Dalam beberapa tahun belakangan ini timelapse populer dikalangan pembuat karya audio-visual. tehnik-tehnik pembuatan video yang mulai dipakai para sineas dan para pekerja kreatif di dunia digital baik film, televisi dan web series. TimeLapse sendiri berasal dari kata time yang berarti waktu, dan lapse yang berarti jarak. Tujuan dari timelapse pada awalnya adalah untuk kebutuhan penelitian, dimana gerakan yang sangat lambat direkam dan ditampilkan dalam laju yang dipercepat untuk diamati gerakannya (hal yang berkebalikan dengan slow motion video). Untuk gerakan yang amat sangat lambat, timelapse bisa dibuat periodik dalam hitungan menit (bukan detik), misal untuk mempelajari pertumbuhan tanaman / bunga, peneliti memotret setiap 30 menit selama berhari-hari.
Di dunia foto dan videografi, timelapse merupakan pengembangan dari bidang fotografi yang menjadikan sekumpulan foto yang diambil dalam periode tertentu menjadi sebuah klip video pendek72. Lama pemotretan umumnya berdurasi lama, bisa hingga berjam-jam, sedangkan interval
72 http://www.id-photographer.com/?idp=article&page=view.html&idArtikel=35/mengenal-timelapse-photography diakses pada 14 Januari 2014
pengambilan foto bisa dibuat berkala setiap beberapa detik hingga menit, tergantung kebutuhan. Kemudian semua foto yang didapat digabungkan hingga menjadi sebuah video.
Timelapse perlu juga mengenal patokan frame rate video yang digunakan. Format video yang kami gunakan untuk film The Saviors yaitu 1920x1080 dengan frame rate 30 Frame Per Second (FPS). Dengan frame rate 30 fps, kita membutuhkan 30 foto untuk memperoleh 1 detik video. Disini editor memilih Frame rate paling tinggi (30 fps) di spesifikasi kamera yg dipakai shooting video karena dianggap punya gerakan yang mulus dan tidak terkesan patah-patah jika dibandingkan 24 fps. Obyek yang kita ambil adalah obyek yang punya gerakan sangat lambat, seperti gerakan awan, matahari, bulan, bintang dan sebagainya. Meski begitu timelapse boleh juga dipakai untuk merekam gerakan yang lebih cepat seperti manusia yang berjalan, meski nanti hasilnya gerakan manusia itu akan tampak sangat cepat. Di dalam film dokumenter The Saviors ini, sunset jadi salah satu pilihan tepat untuk mengambil timelapse karena lokasi yang berada di pantai menghadap ke barat. Sepuluh detik timelapse dirasa cukup untuk sebuah transisi adegan, jadi kita butuh 300 karena frame rate yang digunakan 30fps. Periode pengambilan gambar untuk mengambil sunset dimulai pukul 17.00 – 18.30 atau selama 90
menit atau 5400 detik. Jadi, interval yang digunakan untuk setiap pengambilan gambar adalah 5400 / 300 adalah 18 detik.
Teknik timelapse bisa dilakukan dengan 2 cara, pertama dengan merekam video sepanjang yang dibutuhkan lalu laju video dipercepat saat editing. Kedua dengan menggunakan Shutter release timer remote control untuk mengambil foto di setiap waktu interval yang ditentukan lalu foto digabungkan saat editing hingga menjadi sebuah gambar bergerak. Tapi disini kami menggunakan Shutter release untuk menghemat baterai dan penyimpanan data.
Untuk teknis dan prosedur pemotretan timelapse The Saviors sebenarnya cukup standar seperti memakai mode manual (termasuk manual ISO dan WB), memakai tripod dan karena kamera akan terus hidup selama periode pemotretan, pastikan baterai mampu bertahan (bisa dengan battery grip) dan memakai slider manual. Kini timelapse menjadi lebih mudah karena sudah didukung oleh peralatan fotografi modern dan banyak contoh yang menginspirasi para sineas untuk membuat konsep serupa. Tentu saja tantangan yang lebih sulit adalah menemukan ide apa yang mau difoto, berapa lama durasinya dan barulah memikirkan teknis fotografinya.
