HUBUNGAN HIPERTENSI DENGAN KEJADIAN STROKE DI SULAWESI SELATAN TAHUN 2013
(ANALISIS DATA RISKESDAS 2013)
SKRIPSI
Oleh :
Alfica Agus Jayanti NIM: 1111101000065
PEMINATAN EPIDEMIOLOGI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT EPIDEMIOLOGI
Skripsi, 29 September 2015
Alfica Agus Jayanti, NIM: 1111101000065
Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di Sulawesi Selatan 2013: Analisis Data Riskesdas Tahun 2013
xiii + 70 halaman, 7 tabel, 2 gambar + 11 lampiran
ABSTRAK
Secara global stroke menempati urutan kedua penyebab kematian. Prevalensi stroke tertinggi di Indonesia yaitu di Sulawesi Selatan berdasarkan diagnosis oleh tenaga kesehatan pada tahun 2007 sebesar 7,4‰. Stroke dipengaruhi oleh faktor risiko stroke yaitu hipertensi, diabetes mellitus, jantung koroner, kadar kolestrol dalam darah, riwayat keluarga stroke, usia, jenis kelamin, dan status merokok. Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan hipertensi dengan kejadian stroke di Sulawesi Selatan tahun 2013. Penelitian menggunakan desain studi cross-sectional dengan menganalisis data Riskesdas 2013 untuk melihat hubungan dan perbedaan risiko stroke pada individu hipertensi menurut karakteristik individu (jenis kelamin, usia, status merokok). Ada hubungan antara hipertensi dengan stroke. Hipertensi berisiko 17,92 kali (14,05-22,86) terkena stroke. Individu hipertensi cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi terhadap kejadian stroke.
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE PUBLIC HEALTH DEPARTMENT
EPIDEMIOLOGY
Undergraduate Thesis, 29 September 2015
Alfica Agus Jayanti, NIM: 1111101000065
Association Between Hypertension and Stroke in Sulawesi Selatan 2013: Riskesdas Data Analysis 2013
xiii + 70 pages, 7 tables, 2 pictures + 11 attachments
ABSTRACT
Stroke is also the second cause of the death worldwide. The highest stroke prevalence was on South Sulawesi based on diagnose of health practitioner in
2007 was 7,4‰. Stroke caused by several risk factors such as hypertension, diabetes mellitus, coronary heart disease, hypercholesterolemia, family history of the disease, age, sex and smoking behaviour. This study aims to investigate the association of hypertension and stroke in South Sulawesi at 2013. This is a cross sectional study by analysing data of Riskesdas 2013 to show association and risk differences of stroke which caused by hypertension based on individual characteristics (sex, age, smoking status). There’s association between hypertension and stroke. Hypertension has 17,92 (14,05 to 22,86) times higher risk to stroke. Individual with hypertension tends to have higher risk to stroke.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP A. Identitas Pribadi
Nama : Alfica Agus jayanti
Tempat, Tanggal Lahir : Jakarta, 19 Agustus 1993
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jalan. Seroja IV RT. 006 RW.05 No.15
Komplek Marinir Cilandak, Jakarta Selatan
Telp/Hp : 085710527443
Agama : Islam
Email : alfica_ia_2@yahoo.com
b. Riwayat Pendidikan
(1997-1999) : TK Islam Al-Hidayah
(1999-2005) : SDN 03 Pagi Cilandak
(2005-2008) : SMPN 107 Jakarta
(2008-2011) : SMAN 97 Jakarta
KATA PENGANTAR
ةتاكربو ها ةمحرو كي ع اسلا
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas
limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi. Salawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Rasul tercinta yang telah menjadi suri
tauladan bagi umatnya.
Dengan bekal pengetahuan, pengarahan serta bimbingan yang diperoleh selama perkuliahan, penulis menyusun skripsi mengenai “Hubungan Hipertensi
Dengan Kejadian Stroke di Sulawesi Selatan Tahun 2013 (Analisis Data Riskesdas 2013)”. Skripsi ini disusun dalam rangka memenuhi tugas mata kuliah skripsi sebagai tugas akhir mahasiswa. Masalah stroke dipilih sebagai topik penelitian karena prevalensi stroke tertinggi di Indonesia yaitu Provinsi Sulawesi Selatan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayahku Titi Jaya dan Ibuku Fatcha Alfini atas do’a yang selalu diberikan
bagi penulis serta kasih sayang yang telah diberikan, dan senantiasa memberikan dukungan sehingga penulis menjadi lebih bersemangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, bapak Dr. H. Arif Sumantri,
SKM, M.Kes
3. Ka. Prodi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
4. Ibu Hoirun Nisa, Ph.D dan ibu Catur Rosidati, SKM, MKM selaku Dosen
pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan saran, arahan dan bimbingannya selama penyusunan skripsi.
5. Laboratorium data Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Republik
Indonesia yang telah memenuhi permintaan data Riskesdas tahun 2013 sebagai bahan penelitian.
6. Adik penulis, Alfandi Wasis Jaya Setyawan yang selalu menanyakan kapan
skripsi ini selesai sehingga penulis bersemangat menyelesaikan skripsi.
7. Sahabat, teman seperjuangan, peminatan Epidemiologi 2011, yang sudah
saling mendukung dan membantu.
8. Teman-teman Kesehatan Masyarakat tahun 2011 UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang terus mendukung dan memberikan semangat.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari berbagai pihak agar penulis dapat menyusun skripsi yang lebih baik dimasa yang akan datang.
ةتاكربو ها ةمحرو كي ع اسلاو
Jakarta, 29 September 2015
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN ... Error! Bookmark not defined.
ABSTRAK ... iii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... v
PERNYATAAN PERSETUJUAN ... Error! Bookmark not defined. KATA PENGANTAR ... viii
C. Pertanyaan Penelitian ... 4
D. Tujuan Penelitian ... 4
1. Tujuan Umum ... 4
2. Tujuan Khusus ... 4
E. Manfaat Penelitian ... 5
1. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ... 5
2. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ... 5
3. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan ... 5
4. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 5
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 7
A. Definisi stroke ... 7
B. Jenis Stroke ... 8
D. Faktor Risiko Stroke... 11
E. Kerangka teori ... 25
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL ... 26
A. Kerangka Konsep ... 26
B. Definisi Operasional ... 27
C. Hipotesis Penelitian ... 29
BAB IV METODE PENELITIAN ... 30
A. Desain Penelitian ... 30
B. Waktu dan Lokasi Penelitian ... 30
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 30
1. Populasi penelitian ... 30
2. Sampel Penelitian ... 31
D. Pengukuran Variabel Penelitian ... 32
E. Manajemen Data ... 33
F. Analisis Data ... 35
BAB V HASIL ... 37
A. Stroke Menurut Hipertensi di Sulawesi Selatan Tahun 2013 ... 37
B. Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013 .. 37
C. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di Sulawesi Selatan Tahun 2013 ... 38
D. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013 ... 39
BAB VI PEMBAHASAN ... 41
A. Keterbatasan Penelitian ... 41
B. Hipertensi dengan Kejadian Stroke di Sulawesi Selatan Tahun 2013 ... 42
2. Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013 43
3. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di Sulawesi Selatan Tahun
2013 ... 49
4. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013 ... 52
BAB VII PENUTUP ... 62
A. Simpulan ... 62
B. Saran ... 62
1. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ... 62
2. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia ... 63
3. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan ... 63
4. Bagi Peneliti Selanjutnya ... 64
DAFTAR PUSTAKA ... 65
LAMPIRAN ... 71
DAFTAR TABEL Tabel 2. 1 Klasifikasi Tekanan Darah ... 17
Tabel 4. 1 Variabel dan Kode Variabel ... 34
Tabel 4. 2 Kode Variabel Baru ... 35
Tabel 5. 3 Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di Sulawesi Selatan Tahun 2013 ... 38
Tabel 5. 4 Hubungan Hipertensi dengan Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013 ... 39
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1 Kerangka Teori ... 25
Gambar 3. 1 Kerangka Konsep ... 26
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Stroke merupakan masalah kesehatan masyarakat dimana peningkatan usia dalam masyarakat berdampak terhadap perkembangan prevalensi penyakit ini. Secara global stroke menempati urutan kedua
penyebab kematian (Pandian, 2013). Namun, di negara-negara maju prevalensi stroke sudah mengalami penurunan hampir 50%. Data kematian
karena stroke di negara-negara Association of Southeast Asian Nations (ASEAN) lebih bervariasi. Stroke merupakan penyebab utama kematian di negara-negara ASEAN sejak tahun 1992. Indonesia menempati urutan
pertama kematian di rumah sakit karena stroke (Aliah dkk, 2007).
