SKRIPSI
Oleh :
ZEN NISA CINKA HATIKA TANTO 170100038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran
Oleh :
ZEN NISA CINKA HATIKA TANTO 170100038
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DAN PROFESI DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
2021
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu Pasangan Usia Subur (PUS) terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi di Kelurahan Pangkalan Masyhur Kecamatan Medan Johor” yang merupakan salah satu syarat untuk memperoleh kelulusan sarjana kedokteran program studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.
Dalam proses penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-besarnya kepada:
1. Kedua orang tua tercinta Ir. Hadi Tanto dan Murtini, SKM. Serta adik- adik penulis Zen Petrix dan Zen Naiya yang telah memberi dukungan kepada penulis dalam menuntut ilmu sehingga dapat meyelesaikan penyusunan skripsi ini.
2. Prof. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara
3. dr. Lokot Donna Lubis, M.Ked(PA), Sp.PA selaku dosen pembimbing yang telah memberikan waktu, arahan, masukkan serta motivasi dalam membimbing penulis untuk dapat menyelesaikan karya tulis ini dengan sebaik-baiknya.
4. dr. Deryne Anggia Paramita, M.Ked(KK), Sp.KK selaku ketua dosen penguji dan Dr. dr. Cut Aria Arina, Sp.S selaku anggota dosen penguji yang telah memberikan banyak saran, arahan, dan nasehat kepada penulis dalam menyempurnakan skripsi ini.
5. Bapak Ahmad Minwal, S.Sos, selaku lurah di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor.
7. Saudara Ilman Arif Aritonang sebagai teman dengan dosen pembimbing yang sama, yang telah banyak membantu penulis, dan teman-teman sejawat angkatan 2017 lainnya yang telah sama-sama berjuang dan selalu memberikan semangat.
8. Dan Seluruh pihak yang tidak bisa penulis sebutkan satu per satu.
Penulis menyadari bahwa penulisan karya tulis ilmiah ini masih belum sempurna baik dari segi materi maupun tata cara penulisannya. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati, penulis mengharapkan kritik dan saran agar penulis dapat menyempurnakan karya tulis ilmiah ini.
Demikianlah kata pengantar ini penulis sampaikan. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi kita semua.
Medan, 7 Desember 2020
Zen Nisa Cinka Hatika Tanto
Halaman Pengesahan... i
Kata Pengantar... ii
Daftar Isi... iv
Daftar Gambar... vi
Daftar Tabel... vii
Daftar Singkatan... viii
Abstrak... ix
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang... 1
1.2. Rumusan Masalah... 3
1.3. Tujuan Penelitian... 3
1.3.1. Tujuan Umum... 3
1.3.2. Tujuan Khusus... 3
1.4. Manfaat Penelitian... 4
1.4.1. Manfaat Bagi Ilmu Pengetahuan... 4
1.4.2. Manfaat Bagi Peneliti... 4
1.4.3. Manfaat Bagi Masyarakat... 4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keluarga Berencana... 5
2.1.1. Definisi Keluarga Berencana... 5
2.1.2. Tujuan Keluarga Berencana... 5
2.1.3. Manfaat Keluarga Berencana... 6
2.2. Alat Kontrasepsi... 7
2.2.1. Definisi Alat Kontrasepsi... 7
2.2.2. Jenis-jenis Alat Kontrasepsi... 8
2.3. Pengetahuan... 21
2.3.1. Definisi Pengetahuan ... 21
2.3.2. Tingkat Pengetahuan... 21
2.3.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Pengetahuan... 23
2.4. Sikap... 25
2.4.1. Definisi Sikap... 25
2.4.2. Komponen Sikap... 25
2.4.3. Tindakan yang Mendasari Sikap... 26
BAB III. METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian... 30
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian... 30
3.3. Populasi dan Sampel Penelitian... 30
3.3.1 Populasi... 30
3.3.2 Sampel... 31
3.4. Metode Pengumpulan Data... 32
3.4.1. Jenis Pengumpulan Data... 32
3.4.2. Instrumen Pengumpulan Data... 32
3.4.3. Pengumpulan data... 32
3.5. Metode Analisis Data... 32
3.6. Definisi Operasional... 33
3.7. Alur Penelitian... 35
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1. Hasil Penelitian... 36
4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian... 36
4.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel... 36
4.2. Pembahasan... 40
BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN 5.1. Kesimpulan... 44
5.2. Saran……….. 45
DAFTAR PUSTAKA... 46
LAMPIRAN A. DAFTAR RIWAYAT HIDUP... 49
LAMPIRAN B. HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS... 52
LAMPIRAN C. LEMBAR PERSETUJUAN KOMISI ETIK... 53
LAMPIRAN D. SURAT IZIN PENELITIAN... 54
LAMPIRAN E. LEMBAR PENJELASAN... 56
LAMPIRAN F. LEMBAR PERSETUJUAN... 58
LAMPIRAN G. LEMBAR KUESIONER... 59
LAMPIRAN H. DATA INDUK RESPONDEN... 63
LAMPIRAN I. OUTPUT SPSS... 67
Gambar 2.1. Kerangka Teori... 28 Gambar 2.2. Kerangka Konsep... 29 Gambar 3.1. Alur Penelitian... 35
Tabel 3.1. Definisi Operasional... 33 Tabel 4.1. Karakteristik sampel... 37 Tabel 4.2. Analisis hubungan antara riwayat pendidikan dengan tingkat
pengetahuan dan sikap... 38 Tabel 4.3. Analisis hubungan antara media informasi KB dengan tingkat
pengetahuan dan sikap... 39 Tabel 4.4. Analisis hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap
dengan penggunaan alat kontrasepsi... 40
ASI : Air Susu Ibu
BBLR : Berat Badan Lahir Rendah
BKKBN : Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional BPS : Badan Pusat Statistik
FSH : Follicle Stimulating Hormone HIV : Human Immunodeficiency Virus IMS : Infeksi Menular Seksual
IUD : Intrauterine Device KB : Keluarga Berencana LH : Luteinizing hormone MAL : Metode Amenorea Laktasi MOP : Metode Operasi Pria MOW : Metode Operasi Wanita
NKKBS : Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera PLKB : Petugas Lapangan Keluarga Berencana PUS : Pasangan Usia Subur
SD : Sekolah Dasar
SKAP : Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program SMTA : Sekolah Menengah Tinggi Atas
SPSS : Statistical Product and Service Solution TFR : Total Fertality Rate
WHO : World Health Organization
digunakan untuk mengatur jarak kehamilan dan mengendalikan kelahiran. Angka Total Fertality Rate (TFR) pada tahun 2018 belum mencapai target nasional, yaitu sebesar 2,31 anak per- perempuan. Pengetahuan dan sikap ibu pasangan usia subur (PUS) mempengaruhi dalam penggunaan alat kontrasepsi. Tujuan : Untuk mengetahui tingkat pengetahuan dan sikap Ibu PUS terhadap penggunaan Alat Kontrasepsi di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor. Metode : Penelitian analitik deskriptif cross-sectional ini akan dilakukan dengan menggunakan data kuesioner dengan sampel 100 Ibu PUS. Analisis dilakukan secara analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji chi-square tingkat kemaknaan 90% untuk melihat hubungan antara variabel dependen dan independen. Hasil: didapati tingkat pengetahuan dan sikap responden dalam kategori baik, hasil uji chi-square terdapat hubungan bermakna (p=0,001) antara tingkat pengetahuan terhadap penggunaan alat kontrasepsi. Hubungan sikap terhadap penggunaan alat kontrasepsi terdapat hubungan bermakna (p=0,000). Kesimpulan: terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan dan sikap ibu PUS terhadap penggunaan alat kontrasepsi.
Kata kunci: Alat Kontrasepsi, Pengetahuan, Sikap, Ibu Pasangan Usia Subur (PUS)
and attitude of the female age couple influences in the use of contraceptives. Goals: To find out the level of knowledge and attitude towards the use of Contraceptives in Pangkalan Masyhur, Medan Johor. Method : This research uses analytic descriptive method with cross-sectional design, Data was collected through interview using questionnaire on 100 respondents. The analysis was conducted in univariate analysis and bivariate analysis with chi-square test with a significance level of 90% to see the relationship between the dependent and independent variables.
Result: the level of knowledge and attitude of respondents in a good category, chi-square test results show a significant relation (p = 0.001) between the level of knowledge to the use of contraceptives. The relationship of attitudes towards the use of contraceptives has a significant relation (p=0.000). Conclusion: there is a significant relation between the level of knowledge and attitude of female age couple towards the use of contraceptives.
Keywords: contraseptive, level of knowledge, attitude, female age couple
1.1. LATAR BELAKANG
Keluarga Berencana (KB) merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk (Irianto, 2014). Menurut World Health Organization (WHO), tujuan dan manfaat dari KB adalah memperlambat pertumbuhan populasi, mengatur jarak dan menunda kehamilan, mengurangi angka kematian bayi, memberdayakan masyarakat dan meningkatkan pendidikan, serta mengurangi kehamilan pada remaja (usia muda).
Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan. Upaya tersebut dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas (Prawirohardjo, 2005). Alat kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk mengatur jarak kehamilan dan mengendalikan kelahiran. Alat kontrasepsi dapat berupa pil, krim, spiral, kondom, suntikan, dan lain sebagainya (Irianto, 2013).
Berdasarkan hasil Survei Kinerja dan Akuntabilitas Program (SKAP)2018 menunjukkan Total Fertality Rate (TFR) sebesar 2,38 anak, yang berarti seorang wanita di Indonesia rata-rata melahirkan 2,38 anak selama masa reproduksinya dalam kurun waktu 2016-2018. Angka TFR berdasarkan SKAP 2018 mengalami penurunan dari angka TFR 2017 sebesar 2,4 anak dan angka ini belum mencapai target nasional 2018, yaitu sebesar 2,31 anak per-perempuan (BKKBN, 2018).
Jumlah ibu pasangan usia subur (PUS) di Sumatera Utara pada tahun 2018 berjumlah 2.394.236 jiwa dengan jumlah akseptor aktif 1.698.650 , dengan demikian presentase dari penggunaan alat kontrasepsi terhadap jumlah ibu PUS di Sumatera Utara sekitar 70,95%. Menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) tahun 2018 di Kota Medan terdapat 119 klinik KB dan akseptor aktif berjumlah 207.010 dengan proporsi KB terbanyak adalah suntik (34,4%), pil (27,4%), Alat
Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) (11,7%), implan (10,9%), operasi medis (7,7%), dan kondom (6,9%).
Angka Persentase kebutuhan KB yang tidak terpenuhi pada tahun 2017 di Indonesia berdasarkan derajat pendidikan yaitu perempuan yang tidak sekolah (12,1%), tidak tamat Sekolah Dasar (SD) (11,7%), tamat SD (10,4%), tidak tamat Sekolah Menengah Tinggi Atas (SMTA) (10,5%), dan tamat SMTA/perguruan tinggi (10,50%). Dari angka diatas dapat dilihat jika perempuan dengan derajat pendidikan lebih rendah seperti tidak sekolah dan tidak tamat SD maka angka kebutuhan KB yang tidak terpenuhi lebih tinggi dibandingkan dengan perempuan yang memiliki tingkat pendidikan di atasnya. Seperti sudah diketahui bahwa pendidikan adalah sebuah proses belajar untuk memperoleh pengetahuan sehingga pendidikan mempengaruhi proses belajar dan semakin tinggi pendidikan seseorang maka semakin mudah orang tersebut untuk menerima informasi.
Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat (Budiman dan Riyanto, 2013).
Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ibu PUS dalam memilih metode kontrasepsi, yaitu biaya dan efek samping. Kurangnya pemahaman ibu PUS terhadap efek samping dari alat kontrasepsi, menyebabkan ibu PUS ragu untuk menggunakan alat kontrasepsi. Selain itu biaya pemasangan alat kontrasepsi juga menjadi pertimbangan ibu PUS dalam pemilihan metode kontrasepsi (Septalia dan Puspitasari, 2016).
Menurut Huda et al., (2016), tingkat pengetahuan dan sikap yang baik terhadap penggunaan KB, sangat berkaitan dengan perilaku ibu PUS dalam menggunakan alat kontrasepsi. Tingkat pengetahuan yang tinggi diikuti dengan sikap yang mendukung menjadi dasar bagi ibu PUS untuk berperan aktif dalam program KB. Selain itu pada penelitian Sari et al., (2019) menyatakan bahwa terdapat hubungan antara pengetahuan, pendidikan, dan peran Petugas Lapangan Keluarga Berencana (PLKB) dengan akseptor KB, pada tindakan ibu PUS dalam pemilihan KB. Namun, Menurut Ekariano et al., (2020) kualitas pelayanan KB masih belum memenuhi harapan klien, terdapat perbedaan sikap PLKB terhadap akseptor baru dengan akseptor lama.
Berdasarkan latar belakang diatas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian mengenai “Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Ibu pasangan usia subur (PUS) terhadap Penggunaan Alat Kontrasepsi di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor”
1.2. RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas, rumusan masalah penelitian adalah: “Apakah terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap Ibu PUS dalam memahami alat kontrasepsi terhadap penggunaan alat kontrasepsi?”
1.3. TUJUAN PENELITIAN
1.3.1. TUJUAN UMUM
Untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap Ibu PUS terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor.
1.3.2. TUJUAN KHUSUS
1. Mengetahui tingkat pengetahuan Ibu PUS terhadap penggunaan alat kontrasepsi.
2. Mengetahui sikap Ibu PUS terhadap penggunaan alat kontrasepsi.
3. Mengetahui adanya hubungan antara pengetahuan dan sikap yang dimiliki Ibu PUS terhadap pemilihan penggunaan alat kontrasepsi.
1.4. MANFAAT PENELITIAN
1.4.1. BAGI ILMU PENGETAHUAN
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang tingkat pengetahuan dan sikap ibu pasangan usia subur terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor.
1.4.2. BAGI PENELITI
1. Meningkatkan pengetahuan dan pengalaman peneliti dalam menulis karya tulis ilmiah.
2. Menambah wawasan dan pengetahuan peneliti tentang program keluarga berencana.
3. Sebagai sarana untuk mengaplikasikan ilmu yang telah diperoleh selama proses perkuliahan.
1.4.3. BAGI MASYARAKAT
Diharapkan dapat memberikan informasi kepada masyarakat terkait pengetahuan dan sikap masyarakat yang dapat mempengaruhi penggunaan alat kontrasepsi agar sesuai dengan kebutuhan, efektif, tidak mengganggu kesehatan reproduksi, dan tercapainya tujuan dari Keluarga Berencana.
2.1. KELUARGA BERENCANA
2.1.1. DEFINISI KELUARGA BERENCANA
Keluarga Berencana merupakan suatu program pemerintah yang dirancang untuk menyeimbangkan antara kebutuhan dan jumlah penduduk (Irianto, 2014).
Menurut UU RI No 52 tahun 2009, Keluarga Berencana merupakan bentuk usaha dalam mengatur jarak maupun angka kelahiran anak dan usia yang ideal ketika melahirkan, mengatur waktu kehamilan melalui promosi, perlindungan serta bantuan yang sesuai hak reproduksi untuk mewujudkan keluarga yang berkualitas.
2.1.2. TUJUAN KELUARGA BERENCANA A. Tujuan Umum
Meningkatkan kesejahteraan ibu dan anak dalam rangka mewujudkan Norma Keluarga Kecil Bahagia Sejahtera (NKKBS) yang menjadi dasar terwujudnya masyarakat sejahtera dengan mengendalikan kelahiran sekaligus menjamin terkendalinya pertambahan penduduk (Irianto, 2014).
B. Tujuan Khusus
1. Meningkatkan jumlah penduduk untuk menggunakan alat kontrasepsi.
2. Menurunkan jumlah angka kelahiran bayi.
3. Meningkatkan kesehatan Keluarga Berencana dengan penjarangan kelahiran (Irianto, 2014).
Menurut UU RI. No 52 tahun 2009, Pasal 21, Ayat 1 mengenai perkembangan kependudukan dan pembangunan keluarga, Keluarga Berencana bertujuan untuk:
1. Mengatur waktu kehamilan yang sesuai dengan keinginan.
2. Menjaga kesehatan dan mengurangi angka kematian ibu dan bayi.
3. Mengembangkan kualitas informasi dan konseling pelayanan Keluarga Berencana dan kesehatan reproduksi.
4. Mengembangkan partisipasi dan kesertaan pria dalam praktik Keluarga Berencana.
5. Mempromosikan program air susu ibu (ASI) eksklusif sebagai usaha untuk menjarangkan jarak kehamilan.
2.1.3. MANFAAT KELUARGA BERENCANA
Menurut WHO, manfaat dari Keluarga Berencana adalah:
1. Dapat mencegah risiko kesehatan terkait kehamilan pada Perempuan Keluarga Berencana dapat mengatur jarak dan menunda kehamilan pada wanita usia muda yang memiliki risiko terhadap masalah kesehatan serta mencegah kehamilan yang tidak diinginkan pada usia tua sehingga mengurangi kematian akibat persalinan. Sebuah studi menunjukkan bahwa wanita yang memiliki anak lebih dari 4 berisiko tinggi mengalami kematian ibu saat persalinan.
2. Mengurangi angka kematian bayi
Penyebab tertinggi dari kematian bayi di dunia adalah kelahiran yang berjarak dekat dan tidak tepat waktu. Dengan adanya Keluarga Berencana diharapkan dapat mencegah kehamilan yang tidak diinginkan sehingga mengurangi angka kematian bayi.
