 2017 memiliki pengetahuan baik terhadap pola makan dan aktivitas fisik mengenai faktor resiko DM tipe 2, sikap pola makan mahasiswa FK USU angkatan 2017 juga baik, sikap aktivitas fisik dikategorikan cukup, tindakan pola makan mahasiswa FK USU angkatan 2017 juga dikategorikan cukup, dan mahasiswa FK USU angkatan 2017 melakukan tindakan aktivitas fisik berat.

Kata Kunci: Diabetes melitus tipe 2, faktor resiko, pola hidup, pengetahuan, sikap, tindakan

(12)

ABSTRACT

Background. Diabetes Mellitus (DM) is a chronic metabolic disease characterized by increased levels of blood glucose (hyperglycemia) which if left untreated for a long time can cause damage to heart, blood vessels, eyes, kidneys, and nerves. The modifiable risk factors that can cause DM namely the wrong diet, lack of physical activity, obesity, stress, and use of drugs such as corticosteroid for a long period of time. Objective. The purpose of this study is to determine the knowledge, attitude, and action toward lifestyle related to the risk factors of type 2 diabetes among the class 2017 students of the Medical Faculty in the University of Sumatera Utara in 2020.

Methods. This research is a descriptive study with a cross-sectional design. The sample of this study is the class 2017 medical students in University of Sumatera Utara who met the inclusion criteria. The sampling method is simple random sampling. This research was analyzed univariately to see a descriptive picture. Results. From the research results, it was found that the the class 2017 students of the Medical Faculty in the University of Sumatera Utara who have knowledge of the diet related to the risk factors of type 2 diabetes in good category were 68 people (94,4%), sufficient 3 people (4,2%), and less 1 person (1,4%). Knowledge of physical activity in good category were 70 people (97,2%), sufficient 1 person (1,4%), and less 1 person (1,4%). The attitude of diet in good category were 42 people (58,3%), sufficient 30 people (41,7%), and no respondents in less category. The attitude of physical activity in good category were 24 people (33,3%), sufficient 48 people (66,7%), and there were also no respondents in less category. The dietary action on the eating schedule is regular because as many as 48 people (66,7%) eat regularly 3 times a day, 37 people (51,4%) consume rice, side dishes, and vegetables at every meal, 31 people (43,1%) consume rice, side dishes, vegetables, and fruits. The most frequently consumed snack was cake/ sweet bread as many as 34 people (47,2%), the type of food processing that was most often consumed was fried dishes as many as 42 people (58,3%), 25 people (34,7%) consume sweetened drinks less than once a day. For fast food, as many as 36 respondents (50%) eat fast food less than 3 times a week, 26 people (36,1%) less than once a week, and 10 people (13,9%) more than 3 times a week. The action of physical activiy of class 2017 students were 59 people (81,9%) do heavy physical activity, 6 people (8,3%) do moderate physical activity, and 7 people (9,7%) do light physical activity. Conclusion. The class 2017 students of Medical Faculty in Uniersity of Sumatera Utara in 2020 have good knowledge of dietary patterns and physical activity regarding to risk factors of type 2 diabetes, the dietary attitude is also good, the attitude of physical activity is in sufficient category, the dietary action is also categorized as sufficient, and the respondents performed heavy physical activity.

Keywords: type 2 diabetes, risk factors, lifestyle, knowledge, attitude, action

(13)

BAB I

PENDAHULUAN 1.1 LATAR BELAKANG

Diabetes melitus atau biasa disebut DM adalah penyakit metabolik kronik yang ditandai dengan peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia), yang apabila dibiarkan untuk waktu yang lama dapat menimbulkan kerusakan pada jantung, pembuluh darah, mata, ginjal, dan saraf. Diabetes melitus dapat dibagi menjadi 2 yaitu diabetes melitus tipe 1 dan diabetes melitus tipe 2. DM tipe 1 biasanya terjadi pada anak-anak yang terkadang juga disebut dengan insulin- dependent diabetes yaitu kejadian dimana pankreas sangat sedikit atau sama sekali tidak menghasilkan insulin. Sedangkan DM tipe 2 biasanya terjadi pada orang dewasa, yaitu DM yang disebabkan oleh resistensi terhadap insulin (World Health Organization, 2020).

Berdasarkan International Diabetes Federation, pada tahun 2019 prevalensi penduduk dewasa berumur 20-79 tahun yang menderita DM tipe 2 mencapai 463 juta jiwa dan diperkirakan akan meningkat menjadi 700 juta jiwa pada tahun 2045. Dinyatakan 1 dari 5 orang yang berusia diatas 65 tahun menderita DM tipe 2 dan menyebabkan 4,2 juta kematian di dunia (International Diabetes Federation, 2020).

Di kawasan Pasifik Barat, 163 juta jiwa menderita DM tipe 2 pada tahun 2019 dan diperkirakan akan meningkat hingga 212 juta jiwa pada tahun 2045. Sekitar 1,3 juta kematian di kawasan Pasifik Barat disebabkan oleh DM tipe 2. Indonesia menempati peringkat kedua penderita DM tipe 2 terbanyak di kawasan Pasifik Barat setelah China sebanyak 10,7 juta jiwa. Prevalensi tertinggi penyakit DM adalah pada pasien berumur 70-79 tahun. DM tipe 2 umumnya lebih banyak diderita oleh laki-laki pada semua kelompok umur, tetapi diatas usia 70 tahun wanita lebih banyak menderita DM tipe 2 (International Diabetes Federation, 2020). Prevalensi penderita DM tipe 2 di Sumatera Utara adalah 1,7% pada tahun

(14)

2013 dan naik menjadi 1,9% pada tahun 2018 (Kementerian Kesehatan RI Badan Penelitian dan Pengembangan, 2018).

Pasien DM tipe 2 biasanya akan mengeluhkan gejela-gejala seperti sering buang air kecil, sering merasa haus, sering merasa lapar, penurunan berat badan, mata kabur, dan perasaan lelah (World Health Organization, 2018). Pasien terkadang juga merasa ada luka yang sulit sembuh, infeksi kulit yang berulang, dan perasaan geli atau kebas pada kedua ekstremitas (International Diabetes Federation, 2019). DM tipe 2 juga dapat menyebabkan komplikasi yaitu peningkatan resiko infark miokardial dan stroke dan juga gangguan aliran darah yang menyebabkan terjadinya neuropati (kerusakan saraf) yang bisa meningkatkan resiko ulser hingga infeksi dan amputasi kedua tungkai. Selain itu, DM tipe 2 juga menyebabkan terjadinya kebutaan dan gagal ginjal (World Health Organization, 2016). Pasien dinyatakan menderita diabetes apabila ditemukan kadar HbA1C ≥ 6,5% atau kadar gula darah puasa ≥ 126 mg/dl atau kadar gula darah sewaktu ≥ 200 mg/dl (American Diabetes Association, 2019).

