• Tidak ada hasil yang ditemukan

Fisika yang Berorientasi pada Industr

Dalam dokumen Bagian 1 Konstruksi Fisika Teknik (Halaman 67-74)

Ir. Soewarso

Dalam perkembangannya, setelah sekian tahun mahasiswa menumpuk di tingkat 3, muncul permintaan agar dibuka program fisika teknik. Pimpinan waktu itu tidak menyetujui. Namun, melalui dukungan oleh massa yang cukup besar (termasuk oleh teman-teman di lingkungan sini yang bekerja di industri), pada akhirnya kami munculkan Jurusan Fisika Teknik di FIPIA. Dengan munculnya Fisika Teknik ini, semua mahasiswa memilih masuk ke Fisika Teknik, dan tidak ada yang ke Fisika Murni. Jadi, sejak 1975 hingga tahun 1983, semua lulusan FIPIA itu adalah lulusan Fisika Teknik, yang pada waktu itu merupakan program studi. Dan para sarjana lulusan FIPIA adalah sarjana Fisika Teknik dengan gelar insinyur.

Kira-kira apa yang mendorong mahasiswa memilih Fisika Teknik?

Saya tidak tahu pasti. Mungkin mereka melihat bahwa bi- dang fisika teknik itu lebih mudah diterima oleh masyarakat, dan lapangan kerja di dunia industri lebih luas. Mungkin juga fisika teknik dinilai lebih jelas arahnya dibandingkan dengan fisika murni. Peralatan praktikum sudah ada waktu itu, melalui bantuan rekan-rekan di industri. Dalam perkembangannya, Fisika Teknik di ITS banyak menyontek Fisika Teknik di ITB. Ketika Fisika Teknik di ITB berfokus ke Instrumentasi, kami pun ikut ke Instrumentasi.

Selain itu, mahasiswa di sini lebih bisa mencerna fisika teknik dibandingkan dengan fisika murni. Masyarakat mengira bahwa kalau sudah belajar teknik akan lebih mudah mendapat kerja. Selama ini kami juga melihat bahwa bidang fisika teknik itu lumayan luas pasaran tenaga kerjanya.

Jadi, sejak ITS didirikan pada tahun 1961, nama Fisika Teknik sudah ada di dalam preambul dokumen pendirian ITS. FIPIA itu didirikan pada tahun 1965, dan sudah ada Fisika Teknik dalam preambulnya. Pada tahun 1983 terjadi reorganisasi ITS. Fisika Teknik kami pindahkan ke Fakultas Teknologi Industri dengan segala konsekuensinya. Kami kehilangan banyak hal. Laboratorium kami menjadi tidak punya. Dosen Fisika Teknik waktu itu juga tidak

69

banyak. Kami mulai dari nol lagi pada tahun 1983.

Jika Fisika Teknik waktu itu tetap di FIPIA, apakah bisa lebih berkembang?

Kita mempunyai beban bahwa program studi yang lain menjadi tidak berkembang. Memang banyak dosen berlatar belakang fisika murni, tetapi tidak ada yang masuk ke Fisika Murni, ITS. Setelah Fisika Teknik keluar dari FIPIA, barulah Fisika Murni bisa berkembang.

Apakah pada awal perpisahan dari FIPIA, Fisika Teknik men- galami hambatan?

Ya itu tadi, … kami menjadi tidak punya apa-apa. Buku- buku, perpustakaan yang saya bina sejak lama terpaksa saya tinggalkan. Peralatan yang saya perjuangkan banyak yang saya tinggalkan. Itu bukan masalah manusianya, tetapi masalah sistem. Mereka (pihak FIPIA; editor) tampaknya tidak mau ke- hilangan kami. Teman-teman saya bertanya, “Bagaimana, berani?” Ternyata tekad teman-teman di Fisika Teknik ini untuk pindah sudah bulat.

Bagaimana Bapak berupaya mengatasi kekurangan itu? Kita memang pada awalnya sangat mengandalkan teman-te- man di industri, seperti di industri Petrokimia. Peralatan praktikum dan lain-lain kami peroleh melalui bantuan mereka. Hanya saja jumlah mahasiswa ketika itu tidak banyak, sekitar 30 sampai 40 orang. Sekarang kami diminta agar menerima sekitar seratus orang mahasiswa. Ini sebenarnya di luar daya tampung kami, kalau benar- benar dikalkulasi. Daya tampung kami tidak sebesar itu. Tetapi, secara politis kami harus mengikuti pimpinan, ya ….

