• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.3 Feeding Rate

Pada penelitian ini, pengujian feeding rate hanya dilakukan pada pengujian contoh uji laboratorium JIS K 1571-2004. Feeding rate dihasilkan dari nilai kehilangan berat, jumlah rayap yang hidup dan waktu pengujian kayu.

Feeding rate untuk jenis kayu solid pinus menghasilkan nilai 207,92

µg/ekor/hari, feeding rate yang terbesar dihasilkan oleh balok laminasi pinus- manii sebesar 201,74 µg/ekor/hari, dan feeding rate terendah dihasilkan oleh balok laminasi pinus-jabon sebesar 80,13 µg/ekor/hari yang diuraikan pada Gambar 9. Feeding rate yang dihasilkan oleh balok laminasi pinus-jabon berbanding lurus dengan nilai kehilangan berat.

Pada kayu solid akasia feeding rate sebesar 137,52 µg/ekor/hari, feeding

rate terbesar dihasilkan oleh balok laminasi akasia-jabon sebesar 226,30

µg/ekor/hari, dan feeding rate terendah dihasikan oleh balok laminasi akasia- manii sebesar 23,92 µg/ekor/hari yang diuraikan pada Gambar 9. Hal ini terjadi karena, pada balok laminasi akasia-jabon rayap memakan bagian kayu jabon sehingga menghasilkan feeding rate yang besar. Rayap tidak dapat memakan bagian yang terdapat garis rekat, untuk bagian yang terdapat pada garis rekat tidak dapat dimakan oleh rayap, namun pada balok laminasi akasia-manii bagian yang diserang atau dimakan oleh rayap terletak dekat dengan garis rekat balok laminasi sehingga menyebabkan rayap mati dan rayap mulai enggan untuk memakan balok laminasi tersebut sehingga menyebabkan sifat kanibal yang timbul pada rayap. Supriana (1983b) diacu dalam Rudi (1999) menambahkan bahwa dalam keadaan uji laboratorium rayap dihadapkan kepada suatu pilihan atau keadaan terpaksa. Dalam keadaan terpaksa tersebut, rayap memakan bahan yang diberikan.

Rayap yang tidak mampu untuk menyesuaikan diri akan mati. Rayap yang berhasil menyesuaikan diri dengan lingkungan yang disediakan akan melakukan orientasi makan. Orientasi semacam ini dapat berlangsung secara acak dan dapat pula berlangsung karena pengaruh tertentu, misalnya oleh sejenis bau yang berasal dari makanan yang diberikan. Selanjutnya rayap akan mencoba mencicipi makanan yang diberikan dengan jalan menggigit bagian permukaan makanan, bila bagian tersebut tidak cocok mereka akan beralih ke bagian lain sampai menemukan bagian yang sesuai dan memenuhi syarat sebagai makanan. Jika

makanan tersebut sesuai, rayap akan meneruskan proses memakannya, sebaliknya jika tidak memenuhi syarat sebagai makanan, rayap akan meninggalkan makan dan memilih berpuasa (Supriana 1983b) diacu dalam Rudi (1999).

Kayu solid jabon memiliki feeding rate sebesar 126,95 µg/ekor/hari dan balok laminasi jabon-jabon menghasilkan feeding rate sebesar 189,44 µg/ekor/hari. Selanjutnya untuk kayu solid manii menghasilkan feeding rate sebesar 169,06 µg/ekor/hari dan balok laminasi manii-manii sebesar 179,90 µg/ekor/hari yang diuraikan pada Gambar 9. Pada jenis kayu jabon dan manii,

feeding rate kayu solid lebih rendah daripada feeding rate balok laminasi akan

tetapi antara nilai kehilangan berat kayu solid dan balok laminasi, kayu solid memiliki nilai yang lebih besar dari balok laminasi.

Kayu solid sengon memiliki feeding rate sebesar 82,99 µg/ekor/hari dan balok laminasi sengon-sengon sebesar 198,94 µg/ekor/hari yang diuraikan pada Gambar 9. Jika dilihat dari kehilangan berat, maka kehilangan berat memiliki sifat berbanding lurus dengan feeding rate.

Jika dilihat secara keseluruhan feeding rate terbesar dihasilkan oleh balok laminasi akasia-jabon sebesar 226,30 µg/ekor/hari. Feeding rate pada balok laminasi akasia-jabon memiliki nilai yang cukup besar, karena pada balok laminasi akasia-jabon bagian yang dimakan adalah pada bagian jabon sedangkan bagian akasia lebih sedikit yang dimakan. Feeding rate terendah dihasilkan oleh balok laminasi tipe akasia-manii sebesar 23,92 µg/ekor/hari . Hal ini disebabkan pada balok laminasi akasia-manii bagian yang rayap makan terletak dekat dengan garis rekat sehingga rayap mati. Selain itu, perbedaan sifat kayu dan ambang rasa rayap menimbulkan preferensi makan yang berbeda pada setiap jenis rayap pada berbagai jenis kayu. Oleh karena itu, sifat fisik, dan kimia berpengaruh terhadap tingkat kerusakan kayu oleh rayap (Supriana 1983a).

