• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN 4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

4.6. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun

limbah cair, pengelolaan tempat pencucian linen, pengendalian serangga, tikus dan binatang penggangu lainnya, dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi dapat dilihat pada tabel 4.10.

Tabel 4.10. Hasil Observasi Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan Kabupaten Simalungun

No Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit Pengamatan

Ya Tidak 1 Penyehatan Air

a. Kuantitas

- Tersedia air bersih> 500l/hr dan tersedia air minum sesuai dengan kebutuhan.

b. Kualitas memenuhi syarat

- Bakteriologis -

- Fisik

- Kimia -

c. Sarana

- Sumber PDAM, air tanah diolah

- Distribusi tidak bocor

- Penampungan tertutup

2 a. Pengelolaan Limbah Padat

-Dilakukan pemilahan dan pengemasan sampah medis dan non medis. -Limbah padat medis dikumpulkan didalam kontainer yang dilapisi

kantong plastik sesuai dengan jenis limbah yang dihasilkan.

-Tempat limbah padat kuat, tahan karat, kedap air, dengan penutup -Jumlah tempat sampah minimal 1(satu) buah tiap radius 20 m pada ruang

tunggu terbuka

-Limbah padat diangkut ke TPS > 2 kali/hr.

-Limbah domestik dibuang ke TPA yang ditetapkan PEMDA. -Pengolahan limbah padat dengan menggunakan incenerator 3 a.Pengolahan Limbah Cair

-Dilakukan dengan pengolahan melalui instalasi pengolahan air limbah -Disalurkan melalui saluran tertutup, kedap air da lancar.

4 a.Tempat Pencucian Linen

- Terdapat air bersih dengan kapasitas yang mencukupi

-Dilakukan pemilahan antara linen infeksius dan non infeksius -Terletak dekat dengan saluran air limbah.

5 Dilakukan Pengendalian serangg, tikus dan binatang pengganggu lainnya 6 Dekontaminasi melalui desinfeksi dan sterilisasi

- Sterilisasi alat menggunakan autoclave - Alat dan perlengkapan medis yang sudah disterilkan disimpan pada tempat

khusus yang steril.

- Alat dan perlengkapan medis yang sudah disterilkan atau didesinfeksi

terlebih dahulu dari darah, jaringan tubuh, dan sisa bahan lain

- Ruang operasi yang telah dipakai harus dilakukan desinfeksi sebelum

operasi berikutnya

Berdasarkan tabel 4.10. dapat diketahui bahwa fasilitas sanitasi di rumah sakit dapat sudah memenuhi syarat kuantitas yaitu tersedia air bersih >500 l/hr dan sudah memenuhi syarat kualitas fisik yaitu tidak berwarna, tidak berasa dan tidak berbau, namun berdasarkan kualitas kimia dan bakteriologis tidak diketahui karena belum dilakukan pemeriksaan. Sarana air bersih yang digunakan berasal dari air tanah, pendistribusian air bersih baik atau tidak bocor dan penampungan air tertutup.

Jumlah tempat sampah sudah mencukupi yaitu telah terserdia 1 tempat sampah dalam radius 20 m di ruangan terbuka namun dalam manajemen pengelolaan limbah padat di Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan belum memenuhi syarat karena tidak dilakukan pemilahan limbah antara limbah medis dan non medis, pengumpulan limbah padat setiap ruangan dibuat pada tempat sampah yang tidak tertutup dan tidak kedap air, pengangkutan limbah padat ke luar gedung tidak dikemas pada wadah yang kuat dan hanya dibuang ke tempat pembuangan sampah, pengolahan limbah medis padat dan limbah domestik dibuang langsung ke tempat pembuangan sampah dan dibakar diatas permukaan tanah karena rumah sakit tidak mempunyai incenerator.

Berdasarkan hasil pengamatan, Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan mempunyai instalasi pengolahan air limbah namun tidak berfungsi sebagaimana mestinya sehingga air limbah hanya disalurkan ke septik tank dengan saluran tertutup , kedap air dan lancar.

