• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI TENTANG ASURANSI SYARIAH

B. Fatwa DSN

c. Fatwa DSN-MUI No. 52/DSN-MUI/III/2006 tentang Akad

Wakalah Bil Ujrah Pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.

d. Fatwa DSN-MUI No. 53/DSN-MUI/IV/2006 tentang Akad Tabarru pada Asuransi dan Reasuransi Syariah.

e. Peraturan Mentri Keuangan (PMK) Nomor 18/PMK.010/2010 tentang Penerapan Prinsip Dasar Penyelenggaraan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah.

f. Keputusan Mentri Keuangan Republik Indonesia Nomor 426/KMK.06/2003 tentang Perizinan Usaha Dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi.

g. Peraturan Mentri Keuangan (PMK) Nomor 11/PMK.010/2011 tentang Kesehatan Keuangan Usaha Asuransi Dan Usaha Reasuransi Dengan Prinsip Syariah.

h. Keputusan direktur jendral lembaga keuangan nomor kep.4499/LK/2000 tentang Jenis, Penilaian Dan Pembatasan

35

Gemala Dewi, Aspek-Aspek Hukum Dalam Perbankan Dan Perasuransian Syariah Di Indonesia (Jakarta: Kencana, 2006)., cet.3 hal 142-143.

Investasi Perusahaan Asuransi Dan Perusahaan Reasuransi Dengan System Syariah.

6. Mekanisme Operasional Dana Asuransi Syariah

Kedudukan perusahaan Asuransi Syariah dalam transaksi Asuransi Syariah, adalah sebagai mudharib (pemegang amanah). Asuransi syariah menginvestasikan dana tabarru’ yang terkumpul dari kontribusi peserta, kepada instrument investasi yang dibenarkan oleh syara’. Dalam mengelola dana peserta yang terkumpul pada kumpulan dana tabarru’,

mudharib diawasi secara teknis dan operasional oleh komisaris dan secara

syar’i diawasi oleh Dewan Pengawas Syariah.36

Dana kontribusi peserta ketika masuk ke perusahaan asuransi syariah terbagi menjadi dua bagian dana tabarru’ dan ujrah. Kegiatan operasional perusahaan asuransi syariah dibiayai dari hasil perolehan ujrah atas seberapa besar ujrah yang diperoleh perusahaan untuk menutup seluruh biaya operasional yang telah dikeluarkan dalam kurun wantu tertentu.37. Dana tabaruu’ yang terhimpun dari para peserta akan diinvestasikan pada bidang-bidang investasi yang sesuai dengan prinsip syariah. Hasil investasi yang diperoleh akan dibagihasikan sesuai dengan nisbah yang telah ditentukan.38 Kemudian ketika terjadi klaim, perusahaan

36

M. Syakir Sula, Asuransi Syariah (Life And General) Konsep Dan Operasional (Jakarta: Gema Insani Press, 2004), H.249

37 Sugeng Soedibjo & Rachmafitriati “Penetapan Target Premi Asuransi Jiwa Syariah Untuk Mencapai Titik Impas dengan Pendekatan Medel Profit Testing” (Jurnal: Bisnis & Birokrasi, Ilmu Administrasi dan Organisasi, Mei –Agustus 2009 hal. 33

38Sugeng Soedibjo & Rachmafitriati “Penetapan Target Premi Asuransi Jiwa Syariah Untuk Mencapai Titik Impas dengan Pendekatan Medel Profit Testing” hal. 34.

tidak mengeluarkan dana apa pun dari kas perusahaan karena penggantian klaim diambil dari dana tabungan peserta (tabarru’).39

Perusahaan asuransi syariah memiliki biaya-biaya opersional yang

disebut sebagai “beban asuransi”. Beban yang ada pada perusahaan

asuransi kerugian dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

a. Beban klaim yang terdiri dari : klaim bruto, klaim reasuransi, estimasi kenaikan (penurunan) kalam retensi sendiri.

b. Beban komisi, adalah pengeluaran untuk membayar komisi perantara baik itu agen ataupun broker asuransi.

c. Beban usaha adalah pengeluaran perusahaan dalam menjalankan kegiatan operasionalnya.

d. Beban lain-lain adalah keseluruhan beban yang digunakan untuk mengelola usaha diluar beban klaim, beban komisi, dan beban usaha.

