• Tidak ada hasil yang ditemukan

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN"

Copied!
83
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh :

VIRANTY SUNARDO 160100198

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(2)

PENILAIAN STATUS GIZI PADA LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT ANAK SELAMA TAHAP PENGOBATAN INDUKSI DAN KONSOLIDASI DI RUMAH

SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK MEDAN 2016-2019

SKRIPSI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran

Oleh :

VIRANTY SUNARDO 160100198

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN

2019

(3)
(4)

Puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT yang telah memberikan penulis kekuatan, kesehatan, dan petunjuk ilmu sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Shalawat beriring salam tidak hentinya kita hadiahkan kepada baginda Muhammad Rasulullah SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah menuju zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Semoga kita mendapat syafa’atnya di hari akhir kelak.

Skripsi ini diajukan sebagai salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Kedokteran, Universitas Sumatera Utara. Skripsi ini berjudul “Penilaian Status Gizi pada Leukemia Limfoblastik Akut Anak Selama Tahap Pengobatan Induksi dan Konsolidasi di RSUP Haji Adam Malik Medan Tahun 2016-2019”. Penyusunan karya tulis ilmiah ini dapat diselesaikan atas bantuan dan dukungan banyak pihak, oleh karena itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada:

1. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2. Prof. dr. Bidasari Lubis, Sp.A(K) selaku Dosen Pembimbing yang selalu memberikan waktu, tenaga, dan pikiran guna memberikan arahan,saran, ilmu serta semangat sehingga karya tulis ilmiah ini dapat terselesaikan.

3. Dr. dr. Aldy Safruddin Rambe, Sp.S(K) dan dr. Rizky Adriansyah, M.Ked (Ped),Sp.A(K) selaku Dosen Penguji yang telah memberikan saran dan nasihat-nasihat dalam penyempurnaan penulisan skripsi ini.

4. dr. Nindia Sugih Arto, M.Ked (Clin. Path), Sp.PK selaku Dosen Penasehat Akademik yang selalu memberikan dukungan, semangat, dan motivasi kepada penulis.

5. RSUP Haji Adam Malik Medan yang telah memberikan izin untuk melakukan penelitian di rumah sakit tersebut.

6. Kedua orangtua ayahanda Sunardo dan ibunda tercinta Aty Hasibuan serta saudara-saudara penulis kakanda Sapto Hudaya, kakanda Santy Erica, Indra Mudiakna, Hery Pamungkas dan adinda tersayang Balqis Sholihati

(5)

Manullang atas doa, perhatian, dan dukungan yang tidak ada putus- putusnya sebagai bentuk kasih sayang kepada penulis.

7. Sahabat-sahabat terbaik penulis khususnya, Nova Mentari S, Lulu Chotim Amsari, Diah Tria Chantika Harefa dan Nurmala Sari Ruslan yang tulus memberikan waktu dan semangatnya kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

8. Semua teman-teman Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara angkatan 2016 untuk kebersamaannya selama ini.

9. Semua pihak yang telah membantu dan mendukung hingga terselesaikannya skripsi ini yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari skripsi penelitian ini tidak lepas dari kesalahan dan kekurangan. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan masukan untuk perbaikan selanjutnya. Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Medan, Desember 2019

Penulis

(6)

DAFTAR ISI

Halaman

Halaman Pengesahan ... i

Kata Pengantar ... ii

Daftar Isi ... iv

Daftar Gambar ... vi

Daftar Tabel ... vii

Daftar Singkatan ... viii

Abstrak ... x

Abstract ... xi

BAB I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan ... 3

1.3.1 Tujuan Umum ... 3

1.3.2 Tujuan Khusus ... 3

1.4 Manfaat ... 3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 4

2.1 Leukemia Limfoblastik Akut ... 4

2.1.1 Definisi ... 4

2.1.2 Epidemiologi ... 4

2.1.3 Klasifikasi ... 5

2.1.4 Patofisiologi ... 7

2.1.5 Manifestasi Klinis ... 7

2.1.6 Diagnosis ... 8

2.1.7 Tatalaksana ... 9

2.2 Status Gizi... 14

2.2.1 Definisi ... 14

2.2.2 Penilaian ... 14

2.2.3 Klasifikasi ... 15

2.2.4 Status Gizi Pada Anak dengan LLA ... 16

(7)

2.4 Kerangka Konsep ... 24

2.5 Kerangka Operasional ... 24

2.6 Hipotesis ... 24

BAB III METODE PENELITIAN ... 25

3.1 Rancangan Penelitian ... 25

3.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 25

3.3 Populasi dan Sampel Penelitian ... 25

3.4 Metode Pengumpulan Data ... 26

3.5 Definisi Operasional... 27

3.6 Metode Analisis Data ... 29

3.6.1. Analisis Univariat... 30

3.6.2. Analisis Bivariat ... 30

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 31

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 41

5.1 Kesimpulan ... 41

5.2 Saran ... 42

DAFTAR PUSTAKA ... 43

LAMPIRAN A ... 49

LAMPIRAN B ... 50

LAMPIRAN C ... 51

LAMPIRAN D ... 52

LAMPIRAN E ... 54

LAMPIRAN F ... 57

LAMPIRAN G ... 65

LAMPIRAN H ... 70

(8)

DAFTAR GAMBAR

Nomor Judul Halaman

2.1 Gambaran morfologi tipe-tipe LLA ... 6

2.2 Alur penggunaan protokol LLA Indonesia 2013 ... 10

2.3 Penyebab malnutrisi pada pasien kanker ... 22

2.4 Kerangka teori ... 23

2.5 Kerangka konsep ... . 24

2.6 Kerangka operasional ... . 24

(9)

DAFTAR TABEL

Nomor Judul Halaman

2.1 Klasifikasi status gizi menurut Waterglow, WHO 2006,

CDC 2000 ... 15

3.1 Definisi operasional ... 27

4.1 Distribusi frekuensi karakteristik sampel ... 32

4.2 Status gizi saat diagnosis dan setelah induksi ... 35

4.3 Status gizi sebelum dan setelah terapi konsolidasi ... 36 4.4 Status gizi selama tahap pengobatan induksi dan konsolidasi . 38

(10)

AARC : Asam Amino Rantai Cabang ACTH : Adrenocorticotropic hormone

AICR : American Institute for Cancer Research

BB : Berat Badan

BMP : Bone Marrow Puncture

c-AMP : Cyclic adenosine monophosphate CSS : Cairan Serebrospinal

CDC : Centers for Disease Control and Prevention

DNR : Daunorubicin

FAB : French American British GI : Gastrointestinal

Hb : Haemoglobin

HD : High Doses

HSL : Hormone sensitive lipase IDAI : Ikatan Dokter Anak Indonesia

IL : Interleukin

IM : Intramuskular

INF : Interferon

IRF : Interferon regulatory factor

IV : Intravena

KEMENKES : Kementrian Kesehatan LLA : Leukemia Limfoblastik Akut LPL : Lipoprotein lipase

MEU : Medical Education Unit mRNA : messenger Ribonucleic apcid

MTX : Methotrexate

NF-κB :nuclear factor kappa-light-chain-enhancer of activated B cells

PB : Panjang Badan

PEG : Percutaneus endoscopic gastrostomy PIF : Proteolysis-inducing factor

(11)

PRED : Prednisone

RB : Risiko Biasa

RI : Republik Indonesia

Riskesdas : Riset Kesehatan Dasar

RSCM : Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo RSUD : Rumah Sakit Umum Daerah

RSUP : Rumah Sakit Umum Pendidikan

RT : Risiko Tinggi

SSP : Sistem Saraf Pusat

TB : Tinggi Badan

TEE : Total Expenditure Energy TNF : Tumor Necrosis Factor TPN : Total Parenteral Nutrition

U : Umur

VCR : Vinkristin

WBC : White Blood Count

WHO : World Health Organization

(12)

Latar belakang : Leukemia limfoblastik akut merupakan suatu penyakit keganasan yang paling banyak didiagnosis dan lebih dari 50% keganasan hemotopoietik pada anak-anak. Kejadian tahunan LLA di Amerika Serikat 3,7-4,9 kasus per 100.000 anak usia 0-14 tahun, dengan puncak insidensi pada anak usia 2-5 tahun. Insiden leukemia di Indonesia 2,5-4,0 per 100.000 anak dengan estimasi 2000-3200 kasus baru jenis LLA setiap tahunnya dengan prevalensi leukemia tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Utara sebanyak 0,11% sedangkan di Sumatera Utara sebanyak 0,01%. Malnutrisi dapat menyebabkan toleransi yang buruk terhadap pengobatan dan prognosis yang terganggu, dengan sekitar sepertiga dari mereka meninggal pada tahun pertama karena komplikasi terkait. Tujuan : Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui status gizi pada leukemia limfoblastik akut anak pada tahap pengobatan induksi dan konsolidasi tahun 2016-2019.

