• Tidak ada hasil yang ditemukan

PESISIR TELUK LAMPUNG

4.1.3 Fisik kimia perairan

Batimetri

Teluk Lampung merupakan salah satu dari dua teluk di ujung paling Selatan Pulau Sumatera, Kota Bandar Lampung terletak pada pangkal teluk, dan bagian mulut teluk (arah Selatan-Tenggara) berhadapan langsung dengan Selat Sunda yang merupakan perairan penghubung antara Laut Jawa di sebelah utara dan Samudera Hindia di selatan. Deskripsi batimetri Teluk Lampung didasarkan pada Peta Sumatera-Pantai Selatan, Teluk Kalumbayan hingga Pulau-pulau Tiga skala 1:75.000 dengan inset Pelabuhan Panjang skala 1:25.000 dan Pelabuhan Batubara Tarahan skala 1:20.000 (Dishidros TNI-AL 1998).

Dasar laut di sisi utara teluk (pangkal teluk) relatif landai, dengan kedalaman -5 sampai dengan -20 m LWS. Semakin ke arah selatan, kedalaman dasar laut semakin meningkat, dan cenderung semakin curam, di Tanjung Tua dan arah selatan Pulau Legundi (Kabupaten Pesawaran), dasar laut menjadi sangat curam dengan kedalaman mencapai -100 m LWS pada jarak sekitar 1 km dari pantai. Pada sisi timur teluk (Kabupaten Lampung Selatan), dasar laut masih relatif landai, dengan kedalaman terdalam sekitar -40 m LWS, seperti disajikan pada Gambar 20.

Pasang surut

Deskripsi mengenai pasang surut (pasut) Teluk Lampung didapatkan dari informasi Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999), PT. Pelindo II Cabang Panjang (2001), serta pengolahan data pasut dari Dishidros TNI-AL (2003). Karakteristik pasut Teluk Lampung adalah sebagai berikut:

Tipe pasut semi diurnal campuran, yaitu terjadi dua kali pasang dan dua kali surut setiap harinya. Pasang dan surut pertama akan berbeda dengan yang kedua, yang biasa disebut sebagai ketidaksamaan harian.

Dalam satu bulan terjadi dua kali pasang tinggi dan dua kali pasang rendah. Pada saat pasang tinggi maka akan terjadi pasang yang sangat

tinggi dan surut yang sangat rendah. Sedangkan pada saat pasang rendah akan terjadi pasang dan surut yang sangat kecil.

Pasut di kawasan pantai Teluk Betung, Bandar Lampung mempunyai kisaran tunggang pasut maksimal sebesar 143,8 cm.

Satu periode pasut di kawasan pantai Teluk Betung, Bandar Lampung adalah antara 10 jam hingga 14,5 jam.

Arus dan Sedimen

Arus di Teluk Lampung utamanya dibangkitkan oleh pergerakan massa air Samudera Hindia dan Laut Jawa. Massa air laut pasang Samudera Hindia dan Laut Jawa, masuk ke dalam teluk dari arah selatan ke arah utara dengan volume massa air yang cukup besar. Pulau-pulau yang berada di selatan menyebabkan terjadinya pembelokan arah massa air, sebagian kecil berbelok ke barat daya (sisi kiri teluk) dan sebagian besar ke timur laut (sisi kanan teluk) dengan arah akhir barat daya. Pembelokan gerakan massa air pasang sisi kanan membentur sisi kanan teluk, dan selanjutnya, terjadi pembelokan dengan arah timur-barat. Pada waktu air laut surut massa air akan keluar dari teluk (Helfinalis 2000).

Arus di Teluk Lampung terdiri dari arus pasut yang dibangkitkan oleh pasut, dan arus non pasut yang utamanya dibangkitkan oleh angin. Data mengenai arus pasut yang diacu dari Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999), disajikan pada Tabel 9.

Tabel 9 Arus pasut di Teluk Lampung

No. Kedalaman Kondisi Pasut V maks (knot) Arah (o)

1 0,2 D Surut 0,34 258 Pasang 0,40 344 2 0,5 D Surut 0,26 206 Pasang 0,36 294 3 0,8 D Surut 0,34 103 Pasang 0,34 334

Keterangan: D = kedalaman -16 m, lokasi perairan pantai di Kel. Srengsem, Kec. Panjang, Kota Bandar Lampung

Sumber : Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999)

Berdasarkan hasil kajian pada Atlas Sumberdaya Wilayah Pesisir Lampung (Wiryawan et al. 1999), iklim di perairan pesisir, terutama Pantai Barat

Lampung dipengaruhi oleh Samudera Hindia yang dicirikan oleh adanya angin muson dan curah hujan yang tinggi. Angin berhembus dari arah Selatan selama bulan Mei sampai September, dan dari arah yang berlawanan selama bulan November sampai Maret. Berlawanan dengan arah angin, arus musim di Pantai Barat Lampung sepanjang tahun mengalir ke arah tenggara hingga barat daya.

