• Tidak ada hasil yang ditemukan

5.2 Saran ... 37 DAFTAR PUSTAKA ... 38 LAMPIRAN ... 40

DAFTAR TABEL

Halaman Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan fisik ... 16 Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan Hematologi ... 18 Tabel 3.3 Daftar obat-obatan pasien dari tanggal 18 Juni – 21 Juni 2014 ... 19 Tabel 4.1 Kajian ketepatan dosis ... 30 Tabel 4.2 Tabel efek samping obat ... 32 Tabel 4.3 Tabel interaksi obat ... 33 Tabel 4.4 Rekomendasi untuk perawat ... 35 Tabel 4.5 Konseling, informasi, dan edukasi pasien ... 36

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman Lampiran1. Lembar penilaian PPOSR ... 40

BAB I PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang

Kanker merupakan salah satu penyakit tidak menular dengan angka kejadian yang cenderung meningkat setiap tahunnya. Peningkatan tersebut mengakibatkan beban yang harus ditanggung dunia semakin meningkat. Dewasa ini, terdapat 11 juta kasus kanker terjadi setiap tahunnya di seluruh dunia, dan diperkirakan meningkat menjadi 16 juta pada tahun 2020. Jumlah penduduk dunia yang terus meningkat menjadi salah satu faktor meningkatnya jumlah penderita kanker (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), penyakit kanker adalah penyebab kematian nomor dua di dunia setelah penyakit jantung dan pembuluh darah. Penyakit kanker ini tidak hanya dihadapi oleh negara-negara maju tapi juga oleh negara-negara berkembang. Dua pertiga dari penderita kanker di dunia berada di negara-negara yang sedang berkembang termasuk di Indonesia. Menurut data dari Departemen Kesehatan tahun 2003, kanker merupakan penyebab kematian nomor 3 di Indonesia setelah penyakit jantung dan stroke (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).

Penyakit kanker adalah penyakit khusus yang dapat menimbulkan efek psikososial yang tinggi baik pada pasien maupun keluarga. Mengingat penatalaksanaan penyakit kanker begitu kompleks, maka diperlukan pendekatan atau kerja sama multidisipliner untuk mendapatkan hasil terapi yang optimal. Peran

memberikan pelayanan informasi yang bermanfaat berkaitan dengan terapi pasien yang meliputi konseling tentang efek samping obat dan sebagainya. Di dalam tim, apoteker dapat memberikan kontribusi pelayanan kefarmasian khusus pada penatalaksanaan pasien kanker. Hubungan kerja sama yang baik dengan tenaga kesehatan lain dan pasien akan menentukan keberhasilan pelaksanaan pelayanan kefarmasian bagi pasien kanker (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).

Salah satu misi dari praktik farmasi di rumah sakit adalah melakukan pelayanan farmasi klinis di rumah sakit yaitu dengan melakukan pemantauan penggunaan obat. Pemantauan penggunaan obat ini berguna untuk memastikan bahwa pasien menggunakan obat secara tepat (Siregar dan Amalia, 2003).

Dalam rangka menerapkan pelayanan kefarmasian di rumah sakit, maka mahasiswa apoteker perlu diberi perbekalan dan pengalaman dalam bentuk Praktik Kerja Profesi Apoteker (PKPA) di rumah sakit. Adapun pelayanan kefarmasian yang difokuskan untuk dilaksanakan adalah visite pasien dan pengkajian penggunaan obat. Studi kasus yang diambil adalah kasus Ca Ovarium (carsinoma ovarium).

1.2Tujuan

Tujuan dilakukan studi kasus ini adalah :

1. Untuk mengetahui pengobatan pasien berdasarkan keluhan, pemeriksaan fisik dan laboratorium yang dilakukan di RSUD dr. Pirngadi Kota Medan.