Penelitian kohort yang dilakukan di Amerika menemukan bahwa
insiden stroke pada laki-laki lebih tinggi (16 per 1.000 penduduk) dibandingkan dengan perempuan (13,9 per 1000 penduduk) (Zhao, 2014). Prevalensi stroke tahun 2010 di Amerika sebesar 2,6% (CDC, 2012). Hasil
Riset Kesehatan Dasar 2013 (Riskesdas) prevalensi stroke mengalami peningkatan sebesar 3,8‰, dimana hasil Riskesdas tahun 2007 ditemukan stroke di Indonesia sebesar 8,3‰ dan stroke tahun 2f013 sebesar 12,1‰ (Kemenkes,2013). Prevalensi stroke tertinggi di Indonesia yaitu di
Sulawesi Selatan berdasarkan gejala dan didiagnosis oleh tenaga kesehatan pada tahun 2007 sebesar 7,4‰, sedangkan pada tahun 2013 terjadi
Sulawesi Tengah (16,6‰), dan Jawa Timur (16‰) (Kemenkes, 2013)
sedangkan, prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan didiagnosis tenaga kesehatan pada tahun 2007 (5,0‰) dan meningkat pada tahun 2013 (7,1‰).
Hipertensi merupakan penyebab utama terjadinya stroke (Anies, 2006). Hasil Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004
menunjukkan bahwa prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 14% (Depkes, 2004). Prevalensi hipertensi di Indonesia berdasarkan hasil
Riskesdas tahun 2013 (9,4%) lebih tinggi dibanding tahun 2007 (7,2%) (Kemenkes, 2013) sedangkan, prevalensi hipertensi di Sulawesi Selatan tahun 2007 sebesar 5,7% meningkat pada tahun 2013 sebesar 10,3%
(Kemenkes, 2013). Namun, stroke juga dipengaruhi beberapa faktor risiko. Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa faktor risiko stroke
yaitu hipertensi, penyakit Diabetes Mellitus, Penyakit Jantung Koroner, kadar kolestrol dalam darah, riwayat keluarga stroke, usia, jenis kelamin, dan status merokok (Sorganvi dkk, 2014).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Juan dkk (2010) seseorang yang mempunyai riwayat hipertensi 2 kali lebih berisiko terkena
stroke. Berdasarkan hasil penelitian hipertensi meningkatkan risiko 3,8 kali terkena stroke (Sorganvi dkk, 2014). Merokok mempunyai risiko 2,2
kali lebih besar terkena stroke (Sorganvi dkk, 2014). Individu berusia di atas 55 tahun mempunyai risiko terserang stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap dekade (Mahendra dkk, 2004). Hasil studi kasus, laki-laki
(Mahendra dkk, 2004). Berdasarkan hasil penelitian di Mumbai insiden
stroke pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan sedangkan di Trivandrum insiden stroke pada perempuan lebih tinggi dibandingkan
laki-laki (Pandian, 2013.
Berdasarkan data Riskesdas 2013 didapatkan jumlah populasi pada data Riskesdas di Provinsi Sulawesi Selatan yaitu 49.129 kemudian
peneliti melakukan cleaning data sehingga populasi menjadi 33.371 dan peneliti mengambil jumlah total populasi untuk dianalisis lanjut. Penelitian
menggunakan data Riskesdas karena dapat mengetahui gambaran hipertensi dengan stroke di Provinsi Sulawesi Selatan. Namun, belum jelas bagaimana hubungan hipertensi dengan kejadian stroke di Sulawesi
Selatan sehingga peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
B. Rumusan Masalah
Stroke merupakan masalah kesehatan masyarakat di Sulawesi Selatan. Prevalensi stroke tertinggi di Indonesia yaitu di Sulawesi Selatan berdasarkan didiagnosis oleh tenaga kesehatan pada tahun 2007 sebesar 7,4‰ (Kemenkes, 2013) sedangkan, prevalensi stroke di Indonesia
berdasarkan didiagnosis tenaga kesehatan pada tahun 2007 (5,0‰) dan meningkat pada tahun 2013 (7,1‰). Prevalensi hipertensi di Indonesia
berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2013 (9,4%) lebih tinggi dibanding
hubungan hipertensi dengan kejadian stroke di Sulawesi Selatan sehingga
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian ini.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimanakah proporsi stroke menurut hipertensi di Sulawesi Selatan
tahun 2013?
2. Bagaimanakah proporsi stroke menurut karakteristik individu (usia,
jenis kelamin, status merokok) di Sulawesi Selatan tahun 2013? 3. Adakah hubungan hipertensi dengan kejadian stroke di Sulawesi
Selatan tahun 2013?
4. Adakah hubungan hipertensi dengan kejadian stroke menurut
karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status merokok) di
Sulawesi Selatan tahun 2013?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Diketahuinya hubungan hipertensi dengan kejadian stroke
di Sulawesi Selatan tahun 2013
2. Tujuan Khusus
a. Diketahuinya proporsi stroke menurut hipertensi di Sulawesi
Selatan tahun 2013
b. Diketahuinya proporsi stroke menurut karakteristik individu (usia,
c. Diketahuinya hubungan hipertensi dengan kejadian stroke menurut
karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status merokok) di Sulawesi Selatan tahun 2013
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi pertimbangan dalam pembuatan progam pencegahan dan penanggulangan masalah
hipertensi dan stroke di Indonesia khususnya Provinsi Sulawesi Selatan.
2. Bagi Badan Penelitian dan Pengembangan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi referensi dalam penelitian dan analisis lanjut terkait hipertensi dan stroke di Provinsi
Sulawesi Selatan
3. Bagi Dinas Kesehatan Provinsi Sulawesi Selatan
Hasil penelitian diharapkan dapat menjadi acuan dalam memberikan intervensi yang tepat dalam menyelesaikan masalah
hipertensi dengan stroke di Provinsi Sulawesi Selatan
4. Bagi Peneliti Selanjutnya
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross sectional menggunakan data Riskesdas 2013. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan kejadian stroke di Sulawesi Selatan tahun 2013. Variabel dalam penelitian ini meliputi hipertensi, stroke, usia, jenis kelamin, status merokok. Analisis lanjut
7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi stroke
Stroke adalah sindrom yang terdiri dari tanda dan atau gejala hilangnya fungsi sistim saraf pusat fokal (atau global) yang berkembang cepat (dalam detik atau menit) (Ginsberg, 2007). Stroke adalah sindrom
yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak dengan awitan akut, disertai manifestasi klinis berupa defisit neurologis dan bukan sebagai
akibat tumor, trauma ataupun infeksi susunan saraf pusat (George dkk, 2009). Stroke adalah manisfestasi dari rusaknya struktur jaringan otak sebagai akibat rusaknya pembuluh darah yang menyuplai darah ke otak
dengan berbagai sebab (Mahendra dkk, 2004).
Dikatakan stroke apabila pernah didiagnosis menderita penyakit
stroke oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) atau belum pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh tenaga kesehatan tetapi pernah mengalami secara mendadak keluhan kelumpuhan pada satu sisi tubuh
atau kelumpuhan pada satu sisi tubuh yang disertai kesemutan atau baal satu sisi tubuh atau mulut menjadi mencong tanpa kelumpuhan otot mata
B. Jenis Stroke
1. Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah bentuk ekstrim dari iskemik yang
menyebabkan kematian sel-sel otak yang tidak dapat pulih, yang disebut infark otak. Klasifikasi stroke iskemik berdasarkan waktunya terdiri atas: Transient Ischaemic Attack (TIA) adalah defisit neurologis
membaik dalam waktu kurang dari 30 menit. Reversible Ischeamic Neurological Deficit (RIND) adalah defisit neurologis membaik kurang dari 1 minggu (George, 2009).
TIA adalah hilangnya fungsi sistem saraf pusat fokal secara cepat yang berlangsung kurang dari 24 jam, dan diduga diakibatkan oleh
mekanisme vaskular emboli, trombosis, atau hemodinamik. Beberapa episode transien/sementara berlangsung lebih dari 24 jam, tetapi pasien
mengalami pemulihan sempurna yang disebut RIND (Ginsberg, 2007). Jenis stroke yang paling sering terjadi adalah stroke iskemik (80% kasus) (Palmer dkk, 2007).
