• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diabetes Melitus

2.1.6 Tatalaksana

Tujuan dilakukannya penatalaksanaan terhadap penyakit DM tipe 2 adalah sebagai berikut: (Perkeni, 2015)

1. Tujuan jangka pendek yaitu untuk menghilangkan keluhan dan memperbaiki kualitas hidup, dan juga mengurangi resiko komplikasi akut DM

2. Tujuan jangka panjang yaitu mencegah dan juga menghambat progresivitas penyulit mikroangiopati dan makroangiopati

3. Tujuan akhir yaitu mengurangi morbiditas dan mortalitas penyakit DM tipe 2

Penatalaksanaan DM tipe 2 dapat dibagi menjadi tatalaksana non farmakologis dan tatalaksana farmakologis (Perkeni, 2015).

A. Tatalaksana non farmakologis

Penatalaksanaan non farmakologis dapat berupa edukasi kepada penderita DM mengenai perilaku hidup sehat seperti mengikuti pola makan sehat dan meningkatkan kegiatan jasmani dengan teratur. Prinsip pengaturan pola makan penderita DM tidak jauh berbeda dengan masyarakat umum yang tidak mengalami DM, yaitu makanan yang seimbang dan sesuai dengan kebutuhan kalori dan zat gizi masing-masing individu. Latihan jasmani juga merupakan salah satu cara pengelolaan DM yang sangat disarankan. Latihan jasmani dianjurkan untuk dilakukan secara teratur sebanyak 3-5 kali dalam seminggu selama sekitar 30-45 menit, dengan total 150 menit dalam seminggu dan jeda antar latihan tidak lebih dari 2 hari berturut-turut (Perkeni, 2015).

B. Tatalaksana farmakologis

Tatalaksana farmakologis dilakukan bersamaan dengan pengaturan pola makan dan latihan jasmani atau disebut dengan gaya hidup sehat.

Terapi farmakologis terdiri dari bentuk oral dan suntikan (Perkeni,2015).

1. Obat anti hiperglikemia oral

Berdasarkan cara kerjanya, obat anti hiperglikemia oral dibagi menjadi 5 golongan yaitu: (Perkeni, 2015)

a. Pemacu sekresi insulin 1) Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama berupa peningkatan sekresi insulin oleh sel beta pankreas. Efek samping utama adalah hipoglikemia dan peningkatan berat badan. Harus berhati-hati menggunakan sulfonilurea pada pasien dengan resiko tinggi hipoglikemia seperti orang tua, gangguan faal hati dan gangguan faal ginjal.

2) Glinid

Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivate fenilalanin). Obat ini diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.

Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial. Efek samping yang mungkin terjadi adalah hipoglikemia.

b. Peningkat sensitivitas terhadap insulin 1) Metformin

Metformin mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), dan memperbaiki ambilan glukosa di jaringan perifer. Metformin merupakan pilihan pertama pada sebagian besar kasus DM tipe 2. Metformin diturunkan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.

Metformin tidak boleh diberikan pada beberapa kondisi, seperti GFR < 30 mL / menit /1,73 m2, gangguan hati berat, serta pasien dengan kecenderungan hipoksemia misalnya penyakit serebrovaskular, sepsis, renjatan, PPOK dan gagal jantung. Efek samping yang mungkin ditemukan merupakan gangguan saluran pencernaan seperti gejala dispepsia.

2) Tiazolidindion (TZD)

Tiazolidindion merupakan agonis dari Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-gamma),

suatu reseptor inti yang terdapat di sel otot, lemak dan hati.

Golongan ini mempunyai efek untuk menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di jaringan perifer. Tiazolindindion meningkatkan retensi cairan tubuh sehingga dikontraindikasikan kepada pasien dengan gagal jantung. Obat yang masuk dalam golongan ini adalah Pioglitazone.

c. Penghambat absorpsi glukosa di saluran pencernaan

Penghambat alfa glukosidase bekerja dengan memperlambat absorbsi glukosa dalam usus halus, sehingga mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Efek samping yang mungkin terjadi berupa bloating (penumpukan gas dalam usus) sehingga sering menimbulkan flatus. Contoh obat golongan ini adalah acarbose.

d. Penghambat DPP-IV (Dipeptidyl Peptidase-IV)

Obat golongan ini menghambat kerja enzim DPP-IV sehingga GLP-1 (Glucose Like Peptide-1) tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif. Aktivitas GLP-1 untuk meningkatkan sekresi insulin dan menekan sekresi glukagon bergantung kadar glukosa darah (glucose dependent). Contoh obat golongan ini adalah Sitagliptin dan Linagliptin

e. Penghambat SGLT-2 (Sodium Glucose Co-transporter 2)

Obat golongan ini merupakan obat antidiabetes oral jenis baru yang menghambat penyerapan kembali glukosa di tubuli distal ginjal dengan cara menghambat kerja kinerja transporter glukosa SGLT-2. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah Canagliflozin, Empagliflozin, Dapagliflozin, Ipragliflozin.

2. Obat antihiperglikemia suntik

Yang termasuk obat antihiperglikemia suntik adalah insulin, agonis GLP-1 dan kombinasi insulin dan agonis GLP-1 (Perkeni, 2015).

a. Insulin

Insulin diperlukan pada keadaan: (Perkeni, 2015)

1) HbA1C > 9% dengan kondisi dekompensasi metabolic 2) Penurunan berat badan yang cepat

3) Hiperglikemia berat yang disertai ketosis 4) Krisis hiperglikemia

5) Gagal dengan kombinasi OHO dosis optimal

6) Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, infark miokard akut, stroke)

7) Kehamilan dengan DM / DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan

8) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat 9) Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO 10) Kondisi perioperatif sesuai dengan indikasi

Efek samping utama dari terapi insulin adalah terjadinya hipoglikemia. Efek samping lain yang mungkin terjadi adalah reaksi alergi terhadap insulin (Perkeni, 2015).

b. Agonis GLP-1

Agonis GLP-1 dapat bekerja pada sel beta sehingga terjadi peningkatan pelepasan insulin, mempunyai efek penurunan berat badan, menghambat pelepasan glukagon, dan menghambat nafsu makan. Efek penurunan berat badan agonis GLP-1 juga digunakan untuk indikasi menurunkan berat badan pada pasien DM dengan obesitas. Efek samping yang dapat timbul adalah rasa sebah dan muntah. Obat yang termasuk dalam golongan ini adalah Liraglutide, Exenatide, Albiglutide, dan Lixisenatide.

(Perkeni, 2015) 3. Terapi kombinasi

Pengaturan diet dan kegiatan jasmani merupakan hal yang utama dalam penatalaksanaan DM, tetapi bila diperlukan dapat dilakukan bersamaan dengan pemberian obat antihiperglikemia oral tunggal atau kombinasi sejak dini. Pemberian obat antihiperglikemia oral maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respon kadar glukosa darah. Terapi kombinasi obat antihiperglikemi oral baik secara terpisah atau fixed dose combination, harus menggunakan dua macam obat dengan mekanisme kerja yang berbeda. Pada keadaan tertentu apabila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai dengan kombinasi dua macam obat, dapat diberikan kombinasi dua obat antihiperglikemia dengan insulin. Pada pasien dengan alasan klinis dimana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dapat diberikan kombinasi tiga obat antihiperglikemia oral (Perkeni, 2015).

Gambar 2.1. Algoritme pengelolaan DM tipe 2 di Indonesia (Perkeni, 2015).

Dokumen terkait