2. Mengamati rasionalitas penggunaan obat yang diberikan pada pasien. 3. Mengetahui pengaruh pemberiaan obat terhadap kondisi akhir pasien.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Carsinoma Ovarium 2.1.1 Pendahuluan

Kanker ovarium adalah keganasan yang berasal dari ovarium dalam tiga bentuk sel yang berbeda yaitu, sel germinal, sel epitel dan sel stroma dimana ketiga bentuk tersebut hadir dengan ciri-ciri yang berbeda dan ditangani secara berbeda pula (Delrizal dan Chrestella, 2013).

Penyebab paling besar (sekitar 90%) kanker ovarium timbul dari pertumbuhan dan replikasi sel epitel yang tidak terkontrol. Jenis kanker ini disebut kanker ovarium epitel. Jenis lain dari kanker ovarium berasal dari sel germinal yang memproduksi sel telur atau jaringan yang mengelilingi ovarium yang disebut sel stroma. Jika dapat dideteksi dengan cepat, kanker ovarium dapat dioperasi dan dapat disembuhkan. Tetapi, kanker ovarium tidak memberikan gejala yang dapat dikenali dan kebanyakan kasus kanker ovarium telah menyebar pada bagian tubuh yang lain (metastasis) sebelum pasien didiagnosa (Anonim, 2011).

2.1.2 Gejala dan Penyebab

Menurut Setiati (2009), gejala-gejala kanker ovarium susah untuk dideteksi sejak dini. Bahkan, ketika gejalanya muncul, banyak pasien mengabaikannya karena gejala yang dirasakan samar dan mirip dengan gejala rutin yang terjadi pada pramenstruasi. Gejala-gejala yang mungkin timbul adalah sebagai berikut:

3. Perut terasa penuh 4. Tidak sanggup mencerna 5. Sering muntah

6. Berat badan menurun

Setelah gejala tersebut muncul, umumnya pasien baru menyadari timbulnya penyakit tersebut setelah beberapa waktu kemudian. Akan tetapi, kesadaran tersebut terlambat karena kanker sudah tumbuh sebelum gejala-gejala yang khas tampak (Setiati, 2009).

Penyebab yang diduga terjadinya kanker ovarium adalah hormon-hormon tertentu, seperti hormon estrogen. Pola makan tertentu, yaitu terlalu banyak mengkonsumsi lemak hewani, juga dapat menjadi penyebab pemicu terjadinya kanker ovarium (Setiati, 2009).

Menurut American Institute for Cancer Research (2014), resiko terjadinya kanker ovarium dipengaruhi oleh jumlah siklus menstruasi pasien selama kehidupannya. Tidak melahirkan anak menambah resiko tersebut, dan juga terlihat sebagai penyebab utama terjadinya kanker ovarium. Melahirkan anak dapat mengurangi resiko dan merupakan tindakan pencegah terjadinya kanker ovarium. Hal lain yang menyebabkan terjadinya kanker ovarium seperti kanker payudara dan terlambatnya masa menopause. Pemberian air ASI (laktasi) dan cepatnya menopause akan mengurangi terjadinya kanker ovarium.

Faktor resiko (Anonim, 2011) yang menyebabkan terjadinya kanker ovarium: 1. Terlalu gemuk

Wanita obesitas memiliki resiko terkena dan tingkat kematian akibat kanker rahim lebih tinggi, dibandingkan dengan wanita non-obesitas.

2. Keturunan

Resiko seorang wanita terkena kanker rahim berkembang lebih tinggi jika keluarga memiliki riwayat penyakit kanker rahim dan kanker payudara.

3. Usia

Faktor terkuat yang menyebabkan terkadinya kanker ovarium adalah usia. Kemungkinan terbesar terjadi setelah wanita menopause. Menggunakan terapi setelah menopause juga meningkatkan terjadinya kanker ovarium.

2.1.3 Epidemiologi

Peralihan Indonesia dari negara pertanian ke negara industri mempengaruhi peralihan penyakit dari penyakit infeksi ke penyakit degeneratif, termasuk penyakit keganasan. Penyakit keganasan semakin meningkat setiap tahun khususnya penyakit keganasan ovarium. Penyakit keganasan ovarium menempati 2,4-5,6% dari tumor ganas yang sering ditemukan pada wanita setelah tumor ganas serviks dan tumor ganas endometrium namun tumor ganas ovarium merupakan tumor ganas dengan persentase kematian tertinggi (Rambe dkk, 2014).

