MAJELIS TARJIH DAN DINAMIKA INTERNAL DI MUHAMMADIYAH
C. Keputusan Majelis Tarjih Muhammadiyah Tentang Masalah Fiqh 1. Hukum Zakat Profesi
2. Mi>qa>t Jamaah Haji di Bandara King Abdul Aziz di Jeddah
151
dengan pihak lain seperti seorang pegawai atau karyawan, apabila
pendapatan telah mencapai nisab maka wajib dikeluarkan zakatnya.
Kesimpulan ini karena berlandaskan: Pertama, ayat-ayat al-Qur‟an yang bersifat umum yang mewajibkan semua jenis harta untuk
dikeluarkan zakatnya. Kedua, berbagai pendapat ulama terdahulu
meskipun dengan istilah yang berbeda-beda, ada yang pakai istilah
umum al-amwa>l dan yang pakai istilah khusus al-ma>l al-mustafad.86
Ketiga, dari sudut keadilan bagian dari maqa>sid al-a>mmah, penetapan zakat pada setiap harta yang dimiliki, dibandingkan penetapan zakat
pada komoditas tertentu yang konvensional seolah menutup mata
terhadap maslahat yang terdapat dalam properti moderrn.87 Seperti
petani tradisional yang sekarang kondisinya kurang beruntung justru
diwajibkan zakat terhadap mereka sementara sumber-sumber ekonomi
kontemporer dengan mudah menghasilkan laba yang berlipat dan
mencapai nisab. Keempat, kegiatan penghasilan melalui profesi akan
terus berkembang dari waktu ke waktu, penetapan zakat terhadapnya
menunjukkan bahwa hukum Islam sangat aspiratif dan responsif
terhadap perkembangan zaman.
2. Mi>qa>t Jamaah Haji di Bandara King Abdul Aziz di Jeddah
Seiring perjalanan waktu yang terus bergulir semakin berkembang
pula temuan-temuan manusia dalam segala aspek kehidupan.Termasuk
yang berkaitan dengan teknologi khususnya di bidang moda tranportasi
86 Didin Hafidhudin, Zakat Dalam Perekonomian Modern, 97. 87
152
baik darat, laut ataupun udara yang semakin canggih dari aspek
kecepatannya. Kecanggihan pesawat terbang yang digunakan sebagai
moda transportasi manusia memiliki konsekuensi-konsekuensi tertentu
terutama dalam aspek hukum ibadah.
Sejak 14 abad yang lalu para jamaah haji pergi ke tanah suci dari
segenap penjuru dunia menggunakan transportasi melalui darat dan laut,
mereka sebelum sampai ke tanah suci akan memasuki tempat-tempat mi>qa>t maka>ni yang88
telah ditentukan oleh Nabi saw sebagai batas
permulaan untuk memulai ibadah haji. Keadaan ini berjalan tanpa ada
problem atau polemik tentang pelaksanaan batas mi>qa>t maka>ni pada
tempat-tempat yang telah ditentukan oleh Nabi saw selama seorang masih
menggunakan transportasi darat dan laut. Polemik mengemuka tentang
masalah mi>qa>t maka>ni ketika jamaah haji mulai beralih menggunakan
transportasi udara atau naik pesawat terbang mendarat langsung menuju
di Bandara King Abdul Aziz di Jeddah. Karena hadis-hadis Rasulullah saw
konteksnya pada masa itu adalah mi>qa>t maka>ni yang dikenal sebagai
tempat menjadi lalu lintas transportasi kendaraan yang mashur oleh
masyarakat saat itu yakni kendaraan darat dan laut. Jadi penunjukan tiga
tempat mi>qa>t yang sudah mashur dengan perjalanan darat dan laut yang
melewati tiga tempat tersebut sebelum sampai ke tanah suci.89 Kemudian
bagaimana dengan jamaah haji yang naik pesawat sementara pesawatnya
88 Muhammad Ibn Ismai Dawud Al Fatani, Mathla‟al Badrayn wa Majma‟ al Bahrayn, (tk: Maktabah wa Matba‟ah Muhammad al Nahd wa Auladuh, tt), 67.