Faktor resiko yang dapat menyebabkan DM tipe 2 dapat dibagi menjadi faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi dan yang dapat dimodifikasi. Faktor resiko yang tidak dapat dimodifikasi yaitu umur dan faktor genetik (keturunan).

Sedangkan faktor yang dapat dimodifikasi yaitu pola makan yang salah, kurangnya aktivitas fisik, obesitas, stres, dan pemakaian obat-obatan seperti kortikosteroid dalam jangka waktu yang lama (Suiraoka, 2016).

Pola makan yang salah dan berlebih merupakan salah satu faktor resiko terjadinya DM tipe 2 karena dapat menyebabkan obesitas yang merupakan salah satu faktor predisposisi utama terjadinya penyakit DM tipe 2. Selain pola makan, kurangnya aktivitas fisik juga dapat menyebabkan terjadinya penyakit DM tipe 2.

Karena kurangnya aktivitas fisik menyebabkan energi yang digunakan juga berkurang, energi yang berlebihan dalam tubuh akan disimpan dalam bentuk lemak dan akan menyebabkan obesitas. Selain hal-hal tersebut, stres juga dapat berpengaruh karena reaksi setiap orang saat mengalami stres berdeda-beda, ada yang kehilangan nafsu makan dan ada yang cenderung makan lebih banyak daripada biasanya (Suiraoka, 2016).

(15)

Dalam penelitian sebelumnya oleh Sumangkut et al. (2013), responden sebanyak 80 orang, didapatkan hasil responden dengan pola makan tidak baik lebih banyak menderita DM daripada yang menjalani pola makan yang baik (Sumangkut et al., 2013). Sedangkan pada penelitian lain oleh Cicilia et al.

(2018), mengenai hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM, jumlah responden 80 orang, dengan hasil penderita DM yang melakukan aktivitas berat sebanyak 26,4% dan menyatakan bahwa terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian DM (Cicilia et al, 2018).

Pada penelitian yang dilakukan oleh Kassahun et al. (2017), jumlah responden 594 orang, dengan hasil 52,5% responden dengan pengetahuan baik, 55,9% sikap baik, dan 56,6% tindakan baik. Pada tindakan, sebanyak 38,2% sering mengonsumsi makanan berlemak dan 31,8% sering melakukan aktivitas fisik selama 30-60 menit (Kassahun et al., 2017).

Pada penelitian Al-Qahtani (2016), yang dilakukan pada 562 responden yang merupakan mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Dammam, Saudi Arabia, didapatkan bahwa 91,3% responden sering mengonsumsi makanan cepat saji, mayoritas dari mahasiswa tersebut mengetahui manfaat mengonsumsi sayur dan buah-buahan dan pengaruh buruk dari mengonsumsi minuman bersoda, tetapi kebanyakan dari mereka masih tetap sering mengonsumsi minuman bersoda dan sedikit mengonsumsi sayur dan buah-buahan. Jumlah responden pria yang tidak melakukan aktivitas fisik yang teratur berjumlah 65% dan pada wanita berjumlah 80% (Al-Qahtani, 2016).

Berdasarkan uraian di atas, peneliti tertarik untuk meneliti pengetahuan, sikap dan tindakan terhadap pola hidup terkait faktor resiko diabetes melitus tipe 2 pada mahasiswa FK USU angkatan 2017.

Mahasiswa kedokteran dipilih sebagai populasi penelitian berdasarkan hasil penelitian terdahulu yang menunjukkan pola konsumsi pada populasi ini dikategorikan kurang baik karena sangat sering mengonsumsi makanan cepat saji dan juga tidak adanya aktivitas fisik yang teratur pada populasi ini.

(16)

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: Bagaimana perilaku terhadap pola hidup mengenai faktor resiko diabetes melitus tipe 2 pada mahasiswa FK USU angkatan 2017 tahun 2020?

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 TUJUAN UMUM

Mengetahui bagaimana perilaku terhadap pola hidup mengenai faktor resiko diabetes melitus tipe 2 pada mahasiswa FK USU angkatan 2017 tahun 2020 1.3.2 TUJUAN KHUSUS

Yang menjadi tujuan khusus penelitian ini adalah:

1. Mengetahui pengetahuan terhadap pola hidup terkait faktor resiko DM tipe 2 mahasiswa FK USU angkatan 2017 tahun 2020

2. Mengetahui sikap terhadap pola hidup terkait faktor resiko DM tipe 2 mahasiswa FK USU angkatan 2017 tahun 2020

3. Mengetahui tindakan terhadap pola hidup terkait faktor resiko DM tipe 2 mahasiswa FK USU angkatan 2017 tahun 2020

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat:

1. Bagi peneliti

Untuk menambah wawasan peneliti mengenai faktor resiko DM terutama pola hidup dan bagaimana pandangan masyarakat terhadap hal tersebut 2. Bagi tenaga kesehatan

Untuk mengetahui seberapa jauh masyarakat mengetahui dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari mengenai pola hidup terkait faktor resiko DM, sehingga dapat dilakukan edukasi yang baik kepada masyarakat 3. Bagi masyarakat

Untuk menambah wawasan masyarakat mengenai pola hidup yang merupakan faktor resiko DM tipe 2 dan hal-hal berbahaya yang dapat disebabkan oleh komplikasi dari DM tipe 2

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 DIABETES MELITUS

2.1.1 DEFINISI

Diabetes melitus adalah suatu penyakit kronik yang terjadi pada saat pankreas sudah tidak dapat memproduksi insulin atau tubuh yang tidak dapat lagi mempergunakan dengan baik insulin yang dihasilkan oleh pancreas. Hal ini menyebabkan teradinya peningkatan kadar glukosa dalam darah (hiperglikemia).