Tumor ganas ovarium merupakan tumor ganas ginekologik kedua terbanyak di Amerika Serikat. Pada tahun 2013 ditemukan 22.240 kasus baru dengan angka kematian 14.030 (5%). Insiden tumor ganas ovarium di Eropa Barat lebih tinggi dibandingkan dengan daerah geografi lain seperti Amerika Utara, Afrika dan China yaitu kurang lebih 12 wanita tiap 100.000 penduduk (Rambe dkk, 2014).

Berdasarkan data pusat Patologi Anatomi di Indonesia tumor ganas ovarium merupakan tumor ganas peringkat ketiga terbanyak dari tumor ganas yang berada di saluran genital wanita selain itu tumor ganas ovarium merupakan penyebab kematian

ketiga terbesar setelah tumor ganas payudara dan tumor ganas serviks (Rambe dkk, 2014).

2.1.4 Patofisiologi dan Patogenesis

Kanker merupakan penyakit tidak menular yang disebabkan oleh pertumbuhan sel jaringan tubuh yang tidak normal dan tidak terkendali. Pertumbuhan sel tersebut mengikuti tahap tertentu dan biasanya memiliki waktu yang lama tanpa disadari oleh penderita. Sel kanker bersifat ganas, tumbuh cepat, seringkali tidak berbatas tegas, serta dapat menyebar melalui pembuluh darah dan pembuluh getah bening, sehingga dapat bermetastasis di organ lain. Kanker bisa disebut juga dengan tumor ganas atau neoplasma ganas (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).

Kanker terbentuk melalui proses kompleks yang disebut transformasi yang terdiri dari inisiasi dan promosi. Pada tahap inisiasi terjadi proses perubahan genetik sel menuju penyakit kanker. Perubahan dapat terjadi secara spontan atau diakibatkan oleh suatu faktor (agen) yang disebut karsinogen yang merupakan faktor resiko kanker. Tahap berikutnya adalah proses promosi, yakni perubahan sel yang telah mengalami inisiasi menjadi sel kanker dipengaruhi oleh agen tertentu yang disebut promotor (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).

Pada karsinoma ovarium ditemukan dua gen yang bertanggung jawab pada 2/3 familial atau 5% secara keseluruhan , yaitu gen BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17 (17q21) dan gen BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q-12-13. Walaupun BRCA1 dan BRCA2 tidak menunjukkan kesamaan rangkaian, tetapi memiliki fungsi yang sama dan berinteraksi dengan kompleks multiprotein yang sama. Keduanya berfungsi sebagai tumor supresor, dan apabila kehilangan fungsi

dapat menyebabkan terjadinya resiko keganasan. Fungsi dari kedua gen tersebut dalam memproteksi genom dari kerusakan dengan penghentian siklus sel dan perbaikan DNA belum sepenuhnya diketahui. Adanya mutasi dan delesi BRCA1 yang bersifat herediter pada 85% menyebabkan terjadinya peningkatan resiko untuk terjadinya kanker ovarium. Mutasi dari BRCA1 menunjukkan perubahan kearah karsinoma tipe medular, cenderung high grade, mitotik sangat aktif, pola pertumbuhan dan mempunyai prognosis yang buruk. Mutasi gen BRCA1 yang berlokasi pada kromosom 17q dan BRCA2 yang berlokasi pada kromosom 13q, meningkatkan kerentanan terjadinya karsinoma ovarium. Mutasi gen BRCA1 terjadi pada sekitar 5% pada penderita karsinoma ovarium yang berusia kurang dari 70 tahun. Resiko karsinoma ovarium karena mutasi gen BRCA1 dan BRCA2 adalah 20%-60% pada penderita berusia 70 tahun. Sebagian besar peristiwa ini terjadi pada penderita Cystadenocarcinomas Serosa (Tambunan, 1995).