Metode penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif analitik dengan desain cross sectional dan menggunakan data sekunder yang berasal dari rekam medis pada pasien leukemia limfoblastik akut anak selama tahap terapi induksi dan konsolidasi Januari 2016 – Mei 2019.

Sampel penelitian dipilih dengan metode total sampling. Data yang diperoleh selanjutnya akan diolah dan dianalisis dengan uji wilcoxon menggunakan program pengolahan data. Hasil : Status gizi pada anak umumnya memiliki gizi baik, saat diagnosis ditemukan gizi baik sebanyak 52 anak (57,8%),setelah induksi sebanyak 59 anak (65,6%) sebelum konsolidasi sebanyak 55 (61,1%) ,setelah kosnsolidasi sebanyak 61 anak 67,8%). Uji wilcoxon memiliki hasil signifikan (p=0,031).

Adanya peningkatan status gizi obesitas dan overweight setelah induksi dan mengalami penurunan setelah konsolidasi. Kesimpulan: Adanya perbedaan yang bermakna status gizi setelah pengobatan induksi dan setelah konsolidasi.

Kata kunci : Leukemia limfoblastik akut, Status Gizi, Induksi, Konsolidasi

(13)

Background: Acute lymphoblastic leukemia is the most diagnosed malignancy and more than 50%

of hemotopoietic malignancies in children. The annual incidence of LLA in the United States is 3.7-4.9 cases per 100,000 children aged 0-14 years, with a peak incidence in children aged 2-5 years. The incidence of leukemia in Indonesia is 2.5-4.0 per 100,000 children with an estimated 2000-3200 new cases of LLA each year with the highest prevalence of leukemia in the province of North Sulawesi as much as 0.11% while in North Sumatra as much as 0.01%. Malnutrition can cause poor tolerance of treatment and disturbed prognosis, with about one third of them dying in the first year due to related complications. Objective: This study was conducted to determine the nutritional status of acute lymphoblastic leukemia in children during induction and consolidation chemotherapy in 2016-2019 . Methods: This research is a descriptive analytic study with cross sectional design and uses secondary data derived from medical records in patients with acute lymphoblastic leukemia during the induction and consolidation chemotherapy phase on January 2016 - May 2019. The research sample was selected using the total sampling method. The data obtained will then be processed and analyzed with Wilcoxon test using a data processing program.

Results: Nutritional status in children is generally well nourished, at diagnosis as many as 52 children (57.8%), after induction of 59 children (65.6%) before consolidation 55 (61.1%), after consolidation 61 children 67.8%). The nutritional status of obesity and overweight has increased after induction and decreased after consolidation. Wilcoxon test has significant results (p = 0.031). Conclusion: There is significant differences in nutritional status after induction treatment and after consolidation.

Keywords : Acute lymphoblastic leukemia, Nutritional status, Induction, Consolidation.

(14)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Leukemia merupakan suatu keganasan sel darah yang terjadi karena adanya gangguan produksi leukosit, dimana hal ini menyebabkan leukosit berpoliferasi secara berlebihan dan fungsinya menjadi abnormal. Manifestasi leukemia ditandai dengan ditemukannya sel-sel muda dalam darah tepi (Permono dan Ugrasena,2018).

Leukemia terdiri atas leukemia akut dan kronis. Leukemia akut sendiri terdiri atas limfoblastik dan mieloblastik. Leukemia limfoblastik akut (LLA) merupakan suatu penyakit keganasan yang paling banyak didiagnosis pada anak-anak dan lebih dari 50% keganasan hemotopoietik pada anak-anak ditemukan pada jenis ini. Leukemia mieloblastik akut merupakan leukemia kedua terbanyak pada anak- anak yaitu 15-20% (Tan et al., 2013). Menurut Kemenkes (2017) leukemia merupakan jenis kanker yang banyak dijumpai pada anak selain retinoblastoma dan osteosarkoma. Leukemia Limfoblastik Akut mewakili lebih dari seperempat dari semua jenis kanker pada anak. Data yang tercatat pada Riskesdas menunjukkan bahwa prevalensi leukemia tertinggi terdapat di provinsi Sulawesi Utara sebanyak 0,11% sedangkan di Sumatera Utara sebanyak 0,01% (Kemenkes, 2013).

Kejadian tahunan LLA di Amerika Serikat 3,7-4,9 kasus per 100.000 anak usia 0-14 tahun, dengan puncak insidensi pada anak usia 2-5 tahun (Kanwar,2014). Insiden leukemia di Indonesia 2,5-4,0 per 100.000 anak dengan estimasi 2000-3200 kasus baru jenis LLA tiap tahunnya. Penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo, Jakarta, ditemukan bahwa leukemia merupakan jenis kanker yang paling banyak terjadi pada anak dengan umur di bawah 15 tahun dengan prevalensi sekitar 30-40%. Penelitian lain yang dilakukan di Rumah Sakit Dr. Sardjito Universitas Gajah Mada, Yogyakarta, menyatakan bahwa 30-40 leukemia anak jenis LLA didiagnosis setiap tahunnya (Simanjorang et al., 2013).

(15)

Pengobatan pada leukemia terdiri atas pengobatan kuratif dan suportif.

Pengobatan kuratif merupakan tahapan pengobatan pada leukemia, yaitu induksi remisi, konsolidasi, profilaksis susunan saraf pusat dan pemeliharaan. Terapi suportif meliputi pengobatan penyakit penyerta leukemia dan komplikasinya (Permono dan Ugrasena, 2018). Berdasarakan penelitian yang dilakukan oleh Wolley et al.(2016), terdapat peningkatan secara bermakna status gizi pada anak dengan leukemia limfoblastik akut selama pengobatan baik risiko standar maupun risiko tinggi. Malnutrisi dapat menyebabkan toleransi yang buruk terhadap pengobatan dan prognosis yang terganggu, dengan sekitar sepertiga dari mereka meninggal pada tahun pertama karena komplikasi terkait (Gaynor dan Sullivan, 2015).

Hal ini berbeda dengan penelitian Zalina et al. (2009) yang menunjukkan tidak ada perbedaan status gizi yang signifikan antara sampel anak dengan leukemia pada tahap pengobatan yang berbeda. Namun prevalensi gizi buruk lebih tinggi pada anak-anak dengan leukemia yang baru didiagnosa, sehingga status gizi anak dengan leukemia harus dipantau secara berkala. Sebagian anak- anak kurang gizi lebih rentan terhadap infeksi dan komplikasi selama menjalani perawatan/menjalani hospitalisasi. Oleh karena itu, berdasarkan latar belakang tersebut perlu dilakukan penelitian tentang penilaian status gizi pada leukemia limfoblastik akut anak selama tahap pengobatan induksi dan konsolidasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.2 RUMUSAN MASALAH

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah pada penelitian ini adalah “Bagaimana penilaian status gizi pada leukemia limfoblastik akut anak selama tahap terapi induksi dan konsolidasi di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan tahun 2016-2019?”

(16)

1.3 TUJUAN PENELITIAN 1.3.1 Tujuan umum

Mengetahui penilaian status gizi pada leukemia limfoblastik akut anak selama tahap terapi induksi dan konsolidasi Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui karakteristik sampel pada pasien leukemia limfoblastik akut anak di RSUP Haji Adam Malik Medan

b. Mengetahui status gizi pasien leukemia limfoblastik akut anak pada saat diagnosis dan setelah tahap terapi induksi

c. Mengetahui status gizi pasien leukemia limfoblastik akut anak sebelum dan setelah tahap terapi konsolidasi

d. Mengetahui perbedaan status gizi pada pasien leukemia limfoblastik akut anak pada tahap terapi induksi dan konsolidasi

1.4 MANFAAT PENELITIAN Manfaat penelitian ini adalah:

1. Bagi masyarakat, dapat dijadikan sebagai sumber informasi dan pengetahuan tentang leukemia limfoblastik akut pada anak, sehingga masyarakat dapat memahami dan mengetahui lebih dini serta mencegah kejadian malnutrisi pada leukemia limfoblastik akut anak.

