• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION T

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION T"

Copied!
19
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PEMBELAJARAN VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE

(VCT) dalam IPS MI/SD

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah

“Pembelajaran IPS MI/SD”

Dosen Pengampu :

Lu’Luil Maknun, M.Pd.

Disusun Oleh:

(Kelompok 7)

Maulana Arif Ramayanto

(11140183000011)

Iya Ahdiyati

(11140183000021)

Ade Saraswati

(11140183000024)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH

(PGMI)

FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH

JAKARTA

(2)

KATA PENGANTAR

Tiada kata yang patut diungkapkan selain kata puja dan puji syukur kehadirat Allah swt yang telah memberikan nikmat sehat, nikmat iman sehingga penyusunan makalah ini dapat terselesaikan dengan baik. Sholawat dan salam tercurahkan kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad saw, para sahabatnya dan para pengikunya hingga akhir zaman.

Dengan terselesainya malakah ini, kami mengucapkan terima kasih kepada Ibu Lu’luil Maknun, M.Pd selaku dosen pengampu dalam mata kuliah Pembelajaran Ilmu Pengetahuan Sosial di MI/SD yang penuh pengabdian memberikan bimbingan kepada kami sehingga kami dapat menyusun makalah ini dengan baik. Dan kami berterima kasih juga kepada teman-teman yang telah membatu kami dalam menyusun makalah ini.

Kami pun menyadari bahwa penulisan makalah ini masih memiliki kekurangan dari segi apapun dan hanya merupakan karya kecil dari ilmu pengetahuan di dunia ini. Kami harap agar mendapatkan manfaat dan penalaman serta pemahaman yang lebih mendalam tentang pendidikan.

Ciputat, 13 September 2016

(3)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... iii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Rumusan Masalah ... 1

C. Tujuan Penulisan ... 2

BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap ... 3

B. Pengertian Value Clarification Technique ………... 5

C. Tujuan Pembelajaran Value Clarification Technique... 6

D. Bentuk-Bentuk Value Clarification Technique... 7

E. Model Pembelajaran Value Clarification Technique……… 8

F. Langkah-Langkah Pembelajaran Value Clarification Technique... 9

G. Kelebihan Model Pembelajaran Value Clarification Technique... 11

H. Kekuranagan Model Pembelajaran Value Clarification Technique... 12

I. Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif... 12

BAB III PENUTUP A. Kesimpulan ... 15

B. Saran ... 16

(4)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 pasal 3 dijelaskan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangsanya potensi peserta didik, agar menjadi manusia yang beriman, dan betakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara demokratis serta bertanggung jawab.

Rumusan tujuan pendidikan diatas, sarat dengan pembentukan sikap. Dengan demikian, tidaklah lengkap manakala dalam strategi pembelajaran tidak membahas strategi pembelajaran yang berhubungan dengan pembentukan sikap dan nilai.

Strategi pembelajaran afektif memang berbeda dengan strategi pembelajaran kognitif dan keterampilan. Afektif berhubungan dengan nilai (value), yang sulit diukur, oleh karena menyangkut kesadaran seseorang yang tumbuh dari dalam. Dalam batas tertentu memang afeksi dapat muncul dalam kejadian behavioral, akan tetapi penilaiannya untuk smapai pada kesimpulan yang bisa dipertanggungjawabkan membutuhkan ketelitian dan observasi yang terus menerus, dan hal ini tidaklah mudah untuk dilakukan apalagi menilai perubahan sikap sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru disekolah. Kita tidak bisa menyimpulkan bahwa sikap anak itu baik, misalnya dilihst dari kebiasaan berbahasa atau sopan santun yang bersangkutan, sebagai akibat dari proses pembelajaran yang dilakukan guru. Mungkin sikap itu terbentuk oleh kebiasaan dalam keluarga dan lingkungan sekitar.1

B. PerumusanMasalah

Berdasrkan pemaparan latar belakang diatas pemakalah memaparkan rumusan masalah sebagai berikut:

1. Apa pengertian model pembelajaran Value Clarification Technique? 2. Apa saja tujuan model pembelajaran Value Clarification Technique? 3. Apa saja sintaks pembelajaran Value Clarification Technique?