Insulin adalah hormon yang diproduksi oleh pankreas untuk mengalirkan glukosa dari makanan yang dikonsumsi melewati aliran darah dan mencapai sel-sel di dalam tubuh untuk dijadikan energi. Semua makanan yang mengandung karbohidrat dihancurkan menjadi glukosa di dalam darah dan dibantu oleh insulin untuk dibawa ke sel-sel tubuh (International Diabetes Federation, 2020).

2.1.2 KLASIFIKASI

Menurut American Diabetes Association pada tahun 2019, diabetes melitus diklasifikasikan menjadi 4, yaitu sebagai berikut:

1. Diabetes melitus tipe 1 2. Diabetes melitus tipe 2 3. Diabetes melitus gestasional 4. Diabetes melitus tipe spesifik Diabetes Melitus Tipe 1

Biasanya disebabkan oleh autoimun yang menghancurkan sel β dan dapat mengakibatkan defisiensi insulin absolut. DM tipe 1 bisa terjadi pada semua kelompok umur. Anak-anak dengan DM tipe 1 akan mengalami gejala khas yaitu poliuria atau polidipsia dan bisa juga ditemukan ketoasidosis diabetikum. DM tipe 1 pada orang dewasa mungkin tidak menimbulkan gejala yang sama dengan yang terjadi pada anak-anak. DM tipe 1 dapat dibagi menjadi 2 yaitu sebagai berikut:

(American Diabetes Association, 2019) 1. Immune-mediated diabetes

(18)

Diabetes tipe ini sebelumnya disebut dengan “insulin-dependent diabetes”

atau “juvenile-onset diabetes” adalah diabetes yang disebabkan oleh autoimun seluler yang menyerang sel β pankreas. Pada diabetes ini, destruksi sel β pada bayi dan anak-anak lebih cepat dibandingkan pada orang dewasa.

2. Diabetes tipe 1 idiopatik

Beberapa bentuk diabetes tipe 1 tidak diketahui penyebabnya. Pasien dengan diabetes tipe 1 idiopatik akan mengalami defisiensi insulin yang permanen dan juga rentan terhadap ketoasidosis diabetikum tetapi tidak ditemukan autoimunitas terhadap sel β pankreas seperti pada immune- mediated diabetes.

Diabetes Melitus Tipe 2

Diabetes melitus tipe 2 sebelumnya disebut dengan “noninsulin-dependent diabetes” atau “adult-onset diabetes”. DM tipe ini merupakan DM yang tersering dialami, yaitu 90-95% dari semua kasus DM. Banyak hal yang bisa menyebabkan terjadinya DM tipe 2, tetapi etiologi spesifiknya masih belum dapat diketahui dengan pasti. Autoimun yang menyebabkan hancurnya sel β dan penyebab lain yang diketahui tidak ditemukan pada DM tipe 2. Kebanyakan pasien DM tipe 2 mengalami overweight dan obesitas. Kelebihan berat badan menyebabkan terjadinya resistensi insulin (American Diabetes Association, 2019).

Diabetes Melitus Gestasional

Diabetes melitus gestasional adalah intoleransi glukosa yang ditemukan pertama kali pada wanita pada masa kehamilannya. Diabetes melitus gestasional bisa juga diartikan sebagai DM yang didiagnosa pertama kali pada trimester kedua atau ketiga kehamilan. DM tipe ini bisa saja menghilang setelah masa kehamilan atau menetap walaupun pasien sudah melahirkan (American Diabetes Association, 2019).

Diabetes Melitus Tipe Spesifik

Diabetes melitus tipe spesifik adalah DM yang disebabkan oleh penyebab lain.

Contoh dari DM tipe ini adalah monogenic diabetes syndromes, penyakit eksokrin

(19)

pankreas, dan drug- or chemical-induced diabetes (American Diabetes Association, 2019).

2.1.3 FAKTOR RESIKO

Menurut International Diabetes Federation pada tahun 2019, faktor resiko dari DM tipe 2 adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai riwayat keluarga yang menderita DM 2. Kelebihan berat badan (overweight)

3. Pola makan yang tidak sehat 4. Kurangnya aktivitas fisik 5. Bertambahnya usia 6. Tekanan darah tinggi

7. Kelompok ras / etnis tertentu 8. Kelainan toleransi glukosa

9. Mempunyai riwayat diabetes gestasional 10. Nutrisi yang kurang pada saat kehamilan

Perubahan yang disebabkan oleh perkembangan dan urbanisasi terhadap pola makan dan aktivitas fisik, menyebabkan jumlah pasien DM meningkat dengan sangat cepat (International Diabetes Federation, 2019).

Salah satu hal yang menjadi faktor resiko DM yaitu kebiasaan mengonsumsi makanan cepat saji, karena makanan cepat saji dapat menyebabkan peningkatan berat badan dan jaringan adiposa yang merupakan penyebab utama terjadinya kelainan metabolik seperti resistensi insulin (Mazidi et al., 2018). Obesitas meningkatkan resiko terjadinya beberapa beberapa masalah kesehatan, salah satu diantaranya yaitu DM (Bowman et al., 2015). Berdasarkan analisis nutrisi, makanan cepat saji mengandung kadar lemak, lemak jenuh, densitas energi, fruktosa, dan indeks glikemik yang tinggi. Sebaliknya, makanan cepat saji mengandung kadar serat, vitamin A, vitamin C, serta kalsium yang rendah.

Makanan cepat saji dengan komposisi makronutrien, porsi yang besar, dan juga yang biasanya dikonsumsi bersamaan dengan minuman bersoda ataupun minuman berpemanis menyebabkan asupan energi yang berlebihan. Hal tersebut

(20)

menyebabkan meningkatnya resiko obesitas dan DM tipe 2 (Isganaitis et al., 2005).

Obesitas menyebabkan terjadinya resistensi insulin. Ada beberapa hal yang menjadi penyebab resistensi insulin pada obesitas. Asam lemak bebas (free fatty acid) yang bersirkulasi menyebabkan resistensi insulin pada hati dan juga otot, fenomena ini disebut juga dengan lipotoksisitas. Jaringan adiposa menghasilkan hormon adiponektin yang berperan dalam meningkatkan sensitivitas insulin. Pada individu dengan obesitas, akan mensekresi lebih sedikit hormon adiponektin, penurunan berat badan dapat memperbaiki jumlah hormon adiponektin ke tingkat normal. Jaringan adiposa juga menghasilkan hormon resistin yang menyebabkan resistensi insulin pada jaringan hepar. Selain itu, dapat ditemukan juga jaringan lemak yang aktif secara imunologis dan mensekresi sitokin seperti TNF-α, IL-6, IL-1β, dan lain-lain yang menimbulkan resistensi insulin dan berhubungan dengan sindroma metabolik (Isganaitis et al., 2005).

