• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagian 1 Konstruksi Fisika Teknik

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Bagian 1 Konstruksi Fisika Teknik"

Copied!
74
0
0

Teks penuh

(1)

Bagian 1

Konstruksi

Fisika Teknik

Bagian ini menyajikan hasil wawancara dengan sejumlah tokoh senior, yang terlibat dalam konstruksi "pilar-pilar keilmuan" fisika teknik, yang berlangsung mulai perali-han 1950-an sampai akhir 1960-an. Mereka bertutur tentang bagaimana Jurusan Fisika Teknik diposisikan dalam konteks pembangu-nan, dan bagaimana ilmu fisika dan engineering dijalin sehingga membentuk bidang keilmuan yang unik. Dibahas isu-isu tentang "krisis dosen" di awal 1950-an, hubun-gan Fisika Teknik dan Fisika Murni, tampilnya "pilar-pilar" fisika teknik (fisika bangunan, teknik kondisi lingkungan, instrumentasi, proses mate-rial), dan juga kelahiran Fisika Teknik di ITS. Para tokoh senior ini adalah:

* Bapak Iskandar Danusug-ondho

* Bapak Rachmad Mohamad * Bapak Praptowidodo,

Aloy-sius

* Bapak Harijadi P. Soepang-kat

* Bapak R.M. Soegijanto * Bapak Soelardjo

Kertoat-modjo

(2)
(3)

3 Apakah alasan Bapak memilih kuliah di Fisika Teknik?

Dulunya ITB bernama T.H. (Tech-nische Hoogeschool) Bandung. Ketika itu ada dua fakultas, yaitu Fakultet Teknik UI yang letaknya di

Jl. Ganesha dan Fakultet MIPA (W & N/Wiss & Natuurkunde) yang letaknya di Jl. Taman Sari, Balubur (yang sekarang menjadi Kantor Rektorat ITB). Kemudian pada tahun 1951, saya masuk ke Afdeling (jurusan) yang bernama Natuurkundig Ingenieurs Opleiding, yaitu suatu jurusan untuk mendapatkan gelar insinyur dalam bidang Ilmu Alam atau Fisika. Huruf N merupakan sing-katan untuk jurusan Fisika Murni pada Fakultet MIPA. Kemudian T.H. (Technische Hoogeschool) Bandung berubah namanya menjadi Universitas Indonesia dan pada tahun 1958 berubah lagi namanya menjadi ITB (Institut Teknologi Bandung).

Alasan saya memilih jurusan Fisika Teknik (Natuurkundig Ingenieurs) karena Fisika Teknik itu dasar Ilmu Fisika-nya sangat luas, dibandingkan jurusan lainnya. Selain itu, saya menghindari pelajaran Kimia dan tidak memilih Fisika Murni karena saya tidak mau menjadi full scientist.

Setelah lulus kuliah, tahun 1958, saya langsung menjadi dosen di Fisika Teknik, ITB. Saya juga banyak bekerja sampingan

"Jembatan" antara Ilmu Fisika dan

Engineering

(4)

di luar ITB, dan yang terakhir sudah 17 tahun saya menjadi TPA (Tim Penasehat Ahli) Bank Indonesia. Saya juga mengajar sebagai Dosen Luar Biasa di berbagai Perguruan Tinggi, di

antaranya Universitas Parahyangan dan dosen di Universitas Jenderal Ahmad Yani sampai sekarang.

Bagaimana sejarah berdirinya Fisika Teknik?

Departemen Fisika Teknik (semula sebagai N-afdeling) berdiri sekitar Tahun 1949 – 1950. Ide pendirian Fisika Teknik dibawa oleh orang Belanda, karena Belanda menginginkan ju-rusan yang sama dengan yang ada di Negeri Belanda. Dengan kata lain, Fisika Teknik merupakan “transplantasi” dari N-afdeling yang ada di T.H.-Delft Negeri Belanda. Jadi menurut saya, yang mendirikan Fisika Teknik adalah orang Belanda, dalam hal ini rektor T.H. Bandung. Kemudian Prof. Adhiwijogo diserahi tugas untuk memimpin Fisika Teknik untuk yang pertama kali.

Bagaimana kondisi perkuliahan ketika Bapak kuliah di Fisika Teknik?

(5)

5

yaitu yang masih berstatus candidat. Memang ada jarak antara mahasiswa dengan dosennya dan hal itu tidak berarti jelek.

Ada empat tingkatan dalam perkuliahan untuk mendapat gelar insinyur. Propadeuse 1 ketika mahasiswa lulus dari tingkat 1 ke tingkat 2, Propadeuse 2 ketika mahasiswa lulus dari tingkat 2 ke tingkat 3, Candidat 1 ketika mahasiswa lulus dari tingkat 3 ke tingkat 4, dan Candidat 2 ketika mahasiswa lulus dari tingkat 4 ke tingkat 5. Tidak ada ujian tengah semester (UTS) dalam kuliah, dan sistem penilaiannya itu menggunakan sistim tentamen (ujian) atau surat kelulusan. Surat kelulusan tersebut mempunyai batas waktu berlakunya, sehingga kita harus sudah lulus propadeuse sebelum batas waktu tentamen tersebut habis. Sistem ujiannya secara lisan di mana masing-masing mahasiswa satu per satu menghadap dosennya, atau tertulis bila peserta kuliahnya itu banyak.

Bagaimana dengan sistem perkuliahan ala Belanda dengan sistem perkuliahan ala Amerika?

Dulu para dosennya menulis semua apa yang ingin di-ajarkannya di papan tulis. Buku-buku berbahasa Belanda lebih sulit dimengerti, karena tidak sesistematis, dibandingkan dengan buku-buku berbahasa Inggris sehingga mudah dimengerti. Walaupun demikian, kuliah yang diberikan oleh orang-orang Belanda itu sangat bagus sekali. Karena menurut saya pola pengajarannya intensif, dosen-dosen Belanda bisa memberikan kuliah itu karena mereka kebanyakan orang lapangan, sehingga mereka tidak hanya tahu teorinya saja, tetapi juga tahu segi lapangannya.

Sistem Belanda itu menganut pola free study artinya maha-siswa bebas menentukan apakah dia mau ikut perkuliahan atau tidak, yang penting ketika di ujian mereka bisa lulus, sehingga banyak yang menjadi “Mahasiswa Abadi”. Sedangkan sistem Amerika menggunakan sistem guided study artinya maha-siswanya lebih diarahkan untuk mengikuti perkuliahan. Amerika juga yang memperkenalkan sistem multiple choice.

(6)

Waktu dulu, T.H. Bandung itu merupakan universitas paling terkemuka di Indonesia. T.H Bandung mempunyai beberapa laboratorium yang terkenal yaitu, Bosscha Laboratorium, CEL (Centraal Electrotechnisch Laboratorium) dan Waterloop Bou-wkundig Laboratorium. Kekuatan yang mendominasi image sebuah universitas itu terletak pada laboratorium-laboratorium yang ada pada universitas tersebut, sehingga ITB menjadi terke-nal karena adanya laboratorium-laboratorium tersebut. Siapa itu Profesor Dickinson?

Dia itu guru besar dari Amerika yang memberikan kuliah di jurusan Fisika Murni dan Fisika Teknik. Dia juga yang pertama kali membakar buku-buku berbahasa Belanda karena mungkin beliau “membenci” sistim pendidikan ala Belanda.

Bagaimana dengan isu dibubarkannya Fisika Teknik?

Memang di Amerika tidak ada yang namanya Departemen Fisika Teknik, tetapi ada yang namanya Departemen Engineering Science dan itu menurut saya sama. Jadi tentang isu pembuba-ran Fisika Teknik itu ada karena adanya beberapa pihak yang ingin meniadakan Fisika Teknik, termasuk mungkin salah satunya Prof. Dickinson. Mungkin karena beliau beranggapan Fisika Teknik itu tidak ada bedanya dengan Fisika Murni sehingga beliau merasa tidak perlu adanya Departemen Teknik Fisika. Menurut saya itu tidak logis, karena Fisika Teknik memang berbeda dengan Fisika Murni. Mungkin isu tersbut hanya aspirasi dari beberapa orang saja, sehingga Fisika Teknik tidak pernah jadi dibubarkan.

(7)

7

Nah, menurut saya. Sejak itu sudah mulai timbul “perten-tangan” antara Fisika Teknik dengan Fisika Murni. Waktu itu mung-kin Prof. Dicmung-kinson lebih cenderung kepada Fisika Murni. Pada akhirnya Fisika Teknik diberi gedung baru (Labtek VI), sehingga secara organisasi Laboratorium Bosscha dikelola oleh Fisika Murni seluruhnya.

Pendiri Laboratorium Bosscha orang Belanda yang ber-nama Mr Bosscha. Beliau adalah seorang jutawan dan seorang industriawan yang berhasil yang kemudian menyumbang Laboratorium Bosscha ke T.H. Bandung. Beliau juga yang men-dirikan Observatorium Bosscha di Lembang.

Apakah Bapak tahu alasan Amerika memberi bantuan ke T.H. Bandung? Apakah ada muatan politik?

Kalau secara politis, saya tidak mengetahui alasannya, ka-rena saya bukan politikus. Jadi ketika tahun 1955, Belanda diusir dari Indonesia secara “All Out”, mungkin pihak Amerika melihat hal ini sebagai peluang untuk menggantikan Belanda di Indo-nesia. Tetapi saya tidak tahu apa alasan mereka itu. Kemudian pada tahun kira-kira 1958, diresmikan bentuk kerja sama antara Indonesia dengan Amerika dengan nama “Kentucky Contract

Lab Bosscha

(8)

Team” untuk periode 10 tahun. Jadi dari situ bisa terlihat mung-kin antara pemerintah Indonesia dengan pemerintah Amerika sudah menuju kepada bentuk kerja sama, sehingga Amerika mau membantu T.H. Bandung dan, sistem pendidikan ala Be-landa digantikan dengan sistem pendidikan ala Amerika. Ada yang mengatakan bahwa dulunya, kerja sama antara pemer-intah dengan ITB dalam melakukan riset langsung dilakukan di lembaga-lembaga milik pemerintah. Tetapi mengapa sekarang ikatan antara ITB dengan lembaga-lembaga pemerintah terse-but tidak sekuat dulu?

Awalnya lembaga-lembaga penelitian milik pemerintah itu didirikan oleh orang-orang dari ITB, misalnya LIN, LAN, LIPI, dan BATAN. Lalu kemudian orang-orang tersebut secara individual berkeinginan menjauh dari ITB dengan alasan tertentu. Hal ini tentu saja bukan kesalahan pihak ITB. Bahkan menurut saya, hal ini justru merugikan ITB, karena mungkin setelah mereka merasa ITB itu tidak diperlukan lagi, mereka memisahkan diri dari ITB.

