• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

D. Faktor Risiko Stroke

Faktor risiko stroke dibedakan menjadi 2 yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah

1. Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Diubah

Faktor risiko yang tidak dapat diubah yatu faktor risiko yang tidak dapat dikendalikan dan tidak dapat dilakukan pencegahan. Beberapa faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu :

a. Usia

Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena stroke akan semakin tinggi. Namun, sekarang usia produktif perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang gemar mengkonsumsi makanan berlemak (Wulan, 2008). Meskipun stroke dapat menyerang segala usia, diketahui bahwa mereka yang berusia lanjut lebih berisiko terserang penyakit yang berpontensi mematikan dan menimbulkan kecacatan menetap (Genis, 2009).

Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan usia berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ tubuh mengalami kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama bagian endotel yang mengalami penebalan pada bagian intima, sehingga mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin sempit dan berdampak pada penurunan aliran darah otak (Kristiyawati dkk, 2009).

Setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 10 tahun. Dua pertiga dari kasus stroke adalah usia 65 tahun. Angka kematian stroke yang lebih tinggi banyak dijumpai pada golongan usia lanjut (Genis, 2009). Insiden stroke semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia. Individu berusia di atas 55 tahun mempunyai risiko terserang stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap dekade (Mahendra dkk, 2004). Hasil penelitian Lestari (2010) bahwa kejadian stroke pada usia >55 tahun lebih besar dibandingkan dengan usia 40-55 tahun.

b. Jenis Kelamin

Hasil studi kasus, laki-laki cenderung terkena stroke 3 kali berisiko dibanding dengan perempuan (Mahendra dkk, 2004). Berdasarkan hasil penelitian di Mumbai insiden stroke pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan sedangkan di Trivandrum insiden stroke pada perempuan lebih tinggi

dibandingkan laki-laki (Pandian, 2013). Hasil penelitian Sofyan (2015) bahwa pada kejadian stroke lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki (52%) dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan (48%).

Laki-laki lebih cenderung berisiko stroke karena kejadian stroke pada perempuan meningkat pada usia pasca menopause, karena sebelum menopause perempuan dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan HDL, dimana HDL berperan penting dalam pencegahan proses aterosklerosis (Price dan Wilson, 2006).

Menurut buku stroke di usia muda oleh Holistic Health Solution (2011) bahwa laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan, namun penelitian menyimpulkan bahwa kematian akibat stroke lebih banyak pada perempuan. Risiko stroke 20% lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Setelah perempuan menginjak usia 55 tahun, kadar estrogen menurun karena menopause kemudian akibatnya risiko stroke lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki.

Kejadian stroke pada perempuan juga dikatakan meningkat pada usia pasca menopause, karena sebelum menopause perempuan dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL), dimana HDL berperan penting dalam pencegahan proses aterosklerosis (Price dan Wilson, 2006).

c. Riwayat Keluarga Stroke

Risiko stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga stroke. Seseorang dengan riwayat keluarga stroke cenderung menderita diabetes mellitus dan hipertensi. Peningkatan kejadian stroke pada keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunkannya faktor risiko stroke (Rizaldy, 2010).

Berdasarkan hasil penelitian riwayat keluarga stroke mempunyai risiko 2,3 kali lebih besar dibanding yang tidak mempunyai riwayat keluarga stroke (Sorganvi dkk, 2014) sedangkan, menurut Feigin dkk (1998) riwayat keluarga stroke mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar dibanding yang tidak mempunyai riwayat keluarga stroke.