Berdasarkan penelitian oleh Syafriani (2018), yang dilakukan pada 65 responden ditemukan sebanyak 44 orang sering (≥ 3 kali / minggu) mengonsumsi makanan cepat saji dan 21 responden jarang (< 3 kali / minggu) jarang mengonsumsi makanan cepat saji. Dari 65 orang responden, 56 orang melakukan aktivitas fisik ringan, 9 orang melakukan aktivitas fisik sedang, dan tidak ada yang melakukan aktivitas fisik berat. Responden yang sering mengonsumsi makanan cepat saji sebanyak 37 orang dengan kejadian overweight dan responden yang jarang mengonsumsi makanan cepat saji sebanyak 6 orang dengan kejadian overweight. Sedangkan responden yang melakukan aktivitas fisik ringan sebanyak 36 orang dengan kejadian overweight dan aktivitas fisik sedang sebanyak 7 orang dengan kejadian overweight. Overweight merupakan salah satu faktor resiko dari DM (Syafriani, 2018).

Penelitian oleh Kharono et al. (2017), dengan total responden 378 orang, mendapatkan 279 orang responden mengetahui bahwa makanan cepat saji adalah faktor resiko dari DM, merokok berjumlah 228 orang, kurangnya aktivitas fisik sebanyak 294 orang, dan meminum alkohol paling banyak diketahui sebagai faktor resiko DM yaitu 315 orang. Selain itu, pengetahuan dalam pencegahan oleh

(21)

responden adalah dengan menghindari makanan atau minuman yang manis sejumlah 194 orang, modifikasi pola makan sebanyak 266 orang, dan berolahraga dengan rutin sebanyak 175 orang (Kharono et al., 2017).

Penelitian oleh Habib et al. (2020) yang dilakukan pada 1070 responden didapatkan responden yang mengonsumsi makanan cepat saji adalah sebanyak 686 orang yaitu 64,11% dari total responden, kurang melakukan aktivitas fisik berjumlah 49% dan juga dinyatakan dalam penelitian ini bahwa sebanyak 3%

responden menderita DM (Habib et al., 2020).

Pada penelitian sebelumnya oleh Sumangkut et al. (2013), dengan jumlah responden 80 orang, orang dengan pola makan tidak baik yang menderita DM ada 34 orang, dan yang tidak menderita DM ada 9 orang. Pada pola makan yang baik, penderita DM ada 6 orang dan tidak DM 31 orang. Pada penelitian tersebut disimpulkan bahwa ada hubungan pola makan dengan kejadian DM tipe 2 pada daerah tersebut (Sumangkut et al., 2013).

Pada penelitian lain yang dilakukan oleh Cicilia et al. (2018), dengan jumlah responden 80 orang, penderita DM dengan aktivitas fisik berat adalah 26,4%

sedangkan pada responden non DM dengan aktivitas fisik berat sebesar 73,6%.

Hal ini menunjukkan responden yang melakukan aktivitas fisik berat memiliki lebih kecil resiko untuk terkena penyakit DM. Dalam penelitian tersebut menyatakan bahwa aktivitas fisik merupakan kegiatan yang menyebabkan pembakaran maksimal glukosa di dalam otot yang dapat menyebabkan penurunan kadar glukosa darah (Cicilia et al., 2018).

2.1.4 GEJALA KLINIS

Gejala klinis yang paling sering dialami oleh pasien DM tipe 2 yaitu polidipsia, polifagia, poliuria dan penurunan berat badan. Polidipsia adalah perasaan haus yang berlebih. Polifagia adalah rasa lapar yang berlebih sehingga pasien akan makan terus-menerus. Walaupun makan terus-menerus, penderita DM tipe 2 akan mengalami penurunan berat badan. Selain itu, keluhan yang sering dirasakan yaitu poliuria adalah frekuensi berkemih yang berlebihan menyebabkan terganggunya aktivitas sehari-hari pasien tersebut. Keluhan lain yang juga dapat

(22)

terjadi adalah badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur dan disfungi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita (Perkeni, 2015).

2.1.5 DIAGNOSIS

Diagnosis DM dapat ditegakkan berdasarkan pemeriksaan kadar glukosa darah. Pemeriksaan yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa secara enzimatik dengan bahan plasma darah vena. Pemantauan hasil pengobatan dapat dilakukan dengan pemeriksaan glukosa darah kapiler dengan glukometer. Diagnosis tidak dapat ditegakkan berdasarkan adanya glukosuria (Perkeni, 2015).

Beberapa keluhan dapat ditemukan pada penderita DM. Keluhan-keluhan yang menyebabkan kecurigaan adanya DM adalah sebagai berikut: (Perkeni, 2015)

1. Keluhan klasik DM: poliuria, polidipsia, polifagia, dan penurunan berat badan yang tidak dapat dijelaskan penyebabnya

2. Keluhan lain DM: badan lemah, kesemutan, gatal, mata kabur, dan disfungsi ereksi pada pria serta pruritus vulva pada wanita

Kriteria diagnosis DM sebagai berikut: (Perkeni, 2015)

1. Pemeriksaan glukosa plasma puasa ≥126 mg/dl. Puasa adalah kondisi tidak ada asupan kalori minimal 8 jam

2. Pemeriksaan glukosa plasma ≥200 mg/dl 2 jam setelah Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dengan beban glukosa 75 gram

3. Pemeriksaan glukosa plasma sewaktu ≥200 mg/dl dengan keluhan klasik 4. Pemeriksaan HbA1C ≥6,5% dengan menggunakan metode standarisasi

oleh National Glycohaemoglobin Standarization Program (NGSP)

Pada kondisi tertentu seperti anemia, hemoglobinopati, riwayat transfusi darah 2-3 bulan terakhir, kondisi-kondisi yang mempengaruhi umur eritrosit dan gangguan fungsi ginjal, HbA1C tidak dapat digunakan sebagai alat diagnosis maupun evaluasi (Perkeni, 2015)

2.1.6 TATALAKSANA

Tujuan dilakukannya penatalaksanaan terhadap penyakit DM tipe 2 adalah sebagai berikut: (Perkeni, 2015)

(23)

1. Tujuan jangka pendek yaitu untuk menghilangkan keluhan dan memperbaiki kualitas hidup, dan juga mengurangi resiko komplikasi akut DM

2. Tujuan jangka panjang yaitu mencegah dan juga menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati

3. Tujuan akhir yaitu mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit DM tipe 2

Penatalaksanaan DM tipe 2 dapat dibagi menjadi tatalaksana non farmakologis dan tatalaksana farmakologis (Perkeni, 2015).