2. Bagi ilmu pengetahuan, dapat menyumbangkan informasi baru tentang status gizi leukemia limfoblastik akut anak selama tahap terapi induksi dan konsolidasi serta dapat dijadikan sebagai sumber informasi untuk pengembangaan ilmu pengetahuan dan penelitian kedokteran selanjutnya.

3. Bagi penulis, sebagai sarana pembelajaran dalam melakukan penelitian ilmiah sekaligus pengaplikasian ilmu yang didapat selama proses perkuliahan.

(17)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 LEUKEMIA LIMFOBLASTIK AKUT 2.1.1 DEFINISI LEUKEMIA

Leukemia Limfoblastik Akut (LLA) adalah suatu keganasan pada sel-sel prekursor limfoid, yakni sel darah yang nantinya akan berdiferensiasi menjadi limfosit T dan limfosit B. Lebih dari 80% dari kasus LLA adalah terjadinya keganasan pada sel T dan sisanya adalah keganasan pada sel B. Leukemia Limfoblastik Akut merupakan kanker yang paling umum terjadi pada anak-anak di bawah umur 15 tahun dengan puncak kejadian pada umur 2-5 tahun. Etiologi leukemia sendiri masih belum diketahui, tetapi terdapat faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya leukemia, seperti genetika, radiasi, kimia dan obat- obatan, infeksi, status imunologis dan status ekonomi. Faktor lingkungan juga dapat berpengaruh di negara dengan penghasilan yang rendah (Permono dan Ugrasena, 2018).

2.1.3 EPIDEMIOLOGI

Leukemia akut ditemukan 30-40% dari semua jenis keganasan pada anak- anak. Indeks rata-rata 4-4,5 kasus/tahun/100.000 terjadi pada anak dibawah 15 tahun. Di Negara berkembang ditemukan 83% LLA dan 17% leukemia mieloblastik akut (LMA). Kejadian leukemia di Asia pada anak kulit hitam lebih tinggi daripada anak kulit putih. Kejadian leukemia di Jepang mencapai 4/100.000 anak, dan diperkirakan tiap tahun terjadi 1000 kasus baru. Sedangkan di Jakarta pada tahun 1994 insidennya mencapai 2.76/100.000 anak usia 1-4 tahun. Pada tahun 1996 didapatkan 5-6 pasien leukemia baru setiap bulan di RSUP Dr.

Satdjito Yogayakarta, sementara di RSU Dr. Soetomo sepanjang tahun 2002 dijumpai 70 kasus leukemia baru (Permono dan Ugrasena, 2018).

(18)

Rasio laki-laki dan perempuan adalah 1,15 untuk LLA dan mendekati 1 untuk LMA. Puncak kejadian pada umur 2-5 tahun, spesifik untuk anak kulit putih dengan LLA, hal ini disebabkan banyaknya kasus pre B-LLA pada rentang usia ini. Kejadian ini tidak tampak pada kulit hitam. Kemungkinan puncak tersebut merupakan pengaruh dari faktor-faktor lingkungan di negara industri yang belum diketahui (Permono dan Ugrasena, 2018).

2.1.2 KLASIFIKASI LLA

Menurut French American British (FAB), LLA dapat diklasifikasikan berdasarkan karakteristik dari sel blast (ukuran sel, rasio sitoplasma-inti, ukuran dari inti sel, dan warna sel) yaitu sebagai berikut:

L1 : sel limfoblast berukuran kecil dengan sitoplasma yang sempit, nukleolus tidak jelas terlihat, dan kromatin homogen. L1 merupakan jenis LLA yang sering terjadi pada anak-anak, sekitar 70% kasus dengan 74% nya terjadi pada anak-anak usia di bawah 15 tahun (Gamal, 2011).

L2 : sel blast berukuran lebih besar, ukuran inti tidak beraturan, kromatin lebih kasar dengan satu atau lebih anak inti, dan membran nukleolus yang irregular serta sitoplasma yang berbeda warna. Sekitar 27% kasus LLA, didapati morfologik tipe L2 dan lebih sering terjadi pada pasien usia di atas 15 tahun (Gamal, 2011).

L3 : L3 terdiri dari sel blast berukuran besar, ukurannya homogen, ukuran inti bulat atau oval dengan kromatin berbercak, anak inti banyak ditemukan, sitoplasma yang sangat basofilik disertai dengan vakuolisasi. Pada tipe ini, terjadi mitosis yang cepat sebagai pertanda dari adanya tahapan aktivitas dari makrofag (Gambar 2.1) (Gamal, 2011).

(19)

Gambar 2.1 Gambaran morfologi tipe-tipe LLA.

(A) LLA tipe L-1 (B) LLA tipe L-2 (C) LLA tipe L-3 (Howard dan Hamilton, 2013)

(20)

2.1.3 PATOFISIOLOGI

Leukemia limfoblastik akut terjadi karena adanya perubahan abnormal pada progenitor sel limfosit B dan T. Pada LLA, kebanyakan kasus disebabkan oleh adanya abnormalitas dari sel limfosit B. Pada LLA, sel limfoid yang ditransformasi menggambarkan ekspresi gen yang berubah yang biasanya terlibat dalam perkembangan normal sel B dan sel T. Sel-sel yang gagal berdiferensiasi normal ini masih dapat membelah lebih lanjut, sehingga menyebabkan proliferasi yang berlebihan. Hal ini menyebabkan pertukaran sel prekusor homopoietik normal pada sumsum tulang, dan akhirnya menyebabkan kegagalan sumsum tulang. Akumulasi sel-sel limfoblast di sumsum tulang ini menyebabkan kurangnya sel-sel normal di darah perifer dan gejala klinis dapat berhubungan dengan anemia, infeksi dan perdarahan (Roganovic, 2013).

2.1.4 MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis pada LLA adalah sebagai berikut.

a. Kegagalan Sumsum Tulang

1. Anemia (pucat, letargi dan dispnea);

2. Neutropenia (demam, malaise, gambaran infeksi mulut, tenggorokan, kulit, saluran napas, perianus, atau bagian lain);

3. Trombositopenia (memar spontan, purpura, gusi berdarah dan menoragia) (Hoffbrand et al., 2013).

b. Infiltrasi Organ

Gejala infiltrasi organ antara lain nyeri tulang, limfodenopati, splenomegali moderat, hepatomegali dan sindrom meningen (nyeri kepala, mual dan muntah, penglihatan kabur dan diplopia). Pemeriksaan fundus mungkin menunjukkan papil edema dan kadang perdarahan. Banyak pasien mengalami demam yang biasanya mereda setelah pemberian kemoterapi. Manifestasi yang lebih jarang adalah pembengkakan testis dan tanda-tanda penekanan mediastinum pada LLA sel T (Hoffbrand et al.,2013). Jika yang menonjol adalah kelenjar limfe dan ditemukan massa ekstranodus dengan blast <20% di sumsum tulang, penyakitnya disebut

(21)

limfoma limfoblastik, tetapi juga diterapi seperti LLA (Hoffbrand et al., 2013).

2.1.5 DIAGNOSIS

Pemeriksaan laboratorium:

1. Hitung darah lengkap:

a. Hemoglobin: adanya penurunan Hb dari sedang hingga berat. Morfologi sel darah merah ditemukan normokromik normositik. Hemoglobin yang rendah menunjukkan durasi leukemia yang lebih lama; hemoglobin yang lebih tinggi dapat mengindikasikan lebih cepat berkembang biaknya sel leukemia (Carrol dan Bhatla, 2016).

b. Hitung leukosit: bisa ditemukan dalam kadar yang rendah, normal, atau meningkat (Carrol dan Bhatla, 2016).

c. Apusan darah: terdapat sel blast pada apusan darah dari sangat sedikit hingga tidak ada (pada pasien dengan leukopenia). Ketika jumlah leukosit lebih besar dari 10.000/mm3, sel blast biasanya berlimpah.

Eosinofilia jarang terlihat di anak-anak dengan LLA (Carrol dan Bhatla, 2016).

d. Trombositopenia: 92% pasien memiliki jumlah trombosit di bawah normal. Perdarahan yang serius (gastrointestinal atau intrakranial) terjadi pada pasien dengan jumlah trombosit kurang dari 20.000/mm3 (Carrol dan Bhatla, 2016).

2. Aspirasi sumsum tulang

Sumsum tulang biasanya diganti dengan sel blast sebesar 80%-100%.

Megakariosit biasanya tidak dijumpai. Ciri khas diagnosis leukemia akut adalah sel blast. Leukemia harus dicurigai ketika ditemukan lebih dari 5% sel blast pada sumsum tulang (Carrol dan Bhatla, 2016).