2.1.5 Diagnosis

Menurut Sastrosudarmo (2014), kanker baru menimbulkan gejala setelah mencapai stadium lanjut. Pada pemeriksaan fisik, lingkar perut bertambah atau ditemukan asites (penimbunan cairan di dalam rongga abdomen). Pada pemeriksaan panggul diberikan massa ovarium atau massa perut.

a. Ultrasonografi

Merupakan cara pemeriksaan non invasif yang relatif murah. Pemakaian USG dapat membedakan tumor kistik dengan tumor yang padat. Pada tumor dengan bagian-bagian padat (ekogenik) persentase keganasan makin meningkat. Sebaliknya, pada tumor kistik tanpa ekointernal (anekogenik) kemungkinan keganasan menurun.

Pemakaian USG Color Doppler dapat membedakan tumor ovarium jinak dengan tumor ovarium ganas. Modalitas ini didasarkan kepada analisis gelombang suara Doppler (RI, PI, dan Velocity) dari pembuluh-pembuluh darah tumor yang menunjukkan peningkatan arus darah diastolik dan perbedaan kecepatan arus darah sistolik dan diastolik (Boy, 2006).

b. Computed Tomography Scan (CT-scan)

Pemakaian CT-scan untuk diagnosis tumor ovarium juga sangat bermanfaat. Dengan CT-scan dapat diketahui ukuran tumor primer, adanya metastasis ke hepar dan kelenjar getah bening, asites, dan penyebaran ke dinding perut. CT-scan kurang disenangi karena risiko radiasi, risiko reaksi alergi terhadap zat kontras, kurang tegas dalam membedakan tumor kistik dengan tumor padat, dan biaya mahal (Boy, 2006).

c. Magnetic Resonance Imaging (MRI)

Jika dibandingkan dengan CT-scan, MRI tidak lebih baik dalam hal diagnostik, menggambarkan penjalaran penyakit, dan menentukan lokasi tumor di abdomen atau pelvis (Boy, 2006).

d. Pemeriksaan Tumor Marker CA 125

CA 125 adalah antigen yang dihasilkan oleh epitel coelom (sel mesotelial pleura, pericardium dan peritoneum) dan epitel saluran muller (tuba, endometrium dan endoserviks). Permukaan epitel ovarium dewasa tidak menghasilkan CA 125, kecuali kista inklusi, permukaan epitel ovarium yang mengalami metaplasia dan yang mengalami pertumbuhan kapiler. Kadar normal paling tinggi yang disepakati untuk CA 125 adalah 35 U/ml. Pemeriksaan kadar CA 125 ini mempunyai spesifisitas dan positive predictive value yang rendah. Hal ini karena pada kanker

lain seperti kanker pankreas, kanker mammae, kanker kandung kemih, kanker liver, dan kanker paru, kadar CA 125 juga meningkat. Di samping itu, pada keadaan bukan kanker seperti mioma uteri, endometriosis, kista jinak ovarium, abses tuboovarian, sindroma hiperstimulasi ovarium, kehamilan ektopik, kehamilan, dan menstruasi, kadar CA 125 juga meningkat (Boy, 2006).

2.1.6 Penatalaksanaan

Menurut American Institute for Cancer Research (2014), beberapa penatalaksanaan kanker ovarium yaitu:

1. Terapi Bedah

Operasi merupakan langkah pertama dalam penanganan kanker ovarium. Operasi yang dilakukan disebut laparotomi yaitu operasi yang melakukan pembedahan di sepanjang dinding abdomen. Stadium awal kanker ovarium dapat dilakukan dengan operasi laparoskopi dengan membuat sayatan ½ atau ¾ inci di pusar atau perut bagian bawah. Jika kanker ovarium ditemukan, ahli onkologi dapat melakukan prosedur sebagai berikut:

a. Salpingo-oooforektomi, kedua ovarium dan tuba falopi diangkat b. Histeroktomi, uterus diangkat

Sebagai tambahan, momentum, suatu jaringan lemak yang menutupi usus, diangkat bersama kelenjar getah bening yang didekatnya, dan beberapa contoh jaringan kecil dari panggul dan perut.

