• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor Yang Menjadi Penghambat dan Pendukung Mediasi

BAB II MEDIASI DALAM LINGKUP PERADILAN AGAMA

D. Faktor Yang Menjadi Penghambat dan Pendukung Mediasi

Mahkamah Agung RI dengan Keputusan Mahkamah Agung RI Nomor : KMA/059/SK/XII/2003 yang berlaku sejak 30 Desember 2003 dan berlaku efektif sejak 18 September-November 2004, telah menunjuk beberapa Pengadilan Negeri yang perlu dibina dan diamati secara khusus dalam rangka penerapan PERMA No. 2 Tahun 2003 yaitu Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Pengadilan Negeri Surabaya, Pengadilan Negeri Bengkalis dan Pengadilan Negeri Batusangkar. Keempat Pengadilan Negeri tersebut bertugas menjalankan kegiatan mediasi berupa:

a. Mengadakan pelaksanaan dan sosialisasi program percontohan mediasi. b. Mengadakan pelatihan bagi hakim-hakim, wakil advokat, pemuka adat,

wakil pengusaha, dan para dosen mengenai pelaksanaan mediasi.28

Dengan berakhirnya masa pembinaan tersebut, ternyata terdapat beberapa hambatan yang dijumpai dalam pelaksanaan mediasi berdasarkan PERMA No. 2 Tahun 2003 tersebut. Kemudian lahirlah PERMA No. 1 Tahun 2008 yang

28

Abdul Manan,Penerapan Hukum Acara Perdata di Lingkungan Pengadilan Agama, h. 214.

diharapkan dapat mengatasi kekurangan PERMA No. 1 Tahun 2003.29 Akan tetapi, meski peraturan telah diganti, hambatan pelaksanaan tetap ada sebagaimana di bawah ini.

Beberapa factor yang mengambat pelaksanaan PERMA, antara lain:

a. Ketiadaan Mekanisme yang Dapat Memaksa Salah Satu Pihak Atau Para Pihak yang Tidak Menghadiri Pertemuan Mediasi.

Dalam proses persidangan biasa jika salah satu pihak tidak hadir pada sidang pertama setelah dipanggil secara patut, maka hakim dapat menjatuhkan hukuman verstek, yang mengalahkan pihak yang tidak hadir. Dalam proses mediasi, bila ada para pihak yang tidak hadir setelah ditentukan pertemuan mediasi, berarti ia sebenarnya tidak berkehendak untuk berdamai, sehingga mereka dengan sengaja ingin bermain-main dengan waktu, yaitu menghabiskan waktu empat puluh hari yang diwajibkan untuk mediasi. Oleh karenanya perlu diterapkan suatu konsekuensi yang tidak menguntungkan bagi pihak yang tidak hadir. Alternative lain adalah merefisi PERMA dengan menambah ketentuan bahwa apabila setelah dua hari sejak jadwal pertemuan mediasi yang disepakati terlewati, maka satu pihak atau para pihak tidak hadir tanpa alasan yang kuat, maka mediator berwenang untuk mengatakan proses mediasi gagal, sehingga tidak perlu menunggu masa empat puluh hari habis untuk menyatakan kegagalan mediasi. Dengan demikian penghematan waktu

29

Nuraningsih Amriani,Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan, h.154.

dalam penanganan perkara karena tujuan dasar mediasi adalah percepatan penyelsaian perkara.30

b. Jumlah Mediator dan Jumlah Hakim yang Terbatas

Dengan adanya PERMA No. 1 Tahun 2008, Pasal 8 ayat (1), mediator pada setiap pengadilan berasal dari kalangan Hakim dan hakim yang memiliki sertifikat. Hakim diberi tugas sebagai Hakim mediator dimana mereka juga perlu mendapatkan pelatihan mengenai mediasi. Hakim mediator dapat berupa Hakim pemeriksa perkara dan Hakim bukan pemeriksa perkara. Kemudian dengan adanya proses mediasi yang mediatornya adalah salah satu hakim pemeriksa perkara yang telah mengetahui duduk persoalan sebenarnya melalui kaukus, tentu cenderung akan berpihak kepada salah satu pihak dan apabila perdamaian gagal, maka secara psikologis Hakim tersebut tidak lagi impertial meskipun ada syarat keterpisahan mediasi dari litigasi dalam pasal 19 PERMA ini.31 Dengan minimnya jumlah Hakim yang telah memiliki sertifikat mediator, maka Ketua Pengadilan perlu mengeluarkan kebijakan dengan menunjukan mediator Hakim tambahan terutama apabila jumlah perkara perdata di wilayah hukumnya tergolong banyak guna terwujud proses mediasi yang lebihfairdan seimbang.

c. Itikad Baik Para Pihak

Itikad baik sangat penting guna keberhasilan proses mediasi agar tercapai kesepakatan yang win-win solution. Apabila para pihak tidak mau melihat

30

Nuraningsih Amriani,Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan, h.183.

