Faktor risiko adalah suatu hal yang dapat mempengaruhi kecenderungan seseorang untuk menderita suatu penyakit tertentu (Madiyono, 2003). Pada faktor risiko stroke, dapat dibedakan menjadi 2, yaitu faktor risiko yang dapat dikontrol dan faktor risiko yang tidak dapat dikontrol (Price dan Wilson, 2002; Goldstein, dkk., 2011).
Berikut ini adalah beberapa faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi dari kemungkinan seseorang akan terkena stroke (Goldstein, dkk., 2011) :
1. Usia
Meskipun stroke paling banyak menyerang orang yang sudah berusia lanjut, tetapi kejadiannya pada usia muda mulai meningkat belakangan ini. Efek kumulatif dari pertambahan umur, sistem kardiovaskuler, dan perjalanan alamiah stroke itu sendiri akan meningkatkan risiko terjadinya stroke, baik iskemik maupun perdarahan. Pada penelitian yang dilakukan oleh Goldstein (2011) risiko terjadinya stroke meningkat menjadi dua kali lipat pada individu denganusiadiatas 55 tahun.
2. Jenis kelamin laki-laki.
Distribusi penyakit stroke lebih banyak terdapat pada laki-laki daripada perempuan.Pada penelitian yang dilakukan oleh Andersen dkk.(2010), ditemukan distribusi penyakit stroke lebih banyak pada pria. Dan pada pria, memiliki risiko penyakit kardiovaskuler, diabetes mellitus, riwayat merokok, dan riwayat mengkonsumsi alkohol ditemukan lebih meningkat.
3. Berat lahir rendah
Mortalitas stroke pada orang dewasa di Inggris dan di Wales lebih tinggi pada individu dengan berat lahir rendah. Angka kejadian stroke dua kali lipat pada bayi dengan berat lahir 2500 gram dibandingkan dengan bayi
11
dengan berat lahir 4000 gram. Mekanisme terjadinya hal tersebut masih belum sepenuhnya dimengerti(Goldstein, dkk., 2011).
4. Faktor genetik
Anamnesis yang menggali riwayat keluarga dapat bermanfaat sebagai skrining pada seseorang yang memiliki faktor risiko stroke secara genetik.
Rujukan pada konsultan genetik dapat dipertimbangkan untuk pasien tersebut.
Sedangkan faktor risiko yang dapat dikendalikan adalah faktor risiko yang dapat meningkatkan kejadian stroke pada seseorang, namun dapat dicegah atau dimodifikasi. Pencegahan tersebut disebut sebagai pencegahan primer (Goldstein, dkk., 2011).
1. Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko mayor terjadinya stroke iskemik dan stroke perdarahan. Hubungan antara tekanan darah dengan stroke sangat signifikan. Risiko terjadinya stroke meningkat seiring dengan meningkatnya tekanan darah (O’Donnel, 2010). Panduan The Joint National Committee Seventh (JNC VII) merekomendasikan skrining tekanan darah dengan teratur, termasuk modifikasi gaya hidup dan penatalaksanaan farmakologis (NHLBI, 2004). Tekanan darah sistolik harus diturunkan hingga < 140 mmHg dan tekanan darah diastolik < 90 mmHg. Sementara individu dengan hipertensi yang disertai dengan diabetes atau penyakit ginjal tekanan darahnya harus diturunkan hingga <
130 / 80 mmHg.
2. Merokok
Merokok dapat menyebabkan peningkatan koagulabilitas, viskositas darah, meningkatnya kadar fibrinogen, memacu agregasi trombosit, sehingga meningkatkan tekanan darah dan dapat meningkatkan hematokrit. Selain itu meokok juga akan menurunkan kolesterol HDL dan meningkatkan kolesterol LDL (Goldstein, dkk., 2011). Perokok aktif disarankan untuk berhenti merokok, karena banyak studi yang menunjukkan hubungan yang erat antara merokok dengan stroke iskemik maupun stroke perdarahan (Andersen,dkk., 2010). Dengan menghindari
12
konsumsi rokok, akan memperbaiki fungsi endotel. Studi epidemiologi menunjukkan terdapatnya peningkatan risiko stroke pada individu yang terpapar asap rokok, meskipun belum cukup bukti bahwa menghindari lingkungan asap rokok dapat mengurangi insidensi stroke.