2. Kemoterapi

Kemoterapi adalah terapi yang menggunakan obat-obat yang dapat membunuh sel kanker. Kemoterapi biasanya diberikan secara intravena (disuntikkan

sel kanker, tetapi membunuh sel sehat juga. Kemoterapi diberikan dalam beberapa siklus, kebanyakan wanita yang menderita kanker ovarium menerima kemoterapi selama 6 bulan setelah operasi mereka.

3. Radiasi

Terapi dengan menggunakan radiasi (bisa disebut sebagai radioterapi) menggunakan sinar-X energi tinggi, atau jenis lain dari radiasi, untuk membunuh sel kanker dan menghentikan pertumbuhan kanker tersebut. Radiasi bukan merupakan bagian dari rencana pengobatan pertama untuk wanita yang menderita kanker ovarium. Tetapi cara ini dapat digunakan apabila sel kanker kembali.

4. Terapi Hormon

Beberapa jenis kanker ovarium memerlukan hormon untuk tumbuh. Dalam hal ini, terapi hormon dapat menjadi pilihan pengobatan. Terapi hormon menghilangkan hormon wanita atau menghambat aksinya sebagai cara untuk mencegah sel kanker mendapatkan atau menggunakan hormon yang mereka butuhkan untuk tumbuh. Terapi hormon biasanya digunakan dalam bentuk pil, tetapi dapat juga diberikan secara suntikan.

2.2 Tinjauan Tentang Obat 2.2.1 Paclitaxel

Paclitaxel merupakan zat yang berkhasiat sebagai antikanker yang pertama kali ditemukan yang diproduksi oleh mikroba endofit. Paclitaxel merupakan senyawa diterpenoid yang didapatkan dalam tanaman Taxus. Senyawa yang dapat mempengaruhi molekul tubulin dalam proses pembelahan sel-sel kanker ini,

umumnya diproduksi oleh endofit Pestalotiopsis microspora, yang diisolasi dari tanaman Taxus andreanae, Taxus brevifolia, dan Taxus wallichiana (Radji, 2005).

Paclitaxel merupakan antikanker yang termasuk inhibitor mikrotubulus. Zat ini bekerja dengan menghambat pembelahan DNA menjadi dua sel anak dengan mempengaruhi keseimbangan bentuk polimer dan depolimer mikrotubulus, sehingga terjadi efek sitotoksik. Efek samping dari paclitaxel adalah neutropenia, hipersensitivitas, demam, mual dan muntah (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2009).

2.2.2 Carboplatin

Carboplatin merupakan analog cisplatin, yaitu senyawa kompleks yang mengandung platinum yang bekerja sebagai sitotoksik pengalkil. Sitotoksik pengalkil bekerja dengan cara mengikat gugus alkil ke DNA atau merusak DNA dengan membentuk jembatan silang yang mengikat antar atom-atom dalam DNA atau menginduksi pemisahan nukleotida yang menyebabkan mutasi (Yayasan Karsa Info Kesehatan, 2011).

Obat ini terutama digunakan pada kanker testis dan ovarium yang sudah tersebar. Pada kanker ovarium, kombinasi carboplatin + siklofosfamid + paclitaxel dianggap sebagai pilihan pertama. Begitu pula digunakan pada jenis-jenis tumor lain. Efek samping yang sering terjadi adalah nausea dan muntah-muntah hebat, juga dapat merusak fungsi ginjal dan telinga (Tan dan Rahardja, 2007).

2.2.3 Deksametason

Deksametason adalah glukokortikoid sintetik dengan aktivitas imunosupresan dan anti-inflamasi. Sebagai imunosupresan, deksametason bekerja dengan

inflamasi deksametason dengan jalan menekan atau mencegah respon jaringan terhadap proses inflamasi dan menghambat akumulasi sel yang mengalami inflamasi, termasuk makrofag dan leukosit pada tempat inflamasi (Anonim, 2014).

