III. TINJAUAN PUSTAKA
3.3 FERMENTASI
Fermentasi merupakan suatu bentuk pengolahan yang telah banyak diaplikasikan di berbagai belahan dunia. Bahkan fermentasi telah berkembang menjadi sebuah teknologi. Teknologi fermentasi adalah ilmu yang dianggap sangat tua. Hal ini karena seperti pembuatan alkohol atau bir dengan cara fermentasi telah dilakukan orang sekitar 6000 tahun sebelum masehi. Kata ―fermentasi‖ (Fermentation dalam bahasa Inggris) berasal dari kata latin ferfere yang artinya mendidihkan. Ini dapat dianggap sebagai suatu peninggalan pada waktu ilmu kimia masih sangat muda sehingga terbentuknya gas dari suatu cairan kimia hanya dibandingkan dengan keadaan seperti air mendidih atau mulai mendidih. Pada masa itu memang belum diketahui bahwa kejadian tersebut dapat pula terjadi oleh terbentuknya gas-gas lain dalam cairan, termasuk gas CO2 yang terbentuk oleh proses fermentasi (Smith 1967).
Secara umum fermentasi merupakan salah satu bentuk respirasi anaerobik (tanpa oksigen). Pada saat ini fermentasi secara mudahnya dapat diartikan sebagai suatu proses pengolahan pangan dengan menggunakan jasa mikroorganisme untuk menghasilkan sifat-sifat produk sesuai yang diharapkan. Menurut Stanbury dan Whitaker (1984) fermentasi dapat didefinisikan sebagai perubahan gradual oleh enzim beberapa bakteri, khamir, dan kapang. Beberapa contoh perubahan kimia dari fermentasi meliputi pengasaman susu, dekomposisi pati dan gula menjadi alkohol dan karbon dioksida, dan oksidasi senyawa nitrogen organik. Definisi lain mengenai fermentasi yaitu proses penguraian karbohidrat oleh khamir menjadi bentuk yang lebih sederhana seperti etanol pada berbagai keadaan. Hasil akhir menunjukkan 95% glukosa diuraikan menjadi etanol pada fermentasi anaerobik. Selain itu disebutkan pula Fermentasi adalah proses oksidasi reduksi, dimana donor dan akseptor elektronnya adalah senyawa organik. Senyawa organik yang biasa digunakan adalah karbohidrat dalam bentuk glukosa (Rachman 1989).
Gula adalah bahan yang umum digunakan dalam proses fermentasi. Beberapa contoh hasil fermentasi adalah etanol, asam laktat, dan hidrogen. Akan tetapi beberapa komponen lain dapat juga dihasilkan dari fermentasi seperti asam butirat dan aseton. Ragi dikenal sebagai bahan yang umum digunakan dalam fermentasi untuk menghasilkan etanol dalam bir, anggur dan minuman beralkohol lainnya.
Berdasarkan penambahan starter (kultur mikroorganisme), fermentasi dibedakan atas dua jenis, yakni fermentasi spontan dan fermentasi tidak spontan. Fermentasi spontan, adalah fermentasi bahan pangan dimana dalam pembuatannya tidak ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi, tetapi mikroorganisme yang berperan aktif dalam proses fermentasi berkembang biak secara spontan karena lingkungan hidupnya dibuat sesuai untuk pertumbuhannya. Fermentasi tidak spontan adalah fermentasi yang terjadi dalam bahan pangan yang dalam pembuatannya ditambahkan mikroorganisme dalam bentuk starter atau ragi, dimana mikroorganisme tersebut akan tumbuh dan berkembangbiak secara aktif merubah bahan yang difermentasi menjadi produk yang diinginkan, contohnya pada pembuatan oncom.
Menurut Afrianti (2004) fermentasi berdasarkan kebutuhan oksigen, dapat dibedakan menjadi dua, yaitu fermentasi aerob dan fermentasi anaerob. Fermentasi aerob (proses respirasi) adalah disimilasi bahan-bahan yang disertai dengan pengambilan oksigen. Bahan energi yang paling banyak digunakan mikroorganisme untuk tumbuh adalah glukosa. Dengan adanya oksigen maka
mikroorganisme dapat mencerna glukosa menghasilkan air, karbondioksida dan sejumlah besar energi. Contoh: fermentasi asam asetat, asam nitrat, dan sebagainya. Fermentasi anaerob adalah fermentasi yang tidak membutuhkan adanya oksigen. Beberapa mikroorganisme dapat mencerna bahan energinya tanpa adanya oksigen. Fermentasi tipe anaerob menghasilkan sejumlah kecil energi, karbondioksida, air, dan produk akhir metabolik organik lain, seperti asam laktat, asam asetat, dan etanol serta sejumlah kecil asam organik volatil lainnya (Buckle et.al., 1985).
3.3.2 Fermentasi Alkohol
Fermentasi alkohol merupakan salah satu proses fermentasi gula yang menghasilkan alkohol sebagai produk akhirnya. Fermentasi ini dilakukan oleh khamir dari genus Saccaromyces. Spesies yang paling umum terlibat dalam fermentasi ini adalah S. cerevisiae dan S. bayanus (Bisson, 2001). Secara singkat, glukosa (C6H12O6) yang merupakan gula paling sederhana melalui fermentasi akan menghasilkan etanol (2C2H5OH). Persamaan reaksi kimia pada proses fermentasi meliputi:
C6H12O6 → 2C2H5OH + 2CO2 + 2 ATP
Dalam proses fermentasi, perubahan glukosa menjadi asam piruvat terjadi melalui jalur Embden-Meyerhoff atau glikolisis. Kemudian asam piruvat ini akan diubah menjadi asetaldehida dan akhirnya menjadi etanol dan CO2 (Fardiaz, 1988). Berikut adalah gambar mengenai proses perubahan glukosa menjadi etanol pada Gambar 4 dan 5.
