• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. PENELAAHAN PUSTAKA

C. Fisiologi Hati

Hati memiliki lebih dari 200 fungsi dan hanya otak yang mampu menjalankan fungsi yang lebih banyak dari ini. Hepatosit memproduksi banyak enzim yang mengkatalis berbagai reaksi kimia. Reaksi ini merupakan fungsi dari hati. Ketika darah mengalir melalui sinusoid hati, materi dari darah dimetabolisme oleh sel hati, dan produknya disekresikan kedalam darah. Secara umum fungsi hati terbagi menjadi tiga kategori yaitu regulasi metabolik, regulasi hematologi, dan fungsi pencernaan (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011).

Hati merupakan organ utama yang terlibat dalam meregulasi komposisi darah. Seluruh darah yang meninggalkan permukaan absorpsi saluran pencernaan masuk ke sistem portal hepatik dan mengalir ke hati. Sel hati mengekstrak nutrient dan toksin dari darah sebelum mereka mencapai sirkulasi sistemik melalui vena hepatik. Hati menyingkirkan dan menyimpan nutrient yang berlebih. Hati juga memperbaiki defisiensi nutrient dengan mengeluarkan cadangan yang disimpan atau melakukan aktivitaas sintesis. Aktivitas regulasi metabolik hati mempengaruhi metabolisme karbohidrat, metabolisme lipid, metabolisme asam amino, pembuangan produk limbah, penyimpanan vitamin, penyimpanan mineral, dan metabolisme obat (Martini et al., 2015).

Hati menjaga kadar gula darah agar tetap 90mg/dL. Jika terjadi penurunan kadar gula darah (hipoglikemia) atau dalam kondisi stres, hepatosit memecah cadangan glikogen dan melepaskan glukosa ke aliran darah. Proses ini disebut glikogenolisis. Proses ini difasilitasi oleh hormone efinefrin dan glukagon. Hati

juga dapat mensintesis glukosa dari asam laktat dan asam amino tertentu, ataupun dari monosakarida lainnya seperti fruktosa dan galaktosa, karena bentuk glukosa lebih mudah digunakan oleh sebagian besar sel. Sintesis glukosa dari senyawa lain disebut dengan glukogenesis. Pada saat kadar glukosa didalam darah meningkat, kelebihan glukosa disimpan dalam bentuk glikogen. Proses ini disebut glikogenesis dan difasilitasi oleh hormone insulin dan kortisol. Kelebihan glukosa juga dapat digunakan untuk mensintesis lipid yang dapat disimpan di hati atau dijaringan lainnya (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and Derrickson,

2014).

Hati mensintesis lipoprotein yang merupakan gabungan molekul lipid dan protein, untuk mengangkut asam lemak, trigliserida, dan kolesterol didarah ke jaringan lainnya. Hati juga mensintesis kolesterol dan mengekskresikan kelebihan kolesterol dalam bentuk empedu untuk dieliminasi melalui feses. Selain itu hati juga berfungsi memecah asam lemak menjadi sumber energi. Dalam proses beta- oksidasi, karbon rantai panjang asam lemak dipisah menjadi dua molekul karbon yang disebut grup asetil, sebuah karbohidrat. Grup asetil dapat digunakan oleh sel hati untuk menghasilkan ATP (adenosin trifosfat) atau dapat bergabung membentuk keton untuk dibawa ke darah menuju sel lain. Sel lain tersebut akan menggunakan keton tersebut untuk menghasilkan ATP dalam respirasi sel (Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and Derrickson, 2014).

Hati meregulasi kadar asam amino darah berdasarkan kebutuhan jaringan untuk sintesis protein. Dari 20 asam amino yang dibutuhkan untuk memproduksi protein manusia, hati mampu mensintesis 12 diantaranya, yang disebut asam amino

nen-esensial, proses kimia untuk hal ini disebut transaminase. Dalam proses ini grup amino (NH2) dari asam amino bertemu dengan rantai karbon bebas yang

berlebih untuk membentuk molekul asam amino utuh yang baru. Delapan asam amino lain yang tidak dapat disintesis oleh hati disebut asam amino esensial. Dalam hal ini, esensial berarti asam amino tersebut hanya diperoleh melalui makanan karena hati tidak dapat memproduksinya. Seluruh 20 asam amino ini dibutuhkan untuk membentuk protein tubuh (Scanlon and Sanders, 2011).