3. Membantu mencegah Human Immunodeficiency Virus (HIV) dan Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS)
Keluarga Berencana yang menggunakan alat kontrasepsi berupa kondom dapat memberikan perlindungan ganda yaitu terhadap kehamilan yang tidak diinginkan dan terhadap penularan Infeksi Menular Seksual (IMS) termasuk HIV.
4. Dapat memberdayakan masyarakat dan meningkatkan pendidikan
Dengan Keluarga Berencana dapat memberikan kesempatan pada ibu untuk mengejar pendidikan tambahan dan bekerja, dikarenakan jarak umur anak yang jauh, sehingga ibu memiliki banyak waktu untuk melakukan hal yang diinginkan. Selain itu, dengan Keluarga Berencana terbentuklah keluarga kecil yang dapat menjamin pendidikan pada anak- anaknya.
5. Mengurangi kehamilan pada remaja (usia muda)
Ibu dengan usia muda lebih cenderung memiliki bayi prematur atau bayi dengan Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayi yang lahir dari ibu usia muda memiliki angka kematian neonatal yang tinggi.
6. Memperlambat pertumbuhan populasi
Keluarga Berencana adalah kunci untuk memperlambat pertumbuhan populasi agar tidak berdampak negatif terhadap perekonomian, lingkungan, dan upaya pembangunan negara.
2.2. KONTRASEPSI
2.2.1. DEFINISI KONTRASEPSI
Kontrasepsi berasal dari kata “kontra”, artinya melawan dan “konsepsi”, artinya pembuahan. Jadi, kontrasepsi artinya mencegah bertemunya sperma
dengan ovum sehingga tidak terjadi pembuahan yang mengakibatkan kehamilan (Irianto, 2014). Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan.
Upaya itu dapat bersifat sementara, dapat pula bersifat permanen. Penggunaan kontrasepsi merupakan salah satu variabel yang mempengaruhi fertilitas (Prawirohardjo, 2005).
2.2.2. JENIS-JENIS KONTRASEPSI A. Metode Amenorea Laktasi
Metode Amenorea Laktasi (MAL) adalah kontrasepsi yang mengandalkan pemberian air susu ibu (ASI) secara ekslusif yang artinya bayi hanya diberikan ASI tanpa tambahan makanan atau minuman lainnya.
MAL dapat dipakai sebagai kontrasepsi bila ibu menyusui secara penuh (full breast feeding) dengan pemberian ≥ 8x dalam sehari, belum haid, dan usia bayi kurang dari 6 bulan (BKKBN, 2013).
Dengan menyusui eksklusif selama 6 bulan pertama akan menghambat pelepasan hormon kesuburan sehingga tidak terjadi kehamilan.
Selain itu dengan menyusui dapat mengurangi risiko anemia pada ibu dan dapat meningkatkan antibodi pada bayi sehingga kesehatan ibu dan anak lebih terjamin (BKKBN, 2011).
B. Kontrasepsi Senggama Terputus
Senggama terputus adalah metode keluarga berencana secara tradisional, dimana pria mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi. Cara ini cukup sederhana namun memiliki angka kegagalan yang cukup tinggi, dibutuhkan pengendalian diri dan pengaturan waktu yang tepat karena sperma bisa saja keluar sebelum terjadi ejakulasi (Irianto, 2014).
C. Kontrasepsi Berencana Alami
Metode keluarga berencana alamiah meliputi: metode lendir serviks, metode suhu basal tubuh, metode symptotermal, dan metode kalender (Irianto, 2014).
1. Metode Kalender
Metode kalender atau lebih dikenal dengan pantang berkala, hanya dapat dilakukan jika seseorang memiliki daur menstruasi yang teratur.
Prinsip kerjanya adalah dengan tidak melakukan hubungan seksual pada masa subur istri. Menentukan masa subur dapat memakai 3 patokan, yaitu:
1. Ovulasi terjadi 12-16 hari sebelum haid yang akan datang.
2. Sperma dapat hidup dan membuahi dalam 48 jam setelah ejakulasi.
3. Ovum dapat hidup 24 jam setelah ovulasi.
Jika ingin mencegah konsepsi, koitus harus dihindari sekurang- kurangnya selama 3 hari (72 jam), yaitu 48 jam sebelum ovulasi dan 24 jam sesudah ovulasi terjadi (Prawirohardjo, 2005).
2. Metode lendir serviks
Lendir serviks diatur oleh hormon estrogen dan progesteron. Jika siklus menstruasi tidak teratur, dapat ditentukan waktu ovulasi dengan memeriksa lendir yang diproduksi oleh kelenjar-kelenjar di dinding serviks. Cara menguji lendir adalah dengan memasukkan jari anda ke dalam vagina kemudian perlahan-lahan tarik kembali keluar. Apabila lendir jernih, lembab dan kental, dalam waktu dekat mungkin anda akan mmengalami ovulasi. Maka tidak dianjurkan untuk melakukan hubungan seksual dalam 24-72 jam berikutnya (Dewi, 2013).
3. Metode suhu basal
Suatu metode yang dilakukan untuk mengetahui suhu tubuh basal, untuk menentukan masa ovulasi. Progesteron yang dihasilkan korpus
luteum dapat menyebabkan peningkatan suhu basal tubuh (Dewi, 2013).
Suhu tubuh basal adalah suhu terendah yang dicapai oleh tubuh selama istirahat (tidur). Pengukuran suhu tubuh dilakukan pada pagi hari segera setelah bangun tidur dan belum melakukan aktivitas lainnya. Suhu basal tubuh dapat diukur dengan termometer basal, dapat digunakan secara oral, per vagina, atau melalui dubur (Irianto, 2014).
Suhu normal tubuh sekitar 35,5–36 ° C. Saat ovulasi, suhu akan turun dahulu kemudian naik menjadi 37-38 derajat. Pada saat itulah terjadi masa subur. Kondisi kenaikan suhu tersebut akan terjadi sekitar 3-4 hari, kemudian akan turun kembali 2 derajat dan akhirnya kembali pada suhu tubuh normal sebelum menstruasi. Hal ini terjadi karena produksi progesteron menurun (Irianto, 2014).
4. Metode symptotermal
Metode symptotermal merupakan metode kombinasi dari bermacam metode KB alami untuk menentukan masa subur/ovulasi.
(Dewi, 2013). Metode symptotermal merupakan metode dengan menggunakan tanda dan gejala sejak muncul ovulasi. Dengan demikian, metode ini dilakukan dengan mengamati perubahan suhu basal tubuh dan menambahkan indikator ovulasi yang lain (Irianto, 2014). Pada metode ini ibu harus mendapat intruksi untuk mengamati suhu basal dan lendir serviks dalam menentukan masa suburnya (BKKBN, 2013).
D. Kontrasepsi Metode Barier 1. Kondom
Kondom merupakan sarung karet yang terbuat dari berbagai bahan seperti lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewani) dengan standar umum ketebalan 0,02 mm. Kondom dipasang pada penis saat melakukan hubungan seksual (BKKBN, 2013). Kondom juga bisa
digunakan untuk melindungi pasangan dan diri sendiri dari virus HIV dan penyakit menular seksual lainnya (Irianto, 2014).
a. Cara Penggunaan
Kondom digunakan saat akan berhubungan seksual. Jangan membuka kondom dengan benda tajam ataupun gigi karena dapat merobek dan merusak kondom. Agar efek kontrasepsinya lebih baik, dapat menambahkan spermisida pada kondom. Pakai kondom saat ereksi dan apabila kondom tidak ada tempat untuk menampung, maka saat memakai longgarkan sedikit pada bagian ujungnya agar tidak terjadi robekan. Gunakan kondom hanya sekali pakai, jangan gunakan kondom saat kemasan robek dan jangan menggunakan minyak goreng, minyak mineral, atau pelumas karena akan merusak kondom (Dewi, 2013)
b. Manfaat
Kondom merupakan alat kontrasepsi yang murah dan mudah didapat. Manfaat kondom yang tidak dimiliki alat kontrasepsi lain adalah selain sebagai alat kontrasepsi, kondom juga dapat berfungsi untuk mencegah penularan IMS. Kondom tidak mengganggu produksi ASI karena tidak mengandung hormon dan dapat membantu mencegah terjadinya kanker serviks karena mengurangi iritasi bahan karsinogenik eksogen pada serviks (BKKBN, 2013).
Kondom dapat menjadi pilihan metode kontrasepsi sementara apabila metode kontrasepsi lainnya harus ditunda (BKKBN, 2013).
Sebelum menggunakan kondom, pastikan jika kondom tidak rusak atau bocor, dan hindari penggunaan kondom jika ada reaksi alergi (Dewi, 2013).