A. Tatalaksana non farmakologis

Penatalaksanaan non farmakologis dapat berupa edukasi kepada penderita DM mengenai perilaku hidup sehat seperti mengikuti pola makan sehat dan meningkatkan kegiatan jasmani dengan teratur. Prinsip pengaturan pola makan penderita DM tidak jauh berbeda dengan masyarakat umum yang tidak mengalami DM, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Latihan jasmani juga merupakan salah satu cara pengelolaan DM yang sangat disarankan. Latihan jasmani dianjurkan untuk dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali dalam seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit dalam seminggu dan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut (Perkeni, 2015).

B. Tatalaksana farmakologis

Tatalaksana farmakologis dilakukan bersamaan dengan pengaturan pola makan dan latihan jasmani atau disebut dengan gaya hidup sehat.

Terapi farmakologis terdiri dari bentuk oral dan suntikan (Perkeni,2015).

1. Obat anti hiperglikemia oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat anti hiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan yaitu: (Perkeni, 2015)

a. Pemacu sekresi insulin 1) Sulfonilurea

(24)

Obat golongan ini mempunyai efek utama berupa peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Harus berhati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan resiko tinggi hipoglikemia seperti orang tua, gangguan faal hati dan gangguan faal ginjal.

2) Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin 1) Metformin

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2. Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa kondisi, seperti GFR < 30 mL / menit /1,73 m2, gangguan hati berat, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK dan gagal jantung. Efek samping yang mungkin ditemukan merupakan gangguan saluran pencernaan seperti gejala dispepsia.

2) Tiazolidindion (TZD)

Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma),

(25)

suatu reseptor inti yang terdapat di sel otot, lemak dan hati.

Golongan ini mempunyai efek untuk menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolindindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan kepada pasien dengan gagal jantung. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

c. Penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan

Penghambat alfa glukosidase bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Contoh obat golongan ini adalah acarbose.

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan ini menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin

e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)

Obat golongan ini merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kerja kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

2. Obat antihiperglikemia suntik

(26)

Yang termasuk obat antihiperglikemia suntik adalah insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1 (Perkeni, 2015).

a. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan: (Perkeni, 2015)

1) HbA1C > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic 2) Penurunan berat badan yang cepat

3) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis 4) Krisis hiperglikemia

5) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

6) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)

7) Kehamilan dengan DM / DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

8) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 9) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO 10) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Efek samping utama dari terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah reaksi alergi terhadap insulin (Perkeni, 2015).

b. Agonis GLP-1

Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek penurunan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan obesitas. Efek samping yang dapat timbul adalah rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.

(Perkeni, 2015) 3. Terapi kombinasi

(27)

Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam penatalaksanaan DM, tetapi bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemi oral baik secara terpisah atau fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral (Perkeni, 2015).

Gambar 2.1. Algoritme pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia (Perkeni, 2015).

2.1.7 KOMPLIKASI

Penderita DM mempunyai resiko yang lebih tinggi untuk mengalami beberapa masalah kesehatan yang serius. Tingginya kadar glukosa yang menetap dapat menyebabkan penyakit serius yang mempengaruhi jantung dan pembuluh darah,

(28)

mata, ginjal, saraf, dan gigi. Penderita DM juga memiliki resiko yang lebih tinggi mengalami infeksi. Di beberapa negara, DM merupakan penyebab utama dari penyakit kardiovaskular, kebutaan, gagal ginjal, dan amputasi tungkai bawah (International Diabetes Federation, 2020).

Beberapa komplikasi yang dapat ditemukan yaitu: (International Diabetes Federation, 2020)

4. Penyakit kardiovaskular

Berpengaruh terhadap jantung dan pembuluh darah dan dapat menyebabkan komplikasi yang fatal seperti penyakit arteri koroner (menyebabkan infark miokardial) dan stroke. Penyakit kardiovaskular merupakan penyebab kematian tertinggi pada pasien DM.

5. Penyakit ginjal (nefropati diabetik)

Diakibatkan oleh rusaknya pembuluh darah kecil di ginjal menyebabkan kerja ginjal menjadi kurang efisien atau bahkan gagal bekerja.

6. Penyakit saraf (neuropati diabetik)

Kadar glukosa dan tekanan darah yang terlalu tinggi dapat menyebabkan kerusakan saraf di seluruh bagian tubuh. Hal ini menyebabkan masalah pada pencernaan, disfungsi ereksi, dan fungsi-fungsi lain juga dapat terpengaruh. Bagian yang paling sering mengalami kerusakan saraf yaitu pada ekstremitas bawah (kaki). Kerusakan saraf pada daerah tersebut disebut juga dengan neuropati perifer yang bisa menyebabkan rasa sakit, geli, atau kehilangan sensasi. Kehilangan sensasi merupakan hal yang penting karena dapat menyebabkan luka tidak disadari dan berlanjut menjadi infeksi yang serius dan bahkan memungkinkan tindakan amputasi.

7. Penyakit mata (retinopati diabetik)

Kebanyakan penderita DM mengalami retinopati diabetik yang mengakibatkan berkurangnya penglihatan atau kebutaan.

8. Komplikasi kehamilan

Kadar glukosa darah yang tinggi pada saat kehamilan dapat menyebabkan kelebihan berat badan pada saat bayi dilahirkan. Hal tersebut dapat menyebabkan kesulitan pada saat melahirkan, trauma pada anak maupun

(29)

ibunya dan penurunan kadar glukosa darah yang tiba-tiba pada anak setelah dilahirkan. Anak tersebut memiliki resiko tinggi untuk menderita DM

9. Komplikasi oral

Penderita DM mengalami peningkatan resiko terjadinya inflamasi pada gusi (periodontis) apabila kadar glukosa darah tidak dijaga dengan baik.

