MAJELIS TARJIH DAN DINAMIKA INTERNAL DI MUHAMMADIYAH
C. Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah Tentang Masalah Fiqh 1. Hukum Zakat Profesi
4. Fatwa Tentang Rokok
162
maqa>sid juz‟iyyah.109
Dua kasus yang terjadi bersamaan satu pihak
seorang melakukan ibadah haji yang status hukumnya sunnah karena
sudah pernah haji. Sedangkan pihak yang lain melakukaan haji yang status
hukumnya adalah wajib karena sudah terpenuhi persaratan. Dari status
hukum antara wajib dan sunnah maka wajib lebih utama untuk ditunaikan
lebih dahulu karena wajib lebih utama,110 dari sisi penyelenggaraan haji
maka wajib bagi pemerintah didasari asas keadilan untuk melayani jamaah
haji, dengan memberikan porsi haji kepada orang yang menyandang status
wajib hukum haji atasnya. Bila porsi haji diberikan kepada orang yang
menyandang status hukum haji sunnah baginya termasuk praktek
ketidakadilan dalam penyelenggaraan ibadah haji oleh pemerintah.
4. Fatwa Tentang Rokok
Mengkaji tema tentang rokok tidak akan ada sepinya dari sikap pro
kontra mengenai hukumnya. Tema rokok diangkat dalam sampel
penelitian ini karena ada dua faktor: pertama, tema rokok ini banyak
berkaitan dalam demensi kehidupan manusia baik aspek sosial, ekonomi,
budaya dan agama. Kedua, tema rokok selalu memunculkan kontraversi
sejak lama bila dilihat dari aspek hukumnya, para ulama klasik sejak 400
tahun yang lalu sudah mengenal rokok dan sejak itu pula telah terjadi
polemik mengenai status hukumnya antara kubu yang pro dan kubu yang
109 Ibn Bayah, Itha>rat Tajdidiyah fi Huqu>l al-Usu>l, 71.
110 Kaidah ke 20 dan 21 , al-Muta’adi afdal min al-qasir, al-Fard afdal min al-Sunnah, lihat Jalal al-Din ‘Abd al-Rahman al-Suyuti, Al- Ashba>h wa Naza>ir (Lubnan:Dar al-Kutub al-Ilmiyah, 2012),220.
163
kontra. Hingga sekarang tidak pernah ada kata sepakat mengenai hukum
rokok. Pada aspek kedua ini tentang hukum rokok yang terjadi pro kontra ikhtila>f al-ara>‟ tidak bisa dipisahkan dari sudut pandang, manhaj, metode yang berbeda dalam menganalisi tentang hukum rokok.
Sebuah fakta di tengah masyarakat bahwa rokok sendiri adalah
komoditas yang sangat laku dalam perdagangan untuk komunitas tertentu
bahkan sudah menjadi rutinitas bagian dari kebutuhan yang susah untuk
menghindarinya. Perdagangan rokok bisa memenuhui hingga 40 %
sampai 50% barang terlaris dari barang-barang diperjual belikan dalam
tokonya yang menjadi tumpuan ekonominya. Sudah tentu pabrik-pabrik
rokok yang besar selama ini telah mengais pendapatan yang besar dari
produksi rokok.
Bagi negara dan masyarakat telah mendapatkan manfaat dari
industri rokok baik dari sisi ekonomi dan sosial, bagi masyarakat bisa
terangkat ekonominya dan mengurangi pengangguran dan negara
mendapat cukai dari industrri rokok. Dalam penelitian Subiyakto dari
(BALITTAS) Badan Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat Malang
menagatakan tembakau telah menyumbang kepada negara melalaui cukai
yang dibayarnya sebesar Rp 70 triliun pada tahun 2012.111 Bahkan
banyak petani hingga angkanya mencapai 6 juta yang menjadikan
tumpuan mata pencaharian dari hasil panennya terhadap tanaman
111 Anis Efizudin, Tembakau Baik Untuk Kesehatan, http: nasional .tempo.co/ read/539731/ peneliti-tembakau baik untuk kesehatan, diakses pada 2 Februari 2020.
164
Tembakau.112 Namun selain manfaat yang didapat oleh masyarakat dan
pemerintah terdapat aspek negatifnya yang terdapat pada rokok yaitu
dapat membahayakan kesehatan, pemborosan, serta dampak-dampak
negatif lainnya yang timbul dari bahaya rokok, secara kesehatan rokok
mengandung nikotin dan zat adktif yang bahaya bagi kesehatan.113
a. Fatwa Muhammadiyah Mengenai Rokok
Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram terhadap hukum
rokok melalui Majelis Tarjih dan Tajdid dengan keputusan No.6/SM
MTT 111 2010. Dalam keputusan tersebut ada 6 alasan yang
mendasari fatwa haram terhadap rokok:114 pertama, merokok
termasuk kategori perbuatan khaba>ith ( segala perbuatan yang buruk) yang dilarang dalam al-Qur‟an (Q.7: 157). Kedua, merokok termasuk
perbuatan yang mengarah menjatuhkan diri ke dalam kebinasan dan
bahkan perbuatan bunuh diri secara perlahan –lahan, dengan demikian
betentangan dengan al-Qur‟an (Q.2 195 dan 4:29. Ketiga, merokok
termasuk perbuatan membahayakan diri dan orang lain karena
menimbulkan asap rokok yang bahaya, dalam pandangan dokter dan
akademisi asap rokok mengandung zat adiktif yang berbahaya.
