• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV PEMBAHASAN

4.1 Kehilangan Berat

4.1.1 Pengujian Laboratorium

Hasil pengujian skala laboratorium, memperlihatkan bahwa jenis kayu solid pinus memiliki nilai kehilangan berat sebesar 11,84%, sehingga apabila diklasifikasikan dalam nilai ketahanan terhadap serangan rayap menurut SNI 01. 7202-2006 termasuk kedalam nilai yang buruk. Selanjutnya untuk jenis kayu pinus, jenis balok laminasi pinus-sengon menghasilkan nilai kehilangan berat terbesar dengan nilai 15,25%, apabila diklasifikasikan dalam nilai ketahanan terhadap serangan rayap menurut SNI termasuk kedalam nilai yang buruk. Hal ini disebabkan, zat ekstraktif pada sengon (saponin) kurang memberikan dampak mencegah rayap untuk memakan contoh uji sehingga rayap lebih cenderung memakan sengon dibandingkan pinus, selain itu diduga kadar saponin pada sengon sudah berkurang sehingga menghasilkan kerusakan balok laminasi yang berdampak pada nilai kehilangan berat sedangkan untuk nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh balok laminasi pinus-jabon dengan nilai kehilangan berat sebesar 6,51% dan termasuk kedalam ketahanan yang tahan. Pada balok laminasi pinus-jabon memiliki nilai yang rendah dikarenakan terdapat pengaruh dari penggunaan perekat isosianat, sehingga rayap tidak dapat memakan balok laminasi dan semua nilai kehilangan berat pengujian diuraikan pada Gambar 5.

Kayu lain yang digunakan dalam penelitian adalah akasia. Kayu solid akasia menghasilkan nilai kehilangan berat 8,82%, sehingga jika diklasifikasikan kedalam nilai ketahanan serangan rayap menurut SNI termasuk dalam nilai yang sedang. Selanjutnya jenis balok laminasi kayu akasia, nilai kehilangan berat terendah dihasilkan oleh balok laminasi akasia-manii dengan nilai 1,16%. Hal ini

disebabkan, rayap menyerang bagian garis rekat antar lamina sehingga menghasilkan nilai kehilangan berat yang rendah. Pada keadaan yang luar biasa rayap juga bersifat kanibal di dalam koloninya, tetapi bukan predator (Nandika et

al. 2003). Selain itu dalam proses makan, rayap kasta pekerja memberikan makan

ke kasta lain dengan cara melalui mulut atau melaui anus (Nandika et al. 2003) sehingga kandungan perekat membuat rayap keracunan.

Sedangkan nilai kehilangan berat terbesar dihasilkan oleh balok laminasi akasia-jabon. Nilai kehilangan berat balok laminasi akasia-jabon sebesar 13,72% dan jika diklasifikasikan dalam ketahanan terhadap serangan rayap menurut SNI termasuk kedalam nilai yang buruk. Hal ini disebabkan bagian yang diserang atau dimakan oleh rayap tanah berada pada bagian kayu jabon dari jenis balok laminasi akasia-jabon.

Selain kayu solid pinus dan akasia, kayu solid jabon juga digunakan dalam penelitian ini. Kayu solid jabon menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 21,90%, dan jika diklasifikasikan terhadap serangan rayap menurut SNI termasuk kedalam ketahanan yang sangat buruk dan untuk balok laminasi jabon-jabon menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 11,96% dan termasuk kedalam ketahanan yang buruk. Dari hasil kehilangan berat antara kayu solid jabon dengan balok laminasi jabon-jabon terjadi penurunan nilai kehilangan berat. Hal ini disebabkan bentuk serangan yang ada pada balok laminasi jabon-jabon dan diduga akibat pengaruh perekat isosianat dalam menghambat rayap untuk memakan contoh uji.

Selanjutnya hasil dari pengujian kayu solid manii, kayu solid manii menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 14,77% dan jika diklasifikasikan kedalam ketahanan serangan rayap menurut SNI termasuk kedalam ketahanan yang buruk dan balok laminasi manii-manii sebesar 12,34% juga termasuk kedalam ketahanan yang buruk. Pada kayu solid dengan balok laminasi terdapat penurunan nilai kehilangan berat. Hal ini disebabkan, bentuk serangan rayap balok laminasi manii-manii terletak pada bagian garis rekat antar lamina, diduga pengaruh dari perekat isosianat yang menghambat rayap dalam menyerang contoh uji dan untuk kayu terakhir yang dijadikan contoh uji adalah kayu sengon. Kayu solid sengon menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 12,36% dan jika

K ehil a n ga n B era t( %)

diklasifikasikan ketahanan kayu terhadap rayap tanah termasuk kedalam ketahanan yang buruk dan balok laminasi sengon menghasilkan nilai kehilangan berat sebesar 16,52% (Gambar 5) juga termasuk kedalam ketahanan yang buruk.