Gambar 20 PETA PERAIRAN

Kondisi angin musim tersebut mempengaruhi gradien tekanan antara perairan di barat laut dan tenggara dari pantai barat Sumatera. Kekuatan arus berkisar antara 0,02-0,87 knot. Pada musim barat antara bulan november hingga maret, arus mengalir dengan kecepatan 0,52-0,87 knot dan mencapai kecepatan maksimum pada bulan desember. Arus pada musim barat ini mengalir dengan tetap menuju ke arah tenggara. Sedangkan arus pada musim timur antara bulan april hingga oktober melemah dengan kisaran kecepatan 0,02-0,70 knot. Pada bulan juli arus mencapai minimum, berkisar antara 0,02-0,10 knot.

Pada mulut Teluk Lampung, kekuatan arus rata-rata bulanan berkisar antara 0,02-0,87 knot, dimana kecepatan maksimum terjadi pada bulan januari dan februari, dan kecepatan minimum pada bulan maret dan april. Arus rata-rata bulanan di Selat Sunda ini umumnya mengalir ke arah Samudera Hindia, kecuali pada bulan maret, agustus, dan oktober. Pada bulan maret, arus mengalir ke timur laut (dari Samudera Hindia menuju Laut Jawa) dengan kecepatan rata-rata 0,02 knot. Pada bulan agustus dan oktober, arus mengalir ke timur dengan kecepatan 0,45 knot pada agustus dan 0,10 knot pada oktober.

Sebaran sedimen di Teluk Lampung cukup bervariasi mengikuti pola arus yang terjadi (Helfinalis 2000; Witasari dan Wenno 2000). Hasil penelitian Helfinalis (2000) di Teluk Lampung, menunjukkan bahwa pada lokasi-lokasi dasar perairan yang dipengaruhi oleh arus pasut yang cepat akan didominasi pasir; dan sebaliknya yang dipengaruhi oleh pergerakan arus pasut lemah akan didominasi sedimen lumpur. Sedimen pasir yang berasal dari aliran sungai akan diendapkan di sekitar muara sungai, sedangkan lanau dan lempung diendapkan di dasar perairan lepas pantai.

Gelombang

Informasi gelombang di Teluk Lampung didasarkan pada hasil survei Dishidros TNI-AL (1994) di Teluk Ratai (bagian dari Teluk Lampung), serta data pengamatan gelombang dari Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999).

Hasil survei Dishidros TNI-AL (1994) menunjukkan bahwa gelombang di Teluk Ratai pada musim barat memiliki ketinggian antara 0,5-0,75 m, dan pada saat cuaca buruk dapat mencapai lebih dari 1,5 m. Pada musim timur, tinggi gelombang antara 0,3-0,6 m. Menurut pencatatan Dishidros TNI-AL antara

tanggal 8 Januari sampai dengan 16 Februari 1994, menunjukkan tinggi gelombang berkisar antara 0,2-1,0 m.

Berdasarkan data pengamatan tinggi gelombang maksimum dari Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999), didapatkan informasi tambahan informasi gelombang Teluk Lampung. Pergerakan gelombang dominan yang terjadi adalah dari arah tenggara dan selatan dengan persentase kejadian berturut-turut sebesar 26,48% dan 31,83%. Tinggi gelombang maksimum yang paling dominan adalah >50 cm dengan persentase kejadian sebesar 58,59%. Secara ringkas data gelombang disajikan pada Tabel 10.

Arah tenggara merupakan arah dominan berhembusnya angin. Hal ini terkait dengan orientasi Teluk Lampung yang menghadap ke arah Tenggara. Dengan kata lain, jika arah angin terbesar adalah dari barat laut misalnya, maka untuk pembangkitan gelombang di kawasan pantai Teluk Betung Bandar Lampung, tidak akan berpengaruh banyak. Oleh karena itu, pada pangkal teluk (Kota Bandar Lampung), gelombang mejadi relatif rendah, disebabkan semakin dangkalnya kedalaman air (batimetri). Dalam perambatan ke arah pantai, gelombang akan mengalami proses refraksi, shoaling (pendangkalan), difraksi,

serta refleksi. Proses refraksi merupakan pembelokan arah gelombang untuk mendekati ke arah tegak lurus terhadap kontur dasar pantai. Hal ini menyebabkan gelombang yang datang di pantai akan mempunyai orientasi yang mendekati tegak lurus terhadap garis pantai. Proses pendangkalan adalah berkurangnya secara berangsur-angsur tinggi gelombang sebagai akibat pendangkalan kontur laut ke arah pantai. Dengan demikian proses refraksi dan pendangkalan berkait erat dengan profil pantai.