4. Apa saja kelebihan model pembelajaran Value Clarification Technique?

1 Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:

(5)

5. Apa saja kekurangan model pembelajaran Value Clarification Technique?

C. Tujuan Penulis

Adapun Tujuan dari Rumusan Masalah yaitu:

1. Mengetahui model pembelajaran Value Clarification Technique

2. Mengetahui tujuan dari pembelajaran Value Clarification Technique

3. Mengetahui sintaks dari model pembelajaran Value Clarification Technique

(6)

BAB II PEMBAHASAN

A. Hakikat Pendidikan Nilai dan Sikap

Dimuka telah dijelaskan bahwa sikap (afektif) erat kaitannya dengan nilai yang dimilki seseorang. Sikap merupakan refleksi dari nilai yang dimilki. Oleh karenanya, pendidikan sikap pada dasarnya adalah pendidikan nilai.

Nilai adalah suatu konsep yang benda dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada didalam dunia yang empiris. Nilai berhubungn dengan pandangan seseorang tentang baik dan adil, dan lain sebagainya. Pandangan seseorang tentang semua itu tidak bisa diraba, kita hanya mungkin dapat mengetahuinya dari perilaku yang bersangkutan. Oleh karena itulah nilai pada dasarnya standar perilaku, ukuran yang menentukan atau kriteria seseorang tentang baik dan tidak baik, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, dan lain sebagainya, sehingga standar itu yang akan mewarnai perilaku seseorang. Dengan demikian, pendidikan nilai pada dasarnya proses penanaman nilai kepada peserta didik yang diharapkan oleh karenanya siswa dapat berperilaku sesuai dengan pandangan yang dianggapnya baik dan tidak bertentangan dengan norma-norma yang berlaku.

Douglas Graham (Gulo, 2002) melihat empat faktor yang merupakan dasar kepatuhan seseorang terhadap nilai tertentu, yaitu :

a. Normativist. Biasanya kepatuhan pada norma-norma hukum. Selanjutnya dikatakan bahwa kepatuhan ini terdapat dalam tiga bentuk, yaitu: (1) kepatuhan pada nilai atau norma itu sendiri; (2) kepatuhan pada proses tanpa memperdulikan normanya sendiri; (3) kepatuhan pada hasilnya atau tujuan yang diharapkannya dari peraturan itu.

b. Integralist, yaitu kepatuhan yang didasarkan pada kesadaran dengan pertimbangan-pertimbangan yang rasional.

c. Fenomenalist, yaitu kepatuhan berdasarkan suara hati atau sekadar basa-basi. d. Hedonist, yaitu kepatuhan berdasarkan kepentingan diri sendiri.

(7)

semacam ini adalah kepatuhan yang didasari kesadaran akan nilai, tanpa memerdulikan apakah perilaku itu menguntungkan untuk dirinya atau tidak.

Dalam masyarakat yang cepat berubah seperti dewasa ini, pendidikan nilai bagi anak merupakan hal yang snagat penting. Hal ini disebabkan pada era global dewasa ini, anak akan dihadapkan pada banyak pilihan tentang nilai yang mungkin dianggapnya baik. Pertukaran dan pengikisan nilai-nilai suatu masyarakat dewasa ini akan mungkin terjadi secara terbuka. Nilai-nilai yang dianggap baik oleh suatu kelompok masyarakat bukan tak mungkin akan menjadi luntur digantikan oleh nilai-nilai baru yang belum tentu cocok dengan budaya masyarakat.

Komitmen seseorang terhadap suatu nilai tertentu terjadi melalui pembentukan sikap, yakni kecenderungan seseorang terhadap suatu objek. Gulo (2005) menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut:

Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya.

Pengembangan domain efektif pada nilai tidak bisa dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik.

Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah,

berkembang, sehingga bisa dibina.

Perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, terapi melalui tahap

tertentu.

Sikap adalah kecenderungan seseorang untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan nilai yang dianggapnya baik atau tidak baik. Dengan demikian, belajar sikap berarti memperoleh kecenderungan untuk menerima atau menolak suatu objek berdasarkan penilaian terhadap objek itu sebagai hal yang berguna/berharga (sikap positif) dan tidak berharga/berguna (sikap negatif). Sikap merupakan suatu kemampuan internal yang berperan sekali dalam mengambil tindakan (action), lebih-lebih apabila terbuka berbagai kemungkinan untuk bertindak atau tersedia bebrapa alternatif (Winkel, 2004).