Apakah terjadi kontroversi tentang perubahan nama dari Fisika Teknik menjadi Teknik Fisika?

Dulu, ketika Fisika Teknik di FIPIA, dalam dokumen pendirian FIPIA itu digunakan istilah Fisika Teknik. Sampai tahun 1983 is- tilah ini masih kami pakai. Ketika pindah ke Fakultas Teknologi Industri, oleh karena di fakultas ini semua jurusan menggunakan

kata depan ‘teknik,’ kami dipaksa untuk menggunakan "Teknik Fisika". Jadi, berubahnya "Fisika Teknik" ke "Teknik Fisika" itu terjadi pada saat kami lepas dari FIPIA. Kami tidak mengalami polemik seperti yang dialami ITB tentang nama Fisika Teknik atau Teknik Fisika ini. Kami bersikap pragmatis saja. Kami tetap kami; silakan kasih nama. Tidak ada gunanya kami perdebatkan hal itu, oleh karena pada akhirnya toh akan tetap Teknik Fisika. Silakan berbeda istilah dalam konteks berbahasa Indonesia. Tetapi yang penting isinya. Kalau di ITB, masalah akademiknya yang diperdebatkan. Kalau di sini kami bersikap pragmatis saja. Bagaimana tentang pendidikan Fisika Teknik yang dianggap kurang berfokus pada satu bidang masalah?

Ya… menurut laporan dari para alumni, pada bulan-bu- lan pertama kami kalah bersaing. Tetapi sesudah 6 bulan kami menang, oleh karena pengetahuan dan wawasan yang luas lebih dibutuhkan di industri pada saat itu, dibandingkan den- gan pengetahuan yang terlalu terfokus. Kami berusaha untuk membentuk lulusan perguruan tinggi itu agar tidak hanya bisa bekerja di tempat tertentu saja. Dalam perkataan lain, kami men- didik orang agar siap latih dan siap dikembangkan. Oleh karena siap dikembangkan, maka akan lebih bagus. Mana bisa lulusan itu siap pakai, kalau konsumen para lulusan itu tidak terdefinisi dengan jelas? Mana industri-industri yang langsung terkait dengan pendidikan teknik di perguruan tinggi? Tidak banyak kan! Oleh karena memang berhubungan dengan industri, maka kami sebaiknya tidak memikirkan kepandaian yang sifatnya terlalu spesifik. Kepandaian yang spesifik ini urusan industri. Setiap orang yang diterima di industri selalu mendapat training pada awal masa kerjanya.

Jadi Bapak tidak khawatir kalah bersaing dengan jurusan lain? Oh tidak. Mengapa takut?!

Bagaimana dengan minat masyarakat terhadap Fisika Teknik yang masih rendah?

71

Ya itu karena image, karena ilmu-ilmu yang berkembang setelah Perang Dunia II itu kan lebih dicerna oleh masyarakat. Kalau lulusan Teknik Elektro, pekerjaannya di PLN sudah jelas. Lu- lusan teknik mesin pekerjaannya di industri otomotif juga jelas. Meskipun memang ada juga yang bekerja di tempat-tempat lain, tetapi tidak lepas dari bidang yang spesifik tersebut. Jadi, memang lebih gampang dicerna profesi dari lulusan-lulusan tersebut dibandingkan profesi lulusan Fisika Teknik. Faktor yang kedua, kemenonjolan tokoh dari Teknik Fisika itu lebih bervariasi.

Atau mungkin kurangnya sosialisasi?

Kalau di suatu perusahaan, alumni Fisika Teknik yang bekerja di situ berprestasi, maka mereka akan banyak merekrut sarjana Fisika Teknik, tetapi kalau tidak beprestasi, ya, tidak. Contohnya saja IPTN. IPTN itu dulu merekrut banyak lulusan Fisika Teknik, yang disebar di 26 divisi dari sekitar 30-40 divisi yang ada di sana. Jadi banyak sekali lulusan Fisika Teknik di sana.

Dari segi kurikulum, apakah sesuai dengan kebutuhan in- dustri?