3. Immunophenotyping menggunakan flow cytometry

Pemeriksaan ini berguna untuk menentukan diagnosis dan klasifikasi LLA. Klasifikasi LLA berdasarkan WHO secara garis besar terbagi menjadi 2 yaitu B lymphoblastic leukemia dan T lymphoblastic leukemia. Tipe sel pre-B

(22)

merupakan jenis yang paling banyak sebesar 80% dari seluruh jenis LLA.

Tipe sel T mempunyai prognosis yang lebih buruk, jumlah leukosit yang tinggi saat terdiagnosis dan lebih sering dijumpai pada anak laki-laki dan usia yang lebih tua (Carrol dan Bhatla, 2016).

4. Sitogenetik - kariotip dan studi molekuler (Carrol dan Bhatla, 2016).

5. Pemeriksaan lainnya

Pungsi lumbal untuk pemeriksaan cairan serebrospinal (CSS) tidak secara umum dilakukan karena dapat mendorong penyebaran sel tumor ke susunan saraf pusat (SSP). Tes biokimia mungkin memperlihatkan peningkatan asam urat serum, laktat dehidrogenase serum, atau, yang lebih jarang ditemukannya hiperkalsemia. Tes fungsi hati dan ginjal dilakukan untuk mengetahui data dasar sebelum pengobatan dimulai. Radiografi mungkin memperlihatkan lesi-lesi titik di tulang dan massa di mediastinum yang khas untuk T-LLA (Hoffbrand et al.,2013).

2.1.6 TATALAKSANA

Terapi pada leukemia terdiri atas kuratif dan suportif. Penanganan suportif meliputi pengobatan penyakit yang menyertai leukemia dan pengobatan komplikasinya. Terapi kuratif/spesifik bertujuan untuk menyembuhkan leukemia berupa kemoterapi. Kemoterapi terdiri dari beberapa tahapan meliputi induksi remisi, konsolidasi, profilaksis SSP dan rumatan. Konsep terapi LLA yang ada di Indonesia saat ini dibagi berdasarkan stratifikasi risiko, yaitu kelompok risiko tinggi (RT) dan risiko biasa (RB) (Permono dan Ugrasena, 2018).

1. Kelompok Risiko Biasa

Kriteria LLA risiko standar/biasa adalah sebagai berikut :

a. Anak-anak berusia antara 1-10 tahun dengan jumlah leukeosit kurang dari 50.000/mm3 pada saat didiagnosis

b. Massa mediastinum >2/3 dari diameter rongga thoraks

c. Tidak ditemukan sel leukemia dalam cairan serebrospinal (CSS) atau kurang dari 5 dalam CSS

d. Respon yang baik pada tahap pertama kemoterapi (induksi)

(23)

e. LLA sel-T

f. Sel blast >1000 sel blast/m3 pada pemeriksaan darah tepi setelah 1 minggu mulai terapi pada kelompok risiko standar/biasa (Truong et al.,2010).

2. Kelompok Risiko Tinggi

a. Tidak memiliki kriteria pada risiko standar/biasa

b. Anak-anak dengan LLA risiko tinggi biasanya menerima perawatan lebih agresif daripada anak-anak dengan LLA risiko standar (Truong et al.,2010).

Penilaian awal Pengendalian infeksi Status gizi

RB RT

Hari 0-7 : Prednison window Prednison window Hari 8 :Respon terhadap Baik Jelek Baik Jelek

steroid

Hari 8-34: RB RT RST Hari 35 :BMP Remisi

Ya Tidak Lanjutkan Reinduksi fase induksi # dengan RT*

Konsolidasi, Konsolidasi, intensifikasi dan intensifikasi dan Maintenance RB maintenance RT maintenance RST

# tidak perlu BMP ulang

*BMP ulang setelah fase induksi

Gambar 2.2 Alur Penggunaan Protokol LLA Indonesia 2013.

(Sumber: Protokol Pengobatan LLA Anak-2013)

2.1.6.1 Terapi Kuratif

Terapi kuratif LLA menggunakan kombinasi beberapa sitostatika. Tujuan utama dari terapi kuratif yaitu menginduksi remisi baik secara klinis dan hematologis, mempertahankan remisi dengan kemoterapi sistemik, terapi

(24)

profilaksis sistem saraf pusat, dan mengatasi komplikasi dari kemoterapi maupun penyakitnya (Carrol dan Bhatla, 2016).

a. Induksi remisi

Saat datang, pasien dengan leukemia akut memiliki beban tumor yang sangat tinggi dan berisiko besar mengalami komplikasi kegagalan sumsum tulang dan infiltrasi leukemia. Tujuan induksi remisi ialah mematikan sebagian besar sel tumor dengan cepat dan membawa pasien ke dalam remisi. Menurut Hoffbrand et al. (2013) deksametason, vincristine (VCR), dan asparaginase merupakan obat- obat yang biasanya digunakan dan ketiganya sangat efektif mencapai remisi lebih dari 90% pada anak, sedangkan menurut Penuntun Protokol Pengobatan LLA di Indonesia (2013) selain ketiga obat tersebut, terdapat obat lain yaitu daunorubicin (DNR), dan methotrexate (MTX) intratekal.

b. Konsolidasi

Terapi ini menggunakan dosis tinggi beragam obat kemoterapi untuk mengeliminasi penyakit atau mengurangi beban tumor ke tingkat yang sangat rendah. Protokol tipikal berisi vinkristin, siklofosfamid, sitosin arabinosid, daunorubisin, etoposid, atau merkaptopurin yang diberikan sebagai blok dalam berbagai kombinasi (Hoffbrand et al., 2013).

Pada fase konsolidasi, pemberian metotreksat dosis tinggi/high dose methotrexate (HD-MTX) dengan leukovorin rescue memerlukan perhatian yang khusus. Sehari sebelum pemberian HD-MTX, pasien harus dalam kondisi klinis yang baik (adekuat) dengan hasil pemeriksaan laboratorium leukosit ≥ 2000/mm3, trombosit ≥75000/mm3, fungsi ginjal normal (ureum dan kreatinin tidak >4 kali batas normal), alkaline urine (pH>6,5 tapi <8,0), tidak ada infeksi, diare, mukositis, tidak ada gangguan berkemih. Seminggu sebelum pemberian HD- MTX, diberikan natrium bikarbonat oral (Carrol dan Bhatla, 2016).

2.1.6.2 Terapi Suportif

Terapi suportif pada pasien leukemia sama pentingnya dengan terapi spesifik karena akan menentukan angka keberhasilan terapi. Kemoterapi intensif harus

(25)

ditunjang oleh terapi suportif yang intensif pula, jika tidak maka pasien dapat meninggal karena efek samping obat (Bakta, 2012). Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yang ditimbulkan oleh penyakit leukemia itu sendiri dan juga untuk mengatasi efek samping obat. Terapi suportif yang diberikan adalah :

a. Terapi untuk mengatasi anemia, yaitu dengan transfusi PRC (Packed Red Cells) untuk mempertahankan hemoglobin sekitar 9-10g/dl. Untuk calon transplantasi sumsum tulang, transfusi darah sebaiknya dihindari.

b. Terapi untuk mengatasi infeksi, terdiri atas : 1) Antibiotika adekuat

2) Transfusi konsentrat granulosit 3) Perawatan khusus (isolasi) 4) Hemopoietic growth factor.

c. Terapi untuk mengatasi perdarahan terdiri atas transfusi konsentrat trombosit untuk mempertahankan trombosit.

d. Terapi untuk mengatasi hal-hal lain, yaitu:

1) Pengelolaan leukostasis: dilakukan dengan hidrasi intravena dan leukaparesis. Segera dilakukan induksi remisi untuk menurunkan jumlah leukosit.