(8)

sikap seseorang terhadap objek yang bersangkutan. Misalnya, seseorang yang dapat memberikan penjelasan dari berbagai sudut bahwa mencuri itu tidak baik dan dilarang oleh norma apa pun (aspek kognitif). Berdasarkan pengetahuannya itu ia tidak suka melakukannya (aspek afektif) ; akan tetapi sikap negatif terhadap perbuatan mencuri baru bisa kita lihat dari tindakan nyata bahwa walaupun ada kesempatan untuk mencuri ia tidak melakukannya. Dan, penilaian terhadap sikap mencuri itu memang tidak pernah ia lakukan, walaupun banyak kesempatan untuk itu.2

B. Pengertian Value Clarification Technique

Salah satu tugas peran pendidikan (khususnya pendidikan nilai) adalah memberikan pembekalan/atau pengetahuann, melatih dan meningkatkan potensi siswa, serta memberikan, aneka pengalaman belajar sesuai dengan target subtansiil dan atau pola proses kwgiatan belajar mengajar. Menurut Djahiri (1979:115) menyatakan bahwa VCT diartikan sebagai tehnik pengajaran untuk menanamkan dan menggali mengungkapkan nilai-nilai tertentu dalil pada diri siswa tujuan VCT melalui pengajaran IPS (PPKn) adalah:

1. Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai.

2. Membuna kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik yang positif maupun yang negatif untuk kwmudian di bina ke arah peningkatan atau pembentulan.

3. untuk menanamkan suatu nilai kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa sebagai milik pribadinya. dalam mencapai dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa.4

2 Ibid, h. 274-277

3Dr. Sapriya, M.Ed., dkk., M.Pd., pengembangan pendidikan IPS di SD bandung: UPI PRESS, 2007, h. 68 4 Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:

(9)

Menurut Steeman (Adisusilo, 2012) nilai adalah sesuatu yang memberi makna pada hidup, yang memberi acuan, titik tolak dan tujuan hidup. Nilai adalah sesuatu yang di junjung tinggi, dan dapat mewarnai dan menjiwai tindakan seseorang. Berdasarkan pengertian tersebut, nilai merupakan preferensi yang tercermin dari perilaku seseorang, sehingga seseorang akan melakukan atau tidak melakukan sesuatu tergantung pada sistem nilai yang dipegangnya.

Menurut Toyibin dan Kosasih VCT adalah label dari suatu pendekatan atau strategi belajar mengajar untuk pendidikan nilai-moral atau pendidikan afektif.

Model Pembelajaran VCT adalah merupakan teknik pendidikan nilai dimana peserta didik dilatih untuk menemukan, memilih, menganalisis, membantu siswa dalam mencari dan memutuskan mengambil sikap sendiri mengenai nilai-nilai hidup yang ingin diperjuangkannya.Pada dasarnya bersifat induktif, berangkat dari pegalaman-pengalaman kelompok menuju ide-ide yang umum tentang pengetahuan dan kesadaran diri.5

C. Tujuan Model Pembelajaran Value Clarification Technique

Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskan dengan nilai nilai baru yang hendak ditanamkan. VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran moral VCT bertujuan:

a. Untuk mengukur atau mengatahui tingkat kesadaran siswa tentang suatu nilai. b. Membina kesadaran siswa tentang nilai-nilai yang dimilikinya baik tingkatannya

maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulannya.

c. Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu kepada siswa melalui cara yang rasional dan diterima siswa, sehingga pada akhirnya nilai tersebut akan menjadi milik siswa.

d. Melatih siswa bagaimana cara menilai, menerima, serta menagmbil keputusan terhadap sesuatu persolan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat.6

5 Djahiri, Ahmad Kosasih, Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT, Bandung:

PMPKN FPIPS IKIP Bandung, 1985, h. 28

(10)