153
tidak melalui miqa>t-miqa>t yang telah ditentukan oleh nabi saw. Salah satu dampak kemajuan teknologi yang ikut berperan dalam merubah ketetapan
hukum dan bagaimana dengan keputusan Majelis Tarjih terkait kasus
tersebut.
a. Definsi Mi>qa>t Maka>ni
Mi>qa>t maka>ni adalah batas yang menunjukkan tempat di mulai seluruh rangkain ibadah haji, seseorang akan melakukan ibadah haji dan
melaksanakan melakukan ihram dan berniat haji pada tempat tersebut.90
Batas-batas tempat (al-mawa>qit al-maka>niyah) yang ditetapkan oleh Nabi Saw hanya mewakili tiga arah yaitu: (a) utara untuk penduduk Madinah dan Syam dengan miqa>tnya Zulhulaifah dan Juhfah, (b) timur untuk penduduk Najd adalah Qarnul Manazil, dan (c) selatan untuk
penduduk Yaman adalah Yalamlam, termasuk jamaah haji dari
Indonesia.91
b. Mi>qa>t Maka>ni Jamaah Indonesia
Bagi mereka yang tidak melewati salah satunya dari
miqa>t-miqa>t tersebut, seperti pada zaman sekarang para jamaah haji yang datang naik pesawat kemudian transit di Bandara King Abdul Aziz
seperti jamaah haji dari Indonesia. Dalam hal ini, bagi Majelis Tarjih
berpendapat bahwa mi>qa>t maka>ni bisa dilakukan di Bandara King
Abdul Aziz di Jeddah.92
90Ibid., 68.
91Ibid., 68.
154
Pendapat ulama tentang mi>qa>t maka>ni di Bandara King Abdul
Aziz tidak satu pandangan, terjadi pro kontra. Kelompok yang menentang menjadikan Jeddah sebagai tempat miqa>t adalah termasuk Sheykh Abdul Aziz bin Baz dalam salah satu fatwanya tentang miqa>t,”
Tidak ragu lagi bahwa Jeddah tidak termasuk miqa>t. Siapa yang
mengakhirkan ihramnya sampai di Jeddah, maka dia telah melewati miqa>t menurut shar‟i, karena itu terkena dam yaitu satu kambing atau sepersepuluh unta yang disembelih di tanah haram dan dibagikan di
tanah haram.93 Pendapat yang senada juga diikuti oleh fatwa Majma‟
Fiqh al-Islami.
Sedangkan kelompok yang berpendapat bahwa membolehkan mi>qa>t maka>ni di Bandara King Abdul Aziz termasuk mayoritas ulama dari Indonesia yaitu ulama dari Majelis Tarjih Muhammadyah, MUI,
Nahdlatul Ulama dan Kemenag. Pendapat mayoritas ulama Islam di
Indonesia yang membolehkan miqa>t di Bandara King Abdul Aziz.94
Perbedaan yang terjadi di kalangan para ulama mengenai fiqh miqa>t akibat tidak bisa dipisahkan dari perbedaan manhaj atau metode yang mereka gunakan untuk memahami teks-teks hadis Rasulullah saw
sehingga berbeda pula hasil ijtihadnya. Mereka yang cenderung
memahami secara tekstual akan memilih untuk menolaknya dengan
alasan tidak ada dalilnya dalam hadis nabi selain miqa>t yang telah
93 Khalid ibn Muslih ibn ‘Abd Allah Alu Hamid, Ikhtiya>ra>t al-Shaykh ibn Ba>z al-Fiqhiyah
(Riyad: Dar al-Fadilah, 2010),233.
94 Departemen Agama RI, Bimbingan Manasik Haji (Jakarta: Direktorat Jendral Bimbingan
155
ditetapkan dalam hadis. Sedangkan yang memahami secara kontekstual
mereka berpendapat membolehkannya sebagaimana pendapat Majelis
Tarjih Muhammadiyah. Adapun istidla>l yang dibangun oleh Majelis
Tarjih Muhammadiyah adalah:
حخف اًن لال آًُػ الله ٙضر رًػ ٍبا ٍػ غفاَ ٍػ
اذْ
صًنا ٌ
ٌار
اٚ إنامف رًػ إحا
ىهسٔ ّٛهػ الله ٙهص الله لٕسر ٌا ٍُٛيءًٕنا رٛيا
لال اُٛهػ كش اَرل اَدرا اَأ اُُمٚرط ٍػ رٕج ْٕٔ اَرل ذجَ مْا ذح
٘راخبنا ِأر قرػ ثاد ىٓن ذحف ىكمٚرط ٍي أْذح أرطَاف
“Dari Nafi‟, dari Ibnu „Umar r.a ia berkata: ketika telah dibuka dua kota ini ( basrah dan kufah) mereka mendatangi „Umar dan berkata: wahai Amirul Mukminin, Rasulullah saw telah menetapkan miqat bagi peduduk najd yaitu qarnul manazil, padahal tempat iu sangat jauh dari jalan kami dan jika harus melewati Qarnul manazil, kami merasa kesulitan. Dia („Umar) berkata, telitilah tempat yang sejajar dengan qarnul manazil di jalan yang kamu lalui. Maka beliau menetapkan dhatu Irq (sebagai miqat) bagi mereka” ( HR al-Bukhari).