Kita ambil contoh LIPI, dulunya didirikan oleh Prof. Adhi-wijogo dan orang-orang yang ada di LIPI itu anak buahnya Prof. Adhiwijogo. Tetapi lama-kelamaan mereka “memisahkan diri”. Bagaimana pendapat Bapak tentang perubahan nama "Fisika Teknik" menjadi "Teknik Fisika"?

Sebenarnya saya tidak setuju. Kenapa harus dibalik-balik? Tetapi kalau katanya untuk penyeragaman istilah, dan bukan karena sesuatu yang prinsipil, saya setuju saja. Bahkan menurut saya seharusnya "Teknik Fisika Teknik."

Bagaimana dengan riwayat berdirinya Laboratorium Teknik Kondisi Lingkungan (TKL)?

(9)

9

Fisika Teknik dipercaya untuk mendirikan suatu Cooling Center di Pengalengan, melalui hibah dari UNICEF.

Kemudian pada tahun 1961, Indonesia mendirikan ba-ngunan tinggi pertama di Indonesia, yaitu Hotel Indonesia, di Jakarta. Saya dipercaya untuk ditempatkan di proyek pembangunan tersebut, sebagai pakar Air Conditioning-nya (AC). Kebetulan bangunan pertama di Indonesia itu dibangun dengan dilengkapi fasilitas AC. Setelah proyek pembangunan Hotel Indonesia selesai, pada tahun 1963, Jurusan Fisika Teknik memperkenalkan kuliah Air Conditioning (AC).

Kemudian berkembang lagi bidang solar energy (Energi Matahari), sebagai energi alternatif. Lama-lama mengarah ke Cooling and Heating. Setelah semua itu, kami menamakan diri kami Laboratorium Teknik Kondisi Lingkungan (TKL). Jadi TKL itu sebetulnya berimbas dari nama induknya HVAC (Heating, Ventilating and Air Conditioning). Pendiri/Pengelola Laborato-rium TKL pada waktu itu adalah saya, juga Bapak Aldi Anwar, dan Bapak Aman Mostavan. Waktu itu kami menangani 3 (tiga) Subbidang, yaitu masalah Panas, Pendinginan dan Air Condition-ing, yang mirip dengan HVAC. Agar tidak dikira sama dengan nama Teknik Lingkungan, kami menamakan diri Teknik Kondisi Lingkungan. Lingkungan di sini maksudnya adalah lingkungan hunian manusia. Nah, dari HVAC tadi, saya lebih banyak berkon-sentrasi ke AC.

Apakah definisi Fisika Teknik menurut Bapak?

(10)

dengan lebih luas. Apa harapan dan saran Bapak kepada Fisika Teknik ke de-pannya?

Harapan saya adalah agar Dep-tartemen Teknik Fisika dapat menjadi departemen yang bisa berada di garis

depan, dan sebagai departemen andalan (departemen favorit) di ITB. Caranya, departemen ini harus well organized. Saran saya agar Departemen Teknik Fisika bisa membuat namanya mencuat sehingga menjadi lebih dikenal.[]

Laboratorium TKL

(11)
(12)

Bisakah Bapak bercerita tentang ri-wayat Fisika Teknik?

Kita mulai dengan Technische Hogeschool (TH). Ketika itu, Belanda dalam era yang sama mendirikan T.H. dengan Fakultas Kedokteran.

Fakultas Teknik pertama di Indonesia itu didirikan sesudah Perang Dunia I, kecuali Fakultas Kedokteran, sebelumnya sudah ada STOVIA (adalah pendahulunya kedokteran, tetapi sudah mendidik dokter, antara lain dokter Soetomo).

Nah, mengapa Belanda mendirikan universitas di Indo-nesia? Antara lain ini bermotifkan "ethical policy". Mereka itu memberikan pendidikan pada orang-orang Indonesia, tetapi tentu saja ini untuk kepentingan mereka sendiri. Mereka ingin mendapatkan pegawai negeri yang berpendidikan baik. Nah, ethi-cal policy ini dimulai di sekitar permulaan abad 20. Sebelumnya orang Indonesia juga sudah diberikan pendidikan, tetapi hanya sampai SD atau SMP. Tidak sampai perguruan tinggi. Sesudah Perang Dunia I, mereka menyadari bahwa (selama berlangsung perang itu) mereka tidak mampu mendatangkan sarjana-sarjana dari Eropa.

Belanda itu menjajahnya hebat. Ada seorang biolog Inggris,

untuk Engineering

(13)

13

yang pernah menjelajahi Indonesia. Dia menulis buku dan dalam bukunya menyatakan bahwa “kalau ingin mengendalikan orang Indonesia yang pemberontak, tirulah taktik Belanda”. Mengapa demikian? Kerena Belanda itu dari dulu selalu mendatangkan ilmuwan-ilmuwan untuk mempelajari Indonesia. Mereka mempelajari gunung-gunung, sungai-sungai, hewan-hewan dan sebagainya, dan juga sifat-sifat orang Jawa, orang Sunda, orang Ambon. Mereka ketahui betul ini semua sehingga menjajahnya hebat sekali, yaitu "Facts Based Government."

Sesudah Perang Dunia I, mereka khawatir tidak ada scientist. Lalu mereka mulai mencari orang-orang pribumi untuk dididik. Nah, setelah berjalan beberapa tahun, mereka kecewa oleh kare-na orang Indonesia itu tidak tertarik pada ilmu pengetahuan. Mereka maunya menjadi pegawai negeri. Jadi tidak ada yang bekerja di bidang riset. Setelah selesai PD II, apa yang ditinggalkan orang Belanda di Indonesia hanya satu orang pekerja riset, yaitu In-sinyur Koesnoto. Dia bekerja di balai penelitian pertanian, dan akhirnya menjadi ketua Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) yang pertama. MIPI itu merupakan cikal-bakal Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Ketika kemudian Indonesia merdeka, lembaga peneliltian ini sudah ada. Tetapi tidak ada orang Indonesia yang bekerja di bidang penelitian.

Sewaktu orang-orang Belanda datang lagi ke Indonesia, mereka berpikir bahwa Indonesia sudah merdeka. Dalam situasi seperti ini mestinya

riset akan berkem-bang. Oleh karena itu, Fisika Teknik itu didirikan untuk mem-persiapkan orangorang yang me

-mang dididik untuk melakukan riset. Saya waktu itu mendaftar di Jurusan Elektro. Lalu dari Jurusan Elektro saya pindah ke Teknologi Kimia. Kemudian ketika Fisika teknik didirikan, saya pindah ke Fisika Teknik, oleh karena ketertarikan pada riset.

(14)

dalam agama Islam disebut sebagai "iqro", yang artinya membaca. Tetapi bukan membaca buku, melainkan membaca fenomena alam. Setiap bangsa mesti melakukan baik kegiatan rutin mau-pun kegiatan ilmiah. Kalau tidak, maka bangsa itu tidak akan pintar. Kita ini kan bangsa yang bodoh. Lihat saja orang Jepang, orang Eropa. Mereka itu gemar melakukan kegiatan ilmiah. Nah, kegiatan ilmiah inilah yang perlu ditunjang. Kalau Jurusan Elektro itu menghasilkan lulusan yang nantinya bekerja di PLN. Kalau Jurusan Sipil di Departemen Pekerjaan Umum. Kalau Mesin di pusat bengkel PJKA. Kegiatan-kegiatan teknis di tempat-tempat tersebut memerlukan orang-orang yang terdidik juga. Namun demikian, di dalam bidang ilmiah diperlukan juga orang-orang yang terdidik.

Misalnya, orang Amerika mau mendarat di Bulan. Tentu-nya perlu kendaraan yang bisa berjalan di Bulan. Untuk ini diperlukan teknologi Mesin. Tetapi, khususnya mereka butuh orang mesin yang pikirannya itu, basically Physics. Contoh lain, kita mau mengukur tetesan air hujan; berapakah besarnya? Apa-kah rain drops ada instrumen ukurnya? Tidak ada di toko, tetapi kita bisa merancangnya. Siapa yang melakukan? Seorang sarjana Fisika Teknik. Jadi Fisika Teknik itu menunjang kegiatan ilmiah, supaya kegiatan ilmiah itu bisa berhasil. Sebab riset tanpa instru-men itu non-sense, tidak bisa. Riset tanpa perlengkapan untuk riset itu tidak bisa.

Tetapi, mengapa di Fiska Teknik ini pelajarannya mirip den-gan di Elektro, Mesin, atau Kimia? Ya, memang kegiatan riset meli-batkan macam-macam kegiatan. Kita membuat rangkaian listrik, memilih bahan-bahan yang cocok untuk riset, memilih sumber energi yang cocok. Kalau kita mau riset ke bulan, Spaceship-nya itu harus memakai bahan dan sumber daya seperti apa? Apakah solar energy, reaktor nuklir, misalnya? Jadi, untuk merancang hal-hal seperti ini kita memerlukan insinyur yang jago dalam bidang Fisika yang up to date. Kalau kita tanya seorang insinyur Elektro, barang kali kurang mengetahui tentang ilmu bahan, oleh karena dia hanya mempelajari aspek terapan Elektro.

(15)

15

dari pikiran orang Indonesia gagasan untuk mendirikan program semacam Fisika Teknik ini. Yang bekerja di bidang riset hanya sedikit. Mungkin Prof. Rooseno termasuk pelaku riset, karena beliau adalah asisten riset.

Bung Karno adalah perancang. Tidak ada kegiatan ilmiah yang beliau lakukan. Kegiatan ilmiah dilakukan oleh orang as-ing. Dulu banyak orang Jerman, Belanda, Prancis dan Skandinavia. Mereka didatangkan khusus untuk menguasai ilmu pengeta-huan tentang Indonesia. Mereka bisa menguasai orang-orang Indonesia yang bermacam-macam karakternya. Belanda dulu kalau mencari tentara, diambil dari orang Ambon, karena mereka tahu sifat orang Ambon. Kalau mencari pegawai negeri diambil dari orang Jawa.

Menurut Bapak, mengapa masyarakat kita kurang berminat terhadap riset?

Itu suatu budaya, dan kita belum sampai ke situ. Mengapa kita terpuruk dari zaman VOC sampai sekarang? Ini dikarenakan kita saling bertengkar. Raja-raja saling meminta bantuan ke Be-landa, dan akhirnya saling memerangi satu sama lain. Sehingga terjadilah kolonialisme yang disebabkan oleh ulah raja-raja itu sendiri. Apakah kondisi Indonesia saat ini tidak mirip dengan kondisi saat itu?

Apakah dalam mengembangkan riset itu kita tidak memerlukan orang MIPA?

(16)

bisa memerintah dengan baik. Negara kita kacau terus karena kita tidak melakukan kegiatan riset, sehingga kita tetap bodoh. Bahkan sampai sekarang masih bodoh. Buktinya apa? Fisika Teknik tidak berkembang dengan baik.