Kelebihan asam amino yang tidak sedang dibutuhkan untuk sintesis protein tidak dapat disimpan, akan tetapi asam amino ini berguna untuk kepentingan lainnya. Melalui proses deaminasi yang terjadi di hati, grup NH2

dilepas dari asam amino, lalu sisa rantai karbon dapat dirubah menjadi molekul karbohidrat atau menjadi lemak. Oleh karena itu, asam amino yang berlebih digunakan untuk produksi energi, baik untuk segera dipecah menjadi energi atau disimpan sebagai cadangan energi dalam bentuk lemak di jaringan adiposa (Scanlon and Sanders, 2011).

Pada saat proses deaminasi, terbentuk amonia yang merupakan produk limbah toksik yang dapat merusak organ lain terutama otak. Amonia juga diproduksi oleh bakteri kolon dan masuk kedalam sirkulasi darah, namun akan langsung dibawa ke hati melalui sirkulasi portal. Hati menetralisir amonia dengan mengubahnya menjadi urea yang jauh lebih tidak toksik dan akan diekskresikan oleh ginjal melalui urin. Hati juga membuang produk limbah lainnya dan toksin yang beredar di darah (Martini et al., 2015).

Hati tidak hanya berperan dalam penyimpanan karbohidrat dan lemak, namun juga berperan dalam penyimpanan vitamin dan mineral. Vitamin yang larut lemak (A, D, E, dan K) serta vitamin B12 diserap di darah dan disimpan didalam

hati. Cadangan ini digunakan ketika tubuh kekurangan vitamin. Hati memiliki peranan dalam mensintesis vitamin D. Hati juga berperan merubah zat besi menjadi ferritin untuk disimpan (Martini et al., 2015).

Hati memetabolisme obat dari darah dan merubah obat menjadi bentuk metabolitnya sehingga mempengaruhi efek dan durasi obat (Martini et al., 2015).

Reaksi kimia yang terlibat dalam metabolisme obat dapat dibagi menjadi empat kategori yaitu reaksi hidrolisis, reduksi, oksidasi, konjugasi. Proses metabolisme obat dibagi menjadi fase I dan fase II. Fase I melibatkan reaksi hidrolisis, reduksi, dan oksidasi, yang dibantu oleh enzim fase I, seperti sitokrom P450 (CYP450),

flavin containing monooxygenase (FMO), aldehid dehidrogenase, dan alkohol

dehidrogenase. Fase II melibatkan reaksi konjugasi seperti glukuronidase, dan konjugasi glutation (GSH), sulfation, metilation, asetilation, serta asam amino. Pada umumnya suatu obat atau senyawa kimia akan mengalami reaksi fase I kemudian produk metabolisme fase I menjadi substrat reaksi konjugasi fase II, namun banyak juga senyawa kimia yang langsung dikonjugasikan serta ada juga yang setelah itu produknya menjadi substrat CYP450. Reaksi konjugasi pada mulanya diperkirakan menghasilkan senyawa yang tidak toksik, namun ada juga senyawa yang justru menjadi aktif atau menjadi toksik (Apte and Krishnamurthy, 2012).

Hati menerima sekitar 25 persen dari curah jantung. Hati juga merupakan organ yang dapat menampung darah paling banyak. Ketika darah melalui hati, hati menjalankan beberapa fungsi, diantaranya adalah sintesis protein plasma, memproses hormon dari darah, memproses antibodi, detoksifikasi, fagositosit dan penghadir antigen, pembentukan bilirubin serta sintesis dan sekresi empedu (Martini et al., 2015).

Hepatosit mensintesis dan melepaskan banyak protein plasama. Protein ini termasuk albumin yang berkontribusi dalam konsentrasi osmotik darah dengan cara menarik cairan jaringan kedalam kapiler. Faktor pembekuan darah juga diproduksi oleh hati, termasuk prothrombin, fibrinogen, dan faktor 8, yang bersirkulasi dalam darah sampai saat dibutuhkan dalam mekanisme kimiawi pembekuan darah (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011).

Hati merupakan tempat utama untuk penyerapan dan daur ulang efinefrin, nonefinefrin, insulin, hormon tiroid, hormon steroid, esterogen, androgen, dan kortikosteroid. Hati juga mengambil kolekalsiferol (vitamin D3) dari darah. Sel hati

kemudian mengubah kolekalsiferol menjadi produk intermediet 25-hidroksi-D3,

yang dilepaskan kembali ke darah untuk kemudian digunakan oleh ginjal untuk membentuk kalsitriol, hormon yang penting untuk metabolisme kalsium. Selain mendaur ulang hormon, hati juga memecah antibodi dan melepaskan asam amino untuk daur ulang (Martini et al., 2015).