Kurikulum Fisika Teknik berorientasi pada dunia industri, sebagai market bagi lulusannya. Tetapi dunia industri di Indonesia tidak spesifik juga kebutuhan tenaga insinyurnya. Yang jelas, pen- didikan ini harus ada gunanya. Kami memandaikan orang dengan konsep tertentu, agar lulusan itu bisa mengembangkan bidang ilmunya. Pada beberapa alumni lumayan hasilnya. Ada alumni yang baru 6 tahun sudah menjadi pimpinan proyek. Enam tahun itu waktu yang singkat bagi mereka yang bekerja di dunia industri. Beberapa rekan

saya yang bekerja di in- dustri LNG, di Bontang, mengatakan bahwa di industri juga terdapat bidang Instrumentasi. Lulusan Fisika Teknik

yang paling kuat ada bidang Instrumentasi itu. ITS serkarang mau juga mengembangkan bidang instrumentasi tersebut. Tetapi pendekatan dari bidang-bidang lain juga sama, oleh karena yang penting itu adalah proses berpikir yang dilandasi ilmu dasar yang kuat. Dengan bekal ini, seorang lulusan akan berhasil di mana pun dia berada. Kami juga tidak bisa menerangkan secara spesifik siapa kami ini. Mungkin tepatnya kami ini seperti "Kunci Inggris"; bisa diletakkan di mana saja.

Apakah Bapak waktu mendirikan Fisika Teknik itu bekerja sendiri?

Waktu mendirikan Fisika Teknik di ITS, saya tidak sendirian. Ada seorang alumni ITB di atas saya, Bapak Abu Hasan. Beliau itu tidak suka berorganisasi. Saya memang tidak suka berorganisasi, tetapi saya merasa keinginan saya semasa mahasiswa harus saya salurkan. Keinginan ini mendorong saya untuk lebih mendekati rekan-rekan di industri, untuk saya ajak mengajar.

Apa tidak ada dana untuk melakukan research?

Ada...ya. Sekarang ini di Fisika Teknik kan ada program bantuan semacam Que, tetapi kecil jumlahnya karena dalam rupiah. Kalau Que Grant kan besar. Tetapi, apakah lulusan itu akan masuk dalam bidang research, itu urusan mereka bukan urusan kami. Memang ada suatu persoalan, ya, begini. Kalau mereka yang lulus langsung jadi dosen, maka kurang bisa mem- berikan pengertian mengenai proses. Misalnya, Instrumentasi dan kontrolnya begini …, selesai. Tetapi, bagaimana implemen- tasi pengontrolnya? Mengapa kok dikontrol? Nggak ada di sini. Sehingga orang mengatakan, “Fisika Teknik kok tidak mengerti proses.” Nah, ini yang saya kecewa terhadap Fisika Teknik di sini. Kalau dulu saya diajari untuk melihat proses, oleh karena dengan memahami proseslah kami bisa mengontrol sesuatu. Kebetulan yang mengajar saya dulu banyak yang dari industri.

Industri di Indonesia ini cenderung ke arah efisiensi energi. Bagaimana Fisika Teknik mengarahkan pengembangan instru-

73 mentasi-nya?

Kalau kami bicara tentang Instrumentasi, kami bicara ten- tang pengukuran, tentang kontrol, sehingga kami bisa membuat segala sesuatu itu hemat energi. Sedangkan untuk kasus di industri, mestinya orang mengerti tentang energi; bagaimana energi dibangkitkan, disalurkan, dan dipakai. Jangan sampai kita lupa bahwa semua itu diwakili dengan proses. Jadi, sekarang kami melihat bahwa material science itu juga mencakup masalah hemat energi juga. Kami ingin mengontrol. Tetapi, bagaimana kami bisa mengontrol material kalau tidak mengerti proses bagaimana material tersebut dijadikan barang.

Menurut Bapak, yang diharapkan dari seorang lulusan Fisika Teknik itu apa?

Ini pertanyaan yang sulit saya jawab …, dari dulu saya tidak bisa menjawab. Yang paling mudah adalah apa saja, asal di- terima oleh masyarakat. Mengapa demikian? Oleh karena Fisika Teknik tidak terdefinisikan dengan mengacu ke lapangan kerja yang ada di Indonesia. Jadi definisi yang sifatnya ketat tidak kami pakai. Kami juga membekali lulusan dengan pengetahuan tentang research. Tetapi, jarang lulusan yang terjun ke situ, oleh karena gajinya kecil. Bagi generasi muda kan yang penting uang. Kalau zaman dulu idealisme masih ada.[]

Dalam dokumen Bagian 1 Konstruksi Fisika Teknik (Halaman 67-74)

Dokumen terkait