Periodontis adalah penyebab utama kehilangan gigi dan berhubungan dengan peningkatan resiko penyakit kardiovaskular.

Menurut American Diabetes Association, pada tahun 2019, DM juga dapat menyebabkan komplikasi pada kulit dan mata. Pada mata, DM dapat menyebabkan glaukoma dan juga katarak. Ketoasidosis diabetik juga merupakan salah satu komplikasi serius yang harus diperhatikan, karena dapat berakibat fatal, yaitu koma atau bahkan kematian (American Diabetes Association, 2019).

Selain itu, komplikasi yang juga dapat terjadi pada pasien DM yaitu hipoglikemia yang terjadi pada pasien DM dalam pengobatan. Penyebab hipoglikemia yang paling sering yaitu penggunaan sulfonilurea dan insulin.

Kondisi hipoglikemia pada orang tua harus dihindari karena dapat berakibat fatal dan bisa juga menyebabkan kemunduran mental bermakna pada pasien (Perkeni, 2015).

2.1.8 PENCEGAHAN

Menurut World Health Organization, pada tahun 2020, untuk mencegah terjadinya DM tipe 2 dapat dilakukan hal sebagai berikut:

1. Menyesuaikan dan mempertahankan berat badan normal (berat badan yang dinyatakan sehat)

2. Melakukan aktivitas fisik, paling sedikit 30 menit secara regular. Aktivitas bisa dilakukan lebih sering, sedangkan aktivitas yang lebih berat dibutuhkan untuk mengontrol berat badan

3. Pola makan yang sehat, hindari konsumsi gula dan lemak jenuh

4. Hindari penggunaan tembakau, merokok meningkatkan resiko diabetes dan penyakit kardiovaskular

(30)

International Diabetes Federation pada tahun 2020 merekomendasikan pola makan yang sehat yaitu:

1. Lebih baik mengonsumsi air, kopi, atau teh daripada sirup, minuman soda, atau minuman berpemanis lainnya

2. Mengonsumsi paling sedikit 3 hidangan sayuran setiap harinya, terutama sayuran berdaun hijau

3. Mengonsumsi 3 hidangan buah segar setiap hari

4. Untuk makanan ringan, lebih baik mengonsumsi kacang-kacangan, sepotong buah segar atau yoghurt

5. Membatasi konsumsi alkohol

6. Lebih baik mengonsumsi daging putih, daging unggas atau makanan laut daripada daging merah atau daging olahan

7. Lebih baik mengonsumsi selai kacang dibandingkan selai coklat 8. Mengonsumsi roti gandum, nasi atau pasta daripada roti putih

9. Memilih konsumsi lemak tak jenuh seperti minyak zaitun, minyak canola, minyak jagung atau minyak bunga matahari daripada lemak jenuh seperti mentega, lemak hewani, minyak kelapa atau minyak kelapa sawit

2.2 PENGETAHUAN

2.2.1 DEFINISI PENGETAHUAN

Pengetahuan adalah hasil tahu yang terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui pancaindera manusia, yaitu indra penglihatan, penciuman, rasa, dan raba.

Sebagian besar pengetahuan manusia didapat melalui mata dan telinga (Notoadmojo, 2014).

2.2.2 TINGKAT PENGETAHUAN

Menurut Notoadmojo (2014), pengetahuan tercakup dalam beberapa tingkatan yaitu:

1. Tahu (Know)

Tahu adalah mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya.

Yang termasuk dalam tingkat ini yaitu mengingat kembali (recall) sesuatu

(31)

yang spesifik dan semua yang telah dipelajari atau rangsangan yang telah diterima. Tahu merupakan tingkat pengetahuan yang paling rendah. Kata kerja yang digunakan untuk mengukur seseorang tahu mengenai hal yang telah dipelajari adalah menyebutkan, menguraikan, mendefinisikan, menyatakan, dan sebagainya.

2. Memahami (Comprehension)

Memahami merupakan suatu kemampuan untuk menjelaskan dengan benar suatu objek yang telah diketahui dan dapat menginterpretasikan materi dengan benar. Seseorang yang telah memahami suatu objek atau materi harus mampu untuk menjelaskan, menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya terhadap objek yang sudah dipelajari.

3. Aplikasi (Application)

Aplikasi merupakan kemampuan untuk menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi yang nyata. Aplikasi dapat berupa aplikasi atau penggunaan hukum-hukum, rumus, metode, prinsip, dan sebagainya dalam situasi lain.

4. Analisis (Analysis)

Analisis merupakan kemampuan untuk menjabarkan suatu objek atau materi ke dalam komponen-komponen yang masih berhubungan satu sama lain. Dapat dinilai dan diukur dengan menggunakan kata kerja seperti menggambarkan atau membuat bagan, membedakan, memisahkan, mengelompokkan, dan sebagainya.

5. Sintesis (Synthesis)

Sintesis adalah kemampuan untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian menjadi suatu keseluruhan yang baru atau menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang sudah ada. Sintesis dalam dinilai dari dapat menyusun, dapat merencanakan, dapat meringkaskan, dapat menyesuaikan dan sebagainya terhadap rumusan atau teori yang telah ada.

(32)

Evaluasi merupakan kemampuan untuk melakukan justifikasi atau menilai suatu materi atau objek berdasarkan kriteria yang dibuat sendiri ataupun kriteria yang sudah ada.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan menggunakan wawancara atau angket mengenai materi yang akan diukur dari responden (Notoadmojo, 2014).

2.2.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN Menurut Budiman (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi pengetahuan yaitu:

1. Usia

Usia mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang, semakin bertambah usia maka semakin berkembang juga daya tangkap dan pola pikir seseorang. Sehingga pengetahuan yang diperoleh juga semakin membaik.

2. Pendidikan

Semakin tinggi tingkat pendidikan suatu individu semakin mudah menerima informasi sehingga semakin banyak juga pengetahuan yang dimiliki.

3. Pengalaman

Pengalaman merupakan suatu proses dalam memperoleh pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang telah diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi pada masa lalu.

4. Informasi / media massa

Informasi yang didapat dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek sehingga menyebabkan perubahan dan peningkatan pengetahuan. Adanya informasi baru mengenai suatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya pengetahuan terhadap hal tersebut.