Lihatlah Informatika yang berdirinya lebih muda, bisa lebih maju. Mengapa? Karena politisi kita tidak mau tahu. Kalau kita mengusulkan membeli instrumen, atau kita membuat lem-baga instrumentasi, misalnya, untuk men-design instrumen dengan baik, Pemerintah tidak tertarik. Mengapa dulu ketika lembaga instrumentasi nasional itu bediri, orang belanda yang membantu kita. Saya merintis instrumentasi di Fisika Teknik. Ketika mengusulkan membuat Lembaga Fisika Nasional dulu, instrumentasi itu hanya annex. Jadi, dalam Lembaga Fisika Na-sional ada annex instrument center. Memang idenya dari Fisika Teknik. Tetapi waktu fact finding mission, Belanda datang ke sini. Mereka menganggap instrumentasi lebih penting dari Lembaga Fisika Nasional, sehingga lalu menjadi Lembaga Instrumentasi Nasional (LIN).

Bagaimana alih pemikiran yang dilakukan Belanda setelah Fisika Teknik berdiri?

(17)

17

Belanda. Semuanya sudah meninggal termasuk Pak Sumantri. Pak Sumantri itu pendahulu saya. Dulunya beliau mengikuti pendidikan Ahli Tera. Tetapi setelah Fisika Teknik didirikan, dia menambah mata-mata kuliah sehingga menjadi insinyur kedua di Fisika Teknik. Yang pertama adalah Insinyur Hartman, yang mungkin juga sudah meninggal di Amerika Serikat.

Fisika Teknik itu sebenarnya sudah hampir bubar, karena tidak ada dosennya. Satu-satunya dosen itu Prof. Adhiwijogo. Tetapi kemudian datang Pak Iskandar Danu. Mereka mem-perjuangkan supaya Fisika Teknik tidak bubar. Mereka sangat berjasa. Prof. Adhiwijogo itu lulus sebagai seorang insinyur sipil, tetapi kemudian selalu bekerja di Fisika Teknik.

Almarhum Prof. Adhiwijogo juga salah satu yang bekerja di dalam bidang riset di laboratorium Fisika Teknik. Prof. Adhi-wijogo dulunya Asisten Prof. Woltjer, yang meneliti masalah cosmic rays yang jatuh di Indonesia. Untuk mengukur itu, beng-kel Fisika Teknik membuat sendiri Geiger Counter. Dulu bengbeng-kel Fisika Teknik itu orangnya benar-benar hebat. Pak Supenir, Pak Lukman, Pak Kusnadi, dan Pak Enjam itu semua teknisi jagoan dalam bengkel. Mereka benar-benar men-support para ilmuwan

(18)

yang masih kurang untuk menjadi dosen. Setiap kali saya cuti, maha-siswa selalu meminta saya, “kami perlu dosen-dosen.” Di antara mahasiswa itu terdapat Pak Soegijanto.

Sesampai di Bandung saya tidak langsung ke ITB, saya bekerja di Ralin, Phillips Indonesia. Tetapi di Ralin itu tidak lama. Waktu itu saya jadi dosen luar biasa di ITB, kemudian menjadi dosen tetap. Lalu saya mendirikan instrumentasi di ITB. Waktu Belanda menawarkan bantuan, di zaman Orde Baru, akhirnya saya me-minta Instrument Center, yang akhirnya menjadi Lembaga Instrumentasi Nasional (LIN), yang semula berada di kampus. ITB bukannya menyadari itu sebagai aset yang berguna, tetapi malah diusir. Dari kampus dipindah ke Sangkuriang, dari Sang-kuriang dipindah ke Serpong. Itu namanya exodus. ITB tidak ada perhatian terhadap kegiatan ilmiah sampai sekarang.

Prinsip pertama dari pendidikan itu kan mengabdi pada kebenaran, di mana setiap alat itu harus dikalibrasi. Instrumen itu tidak bisa dipercaya begitu saja. Instrumen itu bisa dipercaya setelah dikalibrasi, dan kalibrasinya juga harus benar. ITB tidak punya alat kalibrasi, adanya di LIN yang Fisika Teknik dirikan.

Saya yang memperjuangkan agar LIN itu ada di kampus. Tetapi tidak ada yang mem-backup saya. Memang waktu itu kita mau mendirikan research center di Cibinong. Waktu itu saya protes dan berhasil meyakinkan ketua MIPI, Pak Sarwono, bahwa kegiatan ilmiah itu harus di kampus. Pak Sarwono meyakinkan Pemerintah Pusat. Akhirnya tidak jadi ditempatkan di Cibinong, tetapi di Kampus.

Bisakah Bapak bercerita lebih jauh tentang LIN?

(19)

19

jika penjabat LIN itu orang kampus. Lalu saya dipecat dari jabatan sebagai wakil direktur. Yang menggantikan saya yaitu Pak Liem, seorang lulusan Amerika, dan Insinyur Herudi yang juga lulusan Fisika Teknik. Kemudian saya dikeluarkan, karena tidak mau pindah ke LIPI. Jika waktu itu saya bersedia keluar dari ITB dan pindah ke LIPI, mungkin saya masih berada di LIPI.

Secara prinsip saya setuju dengan konsep T.H. Bandung dulu. Dulu di T.H. itu didirikan Laboratorium Hidrolika, yang merupakan milik Departemen Pekerjaan Umum, Laboratorium Bahan milik Departemen Perindustrian, Laboratorium Elek-tro milik Perusahaan Listrik, Laboratorium Transportasi milik Departemen Perhubungan. Jadi, kementerian-kementerian itu menempatkan laboratorium mereka di T.H. Dan yang memimpin itu adalah prof. dari T.H. Memang benar bahwa LIN itu milik LIPI. Tetapi bisa saja yang memimpin itu orang ITB. Namun akhirnya semua exodus. Laboratorium Bahan pindah ke Sangkuriang, LIN pndah ke Sangkuriang. Laboratorium Transportasi juga hilang. Dulu kita ditawari oleh Belanda, Instrument Center untuk Fisika Teknik. Hal ini diketahui Pemerintah Indonesia. Akhirnya pusat menganggap LIN merupakan fasilitas ITB. Jatuhnya LIN ke LIPI itu juga karena ITB tidak bisa mengapresiasi. Waktu itu Fisika Teknik sudah punya Bengkel Instrumen dan SAIG (Sekolah Ahli Instrumen Gelas) yang dibiayai sebagian oleh LIPI.

Bagaimana Masyarakat menilai lulusan Fisika Teknik?

(20)

"sampah"—"Garbage in, garbage out".

Mengapa Fisika Teknik tidak disebut ‘teknik pengukuran’ saja, kalau penekanannya pada measurement?

Di dalam Fisika Teknik itu ada lab-lab yang mengembang-kan engineering physics, seperti Laboratorium Optikal, Labora-torium Material Science, dan lain-lain. Instrumentasi tetap dipandang yang utama. Pak Adhiwijogo, misalnya, tertarik pada Building Physics, dan dikembangkan lebih lanjut oleh Pak Soegi-janto. Lalu ada Pak

Is-kandar Danusugondho yang berminat pada Air Conditioning. Material Science dikembangkan oleh Pak Soelardjo. Teta-pi, saya tidak tahu apa-kah berhasil dikembang-kan atau tidak. Bidang

instrumentasi akan bisa berkembang lebih hebat kalau kita bisa bersatu, kalau visi kita sama. Tetapi untuk mencapai ini memang susah. Dalam pidato pensiun saya mengatakan, “industrialization without research is nonsense, research without instrumentation is also nonsense.” Ini saya sampaikan dengan maksud agar di ITB itu tumbuh kesadaran mengenai hal tersebut. Sejauh ini kesadaran itu masih lemah.

Bagaimana Bapak melihat perkembangan kurikulum di Fisika Teknik?

(21)

21

itu susah, memerlukan orang-orang yang terdidik betul. Kita harus tahu teknik mengukur yang benar, karena mengukur itu sendiri adalah ilmu pengetahuan. Mengukur itu bukan sekadar mengeluarkan alat dari lemari dan kemudian mengukur, bukan. Mengukur adalah suatu proses. Sebelum kita mengukur kita harus tahu apa yang diukur.

Seperti flow dalam pipa itu bermacam-macam jenisnya. Ada flow jenis stationary, turbulent, dan sebagainya. Kalau kita menggunakan alat ukur yang salah, apa yang akan diperoleh? Nol. Pengukurannya salah. Dalam segala hal kita selalu harus mengetahui apa yang mau diukur, dan ini memerlukan develop-ment tersendiri. Jika data yang diperoleh ternyata tidak betul, kita harus tahu bagaimana membetulkannya, dan mengukur dengan alat ukur yang lain. Kita tidak akan percaya pada alat begitu saja. Harga yang pasti sulit dicapai, selalu saja ada error. Tetapi mendapatkan data dan error-nya ini membutuhkan ilmu pengetahuan fisika.

Melihat fenomena kurang berminatnya mahasiswa akan research, bagaimana tanggapan Bapak?

Itu karena laboratoriumnya tidak ada. Coba laboratorium-nya ada, pasti mereka tertarik. Sebab saya berpendirian bahwa, "learning should be fun;" belajar itu harus menyenangkan. Tidak seperti sekarang. Kuliah itu bagai dipaksakan. Kita cuma dapat dari satu pihak, seolah-olah ilmu pengetahuan itu dipompa, dan kita harus percaya. Artinya mahasiswa ini dipompa dengan ilmu yang mahasiswa sendiri tidak pernah melihat. Tetapi kalau dia melihat what is happening, itu akan menyenangkan. Bukan dosennya yang mengatakan “itu teh begitu.” Tetapi memang fak-tanya begitu. Ini sistem empiris, paham bahwa pengetahuan di-peroleh melalui pengalaman. Kalau orang-orang membicarakan "anti kekerasan," maka saya ini juga "anti kekerasan ilmiah."

(22)

adalah f, maka yang keluar dari samping adalah f + dan f - . Saya beberapa hari berada di bawah tanah, gelap sekali. Efek Raman itu tampak kalau tidak ada penyinaran dari cahaya lain. Penyinaran dilakukan selama 30 jam, dipotret dalam kondisi diam. Prosesnya harus terkendali, harus konstan. Setelah 30 jam kita cuci dan itu tidak langsung jadi, gagal, gagal, dan setelah berulang kali akhirnya fotonya jadi. Untuk mengalami sendiri efek Raman banyak yang harus dilakukan; diperlukan peralatan dan ketekunan untuk mendapatkan hasil. Dan ini perlu untuk riset dan memerlukan latihan. Jadi, bagaimana bisa menjadi insinyur research yang baik kalau tidak memiliki pengalaman. Bagaimana kita bisa mendidik sarjana-sarjana Fisika Teknik yang bermutu tanpa laboratorium? Non-sense.