Deksametason injeksi banyak digunakan untuk pasien-pasien darurat di rumah sakit dan untuk menghilangkan efek samping dari obat kemoterapi seperti merkaptopurin yang mengakibatkan mual (Anonim, 2014).

Efek samping dari deksametason dan kortikosteroid lainnya seperti prednison adalah pengeroposan tulang, peningkatan berat badan, moon face/muka tembam,

buffalow hum atau penggemukan punggung atau punggung tebal seperti kerbau,

gangguan hati dan gangguan ginjal, serta pertumbuhan rambut yang tidak pada tempatnya. Dan yang berbahaya bila terjadi cushing syndrome (Anonim, 2014).

2.2.4 Difenhidramin

Difenhidramin merupakan antihistamin yang termasuk derivat etanolamin. Zat ini memiliki daya kerja antikolinergis dan sedatif yang agak kuat. Di samping daya antikolinergis dan sedatif yang kuat, antihistamin ini juga bersifat spasmolitis, antiemetis, dan antivertigo (Tan dan Rahadja, 2007)

2.2.5 Ondansetron

Senyawa karbazol ini adalah antagonis-serotonin selektif (dari reseptor-5HT3). Bekerja antiemetis kuat dengan melawan refleks muntah dari usus halus dan stimulasi CTZ, yang keduanya diakibatkan oleh serotonin. Efeknya dapat diperkuat dengan pemberian dosis tunggal deksametason sebelum kemoterapi dimulai. Selain pada kemoterapi dan radioterapi juga sering diberikan untuk profilaksis setelah pembedahan ginekologi. Efek sampingnya berupa nyeri kepala, obstipasi, rasa panas di muka dan perut bagian atas (Tan dan Rahardja, 2007).

Ondansetron tidak efektif untuk pengobatan motion sickness. Pada pemberian oral, obat ini diabsorpsi secara cepat. Kadar maksimum tercapai setelah 1-1,5 jam, terikat protein plasma sebanyak 70-76%, dan waktu paruh 3 jam. Ondansetron dieliminasi dengan cepat dari tubuh. Metabolisme obat ini terutama secara hidroksilasi dan konjugasi dengan glukuronida atau sulfat dalam hati. Ondansetron digunakan untuk pencegahan mual dan muntah yang berhubungan dengan operasi dan pengobatan kanker dengan radioterapi dan sitostatika. Ondansetron biasanya ditoleransi dengan baik. Keluhan yang umum ditemukan ialah konstipasi. Gejala lain dapat berupa sakit kepala, flushing, mengantuk dan gangguan saluran cerna (Dewata dan Louisa, 2007).

2.2.6 Ranitidin

Ranitidin menghambat reseptor H2 secara selektif dan reversibel. Perangasangan reseptor H2 akan merangsang sekresi asam lambung, sehingga pada pemberian ranitidin sekresi asam lambung dihambat. Bioavaibilitas oral ranitidin sekitar 70%, sama dengan setelah pemberian IV atau IM. Ikatan protein plasmanya hanya 20%. Absorpsi ranitidin diperlambat oleh makanan, sehingga ranitidin diberikan bersama atau segera setelah makan dengan maksud untuk memperpanjang efek pada periode setelah makan (Dewata, 2011).

BAB III PENATALAKSANAAN 3.1 Identitas Pasien Nama : MP No. MR : 91.73.40 Umur : 55 tahun

Jenis kelamin : Perempuan Status perkawinan : Menikah

Agama : Islam

Suku : Batak

Alamat : Jalan M. Abbas Gg. Amanah LK. III Tanjung Balai Berat badan : 59 kg

Tinggi : 165 cm

Ruangan : Tulip 1

Pembayaran : Non PBI Tanggal masuk : 17 Juni 2014 Tanggal keluar : 21 Juni 2014

3.2 Riwayat Penyakit dan Pengobatan

Pada tahun 2008, sering mengeluh ada rasa sakit diperut. Pasien menjalankan terapi alternatif selama 2 bulan di Tanjung Balai. Kemudian pasien dirujuk dari rumah sakit daerah untuk menjalankan pemeriksaan laboratorium di RSUD dr. Pirngadi di Medan. Hasil laboratorium menunjukkan bahwa pasien menderita

penyakit kanker ovarium stadium III C. Pada tanggal 20 Maret 2014, dilakukan operasi pembedahan dengan mengangkat kanker tersebut. Saat ini pasien sedang menjalankan pengobatan kemoterapi sebanyak 5 siklus.