Stroke iskemik terjadi karena aliran darah di arteri otak terganggu dengan mekanisme yang mirip dengan gangguan aliran darah pada
arteri koroner saat serangan jantung atau angina sehingga otak menjadi kekurangan oksigen dan nutrisi (Palmer dkk, 2007). Serangan stroke
iskemik biasanya terjadi pada golongan usia 50 tahun atau lebih dan serangan lebih sering terjadi pada malam hari (Batticaca, 2008).
Stroke hemoragik atau stroke perdarahan disebabkan oleh
pecahnya pembuluh darah otak. Darah yang keluar akan masuk ke dalam jaringan otak dan menyebabkan terjadinya pembengkakan otak
atau hematom yang akhirnya meningkatkan tekanan di dalam otak (Mahendra dkk, 2004). Stroke hemoragik adalah disfungsi neurologis fokal yang akut dan disebabkan oleh perdarahan primer substansi otak
yang terjadi secara spontan bukan oleh karena trauma kapitis, disebabkan oleh karena pecahnya pembuluh arteri, vena, dan kapiler
(Arif, 2008). Stroke hemoragik terjadi bila pembuluh darah di otak atau dekat otak pecah. Hal ini menyebabkan darah meresap ke ruang antara sel-sel otak (Palmer dkk, 2007). Serangan stroke hemoragik
terjadi pada golongan usia 20-60 tahun (Batticaca, 2008).
C. Gejala dan Tanda Stroke
Menurut (Mahendra dkk, 2004) gejala stroke dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :
1. Gejala stroke sementara (sembuh dalam beberapa menit atau jam) : a. Tiba-tiba sakit kepala
b. Pusing bingung
c. Penglihatan atau kehingalan pada satu atau dua mata d. Kehilangan keseimbangan
e. Rasa kebal atau kesemutan pada sisi tubuh 2. Gejala stroke ringan
b. Kelemahan atau kelumpuhan kaki atau tangan
c. Bicara tidak jelas 3. Gejala stroke berat
a. Semua atau beberapa gejala stroke sementara dan ringan b. Koma jangka pendek
c. Kelemahan atau kelumpuhan tangan/kaki
d. Bicara tidak jelas atau hilangnya kemampuan bicara e. Sukar menelan
f. Kehilangan kontrol terhadap pengeluaran air seni dan fases g. Kehilangan daya ingat atau konsentrasi
h. Terjadi perubahan perilaku, misalnya bicara tidak menentu,
mudah marah
Sedangkan, menurut (Anies, 2006) gejala dan tanda stroke
bermacam-macam tergantung bagian otak yang terkena. Beberapa gejala dan tanda stroke pada umumnya, antara lain:
a. Kesemutan pada satu sisi badan, mati rasa
b. Lemas, salah satu sisi badan lumpuh misalnya pada bagian
tubuh kanan atau kiri
c. Pada bagian mulut biasanya terjadi kemiringan pada bagian
lidah
d. Terjadi gangguan saat menelan makanan atau minuman
biasanya sering tersedak
e. Gangguan bicara, atau saat bicara kata-katanya sulit dimengerti
f. Tidak mampu membaca ataupun menulis
g. Kesulitan saat berjalan atau berjalan menjadi tidak seimbang h. Kemampuan intelektual menjadi menurun
i. Gangguan pada fungsi indra misalnya gangguan mata seperti
pandangan menjadi tidak terlihat atau gelap, dan gangguan pendengaran
D. Faktor Risiko Stroke
Faktor risiko stroke dibedakan menjadi 2 yaitu faktor risiko yang
tidak dapat diubah dan faktor risiko yang dapat diubah
1. Faktor Risiko Stroke yang Tidak Dapat Diubah
Faktor risiko yang tidak dapat diubah yatu faktor risiko yang tidak
dapat dikendalikan dan tidak dapat dilakukan pencegahan. Beberapa faktor risiko yang tidak dapat diubah yaitu :
a. Usia
Usia merupakan faktor risiko stroke, semakin tua usia maka risiko terkena stroke akan semakin tinggi. Namun, sekarang usia
produktif perlu waspada terhadap ancaman stroke. Pada usia produktif, stroke dapat menyerang terutama pada mereka yang
gemar mengkonsumsi makanan berlemak (Wulan, 2008). Meskipun stroke dapat menyerang segala usia, diketahui bahwa
Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan
usia berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ tubuh mengalami kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah
otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama bagian endotel yang mengalami penebalan pada bagian intima, sehingga mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin sempit dan
berdampak pada penurunan aliran darah otak (Kristiyawati dkk, 2009).
Setelah usia 55 tahun, risiko stroke meningkat dua kali lipat setiap pertambahan usia 10 tahun. Dua pertiga dari kasus stroke adalah usia 65 tahun. Angka kematian stroke yang lebih tinggi
banyak dijumpai pada golongan usia lanjut (Genis, 2009). Insiden stroke semakin meningkat seiring dengan meningkatnya usia.
Individu berusia di atas 55 tahun mempunyai risiko terserang stroke iskemik meningkat 2 kali lipat setiap dekade (Mahendra dkk, 2004). Hasil penelitian Lestari (2010) bahwa kejadian stroke
pada usia >55 tahun lebih besar dibandingkan dengan usia 40-55 tahun.
b. Jenis Kelamin
Hasil studi kasus, laki-laki cenderung terkena stroke 3 kali
berisiko dibanding dengan perempuan (Mahendra dkk, 2004). Berdasarkan hasil penelitian di Mumbai insiden stroke pada laki-laki lebih tinggi dibandingkan perempuan sedangkan di
dibandingkan laki-laki (Pandian, 2013). Hasil penelitian Sofyan
(2015) bahwa pada kejadian stroke lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki (52%) dibandingkan dengan jenis kelamin
perempuan (48%).
Laki-laki lebih cenderung berisiko stroke karena kejadian stroke pada perempuan meningkat pada usia pasca menopause,
karena sebelum menopause perempuan dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan HDL, dimana HDL
berperan penting dalam pencegahan proses aterosklerosis (Price dan Wilson, 2006).
Menurut buku stroke di usia muda oleh Holistic Health Solution (2011) bahwa laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan, namun penelitian menyimpulkan bahwa
kematian akibat stroke lebih banyak pada perempuan. Risiko stroke 20% lebih tinggi pada laki-laki daripada perempuan. Setelah perempuan menginjak usia 55 tahun, kadar estrogen menurun
karena menopause kemudian akibatnya risiko stroke lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki.
Kejadian stroke pada perempuan juga dikatakan meningkat pada usia pasca menopause, karena sebelum menopause
perempuan dilindungi oleh hormon esterogen yang berperan dalam meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL), dimana HDL berperan penting dalam pencegahan proses aterosklerosis (Price
c. Riwayat Keluarga Stroke
Risiko stroke meningkat pada seseorang dengan riwayat keluarga stroke. Seseorang dengan riwayat keluarga stroke
cenderung menderita diabetes mellitus dan hipertensi. Peningkatan kejadian stroke pada keluarga penyandang stroke adalah akibat diturunkannya faktor risiko stroke (Rizaldy, 2010).
Berdasarkan hasil penelitian riwayat keluarga stroke mempunyai risiko 2,3 kali lebih besar dibanding yang tidak
mempunyai riwayat keluarga stroke (Sorganvi dkk, 2014) sedangkan, menurut Feigin dkk (1998) riwayat keluarga stroke mempunyai risiko 2,7 kali lebih besar dibanding yang tidak
mempunyai riwayat keluarga stroke.
2. Faktor Risiko Stroke yang Dapat Diubah
Faktor risiko yang dapat diubah yaitu faktor penyebab yang dapat diubah melalui penangan tertentu. Beberapa faktor yang dapat dikendalikan agar risiko terkena stroke menurun yaitu :
a. Hipertensi
Hasil penelitian Yenni (2011) yaitu individu hipertensi,
lebih banyak yang tidak stroke dibandingkan yang terjadi stroke. Faktor risiko yang paling berkontribusi terhadap kejadian stroke
adalah hipertensi (Luecknotte dan Meiner, 2006). Ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian stroke dan faktor dominan yang berhubungan dengan stroke adalah hipertensi (Kristiyawati dkk,
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Juan dkk
(2010) seseorang yang mempunyai riwayat hipertensi 2 kali lebih berisiko terkena stroke. Berdasarkan hasil penelitian hipertensi
meningkatkan risiko 3,8 kali terkena stroke (Sorganvi dkk, 2014). Tekanan darah diastolik diatas 100mmHg akan meningkatkan risiko terkena stroke 2,5 kali dibandingkan tekanan diastolik yang
normal (Mahendra dkk, 2004).