2) Pengelolaan sindrom lisis tumor: dengan hidrasi yang cukup, pemberian alopurinol dan alkalinisasi urine (Bakta,2012).

e. Terapi nutrisi

Untuk menunjang keberhasilan pengobatan kanker perlu adanya dukungan nutrisi yang optimal dengan memperhatikan kebutuhan zat gizi dan tujuan pemberian zat gizi pasien kanker. Tujuan pemberian diet pada pasien kanker diantaranya adalah :

1.Mencegah terjadinya penurunan berat badan (jangka pendek) 2.Mencapai dan memelihara berat badan normal (jangka panjang ) 3.Mengganti zat gizi yang hilang karena efek pengobatan

4.Memenuhi kebutuhan kalori, protein, karbohidrat, vitamin dan mineral yang seimbang untuk mencegah terjadinya malnutrisi

(26)

5. Mencegah terjadinya infeksi dan komplikasi lebih lanjut 6. Memenuhi kebutuhan mikronutrien

7. Menjaga keseimbangan kadar glukosa darah (Marischa et al., 2017).

Diet yang dianjurkan:

1) Tinggi protein: 1,5 - 2,0 g/kgBB untuk mengganti kehilangan berat badan 2) Tinggi kalori: 25 - 35 kcal/kgBBdan 40 - 50 kcal/kgBB untuk mengganti

simpanan dalam tubuh bila pasien berat badan kurang. Bila terjadi infeksi perlu tambahan kalori sesuai dengan keadaan infeksi

3) Lemak: 30-50 % dari kebutuhan kalori total. Makanan sebaiknya diberikan lebih banyak pada pagi hari dengan porsi kecil dan sering. Makanan formula sonde dapat diberikan sesuai dengan kondisi pasien dan bila kehilangan berat badan mencapai lebih dari 20% (Wu et al., 2014)

4) Total Parenteral Nutrition (TPN), sesuai dengan kondisi pasien

5) Bila perlu dapat diberikan suplemen vitamin B kompleks (vitamin B6, vitamin B5, asam folat, dan lain-lain) vitamin A, dan vitamin C

6) Syarat terapi diet secara khusus bervariasi sesuai dengan kondisi pasien dan penyakit penyertanya

7) Dianjurkan juga untuk memenuhi kebutuhan asam amino leusin dan metionin. Glutamin diperlukan bagi pasien pasca operasi atau radiasi pada abdomen (Ruiz et al., 2013)

8) Pemberian suplemen vitamin dan mineral pada pasien kanker, bila pasien tidak dapat memenuhi kebutuhan tersebut melalui asupan sehari-hari atau adanya efek samping dari terapi yang mempengaruhi asupan pasien.

Menurut American Institute for Cancer Research (AICR) pada pasien kanker yang menjalani terapi radiasi dan kemoterapi, sebaiknya tidak mengkonsumsi suplementasi vitamin dan mineral yang berperan sebagai antioksidan dalam jumlah yang melebihi upper of safe intake yaitu vitamin C 2000 mg/hari, vitamin E 250 mg/hari, dan selenium 400ug/hari. Anjuran konsumsi kalium, natrium dan klorida masing-masing 45 – 145 meq/hari, kalsium 60 meq/hari, magnesium 35 meq/hari, dan fosfat 23 mmol (Marischa et al., 2017).

(27)

2.2 STATUS GIZI

2.2.1 DEFINISI STATUS GIZI

Status gizi adalah keadaan tubuh sebagai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi (Ariani, 2017). Status gizi adalah cerminan ukuran terpenuhinya kebutuhan gizi yang didapatkan dari asupan dan penggunaan zat gizi oleh tubuh. Satus gizi dapat ditentukan dengan pemeriksaan klinis, pengukuran antropometri , analisis biokomia, dan riwayat gizi (Nasar et al., 2014). Jadi, status gizi adalah keadaan tubuh akan terpenuhinya suatu kebutuhan gizi yang didapatkan dari asupan makanan dan penggunannya zat gizi oleh tubuh.

2.2.2 PENILAIAN STATUS GIZI

Penilaian status gizi secara antropometri mengacu kepada Standar Pertumbuhan Anak (WHO, 2006). Indikator pertumbuhan digunakan untuk menilai pertumbuhan anak dengan mempertimbangkan faktor umur dan hasil pengukuran tinggi badan dan berat badan, lingkar kepala dan lingar lengan atas.

Indeks yang umum digunakan untuk menentukan status gizi anak adalah sebagai berikut:

1. Berat Badan menurut Umur (BB/U)

BB/U merefleksikan BB relatif dibandingkan dengan umur anak. Indeks ini digunakan untuk menilai kemungkinan seorang anak dengan berat kurang, sangat kurang, atau lebih, tetapi tidak dapat digunakan untuk mengklasifikasikan status gizi anak. Indeks ini sangat mudah penggunaannya, namun tidak dapat digunakan bila tidak diketahui umur dengan pasti.

2. Panjang Badan atau Tinggi Badan menurut Umur (PB/U atau TB/U)

PB/U atau TB/U menggambarkan pertumbuhan tinggi atau panjang badan menurut umurnya. Indeks ini dapat mengidentifikasi anak dengan tinggi kurang yang harus dicari penyebabnya. Untuk bayi baru lahir sampai dengan umur 2 tahun digunakan PB dan pengukuran dilakukan dalam keadaan berbaring, sedangkan TB digunakan untuk anak umur 2 tahun sampai dengan

(28)

18 tahun dan diukur dalam keadaan berdiri. Bila TB anak diatas 2 tahun diukur dalam keadaan berbaring, nilai TB harus dikurangi dengan 0,7 cm.

3. Berat Badan menurut Panjang Badan atau Tinggi Badan (BB/PB atau BB/TB) Berat Badan/Panjang Badan atau BB/TB merefleksikan BB dibandingkan dengan pertumbuhan linear (PB atau TB) dan digunakan untuk mengklasifikasikan status gizi.

4. Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U)

Indeks Massa Tubuh/Umur adalah indikator untuk menilai massa tubuh yang bermanfaat untuk menentukan status gizi dan dapat digunakan untuk skrining berat badan lebih dan kegemukan. Grafik IMT/U dan grafik BB/PB atatu BB/TB cenderung menunjukkan hasil yang sama (Kemenkes,2011).

Penilaian status gizi ditentukan berdasarkan berat badan (BB) menurut panjang badan (PB) dengan BB/PB atau BB/TB. Grafik pertumbuhan yang digunakan sebagia acuan ialah grafik WHO 2006 untuk anak kurang dari 5 tahun dan grafik CDC 2000 untuk anak lebih dari 5 tahun.

2.2.3 KLASIFIKASI STATUS GIZI

Klasifikasi status gizi terdiri dari gizi buruk, gizi kurang, normal, overweight dan obesitas. Klasifikasi status gizi dapat dilihat melalui tabel 2.3 berikut ini.

Tabel 2.1. Klasifikasi status gizi menurut Waterglow, WHO 2006 dan CDC 2000 (IDAI 2013).

Status gizi BB/TB

(% median) BB/TB WHO 2006 IMT CDC

2000

Obesitas >120 >+3 SD > P95

Overweight >110 >+2 SD hingga -2 SD P85-P95

Normal >90 +2 SD hingga -2 SD P5-P85

Gizi kurang 70-90 <-2 SD hingga -3 SD <P5

Gizi buruk <70 <-3 SD

(29)

2.2.4 STATUS GIZI PADA ANAK DENGAN LLA

Nutrisi merupakan bagian yang penting pada penatalaksanaan kanker, baik pada pasien yang mejalani terapi, pemulihan terapi, keadaan remisi maupun untuk mencegah kekambuhan. Status nutrisi pada pasien kanker diketahui berhubungan dengan respon terapi, prognosis dan kualitas hidup. Kurang lebih 30-87% pasien kanker mengalami malnutrisi yang berhubungan dengan kanker sebelum menjalani terapi. Selain itu diperkirakan bahwa 20% pasien kanker meninggal tiap tahunnya akibat malnutrisi dan kaheksia yang berhubungan dengan kanker atau disebut kaheksia kanker (Sutandyo dan Ririn, 2014).

Status gizi pada anak-anak dengan kanker perlu ditingkatkan untuk mendorong tercapainya sebuah remisi. Di negara berkembang, anak-anak yang kekurangan gizi dengan kanker memiliki risiko yang jauh lebih besar untuk mengalami malnutrisi berat (Antillon et al., 2013). Masalah gizi kurang atau keadaan malnutrisi merupakan masalah yang paling sering ditemui pada anak dengan kanker (Nasar et al., 2014).

Malnutrisi merupakan komplikasi yang umum pada anak-anak dengan kanker dengan variasi dari 8% hingga 60% terkait dengan diagnosis, perjalanan klinis penyakit dan teknik pengukuran. Komplikasi infeksi lebih sering terjadi pada pasien malnutrisi pada tiga bulan pertama dan patients survival yang kekurangan gizi pada bulan ke-6 daripada anak-anak dengan gizi baik. Anak-anak memiliki risiko lebih tinggi untuk malnutrisi dibandingkan dewasa. Hal ini disebabkan karena mereka memiliki metabolisme yang lebih cepat dan kebutuhan kalori dalam jumlah tinggi untuk pertumbuhan dan perkembangan (Gökçebay et al., 2015).