Dari dulu saya mengeluh. Saya membangun LIN untuk mewujudkan kondisi seperti itu. Tetapi saya didepak. Orang bilang bahwa “Pak Rachmad itu frustrasi”. Ini sama sekali tidak benar. Dalam pendidikan dan perkuliahan saya membangkitkan motivasi para mahasiswa. That’s all what I can do. Tetapi labora-torium tidak ada. Lalu saya bilang kepada mahasiswa, “anggap laboratory kita itu industri.” Jika mahasiswa tugas akhir kepada saya, maka saya bawa mahasiswa itu ke industri. Di industri ma-hasiswa harus selalu didampingi oleh dosen. Research semacam itu adalah industrial research, dan mereka belajar banyak. Saya tidak pernah sendirian saja mencari uang di industri. Saya selalu membawa mahasiswa. Saya bilang kepada mahasiswa “kamu jangan mengharapkan duit, karena yang paling diperlukan dari industri itu adalah pengalaman.”

(23)

23

Menurut Bapak, riset seperti apa yang sebaiknya dikembang-kan?

Ya ..., riset itu kan sebetulnya merupakan suatu kegiatan nasional. Masalah-masalah di Indonesia itu kalau diinventarisir ada macam-macam; pertanian, industri, dan sebagainya. Mes-tinya bangsa kita ini memiliki kemampuan untuk melakukan riset di bidang-bidang tersebut secara berkelanjutan. Jadi kalau muncul masalah, tinggal melihat file riset tersebut, "here is your solution." Idealnya begitu. Tetapi kita ini reaktif. Kalau sudah timbul masalah, baru kita berpikir untuk riset. Padahal riset itu memerlukan upaya bertahun-tahun. Seharusnya bangsa yang merdeka itu mampu menjawab masalahnya sendiri, dan mampu melakukan forecasting ke depan. Itu sebetulnya persoalan ken-egarawanan. Seorang negarawan itu harus bisa melihat jauh ke depan. Negarawan kita itu siapa? Suharto, Habibie? Habibie itu pintar sebenarnya, tetapi kepintarannya itu tidak bisa dalam segala bidang. Negara-negara itu harus bisa memecahkan ber-bagai masalah lewat lembaga-lembaga penelitian sesuai dengan bidangnya. Itu namanya faculty. Karena itulah di universitas ada fakultas. Setiap fakultas itu memiliki kemampuannya masing-mas-ing. Fakultas teknik berarti kemampuan untuk memecahkan masalah-masalah teknik. Jadi, fakultas itu artinya kemampuan memecahkan masalah. Kalau kita memiliki fakultas, tetapi tidak memiliki kemampuan apa-apa, ya, dibubarkan saja.

Mengenai Bapak sendiri, apa yang membuat Bapak tertarik pada Fisika Teknik?

(24)

tanpa instrumentasi itu non sense.

Tetapi optika di Fisika Teknik kan sudah cukup maju?

Ya, itu kan setelah ada Pak Andrianto. Dia itu mahasiswa saya. Mahasiswa saya yang pertama itu Pak Arifin Wardiman, Pak Hadiwaratama, dan Pak Herudi. Lalu Pak Arifin itu punya mahasiswa Pak Andrianto.

Kami lihat di ITS itu terdapat bengkel optik, dan mereka ahli melaku-kan pekerjaan-pekerjaan seperti itu. Bagaimana dengan di ITB? Ya, itu kan praktikum. Dulu di Fisika Teknik, ITB, ada prak-tikum membubut, meniup gelas, elektronika. Sekarang sudah dihilangkan. Saya tidak tahu ke mana kita mau berkembang, tidak jelas. Indonesia itu cenderung mengabaikan empiricism system. Dan ketertinggalan itu menular. Ketika dosennya send-iri empsend-irisismenya rendah, mahasiswanya pun ikut rendah. Lama-kelamaan, sesuatu yang sebetulnya tidak baik dianggap sebagai wajar-wajar saja. Kalau sekarang laboratorium itu tidak ada, itu karena dianggap tidak perlu. Mengapa? Karena kata do-sennya, “waktu saya mahasiswa dulu juga tidak pernah melihat laboratorium.” Dulu sewaktu saya kembali dari Belanda, saya bertanya-tanya, mengapa begini keadaannya? Padahal seharusnya ada laboratorium itu. Pemerintah kita juga tidak menolong. Kita punya menteri P&K, tetapi tidak menyadari pentingnya hal-hal semacam itu. Berbeda dengan menteri P&K pada waktu pemer-intahan Hindia-Belanda dulu. Mereka membuka Laboratorium Hidrolika. Mereka bilang, “Ini bagus sekali. Ini untuk membuat agar mahasiswa itu tidak dipaksa untuk menerima.”

(25)

25

Kalau dulu dalam kuliah fisika, semua itu didemonstrasikan, sehingga pemahaman dapat tertanam seumur hidup. Keadaan ruang kuliah zaman dulu memiliki ruang preparasi, sehingga setiap kuliah selalu dipersiapkan demo-nya. Demonstrasi itu adalah suatu hal yang normal dalam kuliah. Kita harus melihatnya sendiri, tidak boleh ada pemaksaan. Sekarang lihat, ITB membangun ruang kuliah. Tetapi tidak ada ruang preparasinya. Kalau dulu waktu saya di Kimia Teknik, ada kuliah dari Prof. Posthumus yang men-demonstrasikan bagaimana menemukan Bilangan Avogadro itu. Jadi tidak perlu ada pemaksaan dalam pemahaman.

Saya pernah menghadiri sebuah International Conference tentang multiphase flow di Jepang. Memang topik ini belum banyak diketahui orang. Saya mendapat kesan bidang ini me-narik sekali untuk dikembangkan di Indonesia, oleh karena kita punya banyak perusahaan minyak. Crude oil itu kan tersusun atas liquid, gas, dan air, dan terkadang ada solid-nya. Flow demikian itu disebut “multiphase flow”. Kalau di sini ada perusahaan minyak, dan minyak itu adalah andalan kita, alangkah baiknya kalau kita mengadakan riset tentang aliran multiphase flow. Hufco beberapa kali menanyakan persoalannya, mengapa kita kalau mengukur minyak sering kali tidak cocok, error-nya besar sekali? Jawab saya, “Ya kalian ini mengukur aliran minyak yang multi-phase flow itu dengan menggunakan alat ukur singlemulti-phase. Ya jelas tidak akan cocok.” Lalu dia tanya lagi, “Jadi bagaimana koreksinya, Pak?” “Ya, koreksinya kita lihat saja, fasa yang dominan itu apa. Lalu alat ukurnya dikalibrasi dengan fasa yang dominan.” Lalu kami diberi tugas oleh Hufco itu untuk melakukan riset dan diundang ke lapangan. Pada saat saya ke lapangan itulah saya mendapatkan macam-macam persoalan. Lalu kami dibiayai. Setelah itulah saya mulai bisa mengirim mahasiswa, dosen, untuk ikut mengadakan penelitian di lapangan.

(26)

Nah, ini pertanyaan yang baik, ya. Dulu waktu saya kuliah di Fisika Teknik UI, karena dosen-dosennya orang Belanda, ada 18 mata kuliah dalam satu semester. Jadi dulu saya ujian 18 kali. Pada Semester II, 18 mata kuliah lagi. Mengapa begitu? Karena kebijakan Pemerintah Indonesia itu dulu begini. Honor yang diterima dihitungnya begini; jam pertama itu sekian, jam kedua dikurangi lagi, jam ketiga dikurangi lagi. Jadi akhirnya diakali saja. Mata kuliahnya dipecah jadi banyak. Seperti di Fisika itu ada mekanika, ada optik, begitu. Kuliahnya jadi banyak, ya. Dan honor yang diterima dosen juga jadi banyak. Jadi masalahnya itu uang. Ketika saya belajar di Negeri Belanda, mata kuliahnya hanya 6, tetapi praktikumnya banyak. Di sana itu tidak menganut sistem semester, tetapi per tahun. Di sana sistem ujiannya tidak seperti di kita. Ujiannya lisan. Kita kalau mau ujian bisa setiap saat, kita mendaftarkan diri ke sekretaris profesor. Kita tidak tahu pertanyaan yang akan diberikan. Dan waktu saya jadi dosen, ujian saya juga lisan. Tidak ada dosen di ITB yang ujiannya lisan, selain saya. Mahasiswa mau ujian berapa kali juga boleh asal lulus. Kalau tidak lulus, ya ujian lagi.

(27)
(28)
(29)

29 Dapatkah Bapak memulai dengan riwayat kuliah di Jurusan Fisika Teknik?

Saya diterima di ITB akhir No-vember 1955 yang saat itu masih bernama Fakultas Teknik, Universitas

Indonesia, sebagai penerus Technische Hoogeschool Bandung; yang pada masa pendudukan Jepang di Indonesia pernah dikenal sebagai Bandung Kogio Daigaku. (Sekadar catatan kecil: semasa Prof. Mr. Moh Yamin menjabat Menteri Pendidi-kan dan Kebudayaan awal 1952 pendidiPendidi-kan keinsinyuran ini dinamai Fakultet Teknik, sebagai bagian dari sejumlah Fakultet dari Universitet Indonesia Jakarta dengan Rektor Universitet Prof. Dr. Bahder Djohan.). Di Bandung terdapat 2 fakultas, Fakultas Teknik (FT) dan

Fakultas Ilmu Pasti dan Ilmu Pengetahuan Alam (FIPIA).

Secara resmi, saya baru menjadi mahasiswa Jurusan Fisika Teknik pada awal Februari 1959 beberapa minggu

sebe-All Round Engineer

Wawancara dengan

(30)

lum ITB diresmikan pada 2 Maret 1959 sebagai penggabungan dari ke dua fakultas tadi, yakni Fakultas Teknik dan FIPIA. Perlu dik-etahui bahwa pendidikan keinsinyuran kala itu masih berkuriku-lum 5-5,5 tahun meski (proses) kependidikannya telah berubah dari sistem studi bebas menjadi terpimpin (populer dengan sebutan guided study) sejak awal tahun kuliah 1956, Agustus 1956. Pada awal studi terpimpin inilah dikenalkan Sistem Kredit Semester (SKS) yang berbeda dari sistem sebelumnya, yakni dengan cara mengumpulkan kartu bukti lulus (tentamen) bagi setiap matakuliah yang diwajibkan pada setiap tingkat pendidikan yang bersangkutan. Sistem kredit ini diperkenalkan sehubung-an dengsehubung-an,dsehubung-an untuk pertama kalinya di Tsehubung-anah Air, dimulainya pelaksanaan kontrak kependidikan tinggi antara pemerintah Republik Indonesia dengan pemerintah Amerika Serikat melalui Kentucky Contract Team. Beberapa tenaga pengajar untuk ber-bagai jurusan yang ada, di Fakultas Teknik saat itu, didatangkan dari University of Kentucky. Dua tahun sebelum itu, seorang tenaga pengajar di Jurusan Fisika berwarga negara Amerika Serikat, Prof. Dickinson (William) ikut berperan dalam reformasi kependidikan tersebut.

Kedatangan Prof. Dickinson itu atas inisiatif siapa?