2. Spermisida
Spermisida adalah bahan kimia yang digunakan untuk menonaktifkan atau membunuh sperma. Dikemas dalam bentuk: aerosol, krim, tablet vagina, suppositoria, atau dissolvable film. Spermisida menyebabkan sel membran sperma terpecah, memperlambat pergerakan sperma, dan menurunkan kemampuan pembuahan sel telur (BKKBN, 2013).
Kontrasepsi ini biasanya digunakan sebelum melakukan hubungan seksual, dimana alat dimasukkan ke dalam vagina. Setelah kira-kira 5-10 menit hubungan seksual dapat dilakukan. Banyak orang yang tidak mengerti bagaimana menggunakan spermisida. Karena kontrasepsi ini harus digabung dengan alat lain seperti diafragma, sehingga menjadi tidak efektif. (irianto, 2014)
3. Diafragma
Alat kotrasepsi diafragma terbuat dari karet, dipakai untuk menutupi serviks, gunanya untuk mencegah masuknya mani ke dalam serviks. Diafragma terdapat dalam berbagai ukuran. Alat kontrasepsi ini dipasang dengan bantuan jeli atau krim (spermisida), harus dipasang oleh tenaga kesehatan, dan dikeluarkan lagi 8 jam setelah melakukan hubungan seksual. Alat ini tidak disediakan oleh program KB nasional karena pada dasarnya efektivitas dari alat ini sangat rendah dan harga relatif mahal (Irianto, 2014)
E. Kontrasepsi Hormonal
KB Hormonal adalah metode kontrasepsi yang mengandung hormon estrogen saja, progesteron saja maupun kombinasi keduanya. Kontrasepsi tersebut meliputi, kontrasepsi kombinasi dan kontrasepsi progestin (Prijatni dan Rahayu, 2016).
Kadar estrogen dan progesteron menimbulkan perubahan siklik pada mukus serviks. Di bawah pengaruh estrogen selama fase folikular, mukus
yang disekresikan olah serviks menjadi banyak, encer, dan jernih.
Perubahan ini, paling mencolok saat estrogen berada pada puncaknya dan menjelang ovulasi, sehingga mempermudah sperma melalui kanalis servikalis. Setelah ovulasi, di bawah pengaruh progesteron dari korpus luteum, mukus menjadi kental dan lengket, pada hakikatnya menutup lubang serviks sebagai mekanisme pertahanan (Sheerwood, 2014).
Pengaruh korpus luteum dalam menghambat ovulasi telah diketahui pada awal abad ke-20. KB hormonal di bawah pengaruh hipotalamus, hipofisis mengeluarkan hormon Follicle Stimulating Hormon (FSH) dan Luteinizing Hormon (LH). Hormon-hormon ini dapat merangsang ovarium untuk membentuk estrogen dan progesteron. Pada penyelidikan lebih lanjut menunjukkan bahwa baik estrogen maupun progesteron dapat mencegah ovulasi. Pengetahuan ini menjadi dasar untuk menggunakan KB Hormonal sebagai alat kontrasepsi (Prawirohardjo, 2005).
Estrogen memiliki khasiat kontrasepsi dengan mempengaruhi ovulasi, perjalanan ovum, atau implantasi. Ovulasi dihambat melalui pengaruh esterogen terhadap hipotalamus dan selanjutnya menghambat FSH dan LH.
Pemberian estrogen dosis tinggi (dietil stilbestrol, etinil estradiol) pada pertengahan siklus haid dapat menghambat implantasi dari ovum yang telah dibuahi (Prawirohardjo, 2005)
Progesteron menyebabkan lendir serviks menjadi lebih pekat, sehingga penetrasi dan transportasi sperma akan sulit. Kapasitasi sperma dihambat oleh progesteron. Kapasitasi diperlukan oleh sperma untuk membuahi telur dan menembus rintangan di sekeliling ovum. Jika progesteron diberi sebelum konsepsi, maka perjalanan ovum dalam tuba akan terhambat (Prawirohardjo, 2005).
1. Pil KB
a. Pil KB kombinasi
Pil kontrasepsi ini mengandung estrogen dan progesteron yang diminum setiap hari (Irianto, 2014). Cara kerja pil ini adalah dengan
menekan ovulasi, mencegah implantasi, membuat lendir serviks mengental sehingga sulit dilalui oleh sperma, dan pergerakan tuba terganggu hingga transportasi telur dengan sendirinya akan terganggu pula (BKKBN, 2013).
Jenis pil kombinasi:
1. Monofasik
Pil tersedia dalam 21 kemasan mengandung hormon aktif estrogen/progestin dalam dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif (Dewi, 2013).
2. Bifasik
Pil tersedia dalam 21 kemasan mengandung hormon aktif estrogen/progestin dengan dua dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif (Dewi, 2013).
3. Trifasik
Pil tersedia dalam 21 kemasan mengandung hormon aktif estrogen/progestin dengan 3 dosis yang sama, dengan 7 tablet tanpa hormon aktif (Dewi, 2013).
Pil KB kombinasi memiliki efek samping yang dapat dibagi dalam 2 golongan, yaitu efek samping ringan dan efek samping berat.
Efek samping ringan dapat berupa pertambahan berat badan, depresi, alopesia, melasma, kandidiasis, amenorea pascapil, retensi cairan, dan keluhan-keluhan gastrointestinal. Umumnya efek samping ini akan timbul dalam beberapa bulan pertama pemakaian. Efek samping yang berat adalah tromboemboli, yang mungkin terjadi karena peningkatan aktivitas-aktivitas faktor pembekuan, atau mungkin juga karena pengaruh vaskuler secara langsung (Prawirohardjo, 2005).
b. Mini Pil
Mini pil adalah pil KB yang hanya mengandung progestin saja.
Pil ini sangat cocok untuk ibu yang sedang menyusui karena tidak memberikan efek samping estrogen seperti menurunkan produksi ASI.
(Dewi, 2013). Minipil harus diminum setiap hari dan usahakan pada jam yang sama (biasa pada malam hari) agar tidak lupa. Senggama sebaiknya dilakukan 3-20 jam setelah penggunaan minipil (BKKBN, 2013).
Efek samping dari minipil lebih sedikit dibandingkan pil kombinasi dengan efektivitas sekitar 98,5%. Penggunaan minipil dapat menyebabkan perdarahan yang tidak teratur (Irianto, 2014) dan amenorea (tidak haid sedikitnya 3 bulan berturut-turut) (BKKBN, 2013). Efektivitas dari minipil dapat berkurang jika dikonsumsi bersamaan dengan obat-obat mukolitik asetilsistein, karena mukolitik jenis ini dapat meningkatkan penetrasi sperma sehingga kemampuan kontraseptif minipil terganggu (BKKBN, 2013).
2. Suntik KB
Kontrasepsi suntik adalah obat KB yang disuntikkan 1 bulan sekali atau 3 bulan sekali. Suntik satu bulan sekali berisi estrogen dan progesteron, sedangkan suntik 3 bulan sekali berisi progesteron saja (Irianto, 2014).
a. Suntik KB kombinasi
Suntikan kombinasi disuntikkan secara intramuskular, diberikan setiap 1 bulan dan mengandung 2 hormon (estrogen dan progesteron).
Suntik KB kombinasi sangat efektif (terjadi kegagalan 0,1-0,4 kehamilan per 100 perempuan), jenisnya ada 3 yaitu cyclofem sebanyak 1 cc, gestin F2 sebanyak 1,5 cc, dan cyclogeston sebanyak 1 cc (Prijatni dan Rahayu, 2016). Klien diminta datang setiap 4 minggu
sekali. Suntikan ulang dapat diberikan 7 hari lebih awal, dapat juga diberikan setelah 7 hari dari jadwal yang telah ditentukan, dengan syarat ibu tersebut tidak hamil. Tidak dibenarkan melakukan hubungan seksual selama 7 hari atau gunakan metode kontrasepsi yang lain untuk 7 hari saja (BKKBN, 2013).
Penggunaan suntik kombinasi dapat menyebabkan perubahan pola haid, seperti tidak teratur dan spotting, serta mual, sakit kepala, dan nyeri payudara ringan namun keluhan ini dapat hilang setelah suntikan kedua atau ketiga (Prijatni dan Rahayu, 2016). Efektivitas dari suntik kombinasi akan berkurang bila digunakan bersamaan dengan obat-obat epilepsi (fenotoin dan barbiturat) atau obat tuberkulosis (rifampisin). Suntik kombinasi juga dapat menyebabkan penambahan berat badan, serta kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah penghentian pemakaian (BKKBN, 2013).
b. Suntik KB Progestin
Kontrasepsi yang diberikan melalui suntikan intramuskular yang hanya mengandung progestin. Terdapat 2 jenis yaitu, Depo Medroksiprogesteron Asetat (DMPA) dan Depo Noretisteron Enantat (Depo Noristerat). Jenis suntikan ini bisa digunakan dalam 7 hari setelah bersalin (BKKBN, 2011).