2. Faktor Risiko Stroke yang Dapat Diubah

Faktor risiko yang dapat diubah yaitu faktor penyebab yang dapat diubah melalui penangan tertentu. Beberapa faktor yang dapat dikendalikan agar risiko terkena stroke menurun yaitu :

a. Hipertensi

Hasil penelitian Yenni (2011) yaitu individu hipertensi, lebih banyak yang tidak stroke dibandingkan yang terjadi stroke. Faktor risiko yang paling berkontribusi terhadap kejadian stroke adalah hipertensi (Luecknotte dan Meiner, 2006). Ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian stroke dan faktor dominan yang berhubungan dengan stroke adalah hipertensi (Kristiyawati dkk, 2009).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Juan dkk (2010) seseorang yang mempunyai riwayat hipertensi 2 kali lebih berisiko terkena stroke. Berdasarkan hasil penelitian hipertensi meningkatkan risiko 3,8 kali terkena stroke (Sorganvi dkk, 2014). Tekanan darah diastolik diatas 100mmHg akan meningkatkan risiko terkena stroke 2,5 kali dibandingkan tekanan diastolik yang normal (Mahendra dkk, 2004).

Sangat penting mempertahankan tekanan darah dalam keadaan normal untuk menurunkan risiko terjadinya serangan stroke (Mahendra dkk, 2004). Sedangkan menurut Rizaldy (2010) hipertensi 2 kali berisiko terkena stroke. Hipertensi merupakan risiko paling besar terkena stroke dibandingkan dengan riwayat keluarga stroke dan status merokok (Sorganvi dkk, 2014).

Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi pendarahan di otak yang dapat berakibat kematian. Stroke dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang tidak mengalir lancar di pembuluh yang sudah menyempit (Vitahealth, 2004).

1) Definisi hipertensi

Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, peningkatan sistole tergantung pada usia individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh, usia, dan tingkat stres yang dialami (Tambayong, 2000). Seseorang

mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih dari 140/90 mmHg (Rizaldy, 2010). Menurut Baradero (2008) penentuan individu didiagnosis hipertensi harus berdasarkan pengukuran tekanan darah tidak hanya sekali dan konsisten meningkat. Pengukuran tekanan darah harus diukur dengan posisi duduk atau berbaring.

Hipertensi akan memacu munculnya timbunan plak pada pembuluh darah besar (aterosklerosis). Timbunan plak akan menyempitkan lumen/diameter pembuluh darah. Plak yang tidak stabil akan mudah pecah dan terlepas. Plak yang terlepas meningkatkan risiko tersumbatnya pembuluh darah otak yang lebih kecil. Bila ini terjadi maka, timbul stroke (Rizaldy, 2010). Berdasarkan Riskesdas 2013 dikatakan hipertensi apabila pernah didiagnosis mengalami hipertensi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) (Kemenkes, 2013).

2) Jenis Hipertensi

Ada dua jenis hipertensi, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Sebanyak 90% dari semua kasus hipertensi adalah hipertensi primer. Penyebab hipertensi primer tidak jelas, beberapa teori menunjukkan adanya faktor genetik, perubahan hormon, dan perubahan simpatis (Baradero, 2008) sedangkan hipertensi sekunder merupakan penyakit ikutan dari penyakit yang sebelumnya diderita. Adapun penyakit pemicu hipertensi sekunder diantaranya penyakit pada ginjal, pada kelenjar adrenal, pada

kelenjar gondok, efek obat-obatan, dan karena kelainan pembuluh darah, serta pada kehamilan. Hampir 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi primer, sedangkan 10% tergolong hipertensi sekunder (Setiawan dkk, 2008).

Menurut Rizaldy (2010) klasifikasi hipertensi seperti dalam tabel 2.1 sebagai berikut:

Tabel 2. 1

Klasifikasi Tekanan Darah

Klasifikasi Sistole Diastole

Normal <120 <80

Pra Hipertensi 120-139 80-90 Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99 Hipertensi tingkat 2 ≥160 ≥100

3) Penyebah Hipertensi

Menurut Tambayong (2000) penyebab hipertensi yaitu obesitas, stres, diet tinggi garam, diabetes mellitus, merokok, riwayat keluarga, kurang olahraga. Meskipun hipertensi belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor keturunan, ciri perorangan dan kebiasaan hidup (Gunawan, 2007).

Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Gunawan, 2007).

b. Ciri Perseorangan

Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah usia, jenis kelamin, dan ras. Usia yang bertambah akan menyebabkan terjadinya hipertensi. Tekanan darah pada laki-laki umumnya lebih tinggi dibandingkan perempuan (Gunawan, 2007).

c. Kebiasaan Hidup

Kebiasaan hidup yang sering mneyebabkan timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres, dan pengaruh lain (Gunawan, 2007).