Dalam pedoman Majelis Tarjih menetapkan bahwa sumber
utama Islam adalah al-Qur‟an dan al-Sunnah sedangkan perangkat-perangkat seperti qiyas, istisla>h, istihsa>n dan lainnya berfungsi untuk mengungkap hukum yang terkandung dalam kedua sumber utama
tersebut.95 Terhadap kasus-kasus kontemporer yang tidak ada legitimasi
landasan normatifnya dalam sumber utama ajaran Islam secara
sarihtidak menuturkannya, metode Majelis Tarjih menggunakan perangkat-perangkat yang berfungsi untuk mengungkap hukum
tersebut seperti metode qiyas.96 Cara menyelesaikan masalah yang
dilakukan oleh Majelis Tarjih dalam teori usul fiqh Hassan Hanafi yaitu
95 Asjmuni Abdurrahman, Manhaj Majlis Tarjih, 60. 96 Ibid, 68.
156
menerapkan perangkat elemen dinamis atau istidla>l hurr seperti qiya>s, istihsa>n dan maslahat jika dalam sumber utama tidak
menuturkannya.97
Pendekatan maqa>sidi terhadap suatu teks hadis tentang miqa>t
adalah untuk memperoleh jiwa hukum atau kemaslahatan yang
dimaksudkan perlu pemahaman secara komprehesif terhadap teks hadis
tersebut. Membaca teks hadis tentang miqa>t tidak terlepas dari dua
faktor yaitu:98 (a) shariah Islam diturunkan dalam kondisi teks-bahasa
dan kondisi sosio geografis Arab; (b) shariah Islam pertama kali
diturunkan pada umat yang alam pikirannya terbatas. Implikasinya
adalah bahwa pegetahuan dan pemahaman pada masa sahabat mengenai
suatu objek masalah ketika shariah Islam sangat terbatas utamanya
mengenai ilmu pengetahuan saat itu di luar Arab.99 Pengenalan terhadap
mawa>qit al-hajj menyesuaikan dengan kondisi pengetahuan mereka sehingga tidak menemukan kesulitan dalam prakteknya.
Wajh istidla>l yang kedua adalah metode qiya>s. Qiya>s yang dilakukan „Umar ra adalah solusi yang tepat karena ada kesamaan „illat.
Namun tidak boleh keluar dari objek masalah, yaitu daratan sebagai
area geografis yang ditentukan rasul dan menjadi jalur utama
tranportasi manusia saat itu. Tidak terlintas dalam pikiran Umar ra saat
97 Hassan Hanafi, Min al-Naql al-Ibda’, (Kairo: Dar al-Quba’ wa Nasr wa Tawzi’ 1990, Vol I0, 327.
98 Majelis Tarjih Dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Himpunan Putusan Tarjih 3,470. 99
157
itu dan juga seorang pun pada waktu itu yang melewati diatas miqa>t,
yaitu jalur udara melalui pesawat terbang. Oleh karena itu dalam
perspektif Majelis Tarjih bahwa jamaah haji yang menggunakan
tranportasi pesawat terbang tidak ditemukan teks qat‟i100 sama dengan
penduduk yang datang dari arah barat Makkah (laut) untuk menuju
tanah suci. Dalam kasus seperti ini termasuk umur ijtihadiyat karena
bagian ma’qu>lat al-ma’na maka solusi yang dikemukakan untuk
menetapkan hukum adalah terhindar dari kesulitan dan menggapai
kemaslahatan sesuai dengan konteks sekarang.101