Tabel 10 Arah dan tinggi maksimum kejadian gelombang

Arah Datang Gelombang Utara Timur Laut Timur Teng-gara Sela-tan Barat Daya Barat Barat Laut Jumlah (%) Tinggi Gelombang H maks (cm) Persentase Kejadian (%) 25-30 0,00 0,00 0,00 0,28 0,56 0,28 0,28 0,00 1,41 30-40 0,56 0,00 0,85 2,82 4,23 3,66 0,86 0,00 12,96 40-50 0,26 1,41 1,69 9,58 7,89 3,94 2,25 0,00 27,04 >50 0,00 4,51 7,32 13,80 19,15 9,86 3,94 0,00 58,59 Jumlah (%) 0,85 5,92 9,86 26,48 31,83 7,75 7,32 0,00 100,00 Keterangan : Lokasi perairan pantai di Kel. Srengsem, Kec. Panjang, Kota Bandar Lampung Sumber: Bapedalda Prov. Lampung dan PT. TELPP (1999)

Kondisi fisik dan profil pantai terbentuk sebagai akumulasi pengaruh kondisi-kondisi batas yang ada seperti gelombang, arus dan transportasi sedimen baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap pantai. Pengaruh kondisi-kondisi batas ini akan menentukan bentuk pantai, keberadaan vegetasi penutup pantai, kemiringan pantai, dan sebagainya. Proses difraksi adalah proses yang dialami oleh gelombang jika menemui suatu rintangan. Rintangan tersebut bisa berupa bangunan pemecah gelombang penghalang akan menjadi kecil dibanding tinggi gelombang datang. Di Teluk Lampung terdapat banyak pulau dengan beraneka ragam ukuran. Dengan demikian pulau-pulau tersebut juga berfungsi sebagai rintangan yang akan menyebabkan terdifraksinya gelombang yang datang dari laut lepas. Tinggi gelombang yang sampai di pangkal teluk (Bandar Lampung) tidak akan terlalu besar karena telah tereduksi oleh proses difraksi.

Sedangkan proses refleksi atau pemantulan adalah terpantulnya gelombang oleh karena mengenai suatu lereng tertentu. Jika pengembangan kawasan pesisir Bandar Lampung dengan menggunakan tanggul yang berdinding tegak maka gelombang yang dipantulkan akan relatif besar, sedangkan jika menggunakan dinding dengan sisi miring maka gelombang yang dipantulkan akan relatif sedikit dan sebagian besar gelombang akan berubah menjadi gelombang rayapan.

Kualitas air

Kualitas air Teluk Lampung ditunjukkan dengan penggambaran beberapa parameter yang dirujuk dari berbagai sumber, seperti disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Kualitas air Teluk Lampung

No. Parameter Satuan Kisaran Nilai Baku Mutu 3)

1 Suhu oC 28,0-31,5 1) alami

2 Salinitas ‰ 32-35 1) alami

2 Padatan tersuspensi (TSS) mg/l 35,0-55,4 2) <20 3 Oksigen terlarut (DO) mg/l 6,4-7,5 2) >5 4 Kebutuhan oksigen biologi (BOD) mg/l 22,8-29,2 2) <20 5 Kebutuhan oksigen kimiawi (COD) mg/l 45,8-75,7 2) -

Sumber : 1) Dinas Kelautan dan Perikanan Kota Bandar Lampung (2007); 2) Yusuf (2005); 3) Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, Lampiran III (Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut)

Padatan tersuspensi (TSS) merupakan indikasi beban pencemaran berupa padatan tersuspensi yang dapat berasal dari berbagai sumber. Pada perairan Teluk Lampung, padatan tersuspensi dapat berasal dari berbagai sumber seperti limbah

permukiman (perkotaan), industri, dan suspensi yang dibawa oleh aliran sungai. Secara umum, TSS perairan Teluk Lampung sudah melampaui ambang batas baku mutu kualitas air laut untuk biota laut, dan dapat dindikasikan sudah tercemar.

