Umur 3 bulan : Tinggi tanaman
P. fiuorescens-Mt pununda-Mt Medium Tumbuh Hari ke
Pada tabel tersebut dapat dilihat bahwa Pseudomonas-Mt yang ditumbuhkan dalam medium kaldu nutrien mengandung campuran antibiotik penisilin dan
kloramfenikol (1: I), populasinya cenderung menurun menurut waktu. Setelah masa inkubasi selama 15 hari, populasi P. fluorescens-Mt stabil pada tingkat (5-7) x 1012 sel ml-', sedangkan P. putida pada periode tersebut mempunyai populasi yang lebih rendah,
133 yakni (0.6-2.9) x 1012 sel ml-I. Hal tersebut menunjukkan bahwa sifat resistensi antibiotik yang dimiliki Pseudomonas dapat dipertahankan pada medium berantibiotik.
Jika Pseudomonas-Mt ditumbuhkan pada medium kaIdu nutrien yang tidak mengandung antibiotik, maka setelah selang beberapa waktu, hasil uji resisitensi antibiotiknya menunjukkan kestabilan yang berbeda antara P. fluorescens-Mt dan P.
putida-Mt
.
Pada Tabel 34 tampak bahwa sifat resistensi antibiotik yang dimiliki oleh P.
fluorescens-Mt hanya bertahan sampai 15 hari, jika jasad renik tersebut ditumbuhkan dalam medium kaldu nutrien non antibiotik. Artinya jika P. fluorescens-Mt ditumbuhkan dalam medium kaldu nutrien non antibiotik, maka setelah 15 hari jasad renik ini akan kehilangan sifat resistensinya terhadap campuran penisilin dan khloramfenikol pada konsentrasi 500 ug ml" di dalam medium kaldu nutrien.
Sedangkan P. putida-Mt masih memiliki sifat resisten terhadap antibiotk sampai hari ke 30 inkubasi, meskipun jumlah sel yang resisten semakin sedikit.
Sifat yang dimiliki oleh P. fluorescens ini agak unik, karena jasad renik ini lebih mudah beradaptasi terhadap campuran penisilin dan khloramfenikol daripada P. putida (Tabel 33). Tetapi ternyata stabilitas resistensi antibiotik P. fluorescens ini lebih rendah daripada P. putida.
Percobaan 7.
Uji Ekologi Pseudomonas-Mt dalam Tanah Masam
Pada perwbaan ini Pseudomonas-Mt yang d iinokulasikan ke dalarn tanah masam, selanjutnya populasinya diamati dengan metode pencawanan langsung menggunakan medium agar nutrien yang mengandung campuran antibiotik penisilin dan kloramfenikol (1: I) pada tingkat konsentrasi 500 ug ml''. Hasil pengamatannya disajikan pada Tabel 35.
Tabel 35. Populasi Pseudomonas-Mt setelah diinokulasikan ke dalam tanah
Medium
Hari ke Dengan Antibiotik Tanpa Antibiotik
P.fluorescens P.putida Kontrol P.jluorescens P.putida Kontrol
...
x lo6 CFU g-' tanah ...135 Pada Tabel 35 dapat dilihat bahwa ternyata Pseudomonas-Mt yang diinokulasikan pada tanah masam masih bertahan hidup sampai hari ke 30 inkubasi, meskipun populasinya cenderung menurun. Menurunnya populasi Pseudomonas-Mt lebih disebabkan oleh tidak stabilnya sifat resistensi antibiotik yang dimiliki oleh sebagian Pseudomonas-Mr.
Jasad renik yang diinokulasikan ke dalarn tanah (Pseudomonas) mampu hidup dan berkembang biak cukup baik. Hal tersebut dapat dipahami dengan mengkaji populasi bakteri pada kontrol (tanah tanpa diinokulasi mutan) dalam medium agar cawan yang mengandung campuran penisilin dan khloramfenikol 500 ug ml-' (Tabel 35). Ternyata tidak satupun koloni bakteri tanah mampu tumbuh pada medium yang mengandung antibiotik tersebut.
Pada Tabel 35 dapat dilihat bahwa Pseudomonas yang tumbuh dalam medium agar nuuien tanpa antibiotik, adalah campuran Pseudomunas-Mt yang diinokulasikan dengan Pseudomonas penghuni asli tanah tersebut. Tampak bahwa Pseudomonas dapat tumbuh dengan baik dan diharapkan mampu beraktivitas sesuai karakter yang dimilikinya.
