• Tidak ada hasil yang ditemukan

Verifikasi dan Validasi

4.3 Flora dan Fauna

Provinsi Riau kaya akan jenis-jenis flora dan fauna, yang sebagian besar terdapat dalam kawasan hutan, terutama kawasan konservasi dan pelestarian alam seperti Taman Nasional Tesso Nilo dan Taman Nasional Bukit Tiga Puluh. Kedua kawasan pelestarian alam ini

52 mewakili jenis flora dan fauna dataran rendah dan dataran tinggi. Ekosistem hutan di Provinsi Riau merupakan habitat bagi sejumlah satwa yang dilindungi. Neraca Sumberdaya Hutan Provinsi Riau tahun 2004 (Dishut Riau, 2004) menunjukkan bahwa terdapat 13 jenis satwa yang dilindungi di Provinsi Riau, yaitu: gajah (Elepan maximus) sebanyak 187 ekor, harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis) sebanyak 800 ekor, harimau dahan (Neofelis nebulosa) sebanyak 50-70 ekor, beruang madu (Helactor malayanus) sebanyak 110-120 ekor, burung enggang (Burceros rhinoceros) sebanyak 50-60 ekor, kuntul putih (Egretta intermedia) sebanyak 40-50 ekor, rusa (Cervus spp) sebanyak 120-120 ekor, lutung (Presbytis cristata) sebanyak 90-110 ekor, raja udang (Halcyon capensis) sebanyak 150-180 ekor, siamang (Symphalangus syndactylus) sebanyak 60-70 ekor, elang Laut (leucogaster) sebanyak 30-50 ekor, buaya (Crocodylus porosus) sebanyak 9.855 ekor, dan ikan arwana (Scheleropages formusus) sebanyak 100.094 ekor.

Degradasi hutan berarti rusaknya ruang tinggal atau habitat bagi satwa tersebut. Dishut Riau (2004) juga menyebutkan bahwa penurunan jumlah populasi harimau sumatera yang mati akibat perubahan drastis ekosistem hutan dan kegiatan perburuan dalam tahun 2004 mencapai 600-700 ekor. Keterbatasan ruang gerak satwa menyebabkan satwa liar, seperti harimau dan gajah merusak wilayah permukiman dan kebun penduduk. Kerusakan akibat masuknya satwa liar tersebut ke pemukiman penduduk menimbulkan konflik antara masyarakat dengan kepentingan pelestarian satwa. Masyarakat tidak segan untuk memburu dan membunuh satwa liar tersebut. Dampak ekologi pembalakan liar atau illegal logging di Provinsi Riau semakin meluas karena juga termasuk terjadinya perambahan sampai di kawasan Taman Nasional Tesso Nilo dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh ( yang berbatasan dengan Provinsi Jambi secara administratif namun menjadi satu dengan Provinsi Riau secara kesatuan ekologis atau satu biosphere). Wilayah ini sesungguhnya merupakan benteng terakhir keanekaragaman hayati atau biodiversity di Provinsi Riau. Kedua taman nasional tersebut juga merupakan hulu dari DAS (daerah aliran sungai) terpenting bagi wilayah Provinsi Riau. Di Taman Nasional Bukit Tigapuluh terdapat satwa terancam punah yang bernilai konservasi tinggi yaitu: gajah sumatera (Elephas maximus), harimau Sumatera

(Panthera tigris sumatrae), tapir (Tapirus Indicus), macan dahan (Neofelis nebulosa), owa (Hylobates agilis), beruang madu (Helarctos malayanus), buaya sinyulong (Tomistoma schlegelii) dan sero ambrang (Aonyx cinerea). Taman Nasional Tesso Nilo merupakan perwakilan ekosistem transisi dataran rendah dan tinggi dengan potensi keanekaragaman hayati yang tinggi, di antaranya terdapat 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan

53 57 