Oksigen terlarut (DO) merupakan indikasi ketersediaan oksigen di dalam air yang dibutuhkan oleh mahluk hidup. secara umum peraian Teluk Lampung menunjukkan indikasi DO masih memenuhi prasyarat yang dapat mendukung kehidupan biota laut.

Kebutuhan oksigen biologi (BOD) dan kimiawi (COD) merupakan parameter kualitas perairan yang mengindikasikan tingkat pencemaran. BOD dan COD merupakan jumah oksigen (dalam satuan mg/l) yang diperlukan untuk mendegradasi (oksidasi) polutan di dalam air secara biologi dan kimiawi. Baku mutu kualitas air laut untuk biota laut (Lampiran III, Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004), hanya mensyaratkan nilai BOD. Perairan yang memiliki BOD <20 mg/l, dapat dinyatakan sebagai perairan yang mampu mendukung kehidupan biota laut dengan baik, dan sebaliknya bila nilai BOD sudah melebihi nilai ambang tersebut. Secara umum terlihat bahwa poerairan Teluk Lampung sudah melampaui ambang batas baku mutu BOD, dan dapat dindikasikan sudah tercemar.

Untuk mendapatkan gambaran yang lebih lengkap mengenai kualitas air di perairan Teluk Lampung, maka dilakukan analisis data menggunakan metode STORET-EPA (United States-Environmental Protection Agency). Pada

metode tersebut kualitas air diklasifikasikan dalam empat kelas, yaitu (Lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: 115 Tahun 2003):

(1) Kelas A: baik sekali, skor = 0, yaitu memenuhi baku mutu (2) Kelas B: baik, -1 skor -10, yaitu tercemar ringan (3) Kelas C: sedang, -11 skor -30, yaitu tercemar sedang (4) Kelas D: buruk, skor -31, yaitu tercemar berat

Dengan mengacu pada baku mutu kualitas air laut untuk biota laut (Lampiran III, Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004), dilakukan penilaian (skoring) pada beberapa paramater kualitas air. Hasil analisis Storet disajikan pada Tabel 12, yang menunjukkan bahwa kualitas air Teluk Lampung, baik di pangkal maupun di mulut teluk tergolong tercemar sedang. Skor nilai pada pangkal dan

mulut teluk berturut-turut bernilai -19 dan -20. Parameter kualitas air yang menunjukkan terjadinya pencemaran adalah meliputi kekeruhan, TSS, dan BOD.

Hasil analisis dengan metode STORET-EPA, semakin mempertegas bahwa air Teluk Lampung sudah terindikasi tercemar. Oleh karena itu, pengelolaan perairan Teluk Lampung harus mendapat perhatian yang lebih serius, dan dilakukan secara terintegrasi dengan pengelolaan wilayah daratan. Tabel 12 Kualitas air Teluk Lampung berdasarkan Metode STORET

Pangkal Teluk (5°29’22,8” LS dan 105°15’9,0” BT) Mulut Teluk (5°50’02,4” LS dan 105°37’8,8” BT) No Parameter Satu-an Baku Mutu*)

Pasang Surut

Rata-rata Skor Pasang Surut

Rata-rata Skor Fisika 1 Kekeruhan NTU <5 10,8 4,6 7,7 -4 6,4 6,7 6,5 -5 2 TSS mg/l <20 50,4 55,4 52,9 -5 38,0 35,0 36,5 -5 Kimia 1 pH - 7,0-8,5 7,6 7,7 7,6 0 7,7 7,8 7,8 0 2 Salinitas 33-34 32,7 35,6 34,1 0 32,6 32,7 32,6 0 3 DO mg/l >5 7,5 7,4 7,4 0 6,8 6,4 6,6 0 4 BOD mg/l <20 29,2 28,4 28,8 -10 24,8 22,8 23,8 -10 5 Amonia mg/l <0,3 <0,05 <0,05 <0,05 0 <0,05 <0,05 <0,05 0 6 Sianida mg/l <0,5 <0,01 <0,01 <0,01 0 <0,01 <0,01 <0,01 0 7 Hg mg/l <0,001 <0,001 <0,001 <0,001 0 <0,001 <0,001 <0,001 0 8 As mg/l <0,012 <0,002 <0,002 <0,002 0 <0,002 <0,002 <0,002 0 9 Ni mg/l <0,05 <0,02 <0,02 <0,02 0 <0,02 <0,02 <0,02 0 Jumlah Skor -19 -20

Keterangan: *) Kep-Men-LH No. 51 tahun 2004 tentang Baku Mutu Air Laut, Lampiran III (Baku Mutu Air Laut untuk Biota Laut)

Sumber: Yusuf (2005)