Percobaan ini membuktikan bahwa perubahan sifat tanah yang berhubungan dengan status P, serta perbaikan sifat agro-nomi tanaman tebu pada pertanaman yang diinokulasikan dengan jasad renik pelarut fosfat dapat dipastikan karena jasa dari jasad renik tersebut, terutama untuk jasad renik dari genus Pseudomonas.
Pembahasan Umum
Metode penyuburan yang digunakan untuk mengisolasi JRPP pada penelitian ini ternyata mampu menyumbang 40 % terhadap total JRPP yang terkoleksi dan 30 % terhadap JRPP yang 1010s seleksi, yang didominasi oleh cendawan. Ini menunjukkan bahwa metode ini dapat digunakan untuk mengisolasi JRPP, terutama dari golongan cendawan. Metode ini memungkinkan mengisolasi JRPP dengan menggunakan AIPO, atau FePO, sebagai satu-satunya sumber P. Kelemahannya adalah memerlukan tahap yang lebih panjang daripada metode pencawanan langsung yang telah dikenal selama ini.
Jasad renik yang dicoba pada Percobaan 1, 2, 3, 4, dan 5 menunjukkan kemampuan yang beragam, dengan konsistensi kemampuan yang beragam pula.
Pada tanah bereaksi basa, kemampuan cendawan Aspergillus ficuum dalam meningkatkan P tersedia jauh lebih baik dari pada semua bakteri yang dicobakan, sedangkan pada tanah masam, bakteri terutama Pseudomonas putida dan Pseudomonas j7uorescens tampak lebih baik daripada cendawan.
Dominansi A. ficuum pada tanah bereaksi basa diduga karena bentuk Ca-P yang dominan pada tanah tersebut relatif mudah dilarutkan daripada Al, Fe, maupun Occluded-P yang lazim terdapat pada tanah masam. Dugaan ini didukung oleh hasil fraksionasi tanah setelah diinokulasi dengan jasad renik (disajikan pada Tabel 10).
Ternyata A. ficuum lebih banyak melarutkan senyawa Ca-P daripada A1 maupun Occluded-P. Meskipun fraksionasi P ini hanya dilakukan pada tanah masam, tetapi
-
137 paling tidak mampu memberikan gambaran transformasi P anorganik dalam tanah yang disebabkan oleh inokulasi jasad renik pelarut P.
Dari tujuh macam asam organik yang dianalisis (sitrat, oksalat, butirat, propionat, format, suksinat, dan asetat) yang dihasilkan oleh jasad renik dalam medium tumbuh Pikovskaya dengan sumber P batuan fosfat, ternyata hanya A. ficuum yang menghasilkan asam sitrat. Domsch dkk. (1991) juga mengemukakan bahwa beberapa genus Aspergillus menghasilkan asam sitrat dan oksalat. Demikian pula Goyal dkk.
(1982), yang menemukan bahwa Aspergillus awamori mampu melarutkan senyawa P karena cendawan tersebut menghasilkan asam sitrat.
Semua jasad renik yang diuji menghasilkan asam format, tetapi laporan-laporan terdahulu mengemukakan bahwa asam organik ini kecil sekali peranannya dalam peningkatan P tersedia tanah (Traina dkk., 1986; Hue dkk., 1986; Fox dkk., 19W, 1990''). Lemahnya pengaruh asam format ini disebabkan karena asam ini berantai pendek, berkarbon satu, mudah menguap, dan sangat mudah dirombak oleh jasad renik yang memil iki enzim hidrogen liase, sehingga keberadaannya di dalam tanah tidak dapat bertahan lama.
Asam suksinat, propionat, butirat, dan oksalat dihasilkan dalam jumlah yang bervariasi, tetapi tidak satupun jasad renik yang diuji ini menghasilkan asam asetat. Ini dapat dimengerti , karena asetat merupakan salah satu hasil fermentasi, yang banyak dibentuk oleh jasad renik pada kondisi kurang oksigen, sehingga NADH, yang terbentuk pada reaksi glikolisis ataupun lintasan metabolisme yang lain akan mereduksi asetil coA menjadi asam asetat.
138 Meningkatnya P tersedia dan P mudah larut (ekstraksi NH,CI) erat kaitannya dengan asam-asam organik yang dihasilkan oleh jasad renik pelarut fosfat tersebut. A.
ficuum menghasilkan asam sitrat dan suksinat. Menurut Nagarajah dkk. (1970), Hue dkk. (1986) dan Fox dkk. (1990'; 199@), asam sitrat dan oksalat sangat kuat dibanding dengan asam organik berbobot molekul rendah lainnya dalam meningkatkan mobilitas aluminium dan besi, serta melarutkan P melalui mekanisme persaingan erapan maupun pembentukan senyawa kompleks Al-ligan dan Fe-ligan. Tetapi pada penelitian ini, A.
ficuum yang menghasilkan asam sitrat tidak mampu mengurangi senyawa AI-P tanah masam, tetapi sangat baik dalam melarutkan Ca dan Fe-P.