1. Depo Medroksiprogesteron Asetat (DMPA) mengandung 150 mg DMPA, yang diberikan setiap 3 bulan dengan cara suntikan intramuskular (BKKBN, 2013).
2. Depo Noretisteron Enantat mengandung 200 mg Noretindron Enantat, diberikan setiap 2 bulan dengan cara suntikan intramuskular (BKKBN, 2013).
Kontrasepsi hormon yang hanya mengandung progesteron sangat dianjurkan untuk ibu yang sedang menyusui karena tidak mempengaruhi produksi ASI. Selain itu suntik KB progestin dapat menurunkan kasus anemia dan menekan risiko terjadinya kanker
payudara (BKKBN, 2011). Efek samping yang sering terjadi pada akseptor suntik KB progestin dapat berupa gangguan haid, seperti siklus haid memendek atau memanjang, perdarahan yang banyak atau sedikit, perdarahan tidak teratur atau spotting, maupun tidak haid sama sekali (amenorea), serta penambahan berat badan, dan terlambatnya kembali kesuburan setelah penghentian (BKKBN, 2013).
3. Implan
Implan adalah alat kontrasepsi yang dipasang di bawah lapisan kulit (subkutan) pada lengan atas bagian samping dalam (BKKBN, 2011). Metode implan merupakan metode kontrasepsi efektif yang dapat memberi perlindungan 5 tahun untuk Norplant, 3 tahun untuk Jadena, Indoplant atau Implanon, terbuat dari bahan semacam karet lunak seperti kapsul yang berisi hormon levonorgestrel. Cara penyebaran zat kontrasepsi dalam tubuh, yaitu progestin meresap melalui dinding kapsul secara berkesinambungan dalam dosis rendah.
Kandungan levonorgestrel dalam darah cukup untuk menghambat konsepsi dalam 24 jam setelah pemasangan (Prijatni dan Rahayu, 2016).
Jenis Implan:
1. Norplant : terdiri dari 6 kapsul silastik, dimana setiap kapsulnya berisi levonorgestrel sebanyak 36 mg (Irianto, 2014).
2. Implanon : terdiri dari satu kapsul silastik berisi 68 mg 3- ketodesogestrel dan 66 mg kopolimer EVA (Irianto, 2014).
3. Jadena : terdiri dari 2 kapsul silastik berisi levonorgestrel 75 mg (Irianto, 2014).
4. Jadelle (Norplant II): disebut juga implant-2, terdiri dari 2 kapsul, dengan levonorgrestel 150 mg dalam kapsul 43 mm dan diameter 2,5 mm (BKKBN, 2013).
Cara kerja dari implan yaitu, menghambat ovulasi sehingga ovum tidak diproduksi, membentuk sekret serviks yang tebal untuk mencegah penetrasi sperma, menekan pertumbuhan endometrium sehingga tidak siap untuk nidasi, serta mengurangi sekresi progesteron selama fase luteal dalam siklus terjadinya ovulasi (Prijatni dan Rahayu, 2016).
Implan aman digunakan setelah melahirkan dan saat menyusui karena tidak mengandung estrogen. Implan juga sangat efektif dan praktis, dapat dicabut kapan saja sesuai kebutuhan, dengan pengembalian kesuburan yang cepat setelah pencabutan. Namun, implan memiliki efek samping berupa gangguan siklus haid, amenorea, spotting, perubahan berat badan, rasa nyeri pada payudara, dan sakit kepala (Irianto 2014).
F. Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau Intra Uterine Device (IUD) Alat kontrasepsi dalam rahim adalah alat kontrasepsi yang dimasukkan ke dalam rongga rahim, terbuat dari plastik fleksibel. Beberapa jenis AKDR dililit tembaga atau tembaga bercampur perak, bahkan ada yang disisipi hormon progesteron. AKDR bertembaga dapat dipakai selama 10 tahun.
AKDR dapat dipasang segera setelah melahirkan atau sesudah abortus.
Ada yang berbentuk spiral dan ada yang berbentuk huruf T. pemasangan AKDR biasanya dilakukan ketika haid. AKDR yang mengandung progestin dapat menekan perkembangan kesuburan dalam rahim. AKDR yang berbentuk T dapat digunakan 3-5 tahun (Irianto, 2014).
Jenis-jenis AKDR:
1. Copper-T, berbentuk huruf T yang terbuat dari polietilen yang bagian vertikalnya diberi lilitan kawat tembaga halus. Jenis ini melepaskan levonorgestrel dengan konsentrasi yang rendah selama minimal lima tahun (Putri dan Oktaria, 2016).
2. Copper-7, berbentuk seperti angka “7” sehingga memudahkan dalam pemasangan alat kontrasepsi tersebut. Copper-7 memiliki ukuran diameter batang vertikal 32 mm dan dililit kawat tembaga denvgan luas permukaan 200 mm2(Putri dan Oktaria, 2016).
3. Multi Load, terbuat dari polietilen berbentuk seperti sayap yang fleksibel. Jenis ini memiliki panjang 3,6 cm dari atas hingga bawah dan lilitan kawat tembaga memiliki luas permukaan 256 mm2atau 375 mm2. Multi Load memiliki tiga ukuran yaitu standar, small, dan mini (Putri dan Oktaria, 2016).
4. Lippes Loop, terbuat dari polietilen berbentuk spiral atau huruf S bersambung. Lippes Loop memiliki empat jenis menurut ukuran panjang bagian atasnya, yaitu tipe A berukuran 25 mm dengan benang berwarna biru, tipe B berukuran 27,5 mm dengan benang berwarna hitam, tipe C berukuran 30 mm dengan benang berwarna kuning, dan tipe D berukuran 300 mm dengan benang berwarna putih dan tebal (Putri dan Oktaria, 2016).
Cara kerja utama dari AKDR adalah mencegah pertemuan sperma dan ovum dengan menghambat kemampuan sperma untuk masuk ke tuba falopi.
AKDR juga memungkinkan untuk mencegah implantasi telur dalam uterus (BKKBN, 2013). Sebelum pemasangan AKDR harus dilakukan pemeriksaan untuk mengetahui letak rahim dan ada tidaknya infeksi, kehamilan, maupun tumor (Irianto, 2014). Setelah pemasangan dapat terjadi
perubahan siklus haid (umumnya pada 3 bulan pertama dan akan berkurang setelah 3 bulan) disertai dengan haid yang banyak dan lama. Pemasangan AKDR yang tidak tepat dapat menyebabkan perforasi uterus (BKKBN, 2013).
Kontraindikasi dalam penggunaan AKDR berupa: kehamilan, gangguan perdarahan, peradangan alat kelamin, kecurigaan tumor ganas di alat kelamin, tumor jinak rahim, dan kelainan bawaan Rahim (Putri dan Oktaria, 2016). Dalam Irianto (2014), dinyatakan bahwa kontraindikasi lainnya dalam penggunaan AKDR adalah nullipara (perempuan yang belum pernah hamil) karena pemasangannya akan sulit dan anemia (kekurangan darah) yang berat dikarenakan efek samping dari AKDR adalah perdarahan yang sangat banyak saat haid.
G. Kontrasepsi Mantap
1. Vasektomi atau Metode Operasi Pria (MOP)
Vasektomi adalah metode kontrasepsi untuk pria dengan melakukan pembedahan untuk mengikat dan memotong vas deferens agar sperma tidak keluar dari buah zakar. Setelah prosedur ini sperma masih diproduksi di testis, namun tidak dapat tersalurkan keluar untuk bercampur dengan mani yang diejakulasi dari penis. Sperma akan dipecah dan diserap oleh tubuh. Kandungan cairan sperma diserap oleh membran dalam epididimis dan kandungan yang lebih padat dipecah dan diserap oleh makrofag dalam aliran darah (Irianto, 2014).
2. Tubektomi atau Metode Operasi Wanita (MOW)
Tubektomi adalah metode kontrasepsi yang sangat efektif dan permanen untuk perempuan yang tidak ingin anak lagi. (BKKBN, 2013).
Perlu prosedur bedah mini untuk memotong, mengikat, atau memasang cincin pada saluran tuba fallopi untuk menghentikan fertilisasi (kesuburan) perempuan (Irianto, 2014).
2.3. PENGETAHUAN
2.3.1. DEFINISI PENGETAHUAN
Pengetahuan atau knowledge adalah hasil penginderaan manusia atau hasil tahu seseorang terhadap suatu objek melalui panca indra yang dimilikinya. Panca indra manusia guna penginderaan terhadap objek yakni penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan perabaan. Pengetahuan seseorang sebagian besar diperoleh melalui indra pendengaran dan indra penglihatan (Notoatmodjo, 2014).