Hati mampu menyerap toksin larut lipid dalam makanan misalnya insektida DDT dan menyimpannya dalam penyimpanan lipid agar tidak merusak

fungsi seluler. Hati juga mampu mensintesis enzim yang dapat mendetoksifikasi bahan berbahaya menjadi lebih tidak berbahaya. Misalnya alkohol, dirubah oleh hati menjadi asetat yang dapat digunakan untuk respirasi sel. Selain dengan memecah suatu senyawa hati juga dapat menghilangkan suatu senyawa berbahaya dengan mensekresikannya dalam empedu. Kemampuan detoksifikasi hati memiliki batasan tertentu sehingga suatu senyawa yang sangat toksin dalam jumlah besar dalam suatu waktu akan tetap dapat membahaakan tubuh (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011).

Sel kupffer dalam sinusoid hati merupakan sel penghadir antigen yang dapat menstimulasi respon imun, yang juga berfungsi untuk memfagosit sel darah merah yang tua dan rusak, sel debris, dan patogen dari dalam aliran darah. Fagosit sel darah merah menghasilkan zat besi, globin, dan bilirubin yang dibentuk dari bagian heme hemoglobin. Hati juga mengambil bilirubin di darah yang dibentuk di limpa dan sumsum tulang merah. Bilirubin kemudian disekresikan dalam bentuk empedu ke dalam usus halus, yang kemudian diusus besar dirubah menjadi urobilinogen yang sebagian diserap kembali dan dieliminasi dalam bentuk pigmen warna kuning yang disebut urobilin melalui urin. Sebagian besar urobilinogen yang tidak diserap dieliminasi dalam bentuk pigmen coklat yang disebut sterkobilin melalui feses (Martini et al., 2015; Scanlon and Sanders, 2011; Tortora and

Derrickson, 2014).

Hati mensintesis empedu dan mensekresikannya kedalaman lumen duodenum. Mekanisme hormonal dan neural meregulasi sekresi empedu. Empedu mengandung sebagian besar air, dengan sedikit ion, bilirubin, kolesterol, dan garam

empedu. Air dan ion membantu mendilusi dan sebagai penyangga asam bagi kim ketika masuk kedalam usus halus. Garam empedu disintesis dari kolesterol didalam hati. Beberapa komponen lain juga terlibat seperti derivat steroid kolat dan kenodeokskolat (Martini et al., 2015).

Fungsi pencernaan hati adalah membantu proses pencernaan lipid. Lipid dari makanan sebagian besar tidak larut air. Proses mekanik didalam lambung menciptakan droplet-droplet besar yang mengandung bervariasi lipid. Lipase pankreas tidak larut lipid, sehingga enzim hanya dapat berinteraksi dengan bagian permukaan droplet lipid tersebut. Semakin besar droplet tersebut, maka semakin banyak lipid yang berada didalam, terisolasi, dan tidak berinteraksi dengan enzim. Garam empedu memecah droplet lipid yang besar tersebut dalam proses yang disebut emulsifikasi. Emulsifikasi dapat jauh meningkatkan luas permukaan yang dapat diakses oleh enzim (Martini et al., 2015).

Emulsifikasi membentuk droplet emulsi yang kecil dengan lapisan superfisial garam empedu. Formasi dari droplet kecil ini meningkatkan luas permukaan yang tersedia untuk berinteraksi dengan enzim. Sebagai tambahan, lapisan garam empedu memfasilitasi interaksi antara lipid dan enzim pencerna lipid dari pankreas (Martini et al., 2015).

Pada saat pencernaan lipid telah selesai, garam empedu meningkatkan absorpsi lipid oleh epitelium intestinal. Lebih dari 90 persen garam empedu akan direabsorpsi, terutama di ileum, begitu pencernaan lipid selesai. Garam empedu yang direabsorpsi masuk kedalam sirkulasi hepatik portal. Hati kemudian akan

mendaur ulang garam empedu tersebut. Siklus garam empedu dari hati ke usus halus lalu kembali lagi disebut dengan sirkulasi enterohepatik empedu (Martini et al., 2015).

Dokumen terkait