Pseudomonas jluorescens, P. putida- 1 b,T,Al, dan
K.
terriguna menghasilkan asam oksalat. Kedua Pseudomonas lebih baik dalam meningkatkan P larut, tetapi hanyaK.
terriguna saja yang mampu mengurangi AI-P tanah, itupun dengan nilai yang rendah, yakni sekitar 5 %.Secara umum dapat dikemukakan, bahwa semua jasad renik yang dicobakan pada tanah masam mampu meningkatkan P larut, dengan cara melarutkan Fe, Ca, dan Occluded-P. Al-P sulit dilarutkan, meskipun beberapa jasad renik menghasihn asam sitrat dan oksalat.
Upaya mengaitkan peubah transformasi P anorganik di dalam tanah dengan peubah asam organik yang dihasilkan oleh jasad renik akan lebih akurat jika menggunakan medium yang sarna. Agaknya faktor inilah yang mengaburkan keterkaitan kedua peubah tersebut, sehingga terjadi penyimpangan-penyimpangan, yang seolah-olah
139 bertentangan dengan hasil penelitian Nagarajah dkk. (1970), Hue dkk. (1986) dan Fox dkk.(1990"; 1990b).
Pada Percobaan 1 dan 2, perlakuan jasad renik, kapur, rnaupun bahan organik tidak menyebabkan peningkatan P yang diekstraksi dengan air, meskipun pada kedua percobaan tersebut, pengaruh jasad renik nyata meningkatkan P terekstrak Olsen (Percobaan 1) dan P terekstrak Bray (Percobaan 2). Hal tersebut menunjukkan bahwa P yang telah dilarutkan oleh jasad renik masih berada dalam jerapan lemah pada permukaan koloid tanah. Ikatan P-koloid tersebut dapat bempa ikatan elektrostatik yang meiibatkan sisa muatan positif koloid yang tidak tertutup oleh rnuatan negatif anion organik. Ortofosfat pada ikatan tersebut tersedia untuk tanarnan, yang rnampu diekstrak dengan larutan Bray (tanah masarn) ataupun Olsen (tanah basa), tetapi tidak dapat diekstrak dengan air.
Pemberian kapur pada tanah masam secara urnum marnpu mernperbaiki penampilan JRPP dalarn meningkatkan P Bray. Demikian pula pemberian bahan organik.
Kapur dapat memperbaiki lingkungan kimia tanah ternpat hidupnya JRPP, sedangkan bahan organik merupakan surnber energi dan penyusun kerangka karbon bagi sel JRPP, yang kesemuanya bersifat heterotrof.
Pengujian jasad renik pada tanarnan tebu yang ditanam pada tanah masam digambarkan pada Percobaan 3, 4, dan 5. Hampir sernua peubah yang diamati bersifat positif dalam memperbaiki pertumbuhan tanaman tebu.
_Pseudomonas fuorescens dan P. putida-lh,T,Al cukup konsisten dalam meningkatkan bobot kering jaringan dan tinggi tanarnan tebu umur 3 bulan, tetapi pada
140 percobaan rumah kaca (Percobaan 4) keduanya kurang memuaskan dalam memperhaiki kadar P total tanaman. Tetapi kedua jasad renik tersebut paling tinggi dalarn meningkatkan efisiensi serapan TSP, yang diukur dengan teknik radio isotop
32P
pada Percobaan 3. Kedua hasil tersebut agak sulit dihubungkan, karena Percoban 3 mengevaluasi tanaman tebu sampai umur 6 minggu, sedangkan Percobaan 4 sampai umur tebu 12 minggu. Diduga bahwa pada umur yang lebih tua, kemarnpuan akar menyerap P tanah menjadi semakin baik, sehingga secara total kadar P tanaman dapat saja tidak berbeda nyata. Namun demikian, jika dirunut maka kemungkinan P tanaman asal pupuk akan lebih banyak daripada P asal tanah, seperti yang dibuktikan pada Percobaan 3. Pada percobaan lapangnya (Percobaan 5 ) , semua jasad renik mampu memperbaiki kadar P tanaman tebu. Hasil tersebut diperkuat oleh hasil Percobaan 2, yang menunjukkan bahwa JRPP mampu meningkatkan P terekestrak Bray pada tanah masam.Peningkatan kadar N dan K tebu pada semua perlakuan jasad renik lebih disebabkan oleh membaiknya kondisi tanaman. Vancura (1989) mengemukakan bahwa P. putida dan P. fluorescens disamping melarutkan P juga menghasilkan zat pengatur tumbuh seperti auksin, giberelin, dan senyawa sejenis. Hasil penelitian Premono dkk.