(31)

31

peranan penting para senior, seperti Iskandar Danusugondho, Djali Ahimsa, Pitojo, Hidayat, dan lain-lain. Di atas itu semua adalah peranan Prof. Ir. Go Pok Oen (Adhiwijogo) sebagai prin-sipal, yang pada tahun 1959 menjabat sebagai ketua Bagian Fisika ITB sebagai salah satu bagian dalam Departemen Ilmu Pasti dan Ilmu Alam dengan Ketua Departemen Prof Ir. R. Goe-narso dan sekretaris Prof. Dr. Ong Ping Hok.

Pada tahun 1962, Bagian Fisika Teknik bersama dengan Bagian Kimia Teknik membentuk satu departemen, yaitu De-partemen Fisika Teknik/Kimia Teknik dengan ketua deDe-partemen Prof. Dr. Ir. R.M. Soemantri Brodjonegoro.

Apa yang dimaksud dengan ‘dihidupkan kembali’ itu?

Seperti sudah disebutkan di atas, sebagai suatu disiplin ilmu, Fisika Teknik masih bersembunyi menyatu dengan Fisika. Diartikan beberapa mahasiswa Fisika Teknik mengambil kuliah dan praktikum bersama dengan mahasiswa Fisika, demikian pula kebalikannya. Sementara itu bagian Fisika, telah memulai dengan dua pembidangan bagian: fisika teoretis dan fisika eksperimental. Pembidangan ini terkesan memberi kesempatan bagi bagian Fisika Teknik untuk lebih mengeksplisitkan diri dan pernah terpikir untuk memilih bidang fisika terapan, applied physics. Pemikiran yang berkembang saat itu adalah: terdapat perbedaan, lebih tepat ketidakmiripan, antara applied physics dan engineering physics. Sementara belum dipastikan apa yang akan dipilih salah satu di antara dua bidang itu, Prof. Go Pok Oen telah merintis dan melaksanakan kuliah Akustik, Illuminasi dan bahkan Refrigerasi, yang dua diantaranya menjadi matakuliah layanan di jurusan lain, Elektroteknik dan Arsitektur.

Upaya penghidupan kembali seperti disebut di atas dapat menjadi kenyataan dengan kedatangan kembali beberapa senior petugas belajar dari luar negeri. Di antaranya adalah: Ir. Soewardi n.i., Ir. Moh Soebekti Indrokoesoemo n.i., Ir. Rachmad Mohamad n.i. di sekitar tahun 1958.

(32)

pemaknaan kata-kata "insinyur fisika". Pernah ada pemikiran un-tuk memilih nama Engineering Science sebagai padanan unun-tuk Fisika Teknik, seperti pernah diajukan antara lain oleh saudara Aldy Anwar; saya termasuk yang tidak menyetujui pilihan itu dan memilih sebutan Engineering Physics sebagai gantinya.

Beberapa mata kuliah yang dapat disebut mengawali pendidikan insinyur fisika pada sekitar awal 1958 di antaranya adalah: Teori Kinetik Gas oleh Ir. Soewardi, Ilmu Bahan oleh Ir. Soebekti, dan Instrumentasi oleh Ir. Rachmad Mohamad. Ikhwal bidang instrumentasi, saya masih ingat dalam salah satu acara petang hari penerimaan mahasiswa Fisika Teknik angkatan ’64 , mengawali tahun kuliah 1964 Ir. Rachmad Mohamad berkata antara lain “Jurusan Fisika Teknik itu nantinya akan menjadi jurusan Teknik Instrumentasi.” Meski pada saat itu saya sama sekali tidak sependapat, karena Fisika Teknik itu seperti acapkali dikemukan oleh Prof. Adhiwijogo adalah ibarat suatu "Master Key" atau yang oleh negara asal kependidikan insinyur fisika di sana, digunakan istilah insinyur all round seperti yang masih dapat ditemukan dalam prospectus UTD (University of Technol-ogy Delft) 1981.

Selayaknya sekarang kita sudah tidak perlu lagi mem-perhatikan masalah yang masih sering pula dikemukakan, yakni Fisika Teknik itu apa atau seperti apa. Biarlah Fisika Teknik itu tumbuh menjadi pionir dalam berdisiplin dalam ilmunya, ibarat suatu bunga yang tumbuh mekar di antara dan bersama den-gan berbagai bunga dalam suatu taman sari bunga. Bukankah dewasa ini disiplin Fisika Teknik telah memetik buahnya?

(33)

33

Vektor juga satu tahun. Kemudian pada tahun 1972, dua tahun sebelum akhir pelita pertama, ada keinginan pemerintah (hasrat politik/political will) untuk memperketat pendidikan insinyur dengan tidak terlalu banyak mata kuliah sehingga diharapkan lulusannya menjadi sarjana siap pakai guna menyongsong pelita berikutnya. Kuliah pun menjadi 4,5 tahun dengan seten-gah tahun pertama digunakan sebagai penyeragaman mata kuliah (matrikulasi), yang dialami pertama kali oleh mahasiswa angkatan ‘72. Sebagai konsekuensinya, kita harus memangkas beberapa mata kuliah dasar yang diberlakukan pada tahun-tahun sebelum 1972, dan lalu terciptalah kurikulum 4,5 tahun-tahun. Saya memang sempat mengalami “frustrasi” dalam memberi kuliah Medan Elektromagnetik yang diberikan hanya dalam satu semester. Mulanya mata kuliah yang dikatakan mendominasi adalah Akustik, Instrumentasi, Ilmu Bahan, dan Teori Panas. Namun yang menjadi masalah adalah mata-mata kuliah wajib yang sudah dipersiapkan untuk menghasilkan mahasiswa yang all round tadi. Hal itu kan tidak mudah.

Lalu sekarang mengenai alumni Fisika Teknik awal-awal. Insinyur Fisika Teknik Indonesia yang pertama adalah alm. Insinyur Sumantri. Pada waktu itu beliau mendapat tugas men-gajar Fisika Dasar bersama drs. Liem Tek Gio yang kemudian melanjutkan belajar ke Belanda. Sementara itu, alumni Fisika Teknik Indonesia pertama yang meraih gelar Doktor adalah Pak Liem Han Gie. Beliau memperoleh gelar doktornya di Amerika dalam bidang Optika.

Pengiriman dosen itu atas inisiatif siapa?

Sudah jelas bahwa pengiriman dosen tugas belajar itu adalah inisiatip pemerintah dalam hal ini ITB dan lebih khusus lagi atas inisiatif staf departemen atau jurusan guna mewujudkan rencana pengembangan kependidikannya.

(34)

Begini ceritanya. Guna menunjang Rencana Pembangunan Lima Tahun(an) pemerintah yang diawali pada 1969, ITB ber-maksud menyelenggarakan pendidikan sarjana yang cepat tetapi siap pakai, ajektiva yang dipilih dan dianggap tepat kala itu. Pilihan ini sudah barang tentu mengisyaratkan adanya perubahan, sebutlah suatu reformasi, kebijakan kependidikan yang menghasilkan para lulusannya yang siap kerja dalam kurun waktu produksi yang relatif singkat; diartikan harus ada refor-masi kurikulum untuk mencapai objektif itu. Dari saat itulah se-sungguhnya jenjang kependidikan berstrata diawali dan untuk pertama kaliya diimplementasikan pada awal tahun akademik 1972. Dari kurikulum berbasis kependidikan 5-5,5 menjadi 4,5 dengan setengah tahun awal dimaksudkan sebagai penyerataan atau matrikulasi. Suatu upaya yang sungguh tidak sederhana dan faktual telah

memer-lukan kesiapan dengan beberapa lokakarya. Dalam melaksanakan kebijakan itu, di jurusan saya pernah mengala-mi semacam putus asa dalam menyajikan

be-berapa kuliah semisal Teori Medan Elektromagnetik dan Termo-dinamika masing-masing hanya dalam satu semester; dua jenis mata kuliah yang masing-masing sebelumnya disajikan dalam waktu satu tahun dalam bentuk Teori Medan Elektromagnetik I dan II, serta Termodinamika I dan II.

Kita perlu berterima kasih bahwa Institut bersedia meng-ambil pelajaran dari pelaksanaan kebijaksanaan baru itu. Ternyata produknya belum siap pakai dan dikehendaki menjadi siap latih dalam pelaksanaan berikutnya.

Apakah Bapak melihat adanya perubahan metode pengajaran antara Amerika dengan Belanda?

(35)

pragma-35

tis. Pendidikan ini kita adopsi menjadi pendidikan terpimpin. Sedangkan pendidikan Belanda lebih ke pendidikan bebas yang dapat menghasilkan mahasiswa abadi yang sudah tentu sebagai efek sampingnya. Dicontohkan, seorang dosen dengan sekitar 100 orang mahasiswa peserta kuliah tidak jarang hanya merasa perlu meluluskan cukup sekitar 10 atau 15 orang saja. Efek samping yang barangkali tidak dikehendaki ini menjadi akumulatif tahun demi tahun dan berubah bukan lagi sebagai efek samping, tetapi masalah utama! Beberapa bukuajar Belanda yang banyak ditemui berupa repetitie dictat juga berbeda jauh dari buku ajar Amerika yang dikenalkan sebagai suatu textbook, utamanya dalam bentuk penyajian material yang banyak disertai contoh dan soal-soal.

Apakah Amerika pada kasus pembakaran buku melihat itu sebagai warisan Belanda lalu dibakar?

Rasanya tidak sekadar kesan itu. Menurut saya ada terselip sentimen dalam upaya memberi warna baru disamping, atau bahkan sebagai pengganti, kultur yang telah diwariskan oleh pendahulunya, Belanda. (Periksa kembali protes dari Dewan Mahasiswa dalam jawaban wawancara terdahulu).

Apakah orang-orang pribumi langsung bisa menerima Amerika secara langsung?

Dalam hal itu bisa disebut "Ya" karena daripada "Tidak". Walaupun memang masih ada beberapa tulisan-tulisan dari Belanda. Kalau dibilang ada yang terpaksa menerima pendidikan Amerika, saya rasa tidak tepat karena justru dengan pendidikan Amerika, mahasiswa ITB dibuka kembali bagaimana cara belaja-rnya. Menurut saya ilmunya itu lebih mengarah, karena buku yang dipakai dalam mengajarnya memiliki kriteria menjadi buku pelajaran. Sedangkan kalau buku Belanda, modelnya kita tidak menemukan soal-soal, seperti soal cerita. Betul ada bedanya. Jadi cara pendidikan dan pengajarannya berbeda antara cara Amerika dan Belanda.

(36)

pendidi-kan Amerika masuk?

Saya rasa untuk spesialisasi kita tidak harus membentuk sub-jur, tapi bisa juga dengan membentuk kelompok keahlian atau kelompok kerja. Bukan sub-jur. Karena dengan sub-jur kita harus memperlakukan sebagai bagian dari jurusan. Saya rasa nggak ada sub jurusan yang ada spesialisasinya. Lagipula kalau saja kita menganut cara sub-jur itu barangkali sifat all round-nya menjadi kabur.