3.3 Ringkasan pada Waktu Pasien Masuk RSUD dr. Pirngadi

Pasien masuk ke RSUD dr. Pirngadi Medan di unit bedah onkologi ruang Tulip 1 pada tanggal 17 Juni 2014 dengan keluhan adanya rasa tidak nyaman pada perut, dan sebelumnya di ketahui pasien di diagnosa Ca Ovarium.

3.4 Hasil Pemeriksaan

Selama dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan, pasien telah menjalani pemeriksaan untuk tepatnya diagnosis berupa pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium patologi klinik dan patologi anatomi.

3.4.1 Pemeriksaan Fisik

Selama dirawat di RSUD dr. Pirngadi Medan, pasien telah menjalani pemeriksaan fisik. Pemeriksaan fisik ini dilakukan untuk mengetahui keadaan pasien apakah mengalami perkembangan atau kemunduran setelah pemberian terapi. Hasil pemeriksaan fisik pasien dapat dilihat dalam Tabel 3.1.

Tabel 3.1 Hasil pemeriksaan fisik Pemeriksaan Tanggal TekananDarah (TD) mmHg Nadi (HR) kali/menit Pernafasan (RR) kali/menit Temperatur (T) Nilai Normal 120/80 mmHg 70-90 kali/menit 10-20 kali/menit 36,5-37,5 o C 17-06-2014 140/80 88 20 36,5 18-06-2014 160/100 78 22 37 19-06-2014 140/70 80 20 37 20-06-2014 120/80 90 20 36,6 21-06-2014 120/70 82 20 36,6 10-07-2014 110/80 80 20 36,6 11-07-2014 110/80 72 20 36,7 12-07-2014 120/80 80 20 37 28-08-2014 110/80 72 20 36,7 29-08-2014 120/80 80 20 37 30-08-2014 120/80 78 20 37 31-08-2014 140/80 80 20 37 01-09-2014 120/80 80 20 37 02-09-2014 120/80 79 20 36,5 03-09-2014 120/70 80 20 36,5 04-09-2014 120/80 80 20 37 28-09-2014 110/80 82 20 36,7 29-09-2014 120/80 80 20 36,6 30-09-2014 120/70 82 20 37 31-09-2014 110/80 76 20 36,8 01-10-2014 120/80 80 20 37 02-10-2014 120/80 80 20 37 30-10-2014 120/70 82 20 36,7 01-11-2014 120/80 80 20 37 02-11-2014 120/80 82 20 37

3.4.2 Pemeriksaan patologi anatomi

a. Hasil pemeriksaan jaringan kecil

Secara mikroskopik, sediaan dari jaringan peritonium, tampak kelompok sel-sel epitel dengan inti besar, bentuk bulat, oval, kromatin kasar, N/C ratio meninggi, sitoplasma sedikit. Kesimpulan, suatu metastase karsinoma.

b. Hasil pemeriksaan jaringan besar

1. Secara mikroskopik, sediaan dari jaringan omentum, tampak kelompok sel-sel lemak dengan inti dipinggir yang diinfiltrasi sel-sel epitel dengan inti besar, bentuk bulat, oval, kromatin kasar, N/C ratio meninggi, sitoplasma meninggi. Kesimpulan, suatu metastase karsinoma.

2. Sediaan dari jaringan serviks, tampak dinding kista dengan pelapis epitel torax serta inti masih dalam batas-batas normal stroma diinfiltrasi sel-sel radang limfosit.