Keempat, perbuatan merokok termasuk kategori perbuatan yang melemahkan dalam beberapa waktu kemudian karena rokok
112 Muhammad Ihsan, Merokok Dalam Perspektif Muhammadiyah Dan Nahdhatul Ulama, ‚Jurnal al-Qadha‛, Vol 4, No 1 ( 2017), 45.
113 Tim Lembaga Fatwa MUI Himpunan Fatwa MUI Sejak 1975, Jakarta 2002 h. 196.
114 Fatwa Tarjih dan Tajdid Tentang Hukum Rokok, https://tarjih.muhammadiyah.or.id; diakses tanggal 22 januari 2020.
165
mengandung zat adiktif sehingga bertentangan hadis nabi setiap
perkara yang memabukkan dan melemahkan. Kelima perbuatan
merokok bisa menimbulkan bahaya bagi kesehatan perokok dan orang
di sekitarnya karena asap rokok sehingga pembelanjaan untuk rokok
termasuk perbuatan mubazir hal ini dilarang dalam Islam QS 17:
26-27. Keenam, perbutan merokok bertentangan dengan unsur-unsur tujuan shari‟ah (kulliyat al-khams).
Wuju>h istidla>l dari dalil-dalil diatas tentang fatwa haram perbuatan merokok yakni metode yang digunakan adalah baya>ni yaitu
dengan pendekatan kebahasaan (semantik) kata khaba>ith dalam
QS.Al-A‟raf :157, bagi Muhammadiyah kata tersebut mencakup di
dalamnya adalah rokok, sehingga rokok masuk katagori perbuatan
yang dilarang. Perbuatan merokok termasuk katagori perbuatan
mubazir dan perbuatan mubazir dilarang oleh al-Qur‟an sehingga
rokok termasuk yang dilarang oleh al-Qur‟an. Orang yang merokok
telah melakukan tindakan yang membahayakan dirinya sendiri secara
perlahan-lahan dia telah menjatuhkan dirinya ke dalam kebinasaan,
hal ini dilarang oleh al-Qur‟an dalam Q.2: 195 dan 4:29. Rokok yang
mengandung unsur zat adiktif bisa melemahkan dan memabukkan
terhadap fisik.
Implementasi methode ta‟lili dalam pandangan Muhammadiyah
karena rokok (al-far‟u) dianalogikan dengan khamr (al-asl) sehingga
166
rokok dan khamer. Selain pendekatan semantik, keharaman rokok
perspektif Muhammadiyah juga dikuatkan dengan metode istinba>t
istisla>hi yaitu pendekatan hukum dengan pendekatan kemaslahatan. Argumen-argumen yang dibangun Majelis Tarjih Muhammadiyah
untuk melandasi metode istisla>hi adalah agama Islam mempunyai
tujuan (maqa>sid shari‟ah) yang berupa melindungi agama, jiwa akal, harta serta menghindari semua faktor yang dapat membahayakan dan
merusak manusia secara fisik dan psikis.115 Untuk mewujudkan itu
semua harus menghindari rokok karena rokok mengandung unsur zat
adiktif yang berbahaya.116
Istinba>t hukum rokok yang ditetapkan oleh Majelis Tarjih Muhammadiyah dengan keputusan bahwa perbuatan merokak adalah
haram bagian dari implementasi pendekatan maqa>sidi karena
insrtumen-instrumen yang digunakan untuk menghukumi rokok
seperti metode qiyasi, istisla>hi, adalah bagian dari instrumen
maqasidi. Hanya saja bagaimana menguji prosedur dan keakuratan
dari implementasi perangkat-perangkat pendekatan maqa>sidi, apakah
masuk level qat‟iyat atau zanniyat. Ketika Majelis Tarjih memutuskan
status hukum rokok adalah haram secara mutlak tanpa perincian versi istinba>t Muhammadiyah. Hal inilah yang kemudian membuka ruang ikhtilafa<t dan polemik antara yang pro dan kontra tentang rokok
115 Himpunan Putusan Tarjih 3, 45. 116
167
karena berbeda sudut pandang dan berbeda cara menemukam maqa>sidi terhadap larangan rokok. Lebih dari itu yang menjadi pangkal perbedaan adalah secara sarih kata rokok tidak terdapat
dalam teks baik al-Qur‟an maupun al-Sunnah sehingga membuka
ruang muna>qashah mengenai fatwa haram secara mutlak tanpa ada
rincian dalam ketetapan hukum rokok versi Muhammadiyah.