1.Konsumsi Garam Yang Tinggi

Dapat diketahui bahwa hipertensi jarang diderita oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam rendah. Pembatasan konsumsi garam dapat menurunkan tekanan darah dan pengeluaran garam oleh obat deuretik akan menurunkan tekanan darah lebih lanjut.

2.Kegemukan atau Makan Berlebihan

Meskipun mekanisme bagaimana kegemukan menimbulkan hipertensi belum jelas, tetapi sudah

terbukti penurunan berat badan dapat menurunkan tekanan darah.

3.Stres atau Ketegangan Jiwa

Sudah lama diketahui bahwa stres atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih cepat serta lebih kuat sehingga tekanan darah akan meningkat.

4.Pengaruh Lain

Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah yaitu merokok, minum alkohol, minum obat-obatan .

b. Status Merokok

Menurut Sorganvi dkk (2014) merokok berisiko 2 kali lebih besar terkena stroke. Berbagai penelitian menghubungkan kebiasaan merokok dengan peningkatan risiko penyakit pembuluh darah (termasuk stroke). Merokok mempunyai risiko 2,2 kali lebih besar terkena stroke (Sorganvi dkk, 2014). Merokok memacu peningkatan kekentalan darah, pengerasan dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Merokok meningkatkan risiko stroke sampai 2 kali lipat (Rizaldy, 2010).

Serangan stroke bagi perokok dikarenakan pada rokok terdapat bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan antara lain nikotin, karbon monoksida, nitrogen oksida, dan hidrogen sianida. Nikotin

menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah serta menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Nikotin akan menurunkan HDL kolestrol dan meningkatkan LDL kolestrol, sementara asam lemak bebas meningkatkan agregasi trombosit dan viskositas darah yang semuanya mempercepat aterosklerosis pada lapisan endotel. Dengan demikian, merokok akan menaikkan fibrinogen darah, menambah agregasi trombosit, menurunkan HDL kolestrol yang percepat aterosklerosis (Mahendra dkk, 2004).

Rokok mengandung bahan kimia toksik diantaranya adalah nikotin, tar, karbonmonoksida, ammonia, dan lain-lain. Nikotin adalah kandungan utama dalam rokok. Apabila merokok, nikotin akan masuk ke dalam sirkulasi darah kemudian masuk ke dalam otak. Dibutuhkan waktu 7 detik, sejak nikotin dihisap hingga menuju otak. Nikotin yang masuk ke dalam otak akan menyempitkan pembuluh darah pada otak sehingga aliran darah ke otak terhambat sehingga sel-sel otak rusak atau mati yang kemudian dikenal sebagai stroke (Kabo, 2008 ; Sallika, 2010 ; Wibowo, 2005)

c. Diabetes Mellitus

Hyperinsulinemia adalah penyebab diabetes yaitu adanya kelebihan kadar insulin dalam peredaran darah. Hal tersebut mengakibatkan tubuh menyerap lebih banyak garam yang menstimulasi sistem saraf simpatik. Hal ini mempengaruhi struktur pembuluh darah yang tentu saja berhubungan dengan tekanan

darah. Tekanan darah tinggi yang berkaitan dengan nephropathy diabetes biasanya ditunjukkan dengan adanya garam dan penahanan cairan. Banyaknya cairan yang tertahan di tubuh ini akan menyebabkan peningkatan volume darah dalam pembuluh darah. Nephropathy diabetes biasanya menyebabkan hipertensi (Deherba, 2012).