D. Bentuk-bentuk Value Clarification Technique

Djahiri (dalam Taniredja:2012) terdapat beberapa bentuk VCT, antara lain: VCT dengan menganalisa suatu kasus yang kontroversial, suatu cerita yang dilematis, mengomertari kliping, membuat laporan dan kemudian di analisa bersama,VCT dengan menggunakan matrik. Jenis VCT ini meliputi: daftar baik-buruk, daftar tingkat umum, daftar skala prioritas, daftar gejala kontinum, daftarpenilaian diri sendiri, daftar membaca perkiraan orang lain tentang diri kira dan perisai. VCT dengan menggunakan kartu keyakinan, kartu sederhana ini berisi: pokok masalah, dasar pemikiran potif negatif dan pemecahan pendapat siswa yang kemudian diolah dengan analisa yang melibatkan sikap siswa terhadap masalah tersebut, VCT melalui teknik wawancara : cara ini melatih keberanian siswa dan mampu mengklarifikasi pandangannya kepada lawan bicara dan menilai sacara baik, jelas dan sistematis,VCT dengan teknik inkuiri nilai dengan pertanyaan acak random. Cara ini melatih siswa berfikir kritis, analitis, rasa ingin tahu dan sekaligus mampu merumuskan berbagai hipotesa/asumsi yang berusaha mengungkap suatu nilai atau sistem nilai yang ada atau dianut atau yang menyimpang.

Taniredja (2012) mengungkapkan prinsip-prinsip VCT yang harus dipenuhi dalan proses pembelajaran yakni sebagai berikut: Penanaman nilai dan pengubahan sikap dipengaruhi banyak faktor, antara lain faktor potensi diri, kepekaan emosi, intelektual dan faktor lingkungan, norma nilai masyarakat, sistem pendidikan dan lingkungan keluarga dan lingkungan bermain, Sikap dan perubahan sikap dipengaruhu oleh stimulus yang diterima siswa dan kekuatan nilai yang telah tertanam atau dimiliki pada diri siswa,Nilai, norma dan moral dipengaruhi oleh faktor perkembangan, sehingga guru harus mempertimbangkan tingkat perkembangan moral (moral development) dari setiap siswa.

E. Model Value Clarification Technique dalam pembelajaran IPS SD

1. VCT dengan model Evaluasi Diri dan Evaluasi Kelompok Langkah-langkah pembelajaran:

a. Menentukan tema, misalnya kemacetan lalu lintas

b. Guru bertanya pada siswa, misalnya apakah kamu pernah mengalami kemacetan lalu lintas

(11)

Begitu seterusnya terjadi Tanya jawab antara guru dengan siswa, yang akhirnya sampai pada tujuan yang diharapkan untuk menanamkan nilai-nilai yang terkandung dalam materi tersebut hungga akhirnya siswa mampu mawas diri dan berdialog dengan baik.

2. VCT dengan Model Menilai Suatu Bahan Tulisan Langkah-langkah kegiatan:

a. Memilih suatu masalah/kasus/kejadian yamgdiambil atau dibuat oleh guru. b. Siswa di[ersilahkan memberikan tanda-tanda penilaiannya dengan

menggunakan kode, misalya: baik buruk, benar salah, adil-tidak adil, dan sebagainya.

c. Hasil kerja kemudian dibahas bersama-sama atau oleh kelompok jika dibagi kelompok untuk memberikan kesembapatan alas an dan argumentasi terhadap nilai tersebut.

Catatan: cara ini daapat dibalik, dimana yang memberikan penilaian adalah guru, sedangkan siswa ditugaskaan untuk membuat suatu tulisan.

3. VCT dengan Model Permainan Langkah-langkah kegiatan

a. Guru bertanya kepada siswa misalnya kalian suka bermain bukan?, sebagian

siswa menjawab suka pak/bu atau sebagian masih ada yang diam.

b. Guru kemudian melanjutkan pembicaraannya misalnya sekarang cara belajar

sambil bermain, setuju?. Siswa dengan semangat menjawab setuju pak/bu.

c. Menentukan tema yang akan dibawakan dalam permainan. Misalnya: sumpah pemuda.

d. Membuat kesepakatan tentang waktu dan tempat yang cocok untuk kerja kelompok, serta menyiapkan peralatan yang berupa lembar dan tugas siswa e. Guru menjelaskan makna dan tata cara permainan

f. Guru: sekarang bapak/ibu akan mengelompokkan kelas menjadi 5 kelompok. Guru dansiswa bersama-sama membagi kelompok.

g. Guru membagikan data pernmainan

h. Siswa melakukan erja kelompok dengan berdiskusi

(12)