31

Nuraningsih Amriani,Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan,

kebutuhan mereka dan hanya mengejar keuntungan, maka perdamaian melalui mediasi akan sulit tercapai.32

d. Dukungan Para Hakim

Para Hakim Pengadilan Negri dan Pengadilan Agama berpendapat bahwa tugas pokok mereka adalah menyelsaikan sengketa secara memutus. Disini Hakim belum memiliki kesadaran idealis, tanpa dukungan dari para Hakim maka penerapan mediasi yang diwajibkan itu tidak akan pernah berhasil karena gaji yang diterima merupakan imbalan atas pelaksanaan tugas pokok itu. Pemberian tugas sebagai mediator yang intinya adalah mendamaikan adalah berbeda dari tugas pokok, dengan kata lain tugas tambahan, sehingga mereka berhak atas insentif. Oleh karenanmya perlu upaya penciptaan insentif yang jelas dan transparan bagi para Hakim yang sukses mendamaikan, sehingga para Hakim mendukung sepenuhnya proses mediasi. Memang dalam Pasal 25 ayat (1) PERMA ini telah diatur bahwa hakim yang berhasil menjalankan fungsi mediator akan diberi insentif dan Mahkamah Agung menyediakan sarana yang dibutuhkan bagi proses mediasi, akan tetapi sehingga tahun 2015 pengaturan tersebut belum terealisasi, hanya sekedar peraturan diatas kertas. Sehingga tidak meningkatkan kesadaran Hakim untuk mendamaikan.

e. Ruangan Mediasi

Tersedianya ruangan khusus mediasi merupakan factor penting untuk mendukung pelaksanaan mediasi tersebut. Disamping factor keberhasilannya

32

Nuraningsih Amriani,Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan, h. 203.

yang harus dijaga, rasa nyaman juga perlu diperhatikan agar para pihak lebih leluasa mengungkapkan masalahnya dan tidak takut masalahnya didengar orang lain.

Untuk itu perlu rehabilitasi gedung kantor pengadilan yang saat ini masih banyak pengadilan yang kekurangan ruangan sehingga melaksanakan proses mediasi di ruangan Hakim yang apabila dilakukan di luar gedung pengadilan dan di luar jam kerja, tentu akan menimbulkan hal-hal yang mencurigakan pihak lain dan akan merusak citra Hakim serta dilarang dalam PERMA No. 1 Tahun 2008.33

f. Dukungan Pengacara dalam Proses Mediasi

Masalah pemberian honorarium kepada pengacara adalah hubungan antara pengacara dan kliennya sehingga tidak perlu dicampuri oleh Mahkamah Agung. Akan tetapi, karena dukungan atau penolakan pengacara untuk menganjurkan kliennya bermediasi akan berpengaruh pada pelaksanaan PERMA ini, maka hal ini perlu dibahas sebagai satu mata rantai yang saling berkaitan.34

Pola honorarium terbagi atas tiga pola, yaitu: pertama, pengacara mempunyai klien tetap dan menerima honor tetap yang biasanya per tahun atau per bulan, kedua, pengacara menerima honor berdasarkan penanganan kasus hingga selesai, dan ketiga, pengacara menerima honor dari klien

33

Nuraningsih Amriani,Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan, h.205.

34

Nuraningsih Amriani,Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan, h. 209.

berdasarkan jam kerja atau frekuensi atau kunjungan ke persidangan. Pola yang terakhir inilah yang menyebabkan pengacara cenderung bersikap negative terhadap upaya pelembagaan mediasi di Pengadilan, karena jika kasus selesai dengan cepat, maka honornya kecil. Oleh karena itu, PERMA perlu direvisi dengan mencantumkan bahwa dalam proses mediasi para pihak tidak perlu didampingi kuasa hukum mereka, walaupun hal ini tentunya akan bertentangan dengan hak asasi manusia dan juga kemandirian para pihak.35 2. Faktor Pendukung Penerapan Perma No. 1 Tahun 2008

a. Factor keberhasilan mediasi dari aspek para pihak, yaitu usia perkawinan, tingkat kerumitan perkara yang dihadapi oleh para pihak, para pihak memiliki I’tikad baik untuk mengakhiri sengketa melalui mediasi dan para pihak memiliki kesadaran untuk berdamai dan menyadari kekeliruannya.

b. Di Pengadilan Agama Depok ruang mediasi tersedia dengan nyaman dan cukup memadai. Hal ini dapat membantu proses keberhasilan dalam proses mediasi.

c. Hakim mediator sebelum melakukan proses mediasi ia mempelajari dahulu permasalahan penyebab perkara yang di hadapi oleh kedua belah pihak.36

35

Nuraningsih Amriani,Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan,

255-261.

36

Nuraningsih Amriani,Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengket Perdata di Pengadilan,

Dokumen terkait