Menurut Jeffers (2000), proses fermentasi lebih rinci meliputi beberapa tahap. Sukrosa dihidrolisis untuk menghasilkan monosakarida berupa glukosa dan fruktosa. Maltosa dihidrolisis menghasilkan dua unit glukosa. Pada kondisi yang lain monosakarida masing-masing dikonversi menjadi turunan fosfat. Kemudian, melalui serangkaian reaksi, masing-masing monosakarida-fosfat 6 karbon menghasilkan molekul piruvat 3 karbon. Masing-masing piruvat dikonversi melalui fermentasi dengan kondisi anaerob menjadi etanol dan CO2.
Gambar 5. Proses reaksi glikolisis jalur EMP
18 17
Gambar 6. Proses perubahan asam piruvat menjadi etanol dan karbondioksida
3.3.3 Khamir
Menurut Wanto dan Arif Subagyo dalam Maimuna (2004), khamir merupakan fungi bersel tunggal sederhana, kebanyakan bersifat saprofitik dan biasanya terdapat dalam tumbuh-tumbuhan yang mengandung karbohidrat. Khamir dapat diisolasi dari tanah yang berasal dari kebun anggur, kebun buah-buahan dan biasanya khamir berada di dalam cairan yang mengandung gula, seperti cairan buah, madu, sirup, dan sebagainya.
Khamir maupun bakteri dapat digunakan untuk memproduksi etanol. Khamir Saccharomyces
cerevisiae var ellipsoides mampu menghasilkan etanol dalam jumlah tinggi (16-18%) pada media
yang sesuai. Khamir lain yang dapat digunakan adalah Schizosaccharomyces sp., S. uvarum, dan
Kluyveromyces sp. Bakteri Zymomonas mobilis diketahui merupakan penghasil etanol yang potensial
(Hartoto, 1992).
Khamir memerlukan media dan lingkungan yang sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangannya. Unsur-unsur dasar yang dibutuhkan adalah karbon, hidrogen, oksigen, fosfor, potasium, zat besi, dan magnesium. Unsur karbon banyak diperoleh dari gula, sedangkan sebagai sumber nitrogen dapat digunakan amonia, garam amonium, asam amino, peptida, pepton, nitrat atau urea tergantung dari jenis khamir (Prescott dan Dunn, 1981).
Khamir tumbuh optimum pada suhu 25-30ºC dan maksimum pada suhu 35-47ºC, pH yang disukai antara 4-5. Batas minimal aw untuk khamir biasa adalah 0.88-0.94 sedangkan khamir osmofilik dapat tumbuh pada aw yang lebih rendah yaitu sekitar 0.62-0.65, namun banyak juga khamir osmofilik yang pertumbuhannya pada aw 0.78 seperti pada larutan garam ataupun sirup gula (Frazier dan Westhoff, 1978). Khamir tumbuh pada kondisi aerobik, tetapi yang bersifat fermentatif dapat tumbuh secara anaerobik meskipun lambat (Fardiaz, 1992). Khamir mempunyai kemampuan untuk memecah pangan karbohidrat menjadi alkohol dan karbondioksida. Proses ini diketahui sebagai fermentasi alkohol yaitu proses anaerob. Khamir mempunyai sekumpulan enzim yang diketahui sebagai zymase yang berperan pada fermentasi senyawa gula, seperti glukosa menjadi etanol dan karbondioksida (Irianto, 2006). Pada kondisi anaerob pertumbuhan khamir lambat dan piruvat dari jalur katabolik dipecah oleh enzim piruvat dekarboksilase menjadi asetaldehid dan karbondioksida secara reduksi oleh enzim alkohol dehidrogenase. Kebanyakan yeast bersifat tahan terhadap tekanan osmose tinggi dan biasanya terdapat pada bahan berkadar gula tinggi.
Saccharomyces cerevisiae dapat memfermentasi glukosa, sukrosa, galaktosa, dan rafinosa. Saccharomyces cerevisiae merupakan top yeast tumbuh cepat dan sangat aktif memfermentasi pada
suhu 20ºC (Frazier dan Westhoff, 1978). Saccharomyces cerevisiae dapat toleran terhadap alkohol
19 17
yang cukup tinggi (12-18% v/v), tahan terhadap kadar gula yang tinggi, dan tetap aktif melakukan fermentasi pada suhu 4-32ºC (Harisson dan Graham, 1970).
Menurut Hartoto (1992), pada kondisi aerobik atau konsentrasi glukosa tinggi Saccharomyces
cerevisiae tumbuh dengan baik, namun alkohol yang dihasilkan rendah. Akan tetapi, pada kondisi
anaerobik pertumbuhan lambat dan piruvat dari jalur katabolik dipecah oleh enzim piruvat dekarboksilase menjadi asetaldehid dan karbondiokasida secara reduksi oleh enzim alkohol dehidrogenase.