Muna>qashah terhadap dalil-dalil tentang fatwa haram rokok yang dikeluarkan Muhammadiyah adalah pertama, mengenai kata khaba>ith. Dalam teks ayat al-Qur‟an ditegaskan bahwa, “wa yuharrimu „alaihim al-khaba>ith”,117
mengharamkan apa-apa yang
buruk adalah sesuatu yang telah diharamkan seperti bangkai, babi, dan
darah. Bagi komunitas anti rokok akan mengambil dalil dengan
analogi kepada khaba>ith, namun bagi penggemar rokok memandang
teks tersebut secara sarih tidak menyebutkan tentang rokok. Dari
sinilah awal mula perbedaan pendapat karena rokok masuk katagori umu>r ijtiha>diyyat, dalam teks yang mengharamkam khaba>ith tidak mencakup kata rokok, sedangkan hukum haram rokok dibangun
diatas metode analogi bukan teks qat‟i. Bagi penggemar rokok akan
beragumentasi sebaliknya bahwa merokok merupakan aktifitas yang
bisa menimbulkan dampak positif seperti membantu memicu inovasi
dan kreatifitas (mendorong munculnya ide-ide baru) dan produktifitas
(menulis, berkarya, bekerja) bisa juga instrumen menjalin komunikasi
168
dengan orang lain.118 Kemudian kata al-tahlukah yang digunakan
istidla>l oleh Muhammadiyah bahwa rokok bisa membunuh secara
pelan-pelan, istidlla>l dengan argumen ini berkonsekuensi membuka
peluang banyak makanan yang sepadan dengan rokok kalau
dikonsumsi terus menerus mempunyai kesimpulan yang sama dengan
rokok yaitu akan membunuh secara pelan-pelan atau menimbulkan
penyakit seperti kratindeng dan minuman intsan yang beralkohol
tinggi, berfungsi dopping sehingga berkonsekuensi akan mengarah
pada sekian banyak makanan atau minuman yang harus diharamkam
karena kesamaan istidla>l dengan rokok.119
Rokok dianggap
mengandung zat adiktif nikotin oleh karena itu hukumnya haram,
sementara temuan riset terakhir mengatakan nikotin bukan zat yang
berbahaya melainkan tar, yaitu zat kimia yang berada di
gumpalan-gumpalan asap seperti rokok konvensional.120 Banyak sayuran dan
buah-buahan yang mengandung nikotin seperti tomat, kentang , terong
bukan hanya pada tembakau saja.
Sikap ekstrim yang berlawanan tentang hukum rokok perlu
menyamakan persepsi terlebih dahulu bahwa „illat yang terdapat pada
rokok merupakan „illat mustanbitah yang dianalogikan kepada
asalnya. Bukan „illat mansu>sah yang sarih terdapat dalam dalil atau
118 Sumanto Al Qurtubi, Menimbang Fatwa Rokok NU dan Muhammadiyah, https://.nu.or.id/post/read/97536/ diakses tgl 23 September 2019
119 Ibid.
120 Aditya Widya Putri, Nikotin dan Tar: Mana yang Berbahaya? https://tirto.id/ Diakses tgl 23-September, 2019.
169
teks. Berpijak dari „illat mustanbitah kemudian para fakih berijtihad
untuk menetapkan hukum rokok. Bagian karekter ijtihad adalah al-ikhtilafa>t. Asumsi yang sama diharapkan ketetapan hukum rokok tidak ekstrim yang berlawanan antara yang pro dan kontra namun istinba>t hukum rokok bisa fleksibilitas dan keluwesan dalam memandang hukum rokok karena bersumber dari „illat mustanbitah,
bahwa rokok tidak secara mutlak haram karena termasuk umu>r
ijtiha>diyah dan sebagian komunitas menjadikan rokok sebagai sarana untuk memicu kreatifitas dan produkfitasnya dalam bekerja bahkan
menjadi tumpuan ekonomi keluarga. Demikian juga rokok tidak
secara mutlak halal karena bagi orang-orang tertentu menurut
diagnosa kedokteran harus meninggalkan rokok supaya sakit yang
diderita tidak semakin parah. Maka hukum rokok tergantung „illat al-ahka>m bisa haram, mubah, makruh. Perbedaaan hukum ini karena memang rokok masuk katagori al-umu>r ijtiha>diyah para mujtahid mengidentifikasi „illat al-ahka>m dari „illat al-mustanbitah bukan dari „illat al-mansu>sah.