3. Diabetes
Orang-orang dengan diabetes melitus akan memiliki kerentanan terhadap pembentukan aterosklerosis dan segala risikonya, termasuk hipertensi dan lipid darah yang abnormal. Penelitian yang dilakukan oleh American Heart Asociation (2011) menunjukan bahwa pasien dengan stroke diabetes melitus memiliki risiko relatif untuk menderita stroke iskemik 1,8 sampai dengan 3 kali lebih berisiko. Dianjurkan untuk pemberian statin untuk menurunkan risiko stroke serangan pertama, terutama pada individu yang memiliki faktor risiko tambahan. Pemakaian obat penghambat ACE (Angiotensin Converting Enzyme) atau ARB (Angiotensin Receptor Blocker) pada pasien diabetes disertai hipertensi terbukti bermanfaat.
4. Dislipidemia
Terdapat hubungan antara peningkatan kadar kolesterol dengan risiko terjadinya stroke iskemik. Sementara, kolesterol total yang rendah berhubungan dengan risiko stroke perdarahan. Kadar kolesterol HDL yang tinggi berhubungan dengan penurunan risiko stroke iskemik (Rexrode, 2010)
5. Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium berhubungan dengan meningkatnya risiko stroke iskemik hingga 3-5 kali lipat (Goldstein, dkk., 2011). Kejadian fibrilasi atrium semakin meningkat seiring meningkatnya umur, dan peningkatan prevalensi ini menunjukan bahwa fibrilasi atrium dapat menyebabkan peningkatan morbiditas dan mortalitas pada pasien dengan stroke, khususnya stroke iskemik.
6. Inaktivitas fisik
Meningkatkan aktivitas fisik akan menurunkan risiko stroke. Physical Activity Guidelines for American tahun 2008 menganjurkan seorang
13
dewasa muda melakukan aktivitas fisik dengan intensitas sedang paling tidak 150 menit setiap minggu, atau 75 menit aktivitas fisik dengan intensitas berat setiap minggu. Penelitian yang dilakukan Harmsen (2006) menunjukan bahwa rendahnya aktifitas fisik dapat menjadi prediktor faktor risiko stroke iskemik. Aktifitas fisik berperan sebagai efek protektif pada stroke dan penyakit kardiovaskular lain.
7. Obesitas
Meningkatnya berat badan berhubungan dengan semakin meningkatnya risiko stroke.Klasifikasi status berat badan seseorang dapat dinilai dengan BMI (Body Mass Index). Seseorang dengan BMI 25 – 29,9 kg / m2 dikatakan sebagai berat badan berlebih, sedangkan seseorang dengan BMI 30 kg / m2 atau lebih dikatakan sebagai obesitas. Pada orang-orang demikian dianjurkan untuk menurunkan berat badannya hingga BMI ideal (Goldstein, dkk., 2011).
8. Sindrom metabolik
Sindrom metabolik adalah kumpulan 3 dari 5 tanda dan gejala berikut ini : (1) obesitas sentral (lingkar pinggang > 88 cm untuk laki-laki dan > 80 cm pada perempuan), (2) trigliserida 150 mg/dL atau lebih, (3) kolesterol HDL 40 mg/dL atau lebih pada laki-laki atau 50 mg/dL atau lebih pada wanita, (4) tekanan darah ≥ 130 / ≥ 85 mmHg, dan (5) glukosa puasa ≥ 110 mg/dL.
9. Konsumsi alkohol
Terdapat bukti kuat bahwa mengonsumsi alkohol dengan intensitas berat merupakan faktor risiko terjadinya stroke iskemik dan perdarahan.
Namun, konsumsi alkohol yang minimal memberikan efek protektif dari stroke. Pada penelitian yang dilakukan oleh O’Donnel (2010), mendapatkan hasil, bahwa konsumsi alkohol 1-30 kali per bulan berhubungan dengan berkurangnya risiko stroke iskemik, sedangkan konsumsi lebih dari 30 kali per bulan meningkatkan risiko stroke iskemik.Konsumsi alkohol yang minimal berhubungan dengan peningkatan kadar HDL, mencegah agregasi trombosit, menrunkan konsentrasi fibrinogen, dan meningkatkan sensitivitas insulin.
14
2.2. Stroke Iskemik 2.2.1. Gejala Klinis
Gejala umum berupa baal atau lemas mendadak di wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh; gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda; kesulitan melihat pada satu atau kedua mata; bingung mendadak; tersandung selagi berjalan; hilang keseimbangan atau koordinasi; nyeri kasus mendadak dengan penyebab yang tidak jelas dll (Price dan Wilson, 2006).