Diabetes mellitus adalah gangguan menahun pada sistim metabolisme karbohidrat, lemak dan juga protein dalam tubuh. Gangguan metabolisme tersebut disebabkan kurangnya produksi hormon insulin, yang diperlukan dalam proses pengubahan gula menjadi tenaga serta sintesis lemak (Endang, 2011). Apabila pernah didiagnosis diabetes mellitus oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) (Kemenkes, 2013).

d. Kadar Kolestrol dalam Darah

Kolestrol dibentuk dalam tubuh, yang terdiri dari dua bagian utama yaitu kolestrol HDL dan kolestrol LDL. Kolestrol LDL disebut sebagai kolestrol jahat, yang membawa kolestrol dari hati ke dalam sel. Jumlah kolestrol LDL yang tinggi akan menyebabkan penimbunan kolestrol di dalam sel. Hal ini akan memacu munculnya proses aterosklerosis. Proses aterosklerosis akan menimbulkan komplikasi pada organ. Proses tersebut pada otak akan meningkatkan risiko terkena stroke (Rizaldy, 2010). Kadar kolestrol dalam darah yang tinggi pada laki-laki mempunyai

risiko 0,80 kali terkena stroke sedangkan pada perempuan mempunyai 0,58 kali terkena stroke (Asplund dkk, 2009).

Kolestrol HDL disebut juga kolestrol baik, yang membawa kolestrol dari sel ke hati. Kadar kolestrol HDL yang rendah secara konsisten dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner dan stroke (Rizaldy, 2010). Profil lemak pada umumnya diperiksa setelah seseorang berpuasa 6-8 jam. Profil lemak yang normal adalah: kadar kolestrol darah dibawah 200 mg/dl, kadar kolestrol LDL dibawah 150 mg/dl, kadar darah otak disebelah kanan menyebabkan kelemahan anggota gerak sebelah kiri. Sebaliknya, gangguan pada otak sebelah kanan menimbulkan kelemahan anggota gerak sebelah kiri (Rizaldy, 2010).

e. Penyakit Jantung Koroner (PJK)

Penelitian kohort oleh Raso dkk (2006) menunjukkan individu yang mengalami aterosklerosis mempunyai risiko mengalami PJK dan stroke. Kondisi aterosklerosis berisiko menyebabkan stroke lebih tinggi dibandingkan individu yang sehat atau tidak mengalami aterosklerosis (Raso dkk, 2006).

Penyakit penyerta PJK salah satunya stroke karena disebabkan oleh aterosklerosis. Penyakit stroke ditandai dengan adanya perdarahan pada pembuluh darah yang disebabkan tekanan darah tinggi dan aterosklerosis. Faktor risiko stroke dan PJK disebabkan oleh faktor risiko yang hampir sama seperti merokok dan hipertensi (WHO, 2011).

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung yang disebabkan penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau plak pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala (Kabo, 2008). Penyakit jantung koroner adalah suatu kondisi di mana plak dalam koroner (jantung) arteri. Plak terdiri dari kolesterol, lemak, kalsium, dan zat lain yang ditemukan dalam darah. Ketika plak menumpuk di arteri, kondisi ini disebut aterosklerosis (National Institutes of Health, 2012). Apabila pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard) oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) (Kemenkes, 2013).

Hasil penelitian dengan desain kasus kontrol yang dilakukan oleh Sitorus (2008) di Semarang bahwa mayoritas stroke tidak PJK lebih besar (96%) dibandingkan individu PJK (4%). Sitorus (2008) juga membuktikan bahwa risiko individu dengan status PJK yang terkena stroke sebesar 0,65. Penelitian kohort yang dilakukan Bener dkk (2005) pada tahun 1999 sampai 2003 di Qatar menunjukkan bahwa pasien acute myocardial infarction (AMI) mempunyai risiko terkena stroke sebesar 6,07 kali. Jumlah kasus stroke dengan status AMI adalah sebesar 32 kasus sedangkan, kasus stroke dengan status AMI yang disertai hipertensi juga sebesar 32 kasus (Bener dkk, 2005).

Kelainan jantung akan meningkatkan risiko stroke adalah aritmia jantung. Aritmia merupakan kelainan yang ditandai oleh detak jantung yang tidak teratur. Kelainan tersebut berpotensi menimbulkan suatu bekuan sel trombosit, yang dapat bermigrasi dari jantung dan menyumbat arteri di otak, menimbulkan stroke. Pengobatan yang tepat dapat menekan risiko terjadinya stroke (Genis, 2009).

Dokumen terkait