Langkah-langkah kegiatan

a. Guru mengemukakan bahasan yang akan dibahas pada saat pembelajaran. Misalnya: pokok bahasan transportasi.

b. Guru bersama siswa memilih dan merumuskan masalah. Misalnya: pencemaran lingkungan. Pada kegiatan ini guru dapat menanyakan meminta keterangan kepada siswa, misalnya apa pencemaran lingkungan, apa yang dapat membuat pencemaran lingkungan, mengapa terjadi pencemaran lingkungan, dan masih banya contoh lainnya.

c. Guru bertanya tenytang perasaan siswa tentang perasaan yang dirasakannya mengenai kejadian masalah yang dilihat dan dialaminya sedangkan peserta didik mengemukakan perasaan yang yang dirasakannya mengenai kejadian masalah yang dilihat atau dialaminya.

d. Mencari alternatif pendapat pihak lain diluar siswa, misalnya: guru bertanya kepada siswa gimana kira-kira pendapat masyarakat, pemerintah, polisi, dan sebagainya.

e. Membuat kesimpulan penilaian, misalnya mengemukakan alat transportasi apa yang membuat pencemaran lingkungan, bagai man amenghindari atau mengantisipasi timbulnya pencemaran lingkungan, membuat saran saran tentang dampak pencemaran lingkungan.7

F. Langkah-langkah Pembelajaran Value Clarification Technique

John Jarolimek (1974) menjelaskan langkah pembelajaran dengan VCT dalam 7 tahap yang dibagi ke dalam 3 tingkat. Setiap tahapan dijelaskan dibawah ini.

I. Kebebasan Memilih

Pada tingkat ini terdapat 3 tahap, yaitu:

(13)

II. Menghargai

Terdiri atas 2 tahap pembelajaran:

a. Adanya perasaan senang dan bangga dengan nilai yang menjadi pilihannya, sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian integral dari dirinya.

b. Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian integral dalam dirinya di depan umum. Artinya, bila kita menganggap nilai itu suatu pilihan, maka kita akan berani dengan penuh kesadaran untuk menunjukkan di depan orang lain.

c. Berbuat Terdiri atas:

a) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya.

b) Mengulangi perilaku sesuai dengan nilai pilihannya. Artinya, nilai yang menjadi pilihan itu harus tercermin dalam kehidupannya sehari-hari.

VCT menekankan bagaimana sebenarnya seseorang membangun nilai yang menurut anggapannya baik, yang pada gilirannya nilai-nilai tersebut akan mewarnai perilakunya dalam kehidupan sehari hari di masyarakat. Dalam praktik pembelajaran, VCT dikembangkan melalui proses dialog antara guru dan siswa. Proses tersebut hendaknya berlangsung dalam suasana santai dan terbuka, sehingga setiap siswa dapat mengungkapkan secara bebas perasaannya. Beberapa hal yang harus diperhatikan guru dalam mengimplementasikan VCT melalui proses dialog:

 Hindari penyampain pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang membuat guru dianggap baik.

 Jangan memaksa siswa untuk memberi respon tertentu apabila memang siswa

tidak menghendakinya.

 Usahakan dialog dilaksanakan secara bebas dan terbuka. Sehingga siswa akan

mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya.

 Dialog dilaksanakan kepada individu, bukan kepada kelompok kelas.

 Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok, sehingga ia menjadi defensif.

 Tidak mendesak siswa pada pendirian tertentu.

 Jangan mengorek alasan siswa lebih dalam.8

8 Prof. Dr. H. Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta:

(14)

Menurut Djahiri antara lain : (a) penentuan stimulus yang bersifat dilematik, (b) penyajian stimulus melalui peragaan, membacakan, atau meminta bantuan siswa untuk memeragakan, yang melahirkan kegiatan yang meliputi : pengungkapan masalah, identifikasi fakta yang dimuat stimulus, menentukan kesamaan pengertian yang perlu, menentukan masalah utama yang akan dipecahkanVCT, (c) penentuan posisi/pilihan/pendapat melalui : penentuan pilihan individual, penentuan pilihan kelompok dan kelas, klasifikasi atas pilihan tersebut, (d) menguji alasan, mencakup kegiatan: meminta argumentasi siswa/kelompok/kelas, pemantapan argumentasi melalui: mempertentangkan argumen demi argumen, penerapan kejadian secara analogis, mengkaji akibat-akibat penerapan tersebu, mengkaji kemungkinan dari kenyataan, (e) penyimpulan dan pengarahan, melalui: kesimpulan para siswa/ kelompok/ke1as, penyimpulan dan pengarahan guru, (f) tindak lanjutan (follow up), berupa : kegiatan perbaikan atau pengayaan, kegiatan ekstra/latihan/uji coba penerapan.9