30 25 20 15 11.84 10 5 0 10.22 6.51 13.29 15.25 8.82 11.97 13.72 1.16 13.50 21.90 11.96 14.77 12.34 12.36 16.52 18,94-31,96 (Sangat Buruk) 10,96-18,94 (Buruk) 7,50-10,96 (Sedang) 3,52- 7,50 (Tahan) < 3,52 (Sangat Tahan)

Kayu GPP GPJ GPM GPS Kayu GAA GAJ GAM GAS Kayu GJJ Kayu GMM Kayu GSS

Solid Solid Solid Solid Solid

Pinus Akasia Jabon Manii Sengon

Gambar 5 Kehilangan berat contoh uji pada pengujian secara laboratorium terhadap rayap tanah C. curvignathus, dimana P = Pinus, A = Akasia, J = Jabon, M = Manii, S = Sengon, dan G = Balok laminasi.

Secara keseluruhan kehilangan berat kayu solid terbesar dihasilkan oleh kayu jabon dengan nilai kehilangan berat 21,90%. Kayu solid jabon memperoleh kehilangan berat terbesar dan sesuai dengan strandar JIS K 1571-2004 kehilangan berat contoh uji kontrol harus lebih besar dari 15%. Hal ini disebabkan, jabon memiliki kadar selulosa sebesar 52,4%, lignin 25,4%, dan silika 0,1%. Selain itu kayu solid jabon termasuk kedalam kelas awet V (Martawijaya et al. 2005). Sedangkan untuk nilai kehilangan berat terendah dihasilkan kayu solid akasia 8,82%. Kayu solid akasia memperoleh nilai kehilangan berat yang tidak sesuai dengan standar JIS K 1571-2004. Karena pada kayu akasia memiliki nilai kehilangan berat dibawah nilai 15%. Hal ini diduga kayu akasia memiliki zat ekstratif yang dapat mempengaruhi proses makan rayap sehingga rayap menjadi enggan untuk memakan kayu akasia. Menurut Supriana (1983b) satu jenis kayu mungkin sangat peka terhadap satu jenis rayap dan menimbulkan respon yang relatif kuat dibandingkan dengan jenis kayu lainnya karena adanya karakteristik sifat anatomi, fisik dan kimia kayu. Semakin tinggi tingkat kekerasan kayu, maka aktivitas makan akan berkurang.

Menurut Pasaribu dan Roliadi (1990) diacu dalam Malik et al. (2000), akasia memiliki sifat kimia seperti kandungan selulosa sebesar 43,85%, lignin 24,89%, dan silika 0,99%. Menambahkan keawetan alami kayu sangat dipengaruhi pula oleh kandungan senyawa ekstraktif di dalamnya yang memiliki sifat sebagai racun terhadap serangga. Umumnya semakin tinggi kandungan ekstraktif dalam kayu, maka keawetan alami kayu cenderung meningkat (Wistara 2002).

Jenis balok laminasi yang memiliki nilai kehilangan terbesar dihasilkan balok laminasi sengon-sengon dengan nilai kehilangan sebesar 16,52% sedangkan nilai kehilangan terendah dihasilkan balok laminasi akasia-manii dengan nilai 1,16% yang diuraikan pada Gambar 5. Hal ini dipengaruhi oleh jenis campuran balok laminasi antara kayu akasia-manii yang memiliki zat ekstraktif yang baik dan pengaruh perekat isosianat, perekat isosianat membuat rayap tersebut mati dan dapat dikatakan balok laminasi akasia-manii memiliki tingkat keawetan yang terbaik dari semua balok laminasi yang diujikan.

Bagian yang pertama kali dimakan oleh rayap pada balok laminasi sengon- sengon adalah bagian yang tidak mengandung perekat, sehingga balok laminasi kayu sengon mengalami kehilangan berat terbesar. Sesuai dengan sifat dasarnya sengon merupakan kayu yang memiliki nilai keawetan yang rendah. Jika dilihat dari kehilangan berat, pengaruh dari balok laminasi merupakan tingkatan keawetan yang rendah.

Hasil analisis ragam terhadap nilai kehilangan berat untuk contoh uji pada pengujian secara laboratorium dengan faktor jenis kayu, jenis balok laminasi dan interaksi keduanya berpengaruh nyata terhadap kehilangan berat. Hasil uji lanjut interaksi menunjukkan bahwa nilai kehilangan berat balok laminasi akasia-manii tidak berbeda nyata dengan balok laminasi pinus-jabon. Namun balok laminasi akasia-manii berbeda nyata terhadap jenis kayu dan balok laminasi lainnya. Nilai rata-rata kehilangan berat balok laminasi akasia-manii paling kecil yaitu 1,16%.

Dokumen terkait