Kumpulan dana tabarru’ dan hasil investasi dikurangi dengan beban asuransi jika masih tersisa dalam jangka waktu yang ditentukan maka sudah sepatutnya perusahaan mengalami surplus underwriting.

B. Fatwa Dewan Syariah Nasional

Dewan Syariah Nasional (DSN) adalah lembaga yang dibentuk oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang secara struktural berada dibawah MUI dan bertugas menangani masalah-masalah yang berkaitan dengan ekonomi

39

Ah. Azharuddin Lathif, Kompilasi Bahan Kuliah Hukum Perjanjian Asuransi Syariah (Jakarta: FSH, 2012), hal. 40.

syariah, baik yang berhubungan langsung dengan lembaga keuangan syariah ataupun lainnya. Pada prinsipnya, pendirian DSN-MUI dimaksud sebagai usaha untuk efisiensi dan koordinasi para ulama dalam menanggapi isu-isu yang berhubungan dengan masalah ekonomi dan keuangan, selain itu DSN-MUI juga diharapkan dapat berperan sebagai pengawas, pengarah dan pendorong penerapan nilai-nilai prinsip ajaran islam dalam kehidupa ekonomi. 40

1. Kedudukan Fatwa DSN

Fatwa merupakan salah satu institusi dalam hukum Islam untuk memberikan jawaban dan solusi terhadap problem yang dihadapi umat. Bahkan umat islam pada umumnya menjadikan fatwa sebagai rujukan di dalam bersikap dan bertingkah laku. Sebab posisi fatwa dikalangan masyarakat umum, laksana dalil di kalangan para mujtahid. Kedudukan fatwa bagi kebanyakan, seperti dalil bagi mujtahid.41

Otoritas fatwa tentang ekonomi syariah di Indonesia, berada dibawah Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia. Komposisi anggota plenonya terdiri dari para ahli syariah dan ahli ekonomi/keuangan yang mempunyai wawasan syariah. Dalam membahas masalah-masalah yang hendak dikeluarkan fatwanya, Dewan Syariah Nasional melibatkan

40RM Priyo Handoko. “Peran DSN” artikel diakses pada 13 Agustus 2015 pukul 11.00 WIB dari http://www.rmpriyohandoko.com/blog/2013/01/14/peran-dewan-syariah-nasional-majelis-ulama-indonesia-dalam-perbankan-syariah/

41Agustianto sekjen DPP IAEI.”Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia” artikel diakses pada 13 Agustus 2015 pukul 11.10 WIB dari http://ekisopini.blogspot.com/2010/01/fatwa-ekonomi-syariah-di-indonesia.html

pula Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia dan Biro Syariah dari Bank Indonesia.42

2. Tugas dan Wewenang43 a. Tugas

1) Tugas DSN yaitu menumbuhkembangkan penerapan nilai-nilai syariah dalam kegiatan perekonimian pada umumnya dan sektor keuangan pada khususnya, termasuk usaha bank, asuransi, dan reksadana.

2) Mengeluarkan fatwa atas produk dan jasa keuangan syariah. b. Wewenang

1) Mengeluarkan fatwa mengikat DPS pada masing-masing lembaga keuangan syariah dan menjadi dasar tindakan hukum pihak terkait. 2) Mengeluarkan fatwa yang menjadi landasan bagi

ketentuan/peraturan yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang seperti Departemen Keuangan dan BI.

3) Memberikan rekomendasi dan atau mencabut rekomendasi nama-nama yang akan duduk sebagai DPS pada suatu lembaga keuangan syariah.