Sangat penting mempertahankan tekanan darah dalam
keadaan normal untuk menurunkan risiko terjadinya serangan stroke (Mahendra dkk, 2004). Sedangkan menurut Rizaldy (2010) hipertensi 2 kali berisiko terkena stroke. Hipertensi merupakan
risiko paling besar terkena stroke dibandingkan dengan riwayat keluarga stroke dan status merokok (Sorganvi dkk, 2014).
Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi pendarahan di otak yang dapat berakibat
kematian. Stroke dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang tidak mengalir lancar di pembuluh yang sudah
menyempit (Vitahealth, 2004).
1) Definisi hipertensi
Hipertensi adalah peningkatan tekanan sistole, peningkatan sistole tergantung pada usia individu yang terkena. Tekanan darah berfluktuasi dalam batas-batas tertentu, tergantung posisi tubuh,
mengalami hipertensi apabila tekanan darahnya lebih dari 140/90
mmHg (Rizaldy, 2010). Menurut Baradero (2008) penentuan individu didiagnosis hipertensi harus berdasarkan pengukuran
tekanan darah tidak hanya sekali dan konsisten meningkat. Pengukuran tekanan darah harus diukur dengan posisi duduk atau berbaring.
Hipertensi akan memacu munculnya timbunan plak pada pembuluh darah besar (aterosklerosis). Timbunan plak akan
menyempitkan lumen/diameter pembuluh darah. Plak yang tidak stabil akan mudah pecah dan terlepas. Plak yang terlepas meningkatkan risiko tersumbatnya pembuluh darah otak yang lebih
kecil. Bila ini terjadi maka, timbul stroke (Rizaldy, 2010). Berdasarkan Riskesdas 2013 dikatakan hipertensi apabila pernah
didiagnosis mengalami hipertensi oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) (Kemenkes, 2013).
2) Jenis Hipertensi
Ada dua jenis hipertensi, yaitu hipertensi primer dan hipertensi sekunder. Sebanyak 90% dari semua kasus hipertensi
adalah hipertensi primer. Penyebab hipertensi primer tidak jelas, beberapa teori menunjukkan adanya faktor genetik, perubahan
hormon, dan perubahan simpatis (Baradero, 2008) sedangkan hipertensi sekunder merupakan penyakit ikutan dari penyakit yang sebelumnya diderita. Adapun penyakit pemicu hipertensi sekunder
kelenjar gondok, efek obat-obatan, dan karena kelainan pembuluh
darah, serta pada kehamilan. Hampir 90% penderita hipertensi tergolong hipertensi primer, sedangkan 10% tergolong hipertensi
sekunder (Setiawan dkk, 2008).
Menurut Rizaldy (2010) klasifikasi hipertensi seperti dalam tabel 2.1 sebagai berikut:
Tabel 2. 1
Klasifikasi Tekanan Darah
Klasifikasi Sistole Diastole
Normal <120 <80
Pra Hipertensi 120-139 80-90 Hipertensi tingkat 1 140-159 90-99 Hipertensi tingkat 2 ≥160 ≥100
3) Penyebah Hipertensi
Menurut Tambayong (2000) penyebab hipertensi yaitu
obesitas, stres, diet tinggi garam, diabetes mellitus, merokok, riwayat keluarga, kurang olahraga. Meskipun hipertensi belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data-data penelitian telah
menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor-faktor tersebut antara lain adalah faktor
Seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar
untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi (Gunawan, 2007).
b. Ciri Perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah usia, jenis kelamin, dan ras. Usia yang
bertambah akan menyebabkan terjadinya hipertensi. Tekanan darah pada laki-laki umumnya lebih tinggi
dibandingkan perempuan (Gunawan, 2007). c. Kebiasaan Hidup
Kebiasaan hidup yang sering mneyebabkan
timbulnya hipertensi adalah konsumsi garam yang tinggi, kegemukan atau makan berlebihan, stres, dan pengaruh lain
(Gunawan, 2007).
1.Konsumsi Garam Yang Tinggi
Dapat diketahui bahwa hipertensi jarang diderita
oleh suku bangsa atau penduduk dengan konsumsi garam rendah. Pembatasan konsumsi garam dapat
menurunkan tekanan darah dan pengeluaran garam oleh obat deuretik akan menurunkan tekanan darah lebih
lanjut.
2.Kegemukan atau Makan Berlebihan
Meskipun mekanisme bagaimana kegemukan
terbukti penurunan berat badan dapat menurunkan
tekanan darah.
3.Stres atau Ketegangan Jiwa
Sudah lama diketahui bahwa stres atau ketegangan jiwa dapat merangsang kelenjar anak ginjal melepaskan hormon adrenalin dan memacu jantung berdenyut lebih
cepat serta lebih kuat sehingga tekanan darah akan meningkat.
4.Pengaruh Lain
Pengaruh lain yang dapat menyebabkan naiknya tekanan darah yaitu merokok, minum alkohol, minum
obat-obatan .
b. Status Merokok
Menurut Sorganvi dkk (2014) merokok berisiko 2 kali lebih besar terkena stroke. Berbagai penelitian menghubungkan kebiasaan merokok dengan peningkatan risiko penyakit pembuluh
darah (termasuk stroke). Merokok mempunyai risiko 2,2 kali lebih besar terkena stroke (Sorganvi dkk, 2014). Merokok memacu
peningkatan kekentalan darah, pengerasan dinding pembuluh darah, dan penimbunan plak di dinding pembuluh darah. Merokok
meningkatkan risiko stroke sampai 2 kali lipat (Rizaldy, 2010). Serangan stroke bagi perokok dikarenakan pada rokok terdapat bahan-bahan berbahaya bagi kesehatan antara lain nikotin,
menyebabkan peningkatan denyut jantung dan tekanan darah serta
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Nikotin akan menurunkan HDL kolestrol dan meningkatkan LDL kolestrol,
sementara asam lemak bebas meningkatkan agregasi trombosit dan viskositas darah yang semuanya mempercepat aterosklerosis pada lapisan endotel. Dengan demikian, merokok akan menaikkan
fibrinogen darah, menambah agregasi trombosit, menurunkan HDL kolestrol yang percepat aterosklerosis (Mahendra dkk, 2004).
Rokok mengandung bahan kimia toksik diantaranya adalah nikotin, tar, karbonmonoksida, ammonia, dan lain-lain. Nikotin adalah kandungan utama dalam rokok. Apabila merokok, nikotin
akan masuk ke dalam sirkulasi darah kemudian masuk ke dalam otak. Dibutuhkan waktu 7 detik, sejak nikotin dihisap hingga
menuju otak. Nikotin yang masuk ke dalam otak akan menyempitkan pembuluh darah pada otak sehingga aliran darah ke otak terhambat sehingga sel-sel otak rusak atau mati yang
kemudian dikenal sebagai stroke (Kabo, 2008 ; Sallika, 2010 ; Wibowo, 2005)
c. Diabetes Mellitus
Hyperinsulinemia adalah penyebab diabetes yaitu adanya kelebihan kadar insulin dalam peredaran darah. Hal tersebut mengakibatkan tubuh menyerap lebih banyak garam yang menstimulasi sistem saraf simpatik. Hal ini mempengaruhi struktur
darah. Tekanan darah tinggi yang berkaitan dengan nephropathy diabetes biasanya ditunjukkan dengan adanya garam dan penahanan cairan. Banyaknya cairan yang tertahan di tubuh ini
akan menyebabkan peningkatan volume darah dalam pembuluh darah. Nephropathy diabetes biasanya menyebabkan hipertensi (Deherba, 2012).
Diabetes mellitus adalah gangguan menahun pada sistim metabolisme karbohidrat, lemak dan juga protein dalam tubuh.