Bagaimana pendapat alumni Delf tentang masuknya pengaruh Amerika?

Semuanya berjalan biasa saja. Di antara yang tetap ber-tahan itu salah satunya Pak Rachmad Mohamad, yang laennya menjadi birokrat. Pak Bekti di BAPENAS, Pak Soewardi itu pin-dah ke Gajah Mada (UGM), tapi nggak tau kenapa lalu beliau pindah ke UI kemudian enggak tau lagi pindah ke mana. Yang bertahan itu mungkin ya hanya Pak Rachmad itu. Pak Rachmad itu memulai untuk menginisialkan Instrumentasi. Lalu kemudian ditindaklanjuti oleh Pak Liem. Memang Pak Rachmad tidak terli-bat memimpin jurusan secara formal, tapi beliau membibitkan bidang Instrumentasi di Departemen Teknik Fisika.

Bagaimana tentang kasus pembubaran FT atau penggabungan menjadi bagian Fisika?

(37)

37

Bahwa FT tidak hanya "Akustik", melainkan juga "Optik", "Ilmu Bahan" dan "Instrumentasi". Bahwa akhirnya kita menggunakan textbook Amerika itu karena kita diperkaya dari ilmunya.

Lalu alumni kita akhirnya menanamkan FT ke ITS dan UNAS. Ketika itu FT mau dihilangkan, ST Alisyahbana itu menolak dan meminta agar tatap

dipertahankan, kalau perlu kita lakukan sub-sidi silang.

Siapa saja yang paling berperan dalam mem-pertahankan FT?

Kalau disebut

na-manya satu per satu, saya rasa tidak adil. Nanti akan melukai be-berapa nama dari seangkatan saya dan senior saya. Kalau toh mau mengatakan demikian ya berarti kita harus melihat mereka yang selalu berada di jurusan. Saya kurang sependapat kalau dibilang itu sudah menjadi warisan. Kriteria yang jelasnya yaitu ya siapa saja yang selalu mengikuti dan mengembangkan juru-san dengan segala konsekuensi imbalan atau apa pun. Begini saja, FT tidak akan ada kalau tidak ada peran Prof. Adhiwijogo. Bahkan saat Prof. Adhiwijogo mendapatkan Satya Lencana pengabdian dari P&K.

Bagaimana peran dari Himpunan?

Saya tidak tahu persis kapan berdirinya Himpunan, dan memang Himpunan berdiri setelah ada jurusan. Saya melihat HMFT tidak dapat dilepaskan dari pemikiran saudara alm. Aldy Anwar. Saya kenal betul dia. Perlu diingat bahwa jumlah maha-siswa FT pada awalnya sangat sedikit, ya sekitar 15 orang. Semua memang tidak masuk ke dalam kepengurusan di HMFT, lagipula Himpunan dulu tidak seperti sekarang.

Bapak mengerti tentang LIN?

(38)

terlibat itu ya Pak Rachmad, Pak Liem, dan Pak Zakaria kemudian Pak Heirudi dan sebagainya. LIN itu memang cikal bakalnya dari kita (FT). Angkatan saya waktu itu tidak miliki kewenangan untuk mengambil kewenangan atau keputusan tentang LIN itu, karena itu merupakan keputusan pemerintah. Tapi LIN dalam perkembangan-nya tidak bisa dilepaskan dari Fisika Teknik. Tampakperkembangan-nya kok me-mang tidak kuasa ITB memasukkan kembali LIN ke dalam kawas-an ITB. Karena memkawas-ang keinginkawas-an untuk mendirikkawas-an lembaga research besar sekali sehingga banyak yang mempertanyakan kenapa institut kok tidak memiliki lembaga penelitian.

(39)
(40)

Kalau tidak salah, Bapak dulu pernah kuliah di Fisika Teknik, dan kemudian pindah ke Fisika. Bisakah Bapak ber-cerita tentang ini?

Saya masuk ke Fisika Teknik di tahun ke dua masa studi saya di

ITB. Ketika itu Fisika dan Fisika Teknik masih merupakan satu kesatuan; keduanya di dalam satu organisasi. Terdapat kuliah-kuliah Fisika, dan terdapat kuliah-kuliah-kuliah-kuliah Fisika Teknik. Para guru besar yang mengajar kuliah-kuliah fisika adalah orang-orang yang sama. Kuliah-kuliah fisika di Fisika Teknik mengikuti Fisika, seperti kuliah tentang dinamika, dan lain-lain. Lalu terdapat banyak mata kuliah lain-lainnya, yang boleh dipilih mahasiswa. Misalnya, terdapat kuliah-kuliah pilihan dari Kimia Teknik, dari Teknik Mesin (seperti teknologi mekanik, mesin bubut, dan se-bagainya), dan dari Teknik Elektro. Waktu itu saya mengambil steam engines/ketel uap, sebagai mata kuliah engineering. Jadi diajarkan juga dasar-dasar engineering, fisika dan matematika. Dasar-dasar engineering bisa berasal dari Teknik Elektro, atau-pun dari Teknik Mesin.

Apakah pertimbangan Bapak ketika memutuskan untuk pindah

Engineering

(41)

41 dari Teknik Elektro ke Fisika Teknik?

Bidang-bidang yang dipelajari di Teknik Elektro terlalu teknis, seperti tentang Mutator. Mutator itu dipelajari selama dua semester. Bagi saya tidak menyenangkan belajar hal-hal yang terlalu teknis seperti itu. Lalu saya memutuskan untuk pindah jurusan saja. Di Fisika Teknik bidang-bidang fisika yang dipelajari lebih mendasar dan lebih luas.

Apakah pada masa-masa itu Fisika Teknik terancam bubar? Fisika Teknik tidak pernah dibubarkan.

Menurut beberapa nara sumber lain, pernah terjadi jumlah mahasiswa Fisika Teknik menjadi sangat sedikit?

O, ya ... jumlah dosennya berkurang sekali, tetapi tidak bu-bar. Para guru besar pulang ke Belanda. Yang tersisa hanyalah Profesor Go Pok Oen (Prof. Adhiwijogo) saja. Lalu pada masa-masa kritis itu datang dosen-dosen Amerika ke ITB, tetapi tidak ada dosen Fisika Teknik. Di Amerika tidak ada departemen Fisika Teknik.

Apakah kembalinya dosen-dosen Belanda ke negara asal mereka berkaitan dengan situasi politik?

Tidak juga. Ya, waktu itu terjadi konfrontasi antara Peme-rintah RI dan PemePeme-rintah Belanda berkenaan dengan status Irian Jaya. Ketika konfrontasi ini terjadi, orang-orang Belanda di seluruh Indonesia pulang semuanya. Lalu posisi-posisi mereka diambil alih oleh para pemuda RI.

Jadi bukan Amerika yang meminta Belanda pergi dari Indone-sia?

Bukan. Mereka pulang sendiri. Tetapi kita sudah meng-antisipasi perkembangan yang terjadi. Kita mencari dosen-dosen pengganti; dari Jerman, dari Belgia, dan dari negara-negara Eropa lainnya. Pada akhirnya kami mendapat bantuan dari Amerika.

(42)

sistem Amerika, dibandingkan dengan sistem Belanda? Iya.... Kalau sistem pendidikan Belanda lebih memberikan kebebasan. Mahasiswa hadir dalam kuliah-kuliah ataupun tidak, nobody cares. Nah, ketika Amerika datang, mereka me-nilai bahwa sistem Belanda ini tidak efisien, dan hanya sedikit menghasilkan lulusan. Dalam sistem Belanda mahasiswa boleh aktif kuliah ataupun tidak aktif. Akibatnya banyak yang lantas meninggalkan sekolah atau tidak selesai. Ini dikarenakan tidak adanya paksaan oleh sistem yang berlaku.

Maksud Bapak, banyak yang menjadi "Mahasiswa Abadi," be-gitu...?

Ya, MA. Ketika Amerika datang, mereka mengganti sis-tem Belanda, dan memperkenalkan sissis-tem yang berdasarkan students load, yang kemudian diukur dengan SKS. Di sistem Belanda namanya bukan SKS. Sistem SKS sebenarnya menetap-kan beban mahasiswa dalam belajar. Dalam sistem terdahulu mahasiswa boleh mengambil sampai lebih dari 17 mata kuliah dalam satu semester. Dalam sistem Amerika, diperhitungkan kapasitas mahasiswa dalam menanggung beban belajar. Jadi digunkan satuan SKS. Mahasiswa tidak boleh mengambil lebih dari sekian SKS. Dengan beban yang disesuaikan kemampuan, mahasiswa menjadi bisa menyelesaikan studi dalam durasi yang lebih singkat.

Tetapi, mengapa tidak digunakan jumlah mata kuliah saja seb-agai batasan, bukan jumlah SKS?

Jumlah mata kuliah tidak bisa digunakan sebagai ukuran. Sebab ada mata kuliah yang banyak isinya, dan ada yang sedikit. Menurut penuturan seorang nara sumber, buku-buku dari Be-landa itu isinya konsep-konsep saja, dan tidak banyak menya-jikan contoh-contoh soal. Tetapi buku-buku Amerika memberi banyak soal-soal?

(43)

meng-43

hitung kalau diberi soal-soal. Tetapi kalau diminta bercerita saya bisa. Padahal dalam engineering kita harus bisa menghitung, kan. Itu yang dinamakan quantitative knowledge tentang fisika. Jadi memang harus bisa membuat soal-soal yang melibatkan perhitungan. Tetapi konsepnya juga tidak boleh ketinggalan. Landasannya itu kuantitatif. Menurut Lord Kelvin, kalau ses-eorang tidak bisa menyatakan sesuatu dengan angka, maka dia tidak tahu apa-apa tentang sesuatu itu. Lord Kelvin itu seorang bangsawan Inggris yang menemukan satuan derajat Kelvin. Ketika Bapak masuk ke Fisika Teknik apakah peralatan penun-jang praktikum lengkap?

Praktikum di Fisika Teknik di masa itu ... , saya masih ingat, dalam satu semester terdapat 12 percobaan. Jadi dalam 1 tahun ada 24 percobaan.

Itu di zaman Belanda, Pak?

Di zaman Belanda. Kalau di zaman Amerika menjadi 6 praktikum untuk 1 semester. Jadi di zaman dahulu itu, kita lebih terampil bekerja. Praktikum dilaksanakan pada tingkat 1 dan tingkat 2. Dalam 2 tahun terdapat 48 percobaan.

Apakah ada asisten praktikum?

Sudah cukup banyak; sekitar 5orang. Dan alat-alat ukur-nya masih yang ditera (dikalibrasi). Masih ada yang namaukur-nya tera kelas 1, kelas 2, dan kelas 3. Di sini kan dulu masih terdapat kamar tera. Semua meteran-meteran itu diukur dan ditera. Alat-alat ukurnya sangat canggih dan sangat peka. Saya masih ingat itu semua. Untuk melakukan percobaan digunakan tulisan karya seorang ilmuwan Jerman. Buku ini membahas segala ses-uatu secara sangat terperinci. Hal ini sangat membantu. Dulu praktikum yang diberikan di Fisika Teknik sama dengan yang diberikan di Fisika Murni.