5. Sosial budaya dan ekonomi

Tradisi atau kebiasaan yang sering dilakukan oleh suatu individu tanpa melalui penalaran sehingga menambah pengetahuan walaupun tanpa

(33)

melakukan. Selain itu, status ekonomi juga dapat mempengaruhi pengetahuan dengan ketersediaan fasilitas yang dibutuhkan.

6. Lingkungan

Lingkungan sangat berpengaruh terhadap penyerapan pengetahuan yang berada di lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi yang akan dianggap sebagai pengetahuan bagi setiap individu.

2.3 SIKAP

2.3.1 DEFINISI SIKAP

Sikap adalah reaksi atau respon seseorang yang masih tertutup terhadap suatu stimulus atau objek (Notoadmojo, 2014).

2.3.2 TINGKAT SIKAP

Menurut Notoadmojo (2014), sikap dibagi menjadi beberapa tingkatan yaitu sebagai berikut:

1. Menerima (Receiving)

Menerima diartikan bahwa seseorang (subjek) mau dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek).

2. Merespon (Responding)

Merespon dapat berupa memberikan jawaban apabila ditanya, atau mengerjakan dan menyelesaikan tugas yang diberikan.

3. Menghargai (Valuing)

Menghargai ditunjukkan dengan mengajak orang lain untuk mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah.

4. Bertanggung jawab (Responsible)

Bertanggung jawab atas segala sesuatu yang sudah dipilihnya beserta semua resiko. Tingkatan ini merupakan tingkatan tertinggi dari sikap.

Sikap dapat diukur secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung misalnya dapat ditanyakan pendapat responden terhadap suatu hal. Secara tidak langsung adalah seperti memberikan pernyataan-pernyataan kemudian menanyakan pendapat responden dengan pilihan sangat setuju, setuju, tidak setuju, dan sangat tidak setuju (Notoadmojo, 2014).

(34)

2.3.3 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI SIKAP

Menurut Sunaryo (2004), ada 2 faktor yang mempengaruhi pembentukan dan pengubahan sikap, yaitu:

1. Faktor internal

Faktor internal yaitu yang berasal dari diri individu itu sendiri. Dalam hal ini, individu tersebut menerima, mengolah, dan memilih segala sesuatu dari luar, serta menentukan mana yang akan diterima atau tidak diterima.

Sehingga individu itu sendiri menentukan pembentukan sikap. Faktor ini terdiri dari faktor motif, faktor psikologis, dan faktor fisiologis.

2. Faktor eksternal

Faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar individu, yang merupakan stimulus untuk mengubah dan membentuk sikap. Stimulus dapat bersifat langsung atau tidak langsung. Faktor ini terdiri dari faktor pengalaman, situasi, norma, hambatan, dan pendorong.

Menurut Riyanto (2013), faktor-faktor yang mempengaruhi sikap yaitu:

1. Pengalaman pribadi

Sesuatu yang pernah atau sedang dialami oleh suatu individu akan ikut membentuk dan mempengaruhi penghayatan terhadap stimulus sosial.

Tanggapan akan menjadi salah satu dasar terbentuknya sikap.

2. Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Individu biasanya memiliki sikap yang searah dengan sikap seseorang yang dianggap penting. Hal ini dilakukan juga untuk menghindari terjadinya konflik dengan orang yang dianggap penting tersebut.

3. Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan dimana suatu individu hidup dan dibesarkan mempunyai pengaruh yang besar terhadap pembentukan sikap.

4. Media massa

Media massa adalah sarana komunikasi. Berbagai bentuk media massa mempunyai pengaruh besar dalam pembentukan opini dan kepercayaan suatu individu. Adanya informasi baru mengenai sesuatu hal memberikan landasan kognitif baru bagi terbentuknya sikap.

(35)

5. Lembaga pendidikan dan lembaga agama

Lembaga pendidikan dan lembaga agama adalah hal yang mempengaruhi pembentukan sikap karena meletakkan dasar pengertian dan konsep moral dalam diri individu.

6. Faktor emosional

Terkadang, suatu bentuk sikap adalah pernyataan yang didasari emosi yang berfungsi sebagai penyaluran frustasi atau penglihatan bentuk mekanisme pertahanan ego.

2.4 TINDAKAN

2.4.1 DEFINISI TINDAKAN

Tindakan (praktik) adalah sikap yang diwujudkan menjadi perbuatan nyata yang didukung oleh kondisi yang memungkinkan seperti fasilitas (Notoadmojo, 2014).

2.4.2 TINGKAT TINDAKAN

Menurut Notoadmojo (2014), tindakan dibedakan menjadi beberapa tingkatan yaitu:

1. Respon terpimpin (Guided response)

Respon terpimpin diartikan sebagai dapat melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar dan sesuai.

2. Mekanisme (Mechanism)

Mekanisme adalah pada saat suatu individu sudah dapat melakukan sesuatu dengan benar secara otomatis atau sudah merupakan suatu kebiasaan.

3. Adopsi (Adoption)

Adopsi merupakan suatu praktik atau tindakan yang telah berkembang dengan baik. Yang berarti, tindakan telah dimodifikasi tanpa mengurangi kebenaran tindakan tersebut.

Tindakan dapat diukur secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung yaitu dengan memperhatikan atau mengobservasi tindakan atau kegiatan responden. Sedangkan secara tidak langsung yaitu dengan wawancara terhadap

(36)

kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh responden beberapa jam, hari, atau bulan yang lalu (recall) (Notoadmojo, 2014).

(37)

2.5 KERANGKA TEORI

DM tipe 2

Farmakologi Definisi, Klasifikasi,

Faktor resiko

Tatalaksana Non farmakologi

dan pencegahan Komplikasi Pengetahuan, sikap, dan

tindakan terhadap pola hidup

Faktor yang mempengaruhi

perilaku

Gambar 2.2. Kerangka teori penelitian.

Gejala klinis

Diagnosis

(38)

2.6 KERANGKA KONSEP

Gambar 2.3. Kerangka konsep penelitian.

Pengetahuan, sikap dan tindakan

Pola makan dan aktivitas fisik terkait faktor resiko DM

(39)

BAB III

METODE PENELITIAN 3.1 JENIS DAN RANCANGAN PENELITIAN 3.1.1 JENIS PENELITIAN

Penelitian ini dilakukan dengan metode penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu suatu penelitian yang bertujuan untuk mengetahui perilaku terhadap pola hidup mengenai faktor resiko diabetes melitus tipe 2 pada mahasiswa FK USU.