Gangguan metabolisme tersebut disebabkan kurangnya produksi hormon insulin, yang diperlukan dalam proses pengubahan gula menjadi tenaga serta sintesis lemak (Endang, 2011). Apabila
pernah didiagnosis diabetes mellitus oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) (Kemenkes, 2013).
d. Kadar Kolestrol dalam Darah
Kolestrol dibentuk dalam tubuh, yang terdiri dari dua bagian utama yaitu kolestrol HDL dan kolestrol LDL. Kolestrol
LDL disebut sebagai kolestrol jahat, yang membawa kolestrol dari hati ke dalam sel. Jumlah kolestrol LDL yang tinggi akan
menyebabkan penimbunan kolestrol di dalam sel. Hal ini akan memacu munculnya proses aterosklerosis. Proses aterosklerosis
risiko 0,80 kali terkena stroke sedangkan pada perempuan
mempunyai 0,58 kali terkena stroke (Asplund dkk, 2009).
Kolestrol HDL disebut juga kolestrol baik, yang membawa
kolestrol dari sel ke hati. Kadar kolestrol HDL yang rendah secara konsisten dihubungkan dengan peningkatan risiko penyakit jantung koroner dan stroke (Rizaldy, 2010). Profil lemak pada umumnya
diperiksa setelah seseorang berpuasa 6-8 jam. Profil lemak yang normal adalah: kadar kolestrol darah dibawah 200 mg/dl, kadar
kolestrol LDL dibawah 150 mg/dl, kadar darah otak disebelah kanan menyebabkan kelemahan anggota gerak sebelah kiri. Sebaliknya, gangguan pada otak sebelah kanan menimbulkan
kelemahan anggota gerak sebelah kiri (Rizaldy, 2010).
e. Penyakit Jantung Koroner (PJK)
Penelitian kohort oleh Raso dkk (2006) menunjukkan individu yang mengalami aterosklerosis mempunyai risiko mengalami PJK dan stroke. Kondisi aterosklerosis berisiko
menyebabkan stroke lebih tinggi dibandingkan individu yang sehat atau tidak mengalami aterosklerosis (Raso dkk, 2006).
Penyakit penyerta PJK salah satunya stroke karena disebabkan oleh aterosklerosis. Penyakit stroke ditandai dengan
adanya perdarahan pada pembuluh darah yang disebabkan tekanan darah tinggi dan aterosklerosis. Faktor risiko stroke dan PJK disebabkan oleh faktor risiko yang hampir sama seperti merokok
Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penyakit jantung
yang disebabkan penyempitan arteri koroner, mulai dari terjadinya aterosklerosis maupun yang sudah terjadi penimbunan lemak atau
plak pada dinding arteri koroner, baik disertai gejala klinis atau tanpa gejala (Kabo, 2008). Penyakit jantung koroner adalah suatu kondisi di mana plak dalam koroner (jantung) arteri. Plak terdiri
dari kolesterol, lemak, kalsium, dan zat lain yang ditemukan dalam darah. Ketika plak menumpuk di arteri, kondisi ini disebut
aterosklerosis (National Institutes of Health, 2012). Apabila pernah didiagnosis menderita PJK (angina pektoris dan/atau infark miokard) oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) (Kemenkes, 2013).
Hasil penelitian dengan desain kasus kontrol yang
dilakukan oleh Sitorus (2008) di Semarang bahwa mayoritas stroke tidak PJK lebih besar (96%) dibandingkan individu PJK (4%). Sitorus (2008) juga membuktikan bahwa risiko individu dengan
status PJK yang terkena stroke sebesar 0,65. Penelitian kohort yang dilakukan Bener dkk (2005) pada tahun 1999 sampai 2003 di Qatar
menunjukkan bahwa pasien acute myocardial infarction (AMI) mempunyai risiko terkena stroke sebesar 6,07 kali. Jumlah kasus
Kelainan jantung akan meningkatkan risiko stroke adalah
aritmia jantung. Aritmia merupakan kelainan yang ditandai oleh detak jantung yang tidak teratur. Kelainan tersebut berpotensi
menimbulkan suatu bekuan sel trombosit, yang dapat bermigrasi dari jantung dan menyumbat arteri di otak, menimbulkan stroke. Pengobatan yang tepat dapat menekan risiko terjadinya stroke
(Genis, 2009).
E. Kerangka teori
Beberapa faktor risiko stroke yaitu usia, jenis kelamin, hipertensi, status merokok berdasarkan hasil penelitian oleh Kristiyawati dkk (2009)1,
Gunawan (2007)2, Price dan Wilson (2006)3, Kabo (2008)4, Sallika (2010)5, Wibowo (2005)6, Rizaldy (2010)7
Gambar 2. 1 Kerangka Teori
HIPERTENSI7
STROKE Status
merokok4,5,6 Usia1 Jenis
26
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Hipertensi akan meningkatkan risiko kejadian stroke. Oleh karena itu, penelitian bertujuan untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan kejadian stroke di Sulawesi Selatan tahun 2013. Faktor risiko stroke
lainnya (usia, jenis kelamin, status merokok) diketahui berhubungan dan meningkatkan risiko kejadian stroke. Peneliti ingin mengetahui berapa
besar risiko yang didapat pada individu hipertensi jika dipengaruhi oleh faktor risiko stroke lainnya. Pada penelitian ini faktor risiko lainnya akan dijadikan karakteristik individu. Oleh karena itu, penelitian ini juga
bertujuan untuk mengetahui risiko dari individu hipertensi berdasarkan karakteristik individu terhadap kejadian stroke. Kerangka konsep
penelitian berdasarkan variabel faktor risiko pada beberapa penelitian sebelumnya oleh Kristiyawati dkk (2009), Gunawan (2007), Price dan Wilson (2006), Kabo (2008), Sallika (2010), Wibowo (2005), Rizaldy
(2010)
Gambar 3. 1 Kerangka Konsep
HIPERTENSI
STROKE
Usia Jenis
Kelamin
B. Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala ukur
1. Stroke Apabila pernah didiagnosis menderita penyakit stroke oleh tenaga kesehatan (dokter/perawat/bidan) (Kemenkes, 2013).
Kuesioner Pernah didiagnosis stroke : 0. Ya
1. Tidak
(Kemenkes, 2013)
Ordinal
2. Hipertensi Apabila pernah didiagnosis mengalami hipertensi oleh tenaga kesehatan
(dokter/perawat/bidan) (Kemenkes, 2013).
Kuesioner Hipertensi:
0. Ya (hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥140 mmHg)
1. Tidak (hasil pengukuran tekanan darah sistolik <140)
(Kemenkes, 2013)
Ordinal
3. Usia Usia individu mulai sejak lahir hingga sampai usia ulang tahun terakhir saat Rumah Tangga individu tersebut menjadi sampel Riset Kesehatan Dasar 2013 (Kemenkes, 2013).
Kuesioner Usia dalam satuan tahun: 0. ≥40 tahun
Jenis kelamin individu berdasarkan kartu keluarga
Kuesioner Jenis Kelamin: 0. Laki-laki 1. Perempuan
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala ukur
(Kemenkes, 2013)
5. Status Merokok
Status konsumsi rokok individu selama satu bulan terakhir. Dikatakan merokok apabila merokok setiap hari atau kadang-kadang. Pernah merokok apabila tidak merokok tetapi pernah merokok sebelumnya. Tidak merokok apabila tidak pernah merokok
Kuesioner Status merokok selama 1 bulan terakhir:
0. Merokok
1. Pernah Merokok 2. Tidak Merokok
(Kemenkes, 2013)
C. Hipotesis Penelitian
1. Ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian stroke di
30
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian epidemiologi analitik dengan desain cross-sectional, dengan menggunakan data Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Riskesdas adalah sebuah survei dengan desain cross sectional.
Riskesdas 2013 dimaksudkan untuk menggambarkan masalah kesehatan penduduk di seluruh pelosok Indonesia, yang terwakili oleh penduduk di
tingkat Nasional, Provinsi, dan Kabupaten/Kota (Kemenkes, 2013).
B. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian Riskesdas dilakukan pada 1 Mei- 30 Juni 2013. Analisis
lanjut dilakukan pada bulan April-Juni 2015. Data sekunder diperoleh dari baseline/dataset Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013 dengan menganalisis data Provinsi Sulawesi Selatan.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh individu yang menjadi responden dalam penelitian Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 di
Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013. Adapun populasi tersebut yang tercatat dalam Riset Kesehatan Dasar 2013 Provinsi Sulawesi Selatan
2. Sampel Penelitian
Sampel atau data individu yang dianalisis lanjut dalam penelitian ini merupakan individu yang telah memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi sebagai berikut:
a. Kriteria Inklusi
Individu yang menjadi responden dalam Riset Kesehatan
Dasar tahun 2013 di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013.
b. Kriteria Eksklusi
Individu yang berusia <15 tahun yang menjadi responden dalam Riset Kesehatan Dasar tahun 2013 di Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2013.