Menurut Bapak, apakah perbedaan utama antara Fisika Teknik dan Fisika Murni?

(44)

Belanda. Belanda yang mendirikannya disini. Nah, kalau di neg-eri Belanda, perkembangannya sudah lain sekali. Fisika teknik di Belanda itu adalah fisika in engineering. Jadi fisika teknik di sana berada di garis depan engineering. Fisika teknik menjawab, misalnya saja, bagaimana membuat saringan yang sangat kecil, berukuran mikron. Ini membutuhkan fisika. Tetapi sekarang, ketika permasalahan di industri berubah, Fisika Teknik mereka berubah juga. Jadi selalu seperti itu. Mereka itu in the forefront (garis depan) dari engineering. Sekarang mereka berorientasi pada pembuatan chip, pembuatan sistem komputer.

Bukankah teknologi chip itu menjadi bagian teknik elektro? Oh, tidak. Industri di negeri Belanda itu fisika teknik. Mereka berada di forefront, di garis depan. Kalau di sini kan ketinggalan. Masih sama saja mata kuliah yang diberikan sekarang dengan yang diberikan di zaman dahulu. Tidak ada yang berubah. Jadi menurut Bapak, seharusnya terjadi perubahan...

Ya. Tetapi sekarang ada Pak Hermawan. Saya dengar dalam kurikulum baru diberikan lebih banyak dasar-dasar ilmu fisika. Memang seharusnya begitu. Bagaimana Anda bisa memahami fisika, kalau tidak belajar fisika kuantum? Fisika sekarang kan bu-kan lagi tentang palu dan golok, tetapi sudah masuk ke dalam: fisika material. Saya senang mendengar perkembangan yang diupayakan Pak Hermawan.

Terdapat pandangan bahwa bidang Teknik Fisika itu merupakan "all around engineering." Bagaimana menurut Bapak?

Kalau tidak salah, itu pendapat Prof. Go Pok Oen (Prof Adhi-wijogo). Menurut saya, seharusnya in the fore front of engineering, bukan all around engineering. Jadi kalau, ibaratnya, bidang-bi-dang teknik itu dimasukkan ke dalam kotak-kotak, teknik elektro masuk kotak, teknik mesin masuk kotak. Tetapi ada satu yang tidak bisa dimasukkan ke dalam kotak, yaitu fisika teknik.

(45)

45

spesialisasi. Misalnya di robotika, yang mencakup aspek elektronik, material dan sebagainya.

Ada yang mengatakan bahwa corak Fisika Teknik itu ins-trumentasi. Bagaimana menurut Bapak?

Itu tergantung pada orangnya. Ada yang senang menekuni akustika, instrumentasi, atau yang lain-lainnya. Itu bergantung pada hobinya. Fisika Teknik itu semua bidang teknik yang ber-hubungan dengan fisika.

Menurut Bapak, apakah visi pendirian Fisika Teknik?

Itu berkaitan dengan Perang Dunia II. Ketika itu banyak industri yang hancur. Untuk membangun kembali diperlukan fisika eks-perimental, seperti yang terjadi di Jerman. Jadi, para ahli Fisika Teknik menempati baris terdepan dalam engineering.

Ketika Bapak menjabat sebagai rektor ITB, apa kebijakan Bapak terhadap Teknik Fisika?

(46)
(47)

47 Bagaimana riwayat berdirinya ju-rusan Fisika Teknik ITB yang Bapak ketahui?

Saya masuk ITB pada tahun 1956. Pada tahun itu, jurusan Fisika Teknik dibuka kembali untuk

maha-siswa baru. Jurusan Fisika Teknik ini sendiri berdiri pada tahun 1950, tetapi pada tahun 1954 sampai 1955 tidak menerima mahasiswa baru. Penerimaan mahasiswa baru dilakukan kem-bali pada tahun 1956. Pada tahun 1953, dosen-dosen Belanda sebagian besar kembali ke negeri Belanda, sehingga tidak ada dosen Belanda lagi. Dosen yang tertinggal hanyalah Prof. Adhi-wijogo.

Nah, kemudian pada 1955 atau 1956, Ir. Sumantri lulus sebagai angkatan pertama Fisika Teknik di Bandung. Beliau mengajar di Fisika Teknik, meskipun bekerja juga di instansi lain. Waktu itu beliau mengajar Fisika Dasar. Kan orang-orang Amerika itu pertama kali datang pada tahun 1955. Mereka bekerjasama dengan dosen-dosen yang ada untuk menyusun kurikulum baru pada tahun 1956 itu, persis saat saya masuk. Saya mengalami kurikulum baru, di mana diberlakukan sistem kredit. Jadi, mungkin itu untuk pertama kalinya sistem kredit

Fisika Teknik sebagai Karya

Anak Bangsa

(48)

diberlakukan di Indonesia.

Pada saat itu kita belum bernama ITB, tetapi "Fakultas Teknik dari Universitas Indonesia." Jadi ada dua fakultas di UI: Fakultas Ilmu Teknik serta Fakultas Ilmu Pasti dan Alam (FIPIA) di Bandung. Fisika Teknik berada di Fakultas Teknik sedangkan Fisika ada di FIPIA. Dulu itu Laboratorium Fisika Dasar itu dikelola bersama oleh Jurusan Fisika dan Jurusan Fisika Teknik. Dulunya memang pernah Fisika dan Fisika Teknik itu berada dalam satu fakultas, tetapi itu cuma sebentar. Ya, memang, pada waktu itu ada persaingan di antara Fisika dan Fisika Teknik. Waktu itu me-mang Fisika memiliki dosen yang lebih banyak, meskipun pada akhirnya kita terus berkembang.

Pada waktu saya masuk, jumlah mahasiswanya sekitar 10 orang, persisnya saya lupa. Termasuk di dalamnya almarhum Pak Aldi Anwar. Pak Aldi ini termasuk orang yang aktif memajukan Jurusan Fisika Teknik. Dia banyak mencari informasi, proyek kerja sama, dana dan sebagainya. Dia juga aktif di Himpunan Maha-siswa Fisika Teknik (HMFT). Beliau sekarang sudah meninggal. Pada tahun 1959 baru ITB didirikan.

Pada waktu selesai di tahun I, saya mendapatkan ijazah pro-padeuse I dari UI. Kemudian setelah selesai tahun kedua juga mendapatkan ijazah propadeuse II masih dari UI. Waktu itu kan kurikulumnya 5 tahun. Setelah melewati tahun kedua itu baru mendapat candidaat atau sarjana I. Setelah itu baru menjadi sarjana Fisika Teknik.

(49)

49 kami sudah memilih jurusan dari awal.

Saya memang sejak awal sudah memilih Fisika Teknik. Pada angkatan saya, seperti yang sudah saya katakan, satu angkatan ada sekitar sepuluh mahasiswa. Kemudian makin lama makin banyak mahasiswanya. Ada juga pindahan dari jurusan lain, sep-erti dari Elektro dan Fisika.

Bagaimana peran Belanda dalam pendirian Jurusan Fisika Teknik?

Banyak. Beberapa mahasiswa ikut melanjutkan studi ke negeri Belanda, seperti Pak Rachmad Mohamad, Pak Suwardi, dan Pak Subekti. Oleh karena itu, akhirnya terjadi kekosongan. Setelah Pak Iskandar Danu lulus, beliau lalu menjadi dosen pada tahun 1958. Demikian juga Pak Djali Ahimsa, meskipun kemu-dian beliau pindah ke BATAN. Pak Iskandar Danu juga pernah menjadi Sekretaris Jurusan. Waktu itu ketuanya Pak Adhiwijogo. Pak Iskandar juga pernah menjadi Ketua Jurusan. Pada tahun 1961, saya lulus bersama 3 orang teman saya. Lalu Pak Iskandar ke Amerika, dan kemudian menyusul saya, Pak Praptowidodo, Pak Zakaria, dan Pak Yoto.

Apakah pada waktu itu, Belanda mendirikan Fisika Teknik untuk mengembangkan ilmu instrumentasi?

Oh, tidak begitu. Itu cuma salah satu. Malah pada tahun 1950 itu ada pendidikan setingkat Diploma 3, yaitu pendidikan ahli tera, yang kuliah dasarnya sama dengan Fisika Teknik, yang berhubungan dengan alat ukur dan peneraan. Malah ada juga kerja sama dengan Jawatan Metrologi bersama dengan profe-sor Belanda. Waktu itu Prof. Adhiwijogo juga mengembangkan penelitian tentang muatan listrik di atmosfir. Kemudian juga ada Akustik, Fisika Bangunan. Baru di sekitar akhir tahun 60-an Pak Iskandar Danu mengembangkan TKL (Teknik Kondisi Ling-kungan).

(50)

Saya lupa tahunnya tahun berapa, ketika LIPI mendirikan LIN. Yang berperan di situ, ya, Prof. Adhiwijogo, juga almarhum Pak Liem Han Gie, dibantu dengan beberapa orang dari Belanda. Tempatnya dulu masih di kampus ITB, di dekat perpustakaan pu-sat. Setelah LIN memiliki tempat sendiri, maka LIN pindah keluar kampus. Di situ ada juga bengkel gelas. Sementara itu, sebelum Fisika Teknik didirikan sudah ada pendidikan sekolah ahli instru-men dan gelas. Malah usianya lebih tua dari Fisika Teknik, oleh karena mereka melayani kebutuhan laboratorium di seluruh ITB.

Pada tahun 1973, kita pernah punya dosen tamu dari Australia (Prof. Dunkle). Kemudian di awal tahun 1970-an juga Prof. Adhiwijogo merintis kerja sama dengan T.H. Delft, di bi-dang Fisika Bangunan, dalam rangka proyek Nuffic. Proyek itu disetujui pada tahun 1974. Tetapi, Prof Adhiwiyogo pada tahun itu meninggal dunia. Jadi saya yang diberi tugas menggantikan beliau. Kerja sama ini berlangsung sampai 4 tahun. Waktu itu ada pertukaran tenaga antara Fisika Teknik dengan TN (Technische Naturkunde) Delft. Saya, Pak Benjamin Soenarko, dan Pak Ard-hana ke Delft, dan 2 staf pengajar Belanda ke Fisika Teknik. Kita membangun "Ruang Dengung" yang kemudian diberi nama "Laboratorium Adhiwijogo." Nah, kemudian datanglah Profesor Smith. Beliau pensiun dari Delft dan berkeinginan untuk mem-bantu di sini tanpa digaji, namun diberi fasilitas oleh ITB.

Kalau kerja sama dengan Prancis juga ada, yaitu berupa pe-ngiriman dosen ke Prancis, misalnya Pak Harijono, Pak Amoranto, dan lain-lain, dan sebelumnya lagi Pak Aman Mostavan. Apakah ada pengaruh dari Amerika atau Belanda dalam penyusu-nan kurikulum?