Pada pencucian linen di rumah sakit tidak dilakukan pemilahan antara linen infeksius dan non infeksius, petugas pencucian linen juga tidak memakai pakaian

kerja khusus dan APD. Hal ini dapat menimbulkan resiko terjadinya penyakit bagi petugas pencucian linen.

Pengendalian serangga, tikus dan binatang pengganggu lainnya tidak dilakukan sehingga sampah yang tidak dikelola dengan baik dapat memungkinkan sebagai tempat berkembang biaknya serangga dan tikus.

Rumah Sakit Umum Daerah Perdagangan mempunyai alat sterilisasi seperti sterilisasi dan autoclave namun perawat tidak selalu menggunakannya namun alat kesehatan lebih sering dibersihkan dengan membilas dengan menggunakan air bersih.

BAB V PEMBAHASAN 5.1. Karakteristik Perawat

Berdasarkan hasil penelitian sebagian besar perawat adalah perempuan yaitu sebanyak 45 orang (75%), dengan tingkat pendidikan terbanyak Diploma III keperawatan yaitu sebanyak 48 orang (80%). Dari hasil penelitian ini juga diperoleh data bahwa seluruh perawat tidak pernah mengikuti pelatihan resmi tentang infeksi nosokomial. Tidak adanya pelatihan formal tentang infeksi nosokomial menyebabkan hanya sebagian perawat yang mengetahui bagaimana cara pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit. Hal ini disebabkan pihak rumah sakit dalam menyediakan informasi tentang pencegahan infeksi nosokomial seperti menyediakan leaflet tentang pencegahan infeksi nosokomial yang disediakan pada setiap unit perawatan dan tempat-tempat tertentu. Hendaknya pihak rumah sakit membentuk tim komisi pencegahan infeksi di rumah sakit untuk memberikan pelatihan khusus tentang pencegahan infeksi nosokomial.

5.2. Pengetahuan Perawat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa belum seluruhnya perawat memiliki pengetahuan baik hal ini disebabkan perawat hanya mendapatkan pengetahuan tentang infeksi nosokomial ketika dalam masa pendidikan sedangkan rumah sakit tidak pernah melakukan pelatihan infeksi nosokomial kepada petugas kesehatan. Hal ini dapat mempengaruhi terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.

besar memiliki pengetahuan sedang yaitu sekitar 50% dan masih ada yang berpengetahuan kurang yaitu sekitar 33,33%, sementara yang berpendidikan D-III keperawatan, sebagian besar sudah memiliki pengetahuan baik yaitu ssekitar 72,92% dan dari yang berpendidikan sarjana keperawatan sebagian besar sudah memiliki pengetahuan baik yaitu sekitar 66,68%. Data ini menunjukkan bahwa tingkat pengetahuan perawat yang berjenjang pendidikan sarjana dan diploma lebih tinggi dari SPK. Semua perawat wajib mengetahui tentang cara pencegahan infeksi nosokomial, oleh karena itu diharapkan setiap penerimaan SPK harus di training sebelum bekerja.

Lama bekerja juga berpengaruh terhadap pengetahuan perawat. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa tidak ada perawat yang berpengetahuan baik yang lama kerjanya kurang dari 1 bulan. Diantara perawat yang bekerja antara 1 sampai 5 tahun, sebagian besar memiliki pengetahuan sedang yaitu sekitar 46,88% sementara yang telah bekerja lebih dari 5 tahun sebagian besar sudah memiliki pengetahuan baik yaitu sekitar 76,93%. Data ini menunjukkan bahwa semakin lama bekerja semakin baik pengetahuan. Jika perawat tidak di training sebelum bekerja di rumah sakit berarti membutuhkan waktu lebih dari 5 tahun supaya petugas kesehatan berpengetahuan baik, hal ini dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit. Dari data diatas juga menunjukkan bahwa pendidikan perawat tidak menjamin mereka mengetahui tentang infeksi nosokomial.

Berdasarkan Notoadmodjo (2003), dapat disimpulkan bahwa pengetahuan merupakan hasil dari penginderaan yang diperoleh melalui penglihatan, pendengaran, penciuman, raba yang memberikan informasi tertentu kepada

seseorang dan menjadi pengetahuannya. Penginderaan tersebut dapat bersumber dari pengalaman yang ada pada diri individu, baik berupa pengalaman belajar, bekerja, serta aktivitas dan interaksi lain dalam kehidupan sehari-hari.