Jumlah sampel yang akan digunakan dalam penelitian yaitu seluruh total populasi Sulawesi Selatan 2013 dengan melihat kriteria inklusi
dan ekslusi dengan jumlah 33.371 sampel. Berdasarkan jumlah sampel yang tersedia untuk dianalisis, maka dapat dihitung kekuatan uji pada masing variabel-variabel. Perhitungan kekuatan uji (1-β) berdasarkan rumus besar sampel uji hipotesis pada 2 proporsi (two tail), sebagai berikut:
( √ ̅ ̅ √ )
Keterangan:
P1 : Proporsi kelompok 1 dari penelitian terdahulu
P2 : Proporsi kelompok 2 dari penelitian terdahulu
P :
Deff: Desain efek, yaitu perbandingan (rasio) antara varian
yang diperoleh pada sampel acak kompleks dengan varians yang diperoleh jika pengambilan sampel dilakukan secara acak
sederhana. Peneliti menentukan deff sebesar 2.
Berdasarkan rumus besar sampel uji hipotesis pada 2 proporsi (two tail) hasil perhitungan kekuatan uji (1-β) adalah 99%.
D. Pengukuran Variabel Penelitian
1. Variabel Stroke
Variabel stroke diukur melalui wawancara individu saat menjadi responden Riskesdas tahun 2013. Pengukuran stroke berdasarkan diagnosis stroke oleh tenaga kesehatan.
2. Variabel Hipertensi
Variabel hipertensi merupakan fakor utama terjadinya stroke. Hipertensi diukur dengan wawancara berdasarkan diagnosis hipertensi
oleh tenaga kesehatan. hasil pengukuran yang digunakan dalam penelitian ini adalah mempunyai riwayat hipertensi dan tidak
mempunyai riwayat hipertensi.
3. Variabel Demografi
Variabel demografi yang diukur dalam penelitian ini meliputi usia
2013 pengumpulan variabel dengan wawancara dan validasi dengan
kartu identitas responden dan kemudian dicatat dalam kuesioner.
4. Variabel Merokok
Variabel merokok dalam penelitian ini bertujuan untuk melihat status merokok individu dalam satu bulan terakhir. Kategori dalam variabel ini dibedakan menjadi kategori merokok, pernah merokok,
dan tidak pernah merokok.
E. Manajemen Data
Sebelum manajemen data dilakukan oleh peneliti, kegiatan pengelolaan data dan pembuatan dataset dilakukan oleh Litbangkes Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI terlebih dahulu. Manajemen
dataset/baseline data Riskesdas tahun 2013 oleh Peneliti. Berikut beberapa kegiatan yang dilakukan setelah menerima dataset Riskesdas tahun 2013
sebelum melakukan analisis data lebih lanjut:
1. Filter, yaitu menyaring data yang tidak dibutuhkan dalam penelitian. Hal ini diperlukan untuk menentukan apakah variabel pada unit
analisis dalam dataset dapat dianalisis lanjut. Peneliti sebelumnya mengidentifikasi pertanyaan pada Kuesioner Riskesdas 2013 yang
dianggap berkaitan dengan hubungan hipertensi dengan kejadian stroke di Provinsi Sulawesi Selatan berdasarkan penelitian-penelitian
Tabel 4. 1
Variabel dan Kode Variabel
No Variabel Kode Variabel
1. Usia B4K7THN
2. Jenis Kelamin JK
3. Hipertensi B18
4. Stroke B31
5. Status Merokok G05
2. Cleaning (Pembersihan data), memeriksa kembali kemungkinan adanya data yang tidak konsisten dan missing data dengan analisis frekuensi terhadap masing-masing variabel penelitian. Peneliti
mengeluarkan data responden yang berusia <15 tahun dari dataset. Proses cleaning diawali dengan melakukan analisis univariat pada semua variabel independen dan dependen yang akan diteliti. Analisis menggunakan software pengolah data akan menampilkan data missing. Pada analisis univariat yang dilakukan pada variabel independen
dan dependen tidak terdapat missing. Sehingga pada variabel hipertensi, stroke, usia, jenis kelamin dan status merokok terdapat
33.371 sampel karena terdapat angka ekstrim yang harus dikeluarkan dari sampel dan tidak akan dianalisis lanjut. Angka ekstrim pada variabel usia dikeluarkan dari sampel dikarenakan dapat
mempengaruhi nilai rata-rata usia.
3. Recoding (Pengkodean ulang), memberikan kode baru untuk setiap
Tabel 4. 2
untuk melihat proporsi variabel stroke berdasarkan karakteristik
individu (usia, jenis kelamin, status merokok).
2. Analisis Bivariat
37
BAB V
HASIL
A. Stroke Menurut Hipertensi di Sulawesi Selatan Tahun 2013
Tabel 5. 1
Proporsi Stroke Menurut Hipertensi di Sulawesi Selatan Tahun 2013
Tabel 5.1 menunjukkan bahwa proporsi individu yang mengalami
stroke dengan hipertensi (67,7%) lebih besar dibandingkan dengan individu tidak hipertensi (32,3%) sedangkan, mayoritas individu tidak hipertensi tidak mengalami stroke.
B. Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013
Tabel 5.2 menujukkan bahwa proporsi individu yang mengalami
stroke pada jenis kelamin perempuan maupun laki-laki tidak jauh berbeda. Mayoritas individu yang mengalami stroke yaitu usia ≥40 tahun, status tidak merokok.
Hipertensi
Stroke Tidak Stroke
n % n %
Ya 205 67,7 3456 10,5
Tidak 98 32,3 29612 89,5
Tabel 5. 2
Proporsi Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013
C. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di Sulawesi Selatan Tahun 2013
Tabel 5. 3
Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di Sulawesi Selatan Tahun 2013
Tabel 5.3 menunjukkan bahwa individu hipertensi mempunyai hubungan yang signifikan dengan kejadian stroke. Individu hipertensi
mempunyai risiko lebih besar terkena stroke dibandingkan dengan individu tidak hipertensi. Individu hipertensi mempunyai risiko 17,92 kali terkena stroke dibandingkan dengan tidak hipertensi.
D. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013
Tabel 5. 4
Hubungan Hipertensi dengan Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013
Hubungan Hipertensi Dengan Stroke Menurut Jenis Kelamin
Stroke Tidak Stroke OR (95%CI)
Hubungan Hipertensi Dengan Stroke Menurut Usia
Stroke Tidak Stroke OR (95%CI)
Hubungan Hipertensi Dengan Stroke Menurut Status Merokok
Stroke Tidak Stroke OR (95%CI)
Berdasarkan jenis kelamin, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai hubungan signifikan antara hipertensi dengan stroke. Individu
hipertensi pada laki-laki 23,07 kali lebih berisiko terkena stroke dibandingan dengan perempuan. Berdasarkan usia, baik ≥40 tahun
maupun <40 tahun mempunyai hubungan signifikan antara hipertensi
dengan stroke. Individu hipertensi pada usia <40 tahun 24,05 kali lebih berisiko terkena stroke dibandingkan dengan usia ≥40 tahun.
merokok mempunyai hubungan signifikan antara hipertensi dengan
kejadian stroke. Individu hipertensi pada status merokok 28,46 lebih berisiko terkena stroke dibandingkan dengan status pernah merokok dan
41
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Pada penelitian ini terdapat beberapa kelemahan yang menjadi keterbatasan penelitian dan berpengaruh terhadap hasil penelitian. Keterbatasan penelitian tersebut adalah sebagai berikut :
1. Penelitian ini merupakan studi cross-sectional dimana pengukuran variabel independen (hipertensi) dan variabel dependen (stroke)
dilakukan dalam satu waktu. Hal ini menyebabkan tidak dapat diketahui secara pasti variabel independen yang diukur mendahului variabel dependen atau sebaliknya. Sehingga penelitian ini tidak dapat
menjelaskan hubungan kausalitas menurut hubungan waktu terjadinya hipertensi dengan kejadian stroke.