Pada tahun 1950 muncul sebuah gagasan yang menarik dan unik pada One Stop Motion. Bright Hub melihat sebuah pertumbuhan budaya populer dan kepentingan komersial kerena berhubungan dengan teknik motion ini.
Pertumbuhan Teknik One Stop Motion, pada tahun 1950 merupakan tahap transformasi yang digembar-gemborkan periode perubahan one stop animation. Gerak henti (stop motion) tidak hanya hanya diterima oleh khalayak yang sangat luas, tapi juga diterima dalam budaya populer. Untuk para pelaku animasi terapan ini, proses pembuatan Stop Motion merupakan alternatif yang nyaman untuk proses menggambar cara tradisional dengan tangan.
Pada waktu tersebut merupakan awal stop motion menjadi bisnis komersial. Tidak hanya itu hal tersebut juga menjadilebih sering digunakan dalam film, tetapi stop motion juga bisa dilihat di televisi dan iklan. Semua ini digunakan dalam acara film terkenal pada saat itu “Gumby”, yang memicu gaya stop motion menjadi semakin menjadi budaya populer.
Art Clokey terkenal karena menciptakan animasi dari tanah liat bernama "Gumby". Karakter Gumby, diciptakan dalam proyek film muridnya 1955 saat menghadiri USC (University of Southern California). Dia bernada filmnya ke Sam Engel dari 20th Century Fox, dan sisanya adalah sejarah. Clokey juga
dibedakan untuk membuat iklan animasi tanah liat untuk Budweiser dan Coca Cola.
Dr John Ott, adalah pelopor time lapse photography dalam sinematografi, serta banyak teknik fotografi modern lainnya, dan mulai bereksperimen sebagai hobi. Dia mulai shooting pada tanaman pada tahun 1930 dan mengembangkan sistem yang inovatif gerakan kamera elektrik (yang pertama dari jenisnya) untuk merekam tanaman dan bagaimana mereka tumbuh dan berinteraksi, semua di dalam rumah kaca.
Karya Ott yang lain dari time lapse photography dan sinematografi telah digunakan sepanjang tahun 1950-an, dalam kedua film, televisi dan dokumenter.
Ray Harryhausen, dianggap sebagai salah satu seniman stop motion animasi terbesar yang legendaris, mulai dengan membuat B-film di tahun 50-an. Buatan Stop motionnya dalam film animasi secara signifikan digunakan banyak efek khusus, yang benar-benar model skala. Efek khusus yang ia ciptakan lebih maju kedepan dari pada perkembangan pada saat itu.
Pada tahun 1953, "The Beast from 20.000 Fathoms ", Film solo pertama karya Harryhausen, menjadi sensasi besar. Dengan film ini, ia menggunakan efek yang tidak pernah dilakukan sebelumnya dimana tidak ada porsi dalam frame, membelah latar belakang dari latar depan. Berkat upaya ini,
setelah kedua bagian dari shooting masuk ke frame, tampak seolah-olah model stop motion berinteraksi dengan manusia yang hidup. Harryhausen melanjutkan karirnya untuk bekerja pada banyak film terkenal lainnya, termasuk "Jason dan Argonauts" pada tahun 1963.
Animator stop motion lainnya yang telah berperan dan berkontribusi untuk stop motion sejak beberapa dekade terakhir, meliputi: Jim Danforth („Clash of The Titans‟ (1981)); David Allen („Batteries Not Included „(1987)); Will Vinton (trademarked „claymation‟), Henry Selick (The Nightmare Before Christmas (1993) Coraline (2009)) and many others.
Seiring waktu, stop motion animasi terus berkembang, dengan mempertimbangkan kemajuan teknologi, seperti teknologi digital dan komputer ditingkatkan dan perkembangan perangkat lunak. Dengan teknologi saat ini, bahkan seorang amatir mampu menciptakan dunia virtual dengan stop motion animasi.73