3.1.2 RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan penelitian ini menggunakan metode cross sectional yang hanya dilakukan sekali pengambilan data pada setiap responden.

3.2 LOKASI PENELITIAN

Lokasi penelitian ini dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara yang beralamat di Jl. Dr. Mansyur No. 5, Padang Bulan, Kec. Medan Baru, Kota Medan, Sumatera Utara, 20155.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 POPULASI PENELITIAN

Populasi penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017.

3.3.2 SAMPEL PENELITIAN

Sampel penelitian ini adalah mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 yang memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut:

1. Kriteria inklusi

a. Bersedia menjadi sampel penelitian

b. Mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017

2. Kriteria eksklusi

a. Tidak mengisi data diri dan kuesioner dengan lengkap

(40)

3.3.3 ESTIMASI BESAR SAMPEL

Rumus besar sampel yang digunakan pada penelitian ini:

n = 𝑁 1+𝑁 (𝑑2) Keterangan:

n = besar sampel minimum N = jumlah populasi

d = ketepatan absolut yang dikehendaki = 0,1 Maka perhitungannya adalah:

n = 255 1+255 (0,12)

n = 71,83 (dibulatkan menjadi 72 orang)

Berdasarkan hasil perhitungan di atas, maka diperoleh minimal sampel untuk penelitian ini adalah 72 orang.

Teknik pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan metode simple random sampling, kuesioner akan diberikan kepada seluruh mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2017.

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Jenis data yang digunakan pada penelitian ini adalah data primer, yaitu data yang data yang langsung dikumpulkan oleh peneliti dari sumber pertamanya / responden. Setelah dipisahkan dengan kriteria inklusi dan eksklusi, responden yang masuk ke dalam kriteria inklusi akan diminta ketersediaannya untuk mengikuti penelitian. Setelah responden bersedia untuk mengikuti penelitian, responden akan diminta untuk mengisi dan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden / informed consent, data diri dan kuesioner.

Penelitian ini menggunakan kuesioner yang memuat pertanyaan mengenai pola makan dan aktivitas fisik yang terdiri atas aspek pengetahuan, sikap, dan tindakan. Kuesioner yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dari penelitian Aethelstone (2017). Penelitian sebelumnya telah melakukan uji validasi terhadap kuesioner ini.

(41)

3.5 DEFINISI OPERASIONAL

Definisi operasional dari seluruh variabel dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 3.1. Definisi operasional.

Variabel Definisi Cara Ukur Alat Ukur Hasil Ukur Skala

Ukur Pengetahuan Pengetahuan

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara angkatan

2017 mengenai pola makan dan aktivitas fisik terkait faktor resiko

DM tipe 2

Menilai jawaban dari kuesioner

Kuesioner sebanyak 14

pertanyaan dengan pilihan jawaban:

Setuju atau Tidak setuju

Pemilihan jawaban benar diberi nilai 1, sedangkan jawaban salah diberi nilai 0

Interpretasi hasil:

- Baik : Skor ≥ 11 - Cukup : Skor 8 - 10 - Kurang : Skor < 8

Ordinal

Sikap Sikap

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara angkatan

2017 mengenai pola makan dan aktivitas fisik terkait faktor resiko

DM tipe 2

Menilai jawaban

dari kuesioner

Kuesioner sebanyak 14

pertanyaan dengan pilihan jawaban :

Sangat setuju, Setuju, Tidak

setuju, dan Sangat tidak

setuju

Pada pernyataan positif (favourable) jawaban sangat setuju diberi nilai 4, setuju diberi nilai 3, tidak setuju diberi nilai 2, dan sangat tidak setuju diberi nilai 1. Sedangkan pada pernyataan negative

(unfavourable), jawaban sangat setuju diberi nilai 1, setuju diberi nilai 2, tidak setuju diberi nilai 3, dan sangat tidak setuju diberi nilai 4

Interpretasi hasil : - Baik : Skor ≥ 42 - Cukup : Skor 31-41 - Kurang : Skor < 31

Ordinal

Tindakan Tindakan mahasiswa

Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera

Utara angkatan

2017 mengenai pola makan terkait faktor

resiko DM

Menilai jawaban

dari kuesioner

Kuesioner sebanyak 13

pertanyaan

Jawaban dari pertanyaan yang sama pada pilihan setiap responden dikelompokkan.

Setelah dilakukan pengelompokkan pilihan jawaban yang sama, jawaban tersebut dipersentasekan dengan total 100%, kecuali poin nomor 3 dan 4 yang dipilih lebih dari satu jawaban oleh responden

Gambar

Gambar 2.1. Algoritme pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia (Perkeni, 2015).
Gambar 2.2. Kerangka teori penelitian.
Gambar 4.1. Jenis sumber protein hewani yang sering dikonsumsi mahasiswa Fakultas Kedokteran  Universitas Sumatera Utara angkatan 2017 lebih dari 3 kali dalam seminggu

Referensi

Dokumen terkait

Pasal 1338 ayat (2) KUH Perdata memberi kemungkinan berakhirnya suatu perjanjian dengan adanya kesepakatan antara kedua belah pihak. 2) Undang-Undang menentukan batas

1) Ukuran perusahaan berpengaruh secara signifikan terhadap pemilihan metode penilaian persediaan pada perusahaan manufaktur sektor industri dasar dan kimia

Since Klaster Berdaya is community-based empowerment program, then PKPU build integrated cage for all goats.. The beneficiaries would take care the goats

Dalam hal ini perlu dilakukan upaya untuk manyakinkan masyarakat tentang partisipasi dalam pembangunan yang sangat memerlukan adanya komunikasi antara pemerintah dengan

Tari Andun, dari Bengkulu Selatan ini merupakan sebuah tarian guna menyambut para tamu yang dihormati5.

Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang

Kekerasan verbal yang dialami anak akan berdampak secara holistik yaitu dampak psikis yang dirasakan oleh korban antara lain berkeringat, jantung berdetak

Pencemaran tanah tidak jauh berbeda atau bisa dikatakan mempunyai hubungan erat dengan pencemaran udara dan pencemaran air, sehinngga sumber pencemar udara dan sumber