(1991) dan Buntan (1992) juga menunjukkan bahwa JRPP dapat meningkatkan serapan N dan K tanaman jagung.
Pemberian kapur pada semua tingkat pemberian P pada Percobaan 3 mampu memperbaiki efektivitas A. ficuum,
K.
terriguna, dan P. purida-lLA,Al, tetapi kurang dapat mendorong penampilan P. putida- 1 h,T,AI dan P. fluorescens dalam meningkatkan141 bobot kering dan kadar P tebu. Hasil yang mirip juga tampak pada pengarnatan peubah kadar N tanaman Percobaan 4. Fenomena ini berhubungan dengan ekotipe jasad renik, yang erat berkaitan dengan lingkungan secara mikro. Peubah-peubah yang lain tidak dipengaruhi oleh interaksi jasad renik dengan pengapuran. S e w a umum, pada hampir semua percobaan ( 1 , 3 , 4 , dan 5) perlakuan kapur cenderung memperbaiki pertumbuhan tebu.
Dari Percobaan 3 sampai 5, pada hampir semua peubah yang diarnati, pemberian TSP dapat memperbaiki pertumbuhan tebu dengan jauh lebih baik daripada RP, kecuali peubah kadar sukrosa. Ini dapat dimengerti karena P TSP lebih mudah tersedia dari pada P batuan fosfat, dan agaknya pengaruh pengasaman (acidulation) RP oleh jasad renik pada penelitian ini masih belum mampu mengimbangi ketersediaan P TSP.
Namun demikian, penggunaan jasad renik mampu meningkatkan lima kali lipat nilai kesetaraan P tersedia TSP terhadap P tersedia RP, terutama oleh P. fluoresceas.
Pemberian jasad renik juga meningkatkan efisiensi serapan P pupuk TSP sampai dua kali lipat, terutama oleh P. putida-1 L,A,Al dan P. jkoresceas. Peningkatan tersebut cukup meyakinkan, meskipun nilai efisiensinya rendah, yaitu 3.87 $5.
Konsistennya peranan P. putida dan P. fluorescenr pada Percobaan 1 sampai 5 dapat pula dikaitkan dengan kecepatan pertumbuhan jasad renik tersebut. Kedua spesies bakteri tersebut mempunyai pertumbuhan yang sangat cepat, dengan waktu generasi kurang dari 3 jam.
Unggulnya P. putida dan P. fluorescenr akan menguntungkan karena kedua spesies tersebut merupakan rhizopseudomonas, yang diisolasi dari permukaan akar
142,
(rhizoplane). Jasad renik yang hidup di daerah tersebut akan menguntungkan bagi tanaman atau jasad renik itu sendiri. Tanaman secara langsung dan cepat *at merasakan pengaruh positif jasad renik, sebaliknya jasad renik dapat memperoleh eksudat akar sebagai sumber karbon organik.
Pseudomonas putida- lb,T,AI dan P. fluorescens yang telah ditandai (diberi marker) dengan sifat resisten terhadap antibiotik dosis tinggi pada Percobaan 6 dan 7, dapat digunakan untuk mendukung peranan jasad renik terhadap fenomena-fenomena yang terjadi pada Percobaan 1, 2, 3, 4, dan 5.
Pada Percobaan 6 dapat diketahui bahwa sifat res isten terhadap antibiotik yang dimiliki oleh P. fluorescens hanya stabiI sampai 15 hari, sedangkan pada P. purida sampai 30 hari. Tetapi pada Percobaan 7, kedua isolat masih menunjukkan kestabilannya sampai 30 hari. Hal tersebut dapat saja terjadi karena ekosistem tanah mampu memberikan lingkungan yang lebih sesuai bagi sifat resisten yang dimiliki oIeh jasad renik terhadap antibiotik, terutama dalam ha1 aerasi dan terdapatnya senyawa alami (di antaranya antibiotik) yang dihasilkan oleh mikrobiota lain. Adanya antibiotik di dalam tanah dapat berfungsi sebagai agen penginduksi enzim pengurai antibiotik yang dimiliki jasad renik.
Meskipun sifat utama mutan Pseudomonas dapat saja berubah dari tipe liarnya, tetapi besar kemungkinan sifat adaptasinya terhadap lingkungan ekosistem baru tidak berbeda satu sama lain. Sehingga, terjadinya transformasi P anorganik
tanah,
143