Kanker dapat menyebabkan efek merugikan yang berat bagi status gizi. Hal ini dapat disebabkan baik oleh penyakit kanker itu sendiri maupun pengobatannya serta akibat fisiologis dari kanker dapat mengganggu dalam mempertahankan kecukupan gizi. Beberapa efek potensial dari kanker terhadap gizi, yaitu sebagai berikut.

(30)

Kehilangan berat badan yang diakibatkan oleh:

a.Berkurangnya asupan makanan yang masuk

Hal ini mungkin disebabkan oleh induksi dari perubahan kadar neotransmitter (serotin) pada SSP, peningkatan kadar asam laktat yang diproduksi oleh metabolisme anaerob, metode metabolisme yang disenangi oleh tumor; stres psikologis, disguesia (perubahan dalam pengecapan), dan tidak suka terhadap makanan tertentu. Sekitar 70% dari pasien kanker mengalami keengganan atau tidak suka pada makanan tertentu, karena perubahan ambang pengecapan terhadap beberapa komponen bau dan rasa.

b.Meningkatnya kecepatan basal metabolisme

c. Meningkatnya glukoneogenesis (produksi glukosa dengan pecahan glikogen, lemak, dan protein tubuh) yang disebabkan oleh ketergantungan tumor pada metabolisme anaerob.

d. Penurunan sintesis protein tubuh “kaheksia kanker” adalah bentuk malnutrisi berat yang ditandai dengan anoreksia, cepat kenyang, penurunan berat badan, anemia, lemah, kehilangan otot (Caderholm et al., 2015).

Kaheksia adalah keadaan malnutrisi yang parah yang ditandai oleh anoreksia, penurunan berat badan, pengecilan otot, dan anemia. Pola penurunan berat badan dan perubahan komposisi tubuh pada pasien dengan penyakit penting untuk dipertimbangkan, karena perbedaan hilangnya lemak tubuh dibandingkan massa bebas lemak menyiratkan etiologi dan prognosis malnutrisi yang berbeda (Ballal et al.,2015). Hal ini disebabkan oleh adanya peranan sitokin seperti IL-1α, IL-1β, dan IL-6 yang dihasilkan oleh jaringan tumor, sel stroma, sistem imun selain itu juga disebabkan TNF- α, dan INF-γ (Bauer et al., 2011).

Sitokin-sitokin tersebut akan mempengaruhi asupan makanan dan penggunaan energi sehingga menyebabkan gejala klinis dari kaheksia. Sitokin akan dibawa melewati blood-brain barier dan berinteraksi dengan sel endotel yang berada di permukaan lumen otak yang menyebabkan suatu substansi dikeluakan dan mempengaruhi selera makan (Bauer et al., 2011).

(31)

Reseptor TNF- α dan IL-1 ditemukan berada di daerah hipotalamus, yang berperan dalam pengaturan nafsu makan. Semua sitokin ini akan menyebabkan terjadinya anoreksia. Selain itu, prostaglandin juga berperan sebagai mediator penekan nafsu makan (Tisdale, 2009).

Penyebab Malnutrisi pada pasien kanker A. Anoreksia

Anoreksia sering dijumpai pada pasien kanker (Argiles et al., 2010), dengan insiden 15%-40% pada saat didiagnosis. Anoreksia merupakan penyebab utama terjadinya kaheksia pada pasien kanker. Penyebab dan mekanisme anoreksia pada pasien kanker sampai sekarang belum diketahui secara jelas. Produk metabolit kanker juga dapat menyebabkan anoreksia dan perubahan rasa kecap. Stres psikologis yang terjadi pada pasien kanker memegang peran penting dalam terjadinya anoreksia. Obstruksi mekanik pada traktus gastrointestinal, nyeri, depresi, konstipasi, malabsorbsi, efek samping pengobatan seperti opiat, radioterapi dan kemoterapi dapat menurunkan asupan makanan. Pengobatan dengan anti kanker juga penyebab tersering terjadinya malnutrisi. Kemoterapi dapat menyebabkan mual, muntah, kram perut dan kembung, mukositis dan ileus paralitik. Beberapa antineoplastik seperti fluorourasil, adriamisin, metotreksat dan cisplatin menginduksi komplikasi gastrointestinal yang berat (Marischa et al., 2017).

B. Perubahan Metabolisme

Pada pasien kanker metabolisme karbohidrat, protein dan lemak mengalami perubahan dan berpengaruh pada terjadinya penurunan berat badan.

Hipermetabolisme sering terjadi pada pasien kanker, peningkatan metabolisme ini 50% lebih tinggi dibandingkan pasien bukan kanker. Tetapi peningkatan metabolisme tersebut tidak terjadi pada semua pasien kanker. Beberapa penelitian melaporkan peningkatan metabolisme ini berhubungan dengan penurunan status gizi dan jenis serta besar tumor. Pada orang normal kecepatan metabolisme

(32)

menurun selama starvasi sebagai proses adaptasi normal tetapi pada pasien kanker proses tersebut tidak terjadi (Aoyagi et al., 2015).

Metabolisme Protein

Pada kondisi starvasi, penggunaan glukosa untuk otak digantikan dengan keton yang merupakan hasil pemecahan lemak. Protein otot dan protein visceral dipergunakan sebagai prekursor glukoneogenesis sehingga terjadi penurunan katabolisme protein dan penurunan glukoneogenesis dari asam amino di hati. Pada pasien kanker, asam amino tidak disimpan sehingga terjadi deplesi dari massa otot dan pada sebagian pasien terjadi atrofi otot yang berat. Kehilangan massa otot merupakan akibat dari peningkatan degradasi protein dan penurunan sintesis protein karena digunakan untuk pembentukan protein fase akut dan glukoneogenesis. Beberapa penelitian menyatakan bahwa asam amino rantai cabang (AARC) dapat meregulasi sintesis protein secara langsung dengan memodulasi translasi mRNA (Arends et al., 2014).

Proteolysis-inducing factor (PIF) merupakan glikoprotein sulfat yang dapat mengaktivasi jalur proteolisis. Kehilangan massa otot pada pasien kanker dan hewan coba dengan kaheksia menunjukkan korelasi dengan adanya PIF di dalam serum yang mampu menginduksi secara seimbang degradasi protein dan penghambatan sintesis protein. Proteolysis-inducing factor dihasilkan khususnya pada pasien kanker kaheksia, dimana di dalam urin pasien kanker kaheksia dapat ditemukan adanya PIF, sedangkan pada urin pasien dengan kondisi kehilangan BB seperti luka bakar, multiple injuries, pasien bedah dengan katabolisme berat dan pada sepsis, PIF tidak ditemukan (Donohoe et al., 2011).

Metabolisme Lipid

Pada pasien kanker terjadi perubahan mobilisasi lipid berupa, penurunan lipogenesis, penurunan aktivitas lipoprotein lipase (LPL) dan peningkatan lipolisis. Peningkatan lipolisis disebabkan oleh peningkatan hormon epinefrin, glukagon, adrenocorticotropic hormone (ACTH) yang dimediasi melalui cyclic adenosine monophosphate (c-AMP). Cyclic adenosine monophosphate akan mengaktivasi hormone sensitive lipase (HSL) yang selanjutnya akan

(33)

mengkonversi satu molekul trigliserida menjadi tiga molekul asam lemak bebas dan satu molekul gliserol. Penurunan aktivitas LPL disebabkan oleh sitokin pro inflamasi TNF-α, INF-γ dan IL-1β yang mencegah penyimpanan asam lemak pada jaringan adiposa dan menyebabkan peningkatan kadar asam lemak bebas dan gliserol dalam sirkulasi (Fearon et al., 2012).

Penurunan berat badan yang terjadi terus menerus pada pasien kanker disebabkan oleh adanya penurunan intake energi ataupun peningkatan pengeluaran energi. Produksi insulin pada pasien kanker akan menurun, rendahnya produksi insulin tubuh selanjutnya dapat menyebabkan meningkatnya kadar glukosa darah. Tingginya kadar glukosa darah selanjutnya dapat menyebabkan menurunnya nafsu makan pasien. Oleh sebab itu, makan pagi merupakan waktu makan yang tepat dibandingkan waktu makan lainnya karena pagi hari keadaan kadar glukosa darah adalah yang terendah. Toleransi kadar glukosa mempengaruhi fungsi gastrointestinal, karena kadar glukosa darah yang tinggi dapat memperlambat gerakan peristaltik di lambung. Hal ini selanjutnya dapat menyebabkan pasien kanker merasa cepat kenyang dan tidak nafsu makan (Aoyagi et al., 2015).