3. Sediaan jaringan endometrium terdiri dari fragmen-fragmen jaringan dengan kelenjar berbentuk bulat, sedikit berkelok dilapisi sel torak tinggi dalam batas normal. Stroma terdiri dari sel-sel berbentuk bulat dengan inti bulat basofilik, kromatin halus, sitoplasma sedikit dan eosinofilik.

4. Sediaan dari jaringan miometrium tampak jaringan ikat dan otot yang berjalan sejajar ke segala arah. Sebagian membentuk kumparan serta tampak struktur kelenjar bentuk bulat tubular dengan pelapis epitel yang intinya masih dalam batas-batas normal.

5. Sediaan dari jaringan tuba, tampak bentukan papil-papil dengan pelapis epitel torax dengan inti masih dalam batas-batas normal.

6. Sediaan dari jaringan ovarium tampak corpus albican. 7. Kesimpulan: - Serviks : Nabothyan cyst

- Endometrium : Fase proliferasi - Miometrium : Endometriosis interna - Tuba : Dalam batas normal

3.4.3 Pemeriksaan laboratorium patologi klinik

Pemeriksaaan patologi klinik dilaksanakan beberapa kali dan pasien dirawat yaitu pada tanggal 17 Juni, 10 Juli, 28 Agustus, 28 September, dan 30 Oktober. Hasil pemeriksaan hematologi dapat dilihat pada Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Hasil pemeriksaan Hematologi

KIMIA KLINIK

Pemeriksaan

Hasil Nilai Normal

17 Juni 2014 10 Juli 2014 28 Agustus 2014 28 Sept 2014 30 Okt 2014 SGOT 21 25 24 26 23 0-40 UI SGPT 25 21 20 23 21 0-40 UI Ureum 22 24 27 25 23 10-50 mg/dl Creatinin 0,74 0,76 0,83 0,85 0,78 0,6-1,2 mg/dl Albumin 3,5 3,7 4,1 3,8 3,5 3,6-5,0 g/dl

Hematologi Darah Rutin

Pemeriksaan

Hasil Nilai Normal

17 Juni 2014 10 Juli 2014 28 Agustus 2014 28 Sept 2014 30 Okt 2014 WBC 4400 7300 5200 6800 8300 4000-10000/uL RBC 3,89 4,89 3,61 3,87 5,32 4,5-5,5/10^6/uL HGB 12,3 13 11,2 11,4 13,3 12-14/gr/dl HCT 34,4 39,4 34,4 34,3 38,2 36,0-42,0 % MCV 88,4 89,7 95 88,6 92,3 80,0-97,0/fl MCH 29,0 29,6 31,1 29,5 32,6 27,0-33,7/pg MCHC 32,8 33,0 32,6 33,2 33,4 31,5-35,0/dl PLT 226000 353000 165000 251900 285000 150000-440000/uL RDW-CV 13,3 13,6 14,4 13,5 14,2 10,0-15,0 % Neut 56,2 63,3 53,2 61,4 55,3 50-70 % : 5,0-7,0 10^3/uL Lymp 30,9 26,4 36,6 31,3 29,3 20-40 % : 1,0-4,0 10^/uL Mono 7,8 6,0 6,8 6,4 7,6 2,0-8,0 % : 0,10-0,80 10^/uL Eo 3,5 3,3 3,0 3,2 3,4 0,0-5,0 % : 0,00-0,50 10^3/uL Baso - - 0,4 - - 0,0-1,0 % : 0,0-0,10 10^3/uL LED - - - - - 0-20 mm/jam 3.5 Terapi

Selama dirawat di RSUD Dr. Pirngadi Medan, pasien menerima obat-obatan sesuai dengan daftar obat yang tercantum dalam pedoman pelaksanaan. Adapun obat-obat yang diberikan kepada pasien selama terapi dapat dilihat pada Tabel 3.3 berikut ini:

Tabel 3.3 Daftar obat-obatan pasien dari tanggal 18 Juni – 02 November 2014

Dokumen terkait