2.3.2. TINGKAT PENGETAHUAN
Pengetahuan orang terhadap sesuatu pasti memiliki tingkatan yang berbeda-beda. Secara garis besar pengetahuan dibagi dalam 6 tingkat pengetahuan, yaitu:
1. Tahu (know)
Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang telah dipelajari sebelumnya. Tingkatan pengetahuan pada tahap ini merupakan tingkatan yang paling rendah. Kemampuan pengetahuan tingkat ini adalah mengingat kembali (recall) terhadap suatu yang spesifik dari seluruh bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima (Notoatmodjo, 2014).
2. Memahami (comprehension)
Memahami dapat diartikan sebagai suatu kemampuan untuk menjelaskan secara benar tentang objek yang diketahui dan bukan sekadar tahu terhadap objek tersebut, namun juga dapat menjelaskan, menyimpulkan, dan menginterpretasi materi tersebut secara benar (Notoatmodjo, 2014).
3. Aplikasi (application)
Pengetahuan pada tahap ini diartikan apabila orang yang telah memahami objek yang dimaksud maka seseorang tersebut dapat menggunakan atau mengaplikasikan prinsip yang diketahui tersebut pada situasi yang lain atau yang sebenarnya(Notoatmodjo, 2014).
4. Analisis (analysis)
Analisis adalah kemampuan seseorang untuk menjabarkan dan/atau memisahkan, kemudian mencari hubungan antara komponen-komponen yang terdapat dalam suatu masalah atau objek yang diketahui. Indikasi bahwa pengetahuan seseorang itu sudah sampai pada tingkat analisis adalah apabila orang tersebut telah dapat menggambarkan (membuat bagan), memisahkan dan mengelompokkan, serta membedakan atau membandingkan pengetahuan atas objek tersebut (Notoatmodjo, 2014).
5. Sintesis (synthesis)
Sintesis adalah kemampuan seseorang untuk merangkum atau meletakkan berbagai elemen atau unsur pengetahuan yang ada menjadi suatu pola baru yang lebih menyeluruh. Dengan kata lain, sintesis adalah suatu kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi yang telah ada (Notoatmodjo, 2014).
6. Evaluasi (evaluation)
Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan seseorang untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau objek. Penilaian- penilaian itu berdasarkan suatu kriteria yang ditentukan sendiri atau menggunakan kriteria-kriteria yang telah ada (Notoatmodjo, 2014).
Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek penelitian atau responden (Notoatmodjo, 2014). Dalam membuat kategori
tingkat pengetahuan bisa dikelompokkan menjadi dua kelompok jika yang diteliti adalah masyarakat umum, yaitu sebagai berikut:
1. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 50%.
2. Tingkat pengetahuan kategori kurang baik jika nilainya ≤ 50%.
Kategori tingkat pengetahuan jika yang diteliti adalah petugas kesehatan maka presentasenya akan berbeda, yaitu:
1. Tingkat pengetahuan kategori baik jika nilainya > 75%.
2. Tingkat pengetahuan kategori kurang baik jika nilainya ≤ 75%
(Budiman dan Riyanto, 2013).
2.3.3. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PENGETAHUAN Menurut Budiman dan Riyanto (2013) terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi pengetahuan seseorang secara umum, yaitu:
1. Pendidikan
Pendidikan adalah sebuah proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang atau kelompok dan juga usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan. Pendidikan mempengaruhi proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang, makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat.
2. Informasi/media massa
Informasi yang diperoleh baik dari pendidikan formal maupun nonformal dapat memberikan pengaruh jangka pendek (immediate impact) sehingga menghasilkan perubahan atau peningkatan pengetahuan. Berkembangnya teknologi akan menyediakan bermacam- macam media massa yang dapat memengaruhi pengetahuan masyarakat tentang inovasi baru.
3. Sosial, budaya, dan ekonomi
Sosial dan budaya merupakan kebiasaan dan tradisi yang dilakukan orang-orang tanpa melalui penalaran apakah yang dilakukan baik atau buruk. Dengan demikian, seseorang akan bertambah pengetahuannya walaupun tidak melakukan. Status ekonomi seseorang juga akan menentukan tersedianya suatu fasilitas yang diperlukan untuk kegiatan tertentu sehingga status sosial ekonomi ini akan memengaruhi pengetahuan seseorang.
4. Lingkungan
Lingkungan berpengaruh terhadap proses masuknya pengetahuan ke dalam individu yang berada dalam lingkungan tersebut. Hal ini terjadi karena adanya interaksi timbal balik ataupun tidak, yang akan direspons sebagai pengetahuan oleh setiap individu.
5. Pengalaman
Pengalaman sebagai sumber pengetahuan adalah suatu cara untuk memperoleh kebenaran pengetahuan dengan cara mengulang kembali pengetahuan yang diperoleh dalam memecahkan masalah yang dihadapi masa lalu.
6. Usia
Usia dapat mempengaruhi daya tangkap dan pola pikir seseorang.
Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola pikirnya sehingga pengetahuan yang diperolehnya semakin membaik. Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang dikerjakan sehingga menambah pengetahuannya. Namun, tidak dapat mengajarkan hal baru kepada orang yang sudah tua karena dapat diperkirakan bahwa IQ akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia.
2.4. SIKAP
2.4.1. DEFINISI SIKAP
Sikap adalah respon tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan (senang-tidak senang, setuju-tidak setuju, baik-tidak baik dan sebagainya). Sikap adalah bagaimana pendapat atau penilaian orang/responden terhadap hal yang terkait dengan kesehatan, sehat, sakit dan faktor yang terkait dengan faktor risiko kesehatan. (Notoatmodjo, 2014)
Sikap menurut Campbell (1950) dalam Notoatmodjo (2014) mendefinisikan sangat sederhana yakni: “An individual’s attitude is syndrome of respons consistency with regard to object”. Jadi jelas dikatakan bahwa sikap itu suatu sindrom atau kumpulan gejala dalam merespons stimulus atau objek sehingga sikap itu melibatkan pikiran, perasaan, perhatian, dan gejala kejiwaan yang lain.
2.4.2. KOMPONEN SIKAP
Menurut Allport (1954) dalam Notoatmodjo (2014) menjelaskan, sikap terdiri dari 3 komponen pokok, yaitu:
a. Kepercayaan atau keyakinan, ide, dan konsep terhadap objek, yang artinya bagaimana keyakinan, pendapat atau pemikiran seseorang terhadap objek.
b. Kehidupan emosional atau evaluasi orang terhadap objek, artinya bagaimana penilaian (terkandung di dalamnya faktor emosi) orang tersebut terhadap objek.
c. Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave), artinya sikap merupakan komponen yang mendahului tindakan atau perilaku terbuka. Sikap adalah ancang – ancang untuk bertindak atau berperilaku terbuka
Ketiga komponen tersebut bersama – sama membentuk sikap yang utuh (total attitude). Pengetahuan, pikiran, keyakinan, dan emosi sangat berperan penting dalam menentukan sikap.
2.4.3. TINDAKAN YANG MENDASARI SIKAP
Seperti halnya pengetahuan, sikap ini terdiri dari berbagai tindakan sebagai berikut:
1. Menerima (receiving), kepekaan dalam menerima rangsangan. Dapat diartikan bahwa orang (subyek) bersedia dan memperhatikan stimulus yang diberikan (objek). Contohnya, sikap seorang ibu yang menghadiri sebuah penyuluhan KB.
2. Menanggapi (responding), memberikan respon terhadap suatu objek, seperti memberikan jawaban bila ditanya, mengerjakan, dan menyelesaikan tugas yang diberikan adalah suatu indikasi dari sikap. Contohnya, seorang ibu yang menghadiri penyuluhan KB tersebut mampu berpartisipasi aktif.
3. Menghargai (valuing), mengajak atau mempengaruhi orang lain untuk merespon, mengerjakan atau mendiskusikan suatu masalah. Contohnya, seorang ibu yang menghadiri penyuluhan KB, mengajak temannya untuk menghadiri forum tersebut.
4. Bertanggung jawab (responsible), Bertanggung jawab berarti siap untuk menerima risiko terhadap sikap yang diambil berdasarkan keyakinannya.
Contohnya, seorang ibu yang mengikuti penyuluhan harus siap menerima risiko seperti kehilangan waktunya, harus meninggalkan rumah, dan sebagainya
Pengukuran sikap dapat dilakukan secara langsung ataupun tidak langsung. Secara langsung dapat ditanyakan bagaimana pendapat pernyataan responden terhadap suatu objek. Secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pertanyaan-pertanyaan hipotesis kemudian ditanyakan pada responden (Notoatmodjo, 2014).
2.5. PENGETAHUAN DAN SIKAP IBU PUS TERHADAP KONTRASEPSI
Pasangan Usia Subur adalah pasangan suami-istri yang istrinya berusia 15- 49 tahun dan masih haid, atau pasangan suami-istri yang istrinya berusia kurang dari 15 tahun dan sudah haid, atau istri sudah berumur lebih dari 50 tahun, tetapi masih haid. Berdasarkan usia terdapat 3 fase dalam perencanaan KB, yaitu usia dibawah 20 tahun berada dalam fase menunda kehamilan, usia 20-35 tahun adalah fase menjarangkan kehamilan, dengan rentang jarak kehamilan 2-4 tahun, dan usia diatas 35 tahun berada pada fase tidak hamil lagi (BKKBN, 2011).