(51)

51

Amerika itu baru akhir-akhir ini banyak dikembangkan program-program Engineering Physics.

Apakah benar bahwa pada tahun 1955 Fisika Teknik hampir ditutup?

Sebenarnya tidak ditutup. Pak Iskandar Danu dan beberapa orang lainnya, seperti Pak Djali Ahimsa, Pak Sumarmo Pranoto, dan Pak Soleh masih terus melanjutkan kuliah di sini sampai lulus. Pada awal berdirinya lulusan Fisika Teknik diharapkan seperti apa?

Prof. Adhiwijogo pernah memberikan penjelasan tentang Fi-sika Teknik. Menurutnya, FiFi-sika Teknik itu sebenarnya merupakan jembatan antara engineering dengan science. Diharapkan Fisika Teknik bisa jadi pionir dalam bidang engineering baru yang be-lum diterapkan. Salah satu tujuannya adalah ke arah riset. Lulu-san pertama Fisika Teknik ada yang menjadi dosen, luluLulu-san kedua ada yang di industri, misalnya perusahaan minyak, perusahaan

Lab Adhiwijogo

(52)

pupuk, di angkatan laut, dan PLN. Lulusan Fisika Teknik sama saja den-gan lulusan jurusan-jurusan lain. Namun, masyarakat pada waktu itu masih kurang tahu dan kurang mengenal Fisika Teknik. Oleh kare-na itu, tugas berat para lulusan pertama Fisika Teknik adalah

menjelas-kan apa saja kemampuannya, agar kerja mereka di masyarakat dapat berhasil. Lulusan Fisika Teknik harus memiliki dasar fisika, matematika dan engineering yang kuat, sehingga mempunyai pondasi untuk bekerja di berbagai macam industri.

Yang terakhir, apa yang Bapak harapkan dari lulusan Teknik Fisika ke depan?

(53)

53 Apakah alasan Bapak memilih kuliah di Fisika Teknik?

Sekitar tahun 1957 atau 1958, saya jauh-jauh dari Jawa Timur, khusus datang ke Bandung untuk melanjutkan pendidikan saya di

universitas, di Bandung. Waktu itu pilihannya cukup banyak. Per-tama-tama saya ikut ujian masuk Jurusan Kimia, Fakultas MIPA, di Universitas Indonesia, dan saya diterima di sana. Tetapi tidak jadi masuk ke jurusan Kimia, oleh karena saya lebih memilih untuk kuliah di Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, yang sekarang menjadi ITB. Ketika saya masuk namanya belum ITB. Lalu saya ikut ujian di sana (Fakultas Teknik) dan juga diterima di sana. Tetapi saya belum tahu mau masuk jurusan apa, dan waktu itu masih tahun pertama. Kemudian saya mendengar nama Juru-san Teknik Fisika, dan tiba-tiba saya punya perasaan obsesi yang membangkitkan rasa percaya diri saya. Saya merasa bahwa, nantinya, saya akan menyenangi Jurusan Teknik Fisika ini, dan saya merasa bisa mengembangkan inovasi-inovasi baru pada jurusan ini. Saya merasa kalau Teknik Fisika itu nantinya menjadi tempat saya berkecimpung dikemudian hari.

Yang kedua, saya melihat kalau Teknik Fisika ini punya

po-Antara ‘All Round Engineer’ dan

‘Field Engineer’

(54)

tensi tinggi untuk dikembangkan. Saya tidak tahu mengapa saya punya perasaan seperti itu. Ternyata kalau kita lihat sekarang, Teknik Fisika yang saya bayangkan itu memang benar-benar mempunyai potensi untuk berkembang ke bidang yang mem-punyai keunikan yang khusus, sehingga tidak perlu adanya tumpang tindih dengan jurusan lain.

Bukankah perkuliahan di Teknik Fisika dari dulu sudah tumpang tindih dengan di Elektro, di Mesin?

Memang benar kita ikut kuliah-kuliah dari jurusan lain. Tetapi sebenarnya kuliah-kuliah tersebut menunjang ide dari bidang Teknik Fisika itu sendiri. Dengan kata lain, kuliah-kuliah yang lain itu mengandung visi ke-fisikateknik-an. Misalnya saja kalau kita bicara suatu proses kimia, di sana tidak sepenuhnya terjadi proses atau reaksi kimia saja, tetapi proses fisisnya juga banyak.

Waktu itu Teknik Fisika sudah memiliki keahlian yang men-jurus, yaitu mengenai building physics (Fisika Bangunan) yang dibangun oleh Prof. Adhiwijogo yang notabene beliau berasal dari jurusan Teknik Sipil. Jadi, dalam hal ini konstruksi bangunan yang terkait dengan akustik dan sebagainya itu merupakan ba-gian dari ke-teknikfisika-an yang belum di eksploitasi, sehingga tidak ada orang yang menggarapnya.

Saya juga ikut kuliah "Menggambar Teknik" di Jurusan Teknik Mesin. Karena kalau kita mau membuat sesuatu itu, harus digambar terlebih dahulu. Saya masih menyimpan sketsa-sketsa gambar untuk dikonstruksi menjadi suatu desain, yang sampai sekarang masih saya banggakan. Di Teknik Fisika dulunya sudah ada bengkel logam dan bengkel gelas. Jadi, meskipun kuliah kita ikut jurusan lain, tetapi ternyata kuliah-kuliah tersebut mengisi penjurusan keahlian yang ingin dibangun di Teknik Fisika, yang nantinya dikembangkan sendiri di Teknik Fisika.

(55)

ke-55

Teknik-Fisika-an pada waktu itu, oleh karena memang dosennya pada waktu itu tidak banyak. Jadi memang ada beberapa mata kuliah yang kita harus ikut dengan jurusan lain. Tetapi selama proses berjalan, kita terus membangun kurikulum sendiri. Pada waktu itu, bagaimana kelengkapan bahan-bahan perku-liahan?

Dulu Laboratorium Bosscha itu memiliki fasilitas perpustaka-an. Pada waktu itu terjadi pemisahan antara Fisika Murni dengan Fisika Teknik, sehingga perpustakaan tersebut, yang tadinya dikelola oleh Jurusan Fisika Murni, dibagi dua. Buku-buku yang menyangkut ke-teknik-an diambil oleh Fisika Teknik untuk dip-indahkan menjadi perpustakaan Fisika Teknik sendiri, sedangkan yang ilmu murninya diambil oleh Fisika Murni untuk menjadi perpustakaan Fisika Murni. Jadi, dengan kata lain, kita juga dari dulu sudah punya fasilitas perpustakaan sendiri. Kejadian tersebut terjadi sekitar awal-awal mau berdirinya ITB, yaitu pada tahun 1958.

Kemudian, ternyata Fisika Teknik juga bisa dekat dengan badan Tenaga Atom, BATAN. Jadi, Teknik Tenaga Atom yang pada waktu itu juga sedang dibangun, kita involved di situ, se-hingga banyak mahasiswa atau asisten dari Teknik Fisika yang bekerja di BATAN. Itu merupakan salah satu fasilitas dulunya. Tetapi karena sekarang BATAN sudah beridiri sendiri, mereka mengambil tenaga kerja sendiri. Hal itu bisa menjadi motivasi bahwa Teknik Fisika itu juga bisa bergerak di bidang Teknik Nuklir, sampai sekarang. Seperti misalnya, saya mendalami tentang bahan-bahan Nuklir.

Apakah yang Bapak ketahui tentang visi didirikannya Teknik Fisika?

(56)

seorang alumnus Teknik Fisika juga yang ikut mendesain kapal terbang di Nurtanio.

Jadi, kembali lagi dengan Jurusan Teknik Fisika, sampai sekarang saya masih merasa bersemangat dengan Teknik Fisika oleh karena bidang ini mempunyai potensi yang sangat tinggi bagi saya. Jadi sampai sekarang, di meja saya masih banyak sekali konsep-konsep desain yang menunggu untuk direalisasikan se-cara engineering.

Siapa yang pertama kali melontarkan istilah ‘kunci palsu’? Memang awalnya yang mendirikan Teknik Fisika adalah orang Belanda. Namun, Prof. Adhiwijogo-lah yang selalu me-mikirkan Teknik Fisika ke depannya. Kemudian beliau meng-gunakan istilah "kunci palsu" tersebut, yang sekarang diterjemah-kan dengan "field engineer", yang artinya "insinyur lapangan", Jadi, ketika berada di lapangan dan menemukan permasalahan, kita bisa secara otomatis merasakannya, dan langsung bisa me-mikirkan solusinya.

Apakah pada masa Bapak kuliah, dosen-dosen Belanda masih terlibat dalam mengajar di Teknik Fisika?

Memang dosen-dosen Belanda masih ada, tetapi saya su-dah tidak sempat diajar oleh mereka di Teknik Fisika ini. Tetapi ketika saya mengambil kuliah di Matematika, saya sempat diajar oleh dosen Belanda. Ketika di Teknik Fisika, saya sempat diajar oleh Prof. Adhiwijogo. Beliau ini dari Jurusan Teknik Sipil dan beliau inilah yang menekuni building physics. Beliau berpendapat bahwa kalau building physics mau berkembang, building phys-ics tidak menempel di Sipil. Building physphys-ics ini tidak harus pada bangunan gedung, tetapi bisa juga pada kapal laut atau kapal terbang.

Referensi

Dokumen terkait

Kriteria Penilaian Yang Dilakukan Oleh Guru Pendidikan Jasmani di SMA Negeri yang Berstatus RSBI Se-Kota bandung. Pengaruh Kreativitas Guru Pendidikan Jasmani Terhadap

Penulisan Ilmiah ini bertujuan untuk membuat web Rumah Makan Wong Solo yang dapat digunakan untuk memberikan informasi kepada seluruh masyarakat umum yang ingin mengetahui

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 4.9, bahwa penurunan tingkatan nyeri akibat pengambilan darah vena sesudah dilakukan pemberian perlakuan menonton film cartoon berbeda

Tujuan diadakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui persepsi nasabah terhadap sistem yang diberlakukan pada BMT ANDA Salatiga dalam pemasaran yaitu sistem jemput bola

Mengingat material pipa yang diberikan adalah jenis pipa baru yaitu pipa High Density Poly Ethylene (HDPE) yang belum dikenal oleh masyarakat terutama dalam proses

22 Kepercayaan orang tua terhadap saya membuat saya selalu berusaha untuk memberikan hasil belajar matematika yang baik. 23 Bila saya kelihatan capek orang tua menyuruh

Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi pengaruh penambahan berbagai level ekstrak lerak (Sapindus rarak) pada ransum berbasis hijauan terhadap konsumsi dan kecernaan

Menurut Dasuki dkk (1997), cakupaan perawatan kehamilan di Purworejo tinggi hampir semua wanita hamil pernah memeriksakan kehamilan. Dengan kriteria paling sedikit empat