Menurut penelitian Malihi et al. (2014) ditemukan penurunan berat badan selama kemoterapi masa induksi pertama pada pasien LLA maupun leukemia mieloblastik akut walaupun tidak adanya perubahan yang signifikan. Penurunan berat badan terjadi pada bulan pertama kemoterapi. Hal ini mungkin menunjukkan bahwa status gizi yang memburuk dapat disebabkan oleh penyakit itu sendiri daripada efek samping dari pengobatannya. Malnutrisi pada anak-anak dengan kanker menyebabkan penurunan toleransi dan peningkatan komplikasi kemoterapi selanjutnya. Malnutrisi banyak terjadi pada anak-anak dengan LLA di India dan memiliki pengaruh yang signifikan terhadap terjadinya komplikasi yang mengancam jiwa dan hasil jangka pendek pada anak-anak ini (Linga et al.,2012).

Pada penelitian sebelumnya telah dilaporkan bahwa anak-anak dengan kanker akan memiliki tanda dan gejala malnutrisi pada beberapa fase dalam perjalanan penyakit hingga 50-60 kasus. Dalam kelompok pasien dengan LLA yang kekurangan gizi pada saat diagnosis, ditemukan bahwa kemoterapi lebih toksik

(34)

dan kurang efektif dibandingkan dengan status gizi yang memadai, khususnya toksisitas hematologis adalah penyebab sebagian besar komplikasi, seperti peningkatan risiko untuk terjadinya infeksi, perdarahan dan peningkatan risiko kambuh karena netropenia, trombositopenia, dan penghentian pengobatan (Maldonado-Alcazar et al., 2013).

Malnutrisi dapat menyebabkan toleransi yang buruk terhadap pengobatan dan prognosis yang terganggu, dengan sekitar sepertiga dari mereka meninggal pada tahun pertama karena komplikasi terkait. Kombinasi kemoterapi dan radioterapi, yang biasa digunakan dalam terapi kanker pediatrik, dapat menyebabkan masalah sekunder utama, yang sebagian besar memengaruhi status gizi termasuk stomatitis, diare, mual, muntah, malabsorpsi, kehilangan darah (anemia), ileus (terutama masalah sekunder akibat vinkristin atau opiat) dan xerostomia (Gaynor dan Sullivan, 2015).

Penurunan atau kenaikan berat badan disebabkan oleh ketidakseimbangan energi, dimana asupan energi berbeda dari Total Expenditure Energy (TEE).

Penurunan berat badan akan terjadi ketika salah satu komponen TEE lebih tinggi dari yang diharapkan dan tidak diimbangi dengan peningkatan asupan energi.

Kenaikan berat badan terjadi ketika asupan energi melebihi TEE. Meskipun peningkatan asupan energi adalah alasan paling umum untuk kelebihan berat badan, pengurangan energi aktivitas juga telah terlibat dalam pengembangan obesitas (Ballal et al.,2015).

(35)

Depresi Keletihan

Diagnostik Fase puasa

Gambar 2.3 Penyebab malnutrisi pada pasien kanker (Yasin, 2015).

Absorpsi terganggu

Kekurangan asupan makroturien danmikronutrien

Kerusakan mekanik Kurang

aktivitas

Malnutrisi/kaheksia

Gangguan Metabolik

Metabolisme protein ; pemecahan protein otot ; Laju lipolisis dan okidasi lipid ; metabolisme glukosa

;oksidasi glukosa ;glukoneogenesis asam amino dan laktat Anoreksia

Sitokin TNF α, IL 1,6

Kompetisi inang/kanker Produk spesifik kanker Ketidakseimbangan antara asupan dan konsumsi energi (metabolism protein, lipid, karbohidrat)

Hipotalamus

Terapi kanker

Kanker

(36)

2.3 KERANGKA TEORI DAN KONSEP 2.3.1 KERANGKA TEORI

Kerangka teori menggambarkan seluruh tinjauan pustaka dalam bentuk skema sehingga seluruh landasan penelitian dapat tergambar dengan jelas.

Berdasarkan landasan teori di atas maka kerangka teori penelitian ini adalah sebagai berikut :

Gambar 2.4 Kerangka teori.

:Variabel yang diteliti

:Variabelyang tidak diteliti : Perbandingan

Status Gizi Status Gizi

Kurva Pertumbuhan WHO 2006/CDC 2000

Kurva Pertumbuhan WHO 2006/CDC 2000 IMT

Konsolidasi Induksi

IMT Tatatalaksana

Diagnosis Patofisiologi

Manifestasi klinis Leukemia Limfoblastik

Akut

Klasifikasi LLA

(37)

2.3.2 KERANGKA KONSEP

Berdasarkan judul penelitian di atas maka kerangka konsep dalam penelitian ini adalah:

Variabel Independent Variabel Dependent Gambar 2.5 Kerangka konsep.

2.3.3 KERANGKA OPERASIONAL

Gambar 2.6 Kerangka operasional.

2.3.4 HIPOTESIS

Adanya perbedaan yang bermakna antara status gizi anak leukemia limfoblastik akut setelah induksi dengan setelah konsolidasi.

Kurva WHO 2006/CDC 2000

Kurva WHO 2006/CDC 2000

Status Gizi

Status Gizi IMT

IMT Tahap Pengobatan

pada LLA

Induksi

Konsolidasi

Pencatatan dan tabulasi data

Analisis data Sampel terpilih Tidak memenuhi

kriteria

Kriteria Inklusi Pengambilan data

rekam medik

Kriteria Eksklusi

(38)

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah deskriptif analitik dengan desain cross sectional terhadap pasien LLA selama tahap pengobatan induksi dan konsolidasi. Penelitian dilakukan dengan menggunakan data sekunder melalui data rekam medis di Bagian Ilmu Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

3.2 LOKASI DAN WAKTU PENELITIAN 3.2.1 Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan

3.2.2 Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan dari bulan September sampai dengan bulan November 2019.

3.3 POPULASI DAN SAMPEL PENELITIAN 3.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah seluruh data rekam medis pasien leukemia limfoblastik akut anak risiko biasa dan risiko tinggi dan yang dirawat di ruang inap anak Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan dari Januari 2016 sampai dengan Mei 2019 yang memenuhi kriteria inklusi dan eklusi.

(39)

3.3.2 Sampel

Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan metode total sampling, yaitu besar sampel sama dengan jumlah populasi dengan ketentuan yang telah dibatasi, dimana peneliti mengambil sampel, yaitu pasien leukemia limfoblastik akut anak di rawat inap anak RSUP Haji Adam Malik Medan, berdasarkan kriteria penelitian berikut ini:

1. Kriteria inklusi:

a. Pasien anak pasien LLA umur1-18 tahun

b. Pasien anak pasien LLA yang menerima terapi sesuai protokol LLA di rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan 2. Kriteria eksklusi

a. Pasien pasien LLA anak yang menjalani

pengobatan/penatalaksanaan kemoterapi tidak sampai selesainya tahap konsolidasi

b. Data rekam medis pasien LLA anak yang tidak lengkap

3.4 METODE PENGUMPULAN DATA

Teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah pengumpulan data sekunder yaitu rekam medis pasien anak leukemia limfoblatik akut di rawat inap Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan.

Pengumpulan data dilakukan secara observasi hasil rekam medis setiap pasien leukemia limfoblastik akut berdasarkan variabel yang telah ditentukan.