Pada kayu solid, feeding rate terbesar dihasilkan oleh jenis kayu pinus dengan nilai 207,92 µg/ekor/hari , hal ini dikarenakan tingkat kematian dari pinus tergolong rendah. Selain itu, kayu pinus merupakan salah satu jenis kayu yang disukai oleh rayap. Menurut Suhesti et al. 2002 diacu dalam Nandika et al. 2003 bahwa pinus merupakan kayu yang disukai oleh rayap. Menambahkan kayu pinus memiliki kandungan zat ekstraktif yang tinggi namun zat ekstraktif tersebut tidak

Fe edi n g r at e( µ g /e k o r/ h a ri)

beracun terhadap rayap, sehingga rayap memiliki sifat preferensi makan yang tinggi terhadap kayu pinus (Atmosuseno 1994 diacu dalam Rudi 1999). Sedangkan nilai feeding rate terendah dihasilkan oleh kayu solid sengon dengan nilai 82,99 µg/ekor/hari. Hal ini diduga, karena sengon memiliki zat ekstraktif dengan bau yang khas dan diduga bersifat racun (saponin) terhadap rayap (Atmosuseno 1994 diacu dalam Rudi 1999). Sehingga rayap cenderung untuk tidak memakan bagian kayu solid sengon dan cenderung untuk berpuasa sehingga dapat menyebabkan kematian pada rayap. Feeding rate akan diuraikan secara lengkap pada Gambar 9.

250 200 150 207.92 194.51 201.74 138.34 137.52 222.68 226.30 188.43 126.95 189.44 169.06 179.90 198.94 100 80.13 82.99 50 23.92 0

Kayu GPP GPJ GPM GPS Kayu GAA GAJ GAM GAS Kayu GJJ Kayu GMM Kayu GSS

Solid Solid Solid Solid Solid

Pinus Akasia Jabon Manii Sengon

Gambar 9 Feeding rate C. curvignathus (µg/ekor/hari) ,dimana P = Pinus, A = Akasia, J = Jabon, M = Manii, S = Sengon, dan G = Balok laminasi. Hasil analisis ragam terhadap feeding rate untuk contoh uji pada pengujian laboratorium dengan faktor jenis kayu tidak berpengaruh nyata terhadap feeding

rate, namun jenis balok laminasi dan interaksi keduanya memberikan pengaruh

nyata. Hasil uji lanjut interaksi menunjukkan bahwa feeding rate balok laminasi akasia-manii tidak berbeda nyata dengan balok laminasi pinus-jabon dan kayu solid sengon. Balok laminasi akasia-manii berbeda nyata dengan jenis kayu dan balok laminasi lainnya.

4.4 Identifikasi Serangan Rayap

Berdasarkan hasil identifikasi pada pengujian lapangan dari contoh balok laminasi dan kayu solid yang diuji lapangan, diketahui bahwa jenis rayap yang menyerang adalah Schedorhinotermes javanicus Kemner (Gambar 10).

Gambar 10 Rayap tanah Schedorhinotermes javanicus Kemner yang menyerang contoh uji dilapangan.

S. javanicus termasuk rayap tanah yang paling luas penyebarannya dan

dapat mencapai ketinggian hingga 1000 m dari permukaan laut. Tarumingkeng (1971), S. javanicus termasuk ke dalam famili Rhinotermitidae, sub famili Rhinotermitinae dan genus Schedorhinotermes. Tho (1992) menyatakan bahwa jenis rayap dari genus Schedorhinotermes masih sulit dibedakan secara detail dengan rayap tanah lainnya, juga terdapat beberapa jenis yang secara morfologi mirip tetapi telah dipisahkan berdasarkan perbedaan yang sangat kecil diacu dalam Ginting (2008).

Rayap ini memiliki dua tipe kasta prajurit, yaitu kasta prajurit yang berukuran besar (major) dan kasta prajurit berukuran kecil (minor). Karakterisktik morfologi kasta prajurit yang berukuran besar adalah sebagai berikut : kepala berwarna kuning muda, panjang kepala dengan mendibel 1.47-1.57 mm. Lebar maksimum kepala 1.37-1.47 mm, dan jumlah segmen antena sebanyak 16 segmen. Panjang labrum 0.40-0.45 mm dan lebarnya 0.16-1.17 mm. Postmentum berukuran panjang 0.47-0.56 mm. Sedangkan kasta prajurit kecil mempunyai kepala beserta mendibel 1.09-1.21 mm, lebar kepala 1.61-1.66 mm dan jumlah segmen antena 15 segmen (Nandika et al. 2003).

Menurut Krisna & Weesner (1970) diacu dalam Rismayadi, (1999) rayap

S.javanicus dijumpai hampir di semua daerah pulau jawa terutama di daerah

dengan ketinggian di bawah 1000 m dari permukaan laut. Haris (1971) menyatakan bahwa rayap tersebut menyerang tungak-tungak kayu di hutan, log yang sudah busuk dan juga merusak kayu konstruksi.

Dokumen terkait