Dalam pemilihan alat kontrasepsi terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi ibu PUS dalam memilih, seperti faktor pengetahuan , pendidikan, dan peran PLKB (Pratiwi, 2019). Pengetahuan dapat mempengaruhi Sikap ibu dalam pemilihan kontrasepi. Ibu PUS dengan pengetahuan yang kurang, akan sulit untuk dapat menggunakan kontrasepsi yang tepat (Rusiana et al., 2017).
Perempuan dengan pendidikan yang tinggi mampu memahami dan memiliki pengetahuan yang baik mengenai keuntungan dan kerugian alat kontrasepsi sehingga sikap untuk menerima program KB lebih baik (Pratiwi, 2019).
Menurut Junita (2009) dalam Pratiwi (2019) menyatakan bahwa petugas kesehatan sangat berpengaruh terhadap pemakaian alat kontrasepsi pada ibu PUS.
Petugas kesehatan berperan dalam memberikan informasi, penyuluhan dan menjelaskan alat kontrasepsi. Namun, kualitas pelayanan KB masih belum memenuhi harapan klien, terdapat perbedaan sikap PLKB terhadap akseptor baru dengan akseptor lama. Akseptor baru ditawarkan berbagai jenis metode kontrasepsi yang tersedia di puskesmas serta diberikan konseling tentang efek samping, kelebihan dan kekurangan masing-masing kontrasepsi. Sementara, layanan kontrasepsi untuk akseptor lama disesuaikan dengan metode kontrasepsi yang telah digunakan oleh akseptor (Ekariano et al., 2020)
2.6. KERANGKA TEORI
Alat Kontrasepsi
-Mekanisme kerja - Cara pemakaian - Manfaat - Efek samping Definisi dan Jenis-
jenisnya 1. Pil KB 2. Suntik KB 3. Implan 4. AKDR
Keluarga Berencana - Definisi - Tujuan - Manfaat
Pengetahuan
Gambar 2.1. Kerangka Teori
Sikap
Tingkat Pengetahuan:
1. Tahu 2. Memahami 3. Aplikasi 4. Analisis 5. Sintesis 6. Evaluasi
Faktor yang Mempengaruhi:
1. Usia 2. Pendidikan 3. Sosial budaya 4. Ekonomi 5. Informasi 6. Lingkungan 7. Pengalaman
Tindakan yang mendasari sikap:
1. Menerima 2. Merespon 3. Menghargai 4. Bertanggung
jawab Konsep sikap:
1. Kepercayaan 2. Evaluasi 3. Tindakan
2.7. KERANGKA KONSEP
Variabel Independen Variabel Dependen
2.8. HIPOTESIS
Ada hubungan antara pengetahuan dan sikap ibu terhadap penggunaan Alat Kontrasepsi.
Tingkat Pengetahuan Ibu PUS terhadap Alat
Kontrasepsi
Sikap Ibu PUS terhadap Alat Kontrasepsi
Penggunaan Alat Kontrasepsi:
1. Pil KB 2. Suntik KB 3. Implan 4. AKDR 5. Kondom 6. MOW
Gambar 2.2. Kerangka Konsep
3.1. RANCANGAN PENELITIAN
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik deskriptif dengan rancangan penelitian cross-sectional (potong lintang). Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara tingkat pengetahuan dan sikap Ibu PUS terhadap penggunaan alat kontrasepsi di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor.
3.2. LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN
Penelitian ini akan dilakukan di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor. Waktu pengambilan dan pengumpulan data penelitian dilaksanakan pada bulan Juli-November 2020.
3.3. POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN
3.3.1. POPULASI PENELITIAN
Populasi dalam penelitian ini adalah ibu PUS yang bertempat tinggal di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor. Berdasarkan data yang peneliti dapatkan dari PLKB Kelurahan Pangkalan Masyhur, jumlah ibu PUS pada pendataan terbaru bulan April 2020 berjumlah 3372 orang (Data Kelurahan Pangkalan Masyhur).
3.3.2. SAMPEL PENELITIAN
Sampel dalam penelitian ini adalah ibu PUS yang bertempat tinggal di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi.
Perkiraan besar sampel pada penelitian ini ditentukan dengan menggunakan rumus Slovin:
� =1+�. �� 2 (3,1)
Keterangan:
n = Besar sampel
N = Besar populasi, yaitu Ibu PUS di Kelurahan Pangkalan Masyhur sejumlah 3372 orang (Data Kelurahan).
d = Presisi (ditetapkan 10%, dengan tingkat kepercayaan 90% ) Sehingga besar sampel pada penelitian ini adalah:
n =1+�. �� 2
n =1+3372(0,1)3372 2
=
97,11 (dibulatkan menjadi 100 orang)Adapun kriteria inklusi dan kriteria eksklusi yang telah ditetapkan yaitu : 1. Kriteria inklusi
- Ibu pasangan usia subur yang berdomisili di Pangkalan Masyhur - Usia 15-49 tahun
- Bersedia menjadi responden
2. Kriteria eksklusi
- Tidak mengisi kuisioner dengan lengkap
3.4. METODE PENGUMPULAN DATA
3.4.1. JENIS PENGUMPULAN DATA
Jenis pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan memakai data primer, yaitu data yang diperoleh langsung dari sampel penelitian dengan mengisi beberapa kuesioner.
3.4.2. INSTRUMEN PENGUMPULAN DATA
Instrumen pengumpulan data menggunakan daftar pertanyaan berupa kuesioner pengetahuan dan sikap yang dibuat sendiri oleh peneliti dengan mengacu pada beberapa referensi dan divalidasi terlebih dahulu.
3.4.3. PENGUMPULAN DATA
Metode pengumpulan data yang digunakan adalah dengan Teknik Simple Random Sampling, yaitu pengambilan sampel secara acak sederhana dimana setiap anggota atau unit dari populasi memiliki kesempatan yang sama untuk diseleksi sebagai sampel (Notoatmodjo, 2010).
Sampel yang dipilih yaitu Ibu PUS dipilih secara acak sesuai dengan kriteria inklusi dan ekslusi. Setelah itu, sampel tersebut diberikan informed consent kesediaan menjadi responden beserta kuesioner yang akan diisi melalui google form.
3.5. METODE ANALISIS DATA
Data yang telah dikumpulkan dari hasil kuesioner akan diolah dan dianalisa dengan menggunakan perangkat lunak Statistical Product and Service Solution (SPSS).
Metode analisis yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan analisis univariat dan analisis bivariat. Analisis univariat bertujuan untuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik setiap variabel penelitian (Notoatmodjo, 2010) yaitu tingkat pengetahuan dan sikap Ibu PUS. Untuk mengetahui hubungan antara sikap dan pengetahuan dengan pemilihan penggunaan alat kontrasepsi digunakan metode analisis bivariat chi square.
3.6. DEFINISI OPERASIONAL
Variabel Definisi Alat
Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur
Usia Lama waktu
hidup (sejak dilahirkan)
Kuesioner Wawancara <20 tahun
20-35 tahun
>35 tahun
Ordinal
Jumlah Anak Banyaknya anak yang dimiliki PUS
Kuesioner Wawancara Belum punya
anak1-2
>2
Ordinal
Pendidikan Proses pengubahan sikap dan tata laku seseorang dalam usaha mendewasakan manusia melalui upaya pengajaran dan pelatihan
Kuesioner Wawancara Pendidikan rendah: Tidak bersekolah dan SD
Pendidikan sedang: SMP dan SMA
Pendidikan tinggi:
Diploma dan Sarjana
Ordinal
Tingkat
Pengetahuan Segala
Informasi yang diperoleh dan dipahami Ibu PUS terhadap KB dan alat kontrasepsi
Kuesioner Wawancara Baik (>50%)
Kurang Baik (50%)
Guttman
Sikap Tanggapan atau respon Ibu PUS terhadap penggunaan alat kontrasepsi
Kuesioner Wawancara Sangat Setuju
Setuju
Ragu-ragu
Tidak setuju
Sangat tidak Setuju
Likert
Variabel Definisi Alat
Ukur Cara Ukur Hasil Ukur Skala Ukur Pekerjaan Sesuatu yang
dilakukan untuk mendapat nafkah
Kuesioner Wawancara Ibu Rumah tangga
PNS
Pegawai Swasta
Wirausaha
Guru
Pensiunan
dll
Nominal
Jenis
Kontrasepsi Jenis alat kontrasepsi yangdigunakan oleh PUS
Kuesioner Wawancara Suntik
Pil
Implan
AKDR
Kondom
MOW
MOP
Nominal
Lamapemakaian KB
Lama ibu PUS menggunakan alat kontrasepsi
Kuesioner Wawancara 5 tahun
> 5 tahun Ordinal
Informasi
KB Cara Ibu PUS
menerima informasi mengenai Keluarga Berencana dan alat kontrasepsi
Kuesioner Wawancara Petugas Kesehatan
Lingkungan
Keluarga
Media massa (televisi, radio, dll)
Media Cetak (koran,
majalah, dll
Media sosial (whatsapp, facebook, instagram)
Nominal
LamaMenikah Lama waktu menikah pasangan usia subur
Kuesioner Wawancara 0-9 tahun
10-19 tahun
>19 tahun
Ordinal
Tabel 3.1. Definisi Operasional (lanjutan)
3.7. ALUR PENELITIAN
Populasi terjangkau
Pengambilan sampel yang memenuhi kriteria inklusi
dan eksklusi
Sampel penelitian
Pengisian kuesioner oleh ibu
- Tingkat pengetahuan - Sikap
- Usia
- Tingkat Pendidikan - Pekerjaan
Analisis data
Pembahasan dan hasil
Gambar 3.1. Alur Penelitian
4.1. HASIL PENELITIAN
4.1.1. Deskripsi Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor dengan menggunakan kuesioner yang disebarkan secara online via whatsapp, responden diminta untuk mengisi google form. Waktu pelaksanaan penelitian adalah bulan November 2020.