2. Pengukuran variabel yang berpotensi bias informasi terjadi pada
pengukuran variabel stroke, hipertensi dapat disebabkan karena hanya berdasarkan hasil wawancara tanpa validasi pencatatan diagnosis
penyakit tersebut. Pada variabel status merokok, merokok dikategorikan menjadi 5 kategori. Kategori merokok menunjukan
individu yang masih merokok pada saat diwawancara tetapi tidak dibedakan berdasarkan lama merokok, sehingga individu yang belum
B. Hipertensi dengan Kejadian Stroke di Sulawesi Selatan Tahun 2013
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan hipertensi dengan kejadian stroke di Sulawesi Selatan. Oleh karena itu peneliti
menggunakan data sekunder skala Provinsi pada penelitian Riset Kesehatan Dasar tahun 2013. Penelitian akan melakukan analisis lanjut berupa analisis univariat dan bivariat. Analisis bivariat dilakukan dalam
dua tahap, tahap pertama untuk melihat hubungan hipertensi dengan stroke, tahap kedua untuk melihat hubungan hipertensi dengan stroke
berdasarkan karakteristik individu (usia, jenis kelamin, status merokok).
1. Stroke Menurut Hipertensi di Sulawesi Selatan Tahun 2013
Proporsi individu hipertensi yang mengalami stroke mempunyai
proporsi lebih besar dibandingkan dengan tidak hipertensi. Hasil penelitian menujukkan bahwa kejadian stroke terjadi pada penderita
hipertensi (88,3%) lebih besar dibandingkan kejadian stroke pada penderita tidak hipertensi (11,7%). Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian sebelumnya bahwa sebagian besar individu hipertensi
mengalami stroke (Sofyan, 2015).
Hipertensi akan memacu munculnya timbunan plak pada pembuluh
darah besar (aterosklerosis). Timbunan plak akan menyempitkan lumen/diameter pembuluh darah. Plak yang tidak stabil akan mudah
menunjukkan individu hipertensi mempunyai proporsi lebih besar pada
individu yang mengalami stroke dibandingkan dengan individu yang tidak mengalami stroke. Hal tersebut sesuai dengan hasil penelitian
yang menunjukkan proporsi individu hipertensi yang mengalami stroke lebih besar dibandingkan dengan yang tidak mengalami stroke (Sofyan, 2015).
Individu hipertensi cenderung mengalami stroke dikarenakan hipertensi adalah faktor risiko paling berpengaruh terhadap kejadian
stroke. Hal tersebut sesuai dengan Luecknotte dan Meiner (2006), bahwa faktor risiko yang paling berkontribusi terhadap kejadian stroke adalah hipertensi. Hipertensi dapat menyebabkan pembuluh darah
yang sudah lemah menjadi pecah. Bila hal ini terjadi pada pembuluh darah di otak, maka terjadi pendarahan di otak yang dapat berakibat
kematian. Stroke dapat terjadi akibat sumbatan dari gumpalan darah yang tidak mengalir lancar di pembuluh yang sudah menyempit (Vitahealth, 2004).
2. Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013
a) Jenis kelamin
Jenis kelamin perempuan maupun laki-laki mempunyai proporsi stroke hampir sama. Meskipun demikian, proporsi
dilakukan oleh Yenni (2011) bahwa proporsi individu yang
mengalami stroke berjenis kelamin perempuan lebih banyak dibandingkan dengan laki-laki. Hasil menunjukkan bahwa
mayoritas yang mengalami stroke berjenis kelamin perempuan. Penelitian serupa juga ditemukan Darmanto (2014) di Bangsal dan Poliklinik Saraf RSUD DR. SOEDARSO Pontianak
berdasarkan jenis kelamin, stroke banyak dijumpai pada jenis kelamin perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Estrogen dapat
memberikan tambahan risiko untuk stroke iskemik. Penelitian yang dilakukan oleh women’s health initiative menemukan bahwa 16.608 perempuan (95% dari pasien tidak memiliki penyakit
serebrovaskular sebelumnya) yang mendapat estrogen plus progestin meningkatkan stroke iskemik sebesar 44% (Palm dkk,
2012 dalam Darmanto, 2014).
Hal tersebut diperkuat oleh hasil Riskesdas tahun 2013 menunjukkan bahwa mayoritas hipertensi adalah jenis kelamin
perempuan sehingga meningkatkan risiko terjadinya stroke (Kemenkes, 2013). Usia harapan hidup perempuan lebih panjang
dibandingkan laki-laki, sehingga jumlah penduduk perempuan lebih banyak ditemukan dibandingkan laki-laki sehingga,
kemungkinan yang terambil sebagai sampel juga lebih banyak perempuan (Yenni, 2011). Stroke diderita oleh usia >40 tahun bahwa pada usia tersebut perempuan cenderung mengalami
Hasil penelitian berbeda ditemukan oleh Palm dkk (2012)
di Jerman bahwa proporsi stroke pada jenis kelamin laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Serupa dengan penelitian tersebut,
Marlina (2011) melakukan penelitian di RSUP. H. Adam Malik Medan bahwa proporsi stroke pada laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan. Pada penelitian Sitorus (2002) di RSU
Herna Medan juga menemukan hal serupa bahwa proporsi stroke kelamin laki-laki lebih besar dibandingkan perempuan.
Hasil penelitian lain menunjukkan bahwa proporsi stroke lebih banyak pada jenis kelamin laki-laki dibandingkan dengan jenis kelamin perempuan (Sofyan, 2015). Kejadian stroke lebih
besar pada jenis kelamin laki-laki karena perempuan cenderung mengalami stroke pasca menopause. Hal ini berkaitan dengan teori
yang dikatakan bahwa kejadian stroke pada perempuan juga dikatakan meningkat pada usia pasca menopause, karena sebelum menopause perempuan dilindungi oleh hormon esterogen yang
berperan dalam meningkatkan High Density Lipoprotein (HDL), dimana HDL berperan penting dalam pencegahan proses
aterosklerosis (Price dan Wilson, 2006).
Menurut buku stroke di usia muda oleh Holistic Health Solution (2011) bahwa laki-laki lebih berisiko terkena stroke daripada perempuan, namun penelitian menyimpulkan bahwa kematian akibat stroke lebih banyak pada perempuan. Risiko
perempuan menginjak usia 55 tahun, kadar estrogen menurun
karena menopause kemudian akibatnya risiko stroke lebih tinggi pada perempuan daripada laki-laki. Untuk itu, fokus pada faktor
risiko yang dapat diubah, seperti tekanan darah tinggi, merokok, kolesterol, kurang aktivitas fisik, kegemukan maupun konsumsi alkohol berlebihan. Dengan mengetahui, menjaga, dan menangani
faktor-faktor di atas risiko stroke dapat dikurangi. b) Usia
Proporsi individu yang mengalami stroke kategori usia >40 tahun lebih besar dibandingkan dengan individu dengan kategori <40 tahun. Hasil penelitian Lestari (2010) bahwa kejadian stroke
pada usia >55 tahun lebih besar dibandingkan dengan usia 40-55 tahun. Hasil penelitian serupa juga ditemukan oleh Sofyan (2012)
di Rumah Sakit Umum Sulawesi Tenggara bahwa kejadian stroke banyak terjadi di usia >55 tahun (67,5%) dibandingkan dengan usia 40-55 tahun (32,5%).
Telah terjadi pergeseran penyakit (transisi epidemilogi). Penyakit stroke tidak hanya menyerang kelompok usia di atas 50
tahun, melainkan juga terjadi pada kelompok usia produktif di bawah 45 tahun yang menjadi tulang punggung keluarga. Bahkan
dalam sejumlah kasus, penderita penyakit stroke masih berusia di bawah 30 tahun (Junaidi, 2011 dalam Adhim, 2013).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin bertambah
tersebut didukung oleh teori yang mengatakan bahwa setelah usia
55 tahun, setiap pertambahan usia 10 tahun maka risiko stroke meningkat dua kali lipat. Dua pertiga dari kasus stroke adalah usia
65 tahun. Angka kematian stroke yang lebih tinggi banyak dijumpai pada golongan usia lanjut (Genis, 2009).