4) Mengundang para ahli untuk menjelaskan suatu masalah yang diperlukan dalam pembahasan ekonomi syariah termasuk otoritas moneter/lembaga keuangan dalam dan luar negeri.

42Agustianto sekjen DPP IAEI.”Fatwa Ekonomi Syariah di Indonesia” artikel diakses pada 13 Agustus 2015 pukul 11.20 WIB dari http://ekisopini.blogspot.com/2010/01/fatwa-ekonomi-syariah-di-indonesia.html

43

DSN. “sekilas tentang DSN” artikel diakses pada 13 Agustus 2015 pukul 11.00 WIB dari http://www.dsnmui.or.id/index.php?page=sekilas

5) Memberikan peringatan kepada lembaga keuangan syariah untuk menghentikan penyimpangan dari fatwa yang telah dikeluarkan oleh DSN.

6) Mengusulkan kepada instansi yang berwenang untuk mengambil tindakan apabila peringatan tidak ditindakkan.

c. Mekanisme Kerja

1) DSN mengesahkan rancangan fatwa yag diusulkan oleh badan pelaksana Harian DSN

2) DSN melakukan rapat pleno paling tidak satu kali dalam tiga bulan, atau bilamana diperlukan

3) Setiap tahunnya membuat suatu pernyataan yang dimuat dalam laporan tahunan bahwa lembaga keuangan syariah yang bersangkutan telah/tidak memenuhi segenap ketentuan syariah sesuai dengan fatwa yang dikeluarkan oleh DSN.

d. Dewan Pengawas Syariah

Berdasarkan surat keputusan DSN No. 3 tahun 2000, dijelaskan bahwa DPS adalah bagian dari Lembaga Keuangan Syariah yang bersangkutan, dimana penempatannya atas persetujuan DSN.

e. Fungsi DPS

1) Melakukan pengawasan secara periodik pada LKS yang berada di bawah pengawasannya.

2) Berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan LKS kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.

3) Melaporkan perkembangan produk dan operasional LKS yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya 2 (dua) kali dalam 1 (satu) tahun anggaran.

4) Merusmuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.

f. Struktur DPS

1) Kedudukan DPS dalam struktur perusahaan berada setingkat dengan fungsi komisaris sebagai pengawas direksi.

2) Jika fungsi komisaris adalah pengawas dalam kaitan dengan kinerja manajemen, maka DPS melakukan pengawasan kepada manajemen dalam kaitan dengan implementasi system dan produk-produk agar tetap sesuai dengan syariah islam.

3) Bertanggung jawab atas pembinaan akhlak seluruh karyawan berdasarkan system pembinaan ke-islaman yang telah diprogramkan setiap tahunya.

4) Ikut mengawasi pelanggaran nilai-nilai Islam dilingkungan perusahaan tersebut.

5) Bertanggung jawab atas seleksi syariah karyawan baru yang dilaksanakan oleh Biro Syariah.

g. Keanggotaan DPS

1) Setiap LKS harus memiliki setidaknya tiga orang anggota DPS. 2) Salah satu dari jumlah tersebut ditetapkan sebagai ketua.

3) Masa tugas keanggotaan DPS adalah 4 (empat) tahun dan akan mengalami pergantian antar waktu apabila meniggal dunia, minta berhenti, diusulkan oleh LKS yang bersangkutan, atau telah merusak citra DSN.

h. Mekanisme Kerja DPS

1) DPS melakukan pengawasan secara periodik pada lembaga keuangan syariah yang berada di bawah pengawasannya.

2) DPS berkewajiban mengajukan usul-usul pengembangan lembaga keuangan syariah kepada pimpinan lembaga yang bersangkutan dan kepada DSN.

3) DPS melaporkan perkembangan produk dan operasional lembaga keuangan syariah yang diawasinya kepada DSN sekurang-kurangnya dua kali dalam satu tahun anggaran.

4) DPS merumuskan permasalahan-permasalahan yang memerlukan pembahasan DSN.

Dokumen terkait