Green dalam Notoadmodjo (2003) menyebutkan bahwa pengetahuan merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Notoadmodjo (2003) juga menyebutkan bahwa perilaku seseorang akan lebih baik dan dapat bertahan lebih lama apabila didasari oleh tingkat pengetahuan dan kesadaran yang baik. Seseorang yang mempunyai pengetahuan yang baik akan sesuatu hal diharapkan akan mempunyai sikap yang baik.

5.3. Sikap Perawat

Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat memiliki sikap sedang yaitu sekitar 63,34% dan masih ada yang memiliki sikap baik sekitar 26,66%, hal ini dikarenakan pada dasarnya perawat setuju dengan hal-hal yang berkaitan dengan pencegahan suatu penyakit walaupun pada saat pelaksanaanya belum tentu hal-hal tersebut dilakukan.

Secara umum dalam Ahmadi (2007) dapat disimpulkan bahwa sikap adalah kesiapan merespon yang sifatnya positif atau negatif terhadap objek atau situasi secara konsisten yang dipengaruhi oleh 2 faktor yaitu:

1. Faktor intern, yaitu faktor yang berasal dari dalam diri manusia berupa selectivity atau daya pilih seseorang untuk menerima dan mengolah pengaruh-pengaruh yang datang dari luar.

Berdasarkan tabel silang antara pengetahuan dengan sikap perawat dapat dilihat bahwa tidak terdapat hubungan yang signifikan. Hal ini juga menunjukkan bahwa walaupun sebagian besar perawat sudah memiliki pengetahuan baik namun sebagian besar sikap yang dimiliki perawat masih sedang dan kurang. Hal ini dikarenakan masih kurangnya kesadaran perawat untuk melindungi dirinya dari bahaya infeksi nosokomial.

Dalam Ahmadi (2007) juga dapat disimpulkan bahwa sikap tidak terbentuk dan berubah dengan sendirinya. Ada banyak hal dan kemungkinan yang dapat mempengaruhi terjadinya sikap, diantaranya yaitu hubungan dan komunikasi dengan suatu objek, orang, kelompok, lembaga, lingkungan terdekat, dan keluarga.

Sikap perawat berada pada rentang sedang, hal ini menunjukkan bahwa terdapat respon negatif dalam pencegahan infeksi nosokomial. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa sebagian besar perawat sudah memiliki pengetahuan baik namun hanya memiliki sikap sedang.

5.4. Tindakan Perawat

Berdasarkan hasil penelitian diketahui sebagian besar perawat memiliki tindakan sedang yaitu sekitar 73,34% dan masih ada yang memiliki tindakan kurang yaitu sekitar 6,66%. Tindakan yang yang kurang dapat menyebabkan terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit.

Menurut Notoadmodjo (2003) secara logis, sikap akan ditunjukkan dalam bentuk tindakan, namun tidak dapat dikatakan bahwa sikap dan tindakan memiliki hubungan yang sistematis. Artinya suatu pengetahuan dan sikap yang baik belum tentu terwujud dalam suatu tindakan yang baik pula (overt behavior).

Berdasarkan hasil penelitian dapat dilihat bahwa sebagian besar perawat kurang setuju untuk tidak melakukan tindakan keperawatan ketika kondisi tubuh dalam keadaan sakit. Mereka mengatakan bahwa dengan kondisi tubuh yang kurang sehat tidak terlalu mengganggu mereka dalam bekerja, namun hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya infeksi nosokomial bagi pasien baik terhadap petugas kesehatan itu sendiri.

Berdasarkan tabel silang tingkat pengetahuan dengan tindakan bahwa sebagian besar perawat yang memiliki pengetahuan baik hanya memiliki tindakan sedang. Hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan rumah sakit yang meliputi perilaku individu yang berada didalamnya kurang serta kurang memadainya fasilitas sanitasi rumah sakit yang mendukung pencegahan infeksi nosokomial di rumah sakit.

5.5. Fasilitas Sanitasi Rumah Sakit