4.1.2. Deskripsi Karakteristik Sampel
Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah ibu pasangan usia subur (PUS) yang berdomisili di Kelurahan Pangkalan Masyhur, Kecamatan Medan Johor dan bersedia menjadi sampel serta memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi yang telah ditetapkan peneliti. Jumlah sampel setelah penyeleksian adalah 100 orang.
Berdasarkan Tabel 4.1. sampel penelitian ini terdiri dari ibu pasangan usia subur berusia < 20 tahun sebanyak 3 orang (3%), usia 20-35 tahun sebanyak 56 orang (56%), dan usia > 35 tahun sebanyak 41 orang (41%). Responden yang belum memiliki anak sebanyak 4 orang (4%), memiliki anak 1-2 sebanyak 51 orang (51%), dan yang memiliki anak >2 sebanyak 45 orang (45%). Lama usia perkawinan antara 0-9 tahun sebanyak 41 orang (41%), 10-19 tahun sebanyak 40 orang (40%), dan >19 tahun sebanyak 19 orang (19%). Responden dengan pendidikan rendah hanya berjumlah 4 orang (4%), pendidikan sedang berjumlah 75 orang (75%), dan pendidikan tinggi berjumlah 21 orang (21%). Mayoritas ibu pasangan usia subur di Pangkalan Masyhur merupakan ibu rumah tangga ataupun tidak bekerja yaitu sebanyak 82 orang (82%), sedangkan yang bekerja sebanyak 18 orang (18%). Berdasarkan penggunaan alat kontrasepsi terdapat 69 orang (69%)
yang menggunakan alat kontrasepsi dan 31 orang (31%) yang tidak menggunakan.
Kelompok yang memakai suntik sebanyak 26 orang (26%), pil 8 orang (8%), implan 14 orang (14%), alat kontrasepsi dalam rahim 2 orang (2%), kondom 7 orang (7%), dan metode operasi wanita sebanyak 12 orang (12%). Lama pemakaian alat kontrasepsi <5 tahun sebanyak 39 orang (39%) dan >5 tahun sebanyak 30 orang (39%). Informasi mengenai keluarga berencana lebih banyak didapatkan dari petugas kesehatan yaitu sebanyak 79 orang (79%) sedangkan sisanya (21%) mendapat informasi dari media, keluarga, ataupun lingkungan.
Berdasarkan tingkat pengetahuan responden terhadap KB dan alat kontrasepsi terdapat 63 orang (63%) memiliki pengetahuan yang baik sedangkan 37 orang (37%) memiliki pengetahuan yang kurang. Sikap baik responden terhadap penggunaan alat kontrasepsi terdapat pada 82 orang (82%) dan sikap yang kurang terdapat pada 18 orang (18%).
Tabel 4.1. Karakteristik Sampel
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Usia< 20 tahun 3 3
20-35 tahun 56 56
> 35 tahun 41 41
Jumlah Anak
0 4 4
1-2 51 51
> 2 45 45
Lama menikah
0-9 tahun 41 41
10-19 tahun 40 40
>19 tahun 19 19
Pendidikan
Rendah 4 4
Sedang 75 75
Tinggi 21 21
Pekerjaan
Tidak Bekerja (Ibu Rumah Tangga) 82 82
Bekerja (PNS, guru, pegawai swasta, dll) 18 18
Penggunaan Kontrasepsi
Ya 69 69
Tidak 31 31
Jenis Kontrasepsi
Suntik 26 26
Pil 8 8
Implan 14 14
AKDR 2 2
Kondom 7 7
MOW 12 12
Tidak Menggunakan 31 31
Tabel 4.1. Karakteristik Sampel (lanjutan)
Karakteristik Frekuensi Persentase (%)
Lama Pemakaian
< 5 tahun 39 39
> 5 tahun 30 30
Tidak Menggunakan 31 31
Informasi Mengenai KB
Petugas Kesehatan 79 79
Lain-lain (media, keluarga, lingkungan) 21 21
Tingkat Pengetahuan
Baik 63 63
Kurang 37 37
Sikap
Baik 82 82
Kurang 18 18
4.1.3. Analisis Bivariat
A. Hubungan Riwayat Pendidikan dengan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Berdasarkan tabel 4.2 menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara riwayat pendidikan dengan tingkat pengetahuan maupun sikap responden. Hasil uji statistik menggunakan uji kolmogorov-smirnov, karena penggunaan tabel 2x3 tidak memenuhi syarat pada uji chi square, dimana terdapat nilai expected <5 lebih dari 20% jumlah sel (Dahlan, 2013), Hubungan riwayat pendidikan dengan tingkat pengetahuan didapati nilai p sebesar 0,283 (p>0,10) dan hubungan riwayat pendidikan dengan sikap responden didapati nilai p sebesar 0,672 (p>0,10).
Tabel 4.2. Analisis hubungan antara riwayat pendidikan dengan tingkat pengetahuan dan sikap
Karakteristik Riwayat pendidikan n(%)
Nilai p
Rendah Sedang Tinggi
Pengetahuan
Baik 1 (1,60) 44 (69,8) 18 (28,6)
0,283
Kurang baik 3 (8,10) 31 (83,8) 3 (8,10)
Sikap
Baik 2 (2,40) 60 (73,2) 20 (24,4)
0,672
Kurang baik 2 (11,1) 15 (83,3) 1 (5,60)
B. Hubungan Informasi KB dengan Tingkat Pengetahuan dan Sikap
Berdasarkan tabel 4.3 hasil uji chi square menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan bermakna antara media mendapatkan informasi KB terhadap tingkat pengetahuan, dengan nilai p sebesar 0,907 (p>0,10). Uji chi square untuk melihat hubungan antara media mendapatkan informasi KB dengan sikap, tidak dapat digunakan karena tidak memenuhi syarat, dimana terdapat nilai expected
<5 lebih dari 20% jumlah sel, sehingga menggunakan alternatif fisher exact test (Dahlan, 2013) terdapat nilai p=0,757, yang berarti tidak terdapat hubungan yang bermakna antara media informasi KB dengan sikap responden.
Tabel 4.3. Analisis hubungan antara informasi KB dengan tingkat pengetahuan dan sikap
Karakteristik Informasi KB n(%)
Nilai p Petugas Kesehatan Lain-lain
Pengetahuan
Baik 50 (79,4) 13 (20,6)
0,907
Kurang baik 29 (78,4) 8 (21,6)
Sikap
Baik 64 (78,0) 18 (22,0)
0,757
Kurang baik 15 (83,3) 3 (16,7)
C. Hubungan Tingkat Pengetahuan dan Sikap Terhadap Penggunaan Alat kontrasepsi
Berdasarkan tabel 4.4. menunjukkan bahwa dari 63 responden dengan pengetahuan baik terdapat 50 orang yang menggunakan alat kontrasepsi dan 13 yang tidak menggunakan. Sedangkan dari 37 responden dengan pengetahuan kurang terdapat 19 orang yang tidak menggunakan alat kontrasepsi dan 18 orang yang menggunakan. Hasil uji Chi Square terdapat nilai p=0,001 (p<0,10), hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat hubungan bermakna antara tingkat pengetahuan responden terhadap penggunaan alat kontrasepsi. Sikap responden terhadap penggunaan alat kontrasepsi memiliki hubungan yang bermakna dengan nilai p=0,000 (p<0,10). Responden dengan sikap baik terdapat 67 orang yang