G. Kelebihan Model Pembelajaran Value Clarification Technique

Menurut Taniredja keunggulan VCT memiliki keunggulan untuk pembelajaran afektif yaitu mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap. Selain itu juga mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/pesan nilai/moral.

1. Mampu membina dan menanamkan nilai danmoral pada ranah internal side. 2. Mampu mengklarifikasimenggali dan mengungkapkan isi pesan materi

yangdisampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guruuntuk menyampaikan makna, pesan nilai danmoral.

3. Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilaimoral diri siswa, melihat nilai yang ada pada orang laindan memahami nilai moral yang ada dalam kehidupannyata.

4. Mampu mengundang, melibatkan membina danmengembangkan potensi diri siwa terutamamengembangkan nilai sikap. Mampu memberikansejumlah pengalaman belajar dari bebagai kehidupan.

9 Djahiri, Ahmad Kosasih, Strategi Pengajaran Afektif-Nilai-Moral VCT dan Games dalam VCT, Bandung:

(15)

5. Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi danmemadukan berbagai nilai moral dalam sitem nilai danmoral yang ada dalam diri seseorang. Memberi gambarannilai moral yang patut diterima dan menuntun sertamemotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi.10

H. Kekurangan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (Teknis Klarifikasi Nilai)

Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya, guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memperhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dn nilai baru.

I. Kesulitan dalam Pembelajaran Afektif

Disamping aspek pembentukan kemampuan intelektual untuk membentuk kecerdasan peserta didik dan pembentuk keterampilan untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik memilki kemampuan motorik, maka pembentukan sikap peserta didik merupakan aspek yang tidak kalah pentingnya. Proses pendidikan bukan hanya membentuk kecerdasan dan atau memberikan keterampilan tertentu saja, akan tetapi juga membentuk dan mengembangkan sikap agar anak berperilaku sesuai dengan norma-norma yang berlaku dimasyarakat. Namun demikian, dalam proses pendidikan disekolah proses pembelajaran sikap kadang-kadang terabaikan. Hal ini disebabkan proses pembelajaran dan pembentukan akhlak memilki beberapa kesulitan.

Pertama, selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual. Dengan demikian, keberhasilan proses pendidikan dan proses pembelajaran di sekolah ditentukan oleh kriteria kemampuan intelektual (kemampuan kognitif). Akibatnya, upaya yang dilakukan setiap guru diarahkan kepada bagaimana agar anak dapat menguasai sejumlah pengetahuan sesuai dengan standar kurikulum yang berlaku, oleh karena kemampuan intelektual identik dengan penguasaan materi pelajaran.

(16)

Kedua, sulitnya melakukan kontrol karena banyak nya faktor yang dapat mempengaruhi pengembangan sikap seseorang. Pengembangan kemampuan sikap baik melalui pembiasaan maupun modeling bukan hanya ditentukan oleh faktor guru, akan tetapi juga faktor-faktor lain terutama faktor lingkungan. Artinya, walaupun di sekolah guru berusaha memberikan contoh yang baik, akan tetapi manakala tidak didukung oleh lingkungan anak baik lingkungan sekolah maupun lingkungan masyarakat, maka pembentukan sikap akan sulit dilaksanakan. Misalnya, ketika anak diajarkan tentang keharusan bersikap jujur dan disiplin, maka sikap tersebut akan sulit diinternalisasi manakala di lingkungan luar sekolah anak banyak melihat perilaku-perilaku ketidakjujuran dan ketidakdisiplinan. Walaupun guru di sekolah begitu keras menekankan pentingnya sikap tertib berlalu lintas maka sikap tersebut akan sulit diadopsi oleh anak manakala ia melihat begitu banyak orang yang melanggar rambu-rambu lalu lintas. Pembentukan sikap memang memerlukan upaya semua pihak, baik lingkungan sekolah, keluarga, maupun lingkungan masyarakat.