Selain itu terdapat manifestasi stroke akut yaitu (Gofir, 2009):
1. Kelumpuhan wajah atau anggota badan (hemiparesis) yang timbul mendadak 2. Gangguan sensibilitas pada satu atau lebih anggota badan
3. Perubahan mendadak status mentalis (somnolen, delirium, letragi, stupor, koma)
4. Bicara tidak lancar, kurang ucapan atau kesulitan memahami ucapan 5. Bicara pelo atau cedal (disatria) dll.
Gejala defisit neurologis dari stroke iskemik sendiri sebenarnya tergantung dari area dari otak yang mengalami iskemia atau infark (Mumenthaler,dkk., 2006).
a. Arteri Ophtalmic
Iskemia sementara pada daerah ini menyebabkan amaurosis fugax (kebutaan salah satu bola mata sebagian), sementara iskemia pada waktu yang lebih lama menyebabkan infark pada retina.
b. Arteri Karotis Interna
Sumbatan atau stenosis pada pembuluh darah ini dapat menyebabkan iskemia mendadak pada mata dengan gejala hilangnya pandangan salah satu mata dan juga gejalalainnya adalah hemiparesis kontralateral dengan defisit neurologis (Mumenthaler,dkk., 2006).
c. Arteri Serebri Media
Lokasi dari sumbatan (arteri utama atau percabangan dari arteri) menentukan manifestasi klinis pada area ini.Manifestasi utama yang ditemukan adalah hemiparesis brachiofacial dan defisit hemisensoris. Oklusi arteri serebri media pada bagian linguistic (biasanya kiri) akan menyebabkan aphasia dan apraxia, sedangkan pada bagian yang nodominan akan
15
menyebabkan gangguan orientasi tempat. Oklusi pada pembuluh utama dari arteri serebri media tidak hanya menyebabkan iskemia pada bagian korteks serebri, namun juga pada bagian ganglia basal, dan kapsula interna, menyebabkan hemiparesis kontralateral yang lebih parah. Apabila hemiparesis tidak membaik, atau hanya sebagian, akan terjadi gangguan gait permanen, yakni spastik pada ekstremitas bawah, fleksi pada ekstermitas atas pada bagian pergelangan tangan dan siku, serta absennya ayunan tangan pada bagian yang terpengaruh. Arteri serebri media merupakan area yang paling sering mengalami sumbatan pada kasus stroke akut (Brainin,dkk., 2010).
d. Arteri Choroidal Anterior
Iskemia pada pembuluh darah bagian ini mayoritas menimbulkan manifestasi berupa hemiparesis motorik murni, atau hemiparesis sensorimotor, dan yang lebih jarang berupa defisit sensori atau ataksi hemiparesis (Brainin,dkk., 2010).
e. Arteri Serebri Anterior
Infark pada daerah ini menyebabkan hemiparesis kontralateral dan juga kelemahan otot yang memengaruhi ekstremitas bawah.Terkadang disertai ataksia kontralateral, dan apabila lesi pada sebelah kiri, akan terjadi apraxia.
Selain itu juga kadang kala disertai apathy, gangguan sikap, abulia (kurang motivasi) dan inkontinensia urin (disfungsi sphincter) (Mumenthaler,dkk., 2006; Brainin dkk., 2010).
f. Arteri Serebri Posterior
Sumbatan pada arteri ini dapat menyebabkan infark pada bagian cerebral peduncle, thalamus, bagian mediobasal dari lobus temporalis, dan lobus occipitalis. Gejala yang paling menonjol adalah hemianopsia kontralateral homonim, dan juga defisit neuropsikologikal.
g. Arteri Basilar
Oklusi pada pembuluh utama, atau cabang dari arteri basilar menyebabkan infark pada talamus, batang otak, dan otak kecil.
Infark pada bagian thalamus biasanya bermanifestasi pada defisit kontralateral hemisensoris, dengan tambahan paresis dan hemiataxia sedang.
Kadang kala ingatan pasien juga terganggu.
16
Infark pada batang otak biasanya bersifat lakunar. Secara umum, stroke pada batang otak biasanya menyebabkan defisit ipsilateral nervus cranial, dan defek pada hemisensori kontralateral dan/atau hemiparesis.
Infark pada otak kecil bermanifestasi pada vertigo, nausea, posisi badan yang tidak seimbang, dysarthria, dan kadang nyeri kepala yang akut serta gangguan kesadaran.
2.2.2. Diagnosis
Diagnosis stroke ditegakkan berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan neurologis, dan pemeriksaan penunjang. Untuk mengetahui gejala dan tanda stroke, penegakan diagnosis harus diawali dengan anamnesis. Selain itu, anamnesis kepada pasien atau keluarga pasien sangat diperlukan untuk memperoleh informasi tentang karakteristik gejala dan tanda pada pasien yang tiba di rumah sakit dalam keadaan tidak sadar, untuk mengetahui konsekuensi fungsionalnya, kecepatan onset dan perjalanan gejala neurologis, riwayat penyakit dahulu, faktor risiko, pemakaian obat, dan tentang perilaku atau gaya hidup yang berkaitan ( Price dan Wilson, 2006).