(40)

3.5DEFINISI OPERASIONAL

Adapaun definisi operasional dari variabel yang diteliti meliputi variabel independent dan variabel dependent, sebagai berikut:

Table 3.1 Definisi operasional No Variabel Definisi Alat ukur Cara

ukur

Kategori (Hasil ukur)

Skala ukur

1 Jenis kelamin

Perbedaan biologis dan fisiologis yang dapat

membedakan laki-laki dan perempuan

Survei rekam medis

Rekam medis

1. Laki-laki 2. Perempuan

Nominal

2 Usia Usia pasien

saat didiagnosis

Survei rekam medis

Rekam medis

1-5 tahun 6-10 tahun 11-15 tahun

Rasio

3 Klasifikasi LLA

Jenis klasifikasi LLA pasien

Survei rekam medis

Rekam medis

1.L1 2.L2 3.L3

Ordinal

4 Stratifikasi risiko LLA

Kelompok risiko pasien LLA

Survei rekam medis

Rekam medis

1.RB 2.RT

Ordinal

5 Pendidikan orang tua

Pendidikan terakhir orang tua pasien

Survei rekam medis

Rekam medis

1.SD 2.SMP 3.SMA 4.Diploma 5.Sarjana

Ordinal

6 Pekerjaan orang tua

Jenis pekerjaan orang tua pasien

Survei rekam medis

Rekam medis

1.IRT

2.Pekerja lepas 3.Honorer 4.Petani 5.Wiraswasta 6.PNS

7.Pekerja swasta 8.Pekerja

Nominal

(41)

BUMN 9.TNI&POLRI 10.Tidak tercatat 7 Status gizi

saat diagnosis

Pengukuran yang dilakukan pada pasein untuk

mengetahui status gizi pasien saat diagnosis

WHO 2006 untuk anak

<5 tahun CDC 2000 untuk anak

>5 tahun

Rekam medis

Status gizi dalam kategori:

1.Obesitas 2.Overweight 3.Normal/gizi baik

4.Gizi kurang 5.Gizi buruk

Ordinal

8 Status gizi setelah induksi

Pengukuran yang dilakukan pada pasein untuk

mengetahui status gizi pasien setelah induksi

WHO 2006 untuk anak

<5 tahun CDC 2000 untuk anak

>5 tahun

Rekam medis

Status gizi dalam kategori:

1.Obesitas 2.Overweight 3.Normal/gizi baik

4.Gizi kurang 5.Gizi buruk

Ordinal

9 Status gizi sebelum konsolidasi

Pengukuran yang dilakukan pada pasein untuk

mengetahui status gizi pasien

sebelum konsolidasi

WHO 2006 untuk anak

<5 tahun CDC 2000 untuk anak

>5 tahun

Rekam medis

Status gizi dalam kategori:

1.Obesitas 2.Overweight 3.Normal/gizi baik

4.Gizi kurang 5.Gizi buruk

Ordinal

10 Status gizi setelah konsolidasi

Pengukuran yang dilakukan pada pasein untuk

mengetahui

WHO 2006 untuk anak

<5 tahun CDC 2000 untuk anak

>5 tahun

Rekam medis

Status gizi dalam kategori:

1.Obesitas 2.Overweight 3.Normal/gizi baik

Ordinal

(42)

status gizi pasien setelah konsolidasi

4.Gizi kurang 5.Gizi buruk

3.6 METODE ANALISIS DATA

Pada penelitian ini, data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat melalui program pengolah data statistik dengan sistem komputerisasi. Adapun tahap-tahap pengolahan data yang digunakan yakni:

1. Proses editing

Editing dilakukan untuk memeriksa ketepatan dan kelengkapan data.

Apabila data belum lengkap ataupun ada kesalahan, data dilengkapi dengan melakukan pengumpulan data ulang.

2. Proses coding

Data yang telah terkumpul dan dikoreksi ketepatan dan kelengkapannya kemudian diberi kode oleh peneliti secara manual sebelum diolah dengan komputer.

3. Proses entri

Data yang telah dibersihkan kemudian dimasukkan ke dalam program komputer.

4. Proses cleaning data

Pemeriksaan semua data yang telah dimasukkan ke dalam komputer guna menghindari terjadinya kesalahan dalam pemasukan data.

5. Proses saving

Penyimpanan data untuk siap dianalisis.

6. Analisis Data

(43)

3.6.1 Analisis Univariat

Pada penelitian ini, variabel terapi kuratif dan variabel status gizi akan dianalisis secara statistik deskriptif dan disajikan dalam bentuk tabel distribusi frekuensi. Data yang telah diperoleh akan dianalisis dengan menggunakan analisis univariat melalui program pengolah data statistik dengan sistem komputerisasi.

Analisis univariat adalah suatu teknik analisis terhadap satu variabel secara mandiri, tiap variabel dianalisis tanpa dikatikan dengan variabel lainnya. Analisis univariat biasa juga disebut analisis deskriptif atau statistik deskriptif yang bertujuan menggambarkan kondisi fenomena yang dikaji. Analisis univariat merupakan metode analisis yang paling mendasar terhadap suatu data yang bertujuan intuk menjelaskan atau mendeskripsikan karakteristik masing-masing variabel panelitian. Angka hasil pengukuran dapat ditampilkan dalam bentuk angka, atau sudah diolah menjadi persentase, rasio, prevalensi.

3.6.2 Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini dilakukan untuk menilai hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen. Analisis ini dilakukan melalui uji stastistik

“paired sample t-test” untuk membandingkan rata-rata nilai dua variabel sebelum dan sesudah diberikan perlakuan pada sampel yang sama, namun setelah dilakukan perhitungan uji statistik didapatkan data tidak berdistribusi normal, maka uji t berpasangan tidak dapat dipakai. Alternatif uji statistik yang dipakai yaitu uji wilcoxon, kemudian data diolah dan dianalisis menggunakan program pengolahan data. Selanjutnya disajikan dalam bentuk tabel dan dideskripsikan.

(44)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

5.1 DESKRIPSI LOKASI PENELITIAN

Pengambilan data pada penelitian ini dilakukan pada bulan September sampai dengan bulan November 2019 di Rumah Sakit Umum Pusat Haji Adam Malik Medan. Lokasi ini dipilih berdasarkan pertimbangan bahwa RSUP Haji Adam Malik Medan merupakan rumah sakit umum pusat dan rumah sakit rujukan dari berbagai sarana pelayanan kesehatan di Sumatera Utara khususnya kota Medan.

Rumah Sakit ini merupakan rumah sakit tipe A yang beralamat di Jalan Bunga Lau No.17, Kemenangan Tani, Kecamatan Medan Tuntungan, Kota Medan, Sumatera Utara. Selain itu rumah sakit ini juga merupakan rumah sakit pendidikan bagi mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

4.2 KARAKTERISTIK SAMPEL

Sampel pada penelitian ini adalah pasien anak yang datang berobat ke lokasi penelitian dan memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder menggunakan alat bantu penelitian berupa rekam medik. Data yang dikumpulkan dari rekam medis adalah sebanyak 290 sampel, kemudian dieksklusi sebanyak 200 sampel karena tidak memenuhi kriteria inklusi, 20 sampel loss di tahapan induksi, 27 sampel loss di tahapan konsolidasi, dan 6 sampel loss di tahapan rumatan. Sebanyak 50 sampel mempunyai data yang tidak lengkap dan 9 sampel meninggal dan 88 sampel rekam medisnya belum dikembalikan ke instalasi ke rekam medis. Jadi, jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 90 subjek yang memenuhi kriteria inklusi. Karakteristik sampel yang dikumpulkan mencakup jenis kelamin anak, usia anak, klasifikasi Leukemia Limfoblastik Akut (LLA), stratifikasi risiko LLA, pendidikan orang tua dan pekerjaan orang tua. Untuk mengetahui distribusi frekuensi berdasarkan karakteristik tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Gambar

Gambar 2.1 Gambaran morfologi tipe-tipe LLA.
Gambar 2.2 Alur Penggunaan Protokol LLA Indonesia 2013.
Gambar 2.3 Penyebab malnutrisi pada pasien kanker (Yasin, 2015).
Gambar 2.4 Kerangka teori.
+2

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan karakteristik penderita dengan kejadian malaria pada pasien rawat inap di RSUP Haji Adam Malik Medan

● Pencapaian kinerja dan pengembangan diri yang dilakukan dalam kurun waktu 1 Januari 2017 sampai dengan 30 Juni 2017. ● Perkiraan waktu presentasi dan tanya jawab adalah 25

Limbah yang dihasilkan oleh aktivitas ini dibuang ke sungai Seruai dan terbawa bersama aliran air sungai .Secara langsung ataupuntidak langsung dapat menyebabkan

Masing – masing perusahaan yang membentuk industri pariwisata adalah perusahaan jasa ( service industry ) dan masing –masing bekerja sama menghasilkan produk ( good and service

HUBUNGAN KUALITAS TIDUR DENGAN FUNGSI KOGNITIF MAHASISWA FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA SKRIPSI Oleh MELLY 160100125 PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER FAKULTAS

Saya mengerti bahwa saya menjadi bagian dari penelitian ini yang bertujuan untuk mengetahui adanya hubungan tingkat pengetahuan ibu hamil tentang ultrasonografi dalam

Hipotesis dari penelitian ini adalah ekstrak daun pepaya (Carica papaya L.) dengan konsentrasi 2,5% memiliki efek pedikulisidal pada Pediculus humanus var.. Hipotesis dari

Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan meode deskriptif observasional dengan desain cross sectional untuk melihat gambaran tingkat pengetahuan