Ketiga, keberhasilan pembentukan sikap tidak bisa dievaluasi dengan segera. Berbeda dengan pembentukan aspek kognitif dan aspek keterampilan yang hasilnya dapat diketahui setelah proses pembelajaran berakhir, maka keberhasilan dari pembetukan sikap baru dapat dilihat pada rentang waktu yang cukup panjang. Hal ini disebabkan sikap berhubungan dengan internalisasi nilai yang memerlukan proses yang lama.

Keempat, pengaruh kemajuan teknologi, khususnya teknologi informasi yang menyuguhkan aneka pilihan program acara,berdampak pada pembentukan karakter anak. Tidak bisa kita pungkiri, program-program televisi, misalnya yang banyak menayangkan program acara produksi luar yang memiliki latar belakang budaya yang berbeda, kebutuhan pendidikan yang berbeda, dan banyak ditonton oleh anak-anak, sangat berpengaruh dalam pembentukan sikap dan mental anak.11

(17)

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Menurut Djahiri (1979:115) menyatakan bahwa VCT diartikan sebagai tehnik pengajaran untuk menanamkan dan menggali mengungkapkan nilai-nilai tertentu dalil pada diri siswa.

Salah satu karakteristik VCT sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskan dengan nilai nilai baru yang hendak ditanamkan

Menurut Taniredja keunggulan VCT memiliki keunggulan untuk pembelajaran afektif yaitu mampu mengundang, melibatkan, membina dan mengembangkan potensi diri siswa terutama mengembangkan potensi sikap. Selain itu juga mampu mengklarifikasi/menggali dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan selanjutnya akan memudahkan bagi guru untuk menyampaikan makna/pesan nilai/moral

Kelemahan yang sering terjadi dalam proses pembelajaran nilai atau sikap adalah proses pembelajaran dilakukan secara langsung oleh guru, artinya, guru menanamkan nilai-nilai yang dianggapnya baik tanpa memperhatikan nilai yang sudah tertanam dalam diri siswa. Akibatnya, sering terjadi benturan atau konflik dalam diri siswa karena ketidakcocokan antara nilai lama yang sudah terbentuk dengan nilai baru yang ditanamkan oleh guru. Siswa sering mengalami kesulitan dalam menyelaraskan nilai lama dn nilai baru.

B. Kritik

(18)

C. Saran

(19)

DAFTAR PUSTAKA

Sapriya, dkk. 2007. Pengembangan Pendidikan IPS di SD. Bandung: UPI PRESS.

Sanjaya, Wina. 2006. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: KENCANA PRENADAMEDIA GROUP.

Referensi

Dokumen terkait

Finish struktur adalah penutup atau pelapisan pada bagian/struktur utama dari sebuah bangunan. Finish Plafon Finish plafon adalah penutup atau pelapisan pada plafon dari

Menjalani profesi sebagai guru selama pelaksanaan PPL, telah memberikan gambaran yang cukup jelas bahwa untuk menjadi seorang guru tidak hanya cukup dalam hal

Menurut Hakim (2004:18) do’a adalah usaha manusia untuk mencaoai Tuhan, untuk bekomunikasi dengan wujud yang tidak kasat mata, pencipta segala sesuatu,

Dengan adanya kapasitas sumber daya manusia dan komitmen organisasi dalam pengelolaan keuangan daerah dapat memberikan suatu perubahan yang baik di masa yang akan

Atribut pelayanan tersebut adalah menggunakan layanan e-banking dapat melihat informasi lebih cepat, terdapat notifikasi ketika nasabah melakukan transaksi melalui

Menyetujui pemberian wewenang dan kuasa kepada salah satu anggota Dewan Komisaris atau Direksi Perseroan untuk membuat Pernyataan Keputusan Rapat dihadapan Notaris

Tujuan dari penelitian ini, untuk mengevaluasi pengaruh penggunaan tepung limbah udang fermentasi dalam pakan burung puyuh petelur terhadap kualitas kimiawi telur

Konsep (concept) ini meliputi tujuan pembuatan aplikasi, siapa target pengguna aplikasi. Pada menu belajar membaca terdiri dari tiga kategori. Kategori yang pertama akan menampilkan