Perubahan struktur pembuluh darah yang terjadi mulai
dapat dilihat ketika seseorang memasuki umur 40 tahun (Usrin, 2013). Peningkatan frekuensi stroke seiring dengan peningkatan
usia berhubungan dengan proses penuaan, dimana semua organ tubuh mengalami kemunduran fungsi termasuk pembuluh darah otak. Pembuluh darah menjadi tidak elastis terutama bagian
endotel yang mengalami penebalan pada bagian intima, sehingga mengakibatkan lumen pembuluh darah semakin sempit dan
berdampak pada penurunan aliran darah otak (Kristiyawati dkk, 2009).
c) Status merokok
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mayoritas individu dengan status tidak merokok mengalami stroke. Hal tersebut bisa
saja terjadi karena adanya faktor lain yang menyebabkan stroke seperti hipertensi, kadar kolestrol tinggi, DM, PJK dan lain-lain.
Pada tahun 2007 (Riskesdas) Kementerian Kesehatan menyebutkan bahwa sebanyak 40,5% populasi Indonesia adalah perokok pasif. Sumber yang sama menyebutkan bahwa 78,4% perokok pasif
tempat makan umum (Gumilang, 2015). Menurut buku rahasia dan
cara empatik berhenti merokok oleh dr. Aiman Husaini (2007) individu yang tidak merokok atau perokok pasif dikenal dengan
nama involuntary smoking adalah istilah yang diberikan bagi mereka yang tidak merokok namun, mereka seolah dipaksa untuk menghirup asap rokok dari perokok aktif.
Perokok pasif lebih berbahaya 3 kali lipat dibandingkan dengan menghisap rokok sendiri (perokok aktif). Hal tersebut
disampaikan oleh Setyo Budiantoro dari Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengatakan bahwa 25% zat yang berbahaya yang terkandung dalam rokok masuk ke tubuh perokok,
sedangkan 75% beredar di udara bebas yang berisiko masuk ke tubuh orang disekelilingnya (Gumilang, 2015).
Kandungan rokok terdiri dari nikotin dan tar. Semakin meningkat kandungan nikotin dan tar maka semakin meningkat pula bahaya dari asap yang dihasilkan yang dihirup oleh perokok
pasif. Perokok pasif mereka lebih rentan berbagai bahaya rokok bila menghirup asap sidestream yakni, asap yang dihasilkan dari rokok yang menyala bukan dari hisapan sendiri dibandingkan dengan mereka yang menghirup asap mainstream yakni, asap yang
dihasilkan oleh perokok aktif (Husaini, 2007).
Meskipun hasil penelitian menujukkan bahwa mayoritas individu yang mengalami stroke berstatus tidak merokok, individu
dibandingkan dengan individu status pernah merokok. Hasil
penelitian yang dilakukan oleh Kirtania dkk (2010) yang menunjukkan mayoritas individu yang mengalami stroke berstatus
merokok.
Hasil penelitian didukung oleh teori bahwa serangan stroke bagi perokok dikarenakan pada rokok terdapat bahan-bahan
berbahaya bagi kesehatan antara lain nikotin, karbon monoksida, nitrogen oksida, dan hidrogen sianida. Nikotin menyebabkan
peningkatan denyut jantung dan tekanan darah serta menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Dengan demikian, merokok akan menaikkan fibrinogen darah, menambah agregasi trombosit,
menurunkan HDL kolestrol yang percepat aterosklerosis (Mahendra dkk, 2004).
3. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke di Sulawesi Selatan Tahun 2013
Hipertensi yaitu terjadinya peningkatan tekanan darah secara
abnormal dan terus menerus yang disebabkan satu atau beberapa faktor yang tidak berjalan sebagaimana mestinya dalam mempertahanan
tekanan darah secara normal (Hayens, 2003). Hasil penelitian menunjukkan bahwa individu hipertensi mempunyai hubungan yang
risiko 17,92 kali terkena stroke dibandingkan individu tidak hipertensi
dengan nilai 95% CI (14,05-22,86) menyimpulkan bahwa hasil temuan ini signifikan secara statistik karena batas bawah kepercayaan 14,05
berada jauh di atas 1,0.
Pada penelitian ini tidak membedakan stroke berdasarkan jenisnya. Hal tersebut karena pada kuesioner Riskesdas 2013 hanya menanyakan
kepada responden terkait mengalami atau tidak mengalami stroke dan tidak dibedakan berdasarkan jenis stroke. Hasil penelitian ini didukung
oleh penelitian sebelumnya oleh Sukmawati (2011) individu hipertensi berisiko 20 kali lebih besar terkena stroke dibandingkan dengan individu tidak hipertensi. Penelitian lain juga mengatakan bahwa
individu hipertensi mempunyai risiko 2,2 kali lebih besar terkena stroke dan mempunyai hubungan signifikan (Zhang, 2008).
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Juan dkk tahun 2010 di Kota Havana dan Provinsi Matanzas, Kuba bahwa individu yang mempunyai riwayat hipertensi 2 kali lebih berisiko terkena stroke.
Berdasarkan hasil penelitian Sorganvi dkk di India tahun 2014 hipertensi meningkatkan risiko 3,80 kali terkena stroke. Hal tersebut
karena tekanan darah diastolik diatas 100mmHg akan meningkatkan risiko terkena stroke 2,5 kali dibandingkan tekanan diastolik yang
normal (Mahendra dkk, 2004).
Hasil analisis pada penelitian ini menunjukkan bahwa hipertensi dengan stroke berbanding lurus artinya individu dengan status
menyebabkan kerusakan dinding pembuluh darah karena adanya
tekanan darah yang melebihi batas normal dan pelepasan kolagen. Endotel yang terkelupas menyebabkan membran basal bermuatan
positif menarik trombosit yang bermuatan negatif, sehingga terjadi agregasi trombosit. Selain itu terdapat pelepasan trombokinase sehingga menyebabkan gumpalan darah yang stabil dan bila pembuluh
darah tidak kuat lagi menahan tekanan darah yang tinggi akan berakibat fatal pecahnya pembuluh darah pada otak maka terjadilah
stroke (Burhanuddin, 2013).
Berdasarkan hasil penelitian oleh Sukmawati di Rumah Sakit Umum Pusat DR. KARIADI Semarang tahun 2011 menunjukkan
bahwa antara hipertensi dengan kejadian stroke menunjukkan adanya hubungan yang bermakna secara signifikan. Hal ini berdasarkan teori
yang menyebutkan bahwa hipertensi merupakan faktor risiko terjadinya stroke. Seseorang yang mengalami hipertensi akan menimbulkan aneurisma serta disfungsi endotelial pembuluh darah,
jika hal ini terjadi dalam jangka waktu yang lama maka akan menimbulkan emboli dan trombus sehingga berisiko tinggi
menimbulkan stroke (Jenie, 2011 dalam Sukmawati, 2011).
Hasil penelitian ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan
oleh Prasetya (2002) di RSU Prof. Margono Soekarjo Purwokerto bahwa tekanan darah sistolik ≥140 mmHg dan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian
tekanan darah sistolik ≥140 mmHg mempunyai risiko 5,12 kali lebih
besar terkena stroke iskemik dan individu dengan tekanan darah diastolik ≥90 mmHg mempunyai risiko 3,10 kali lebih besar untuk
terkena stroke iskemik (Prasetya, 2002 dalam Darmanto, 2014).
Hipertensi yang berlangsung kronik dapat menyebabkan disfungsi endotel. Endotel yang sehat akan mengeluarkan Nitrit Oxide (NO) yang nantinya berperan mengatur dilatasi dan konstriksi pembuluh darah secara seimbang. NO yang dihasilkan dari endotel yang
mengalami disfungsi kadarnya akan berkurang sehingga akan timbul efek proinflamasi, prokoagulan, dan protrombotik yang bisa mengubah struktur pembuluh darah. Hipertensi juga akan meningkatkan stres
oksidatif terhadap pembuluh darah. Kombinasi dari disfungsi endotel dan stres oksidatif ini akan mempercepat proses aterosklerosis yang
selanjutnya mempersempit pembuluh darah dan menyebabkan pembentukan plak. Lumen pembuluh darah yang menyempit dapat menyebabkan gangguan perfusi di jaringan otak sehingga sel-sel
neuron intraserebral lebih rentan terhadap kejadian stroke dan adanya plak berisiko untuk terlepas sebagai embolus sehingga menyebabkan
stroke iskemik (Aiygari & Philip, 2011 dalam Darmanto, 2014).
4. Hubungan Hipertensi dengan Kejadian Stroke Menurut Karakteristik Individu di Sulawesi Selatan Tahun 2013
a) Jenis Kelamin