Pemeriksaan neurologis pada pasien stroke akut harus dilakukan dengan cepat karena ada periode kritis. Pemeriksaan neurologis yang dilakukan antara lain adalah dengan menilai kesadaran pasien, fungsi motorik, sensorik, dan refleks-refleks. Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk mengetahui faktor risiko stroke. Pemeriksaan tersebut antara lain adalah pemeriksaan profil lipid, ronsen dada, EKG, kadar gula darah, darah rutin, dan sebagainya (Price dan Wilson, 2006).
Untuk baku emas penegakan diagnosis stroke adalah menggunakan brain imaging CT Scan, sekaligus dapat membedakan jenis-jenis stroke (Gofir, 2009).
Brain imaging merupakan langkah penting pada evaluasi pasien stroke dan perlu segera dilakukan pada keadaan emergensi. Selain itu, brain imaging dapat mendeteksi komplikasi seperti perdarahan intraventrikel, edema otak, atau hidrosefalus (Mumenthaler, 2006). Namun apabila tidak memungkinkan dilakukan CT Scan, maka dapat digunakan Algoritma Stroke Gadjah Mada. Algoritma ini valid untuk membedakan antara stroke iskemik dan stroke perdarahan (Lamsudin, 1997).
17
2.3. Profil Lipid 2.3.1. Definisi
Lipid merupakan salah satu molekul biologis yang didefinisikan dengan sifat ketidak larutan-nya dalam air, namun larut dalam pelarut lain yang bersifat non-polar seperti alkohol, hidrokarbon, dan kloroform (Gurr, dkk., 2002; Lehninger, dkk., 2008; Garret & Grisham, 2010). Tubuh membutuhkan lipid sebagai cadangan energi, pembentuk membran sel, pemberi sinyal inter sel dan antar sel, dan dapat melindungi sel dari reaksi kimia(Lodish,dkk., 2003).
Lemak dan minyak yang merupakan bentuk penyimpanan energi pada makhluk hidup merupakan turunan dari asam lemak. Asam lemak memiliki rantai
Penderita stroke akut
Penurunan kesadaran, nyeri kepala, refleks babinski
Ketiganya atau dua dari ketiganya ada
Penurunan kesadaran (+), nyeri kepala (-), refleks babinski (-)
Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (+), refleks babinski (-)
Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), refleks babinski (+)
Penurunan kesadaran (-), nyeri kepala (-), refleks babinski (-)
Ya Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada (Lamsudin, 1997)
18
panjang hidrokarbon (Lehninger, dkk.,.,2008). Asam lemak terdapat pada jumlah yang banyak pada sistem biologis, namun jarang terdapat pada bentuk bebasnya.
Biasanya asam lemak teresterifikasi menjadi gliserol, dan kebanyakan asam lemak pada tanaman dan binatang berbentuk trigliserida (Garret & Grisham, 2010;
Lehninger,dkk., 2008). Trigliserida merupakan bentuk transport dan penyimpanan dari asam lemak yang berfungsi untuk penghasil energi. Kolesterol merupakan salah satu komponen membran yang penting dan juga merupakan prekursor dari hormon steroid dan juga sebagai komponen pensinyal antara sel (Lodish, dkk, 2003).
Lipid plasma yaitu adalah kolesterol, trigliserida, fosfolipid, dan asam lemak bebas. Kolesterol dan trigliserida mempunyai makna klinis terjadinya aterogenesis.
Lipid merupakan senyawa yang tidak larut dalam plasma oleh sebab itu perlu ikatan khusus dengan protein sebagai mekanisme transportasi lipid di dalam darah. Ikatan utama lipoprotein yaitu kilomikron, very low density lipid (VLDL), low density lipoprotein (LDL), dan high density lipoprotein (HDL) (Price dan Wilson, 2006).
Istilah hiperlipidemia menyatakan peningkatan kolesterol dan atau trigliserida serum di atas batas normal. Penyebab utama hiperlipidemia adalah obesitas, asupan alkohol yang berlebihan, diabetes melitus, hipotiroidisme, dan sindrom nefrotik.
Kolesterol dan trigliserida adalah dua jenis lipid yang relatif mempunyai makna klinis penting sehubungan dengan aterogenesis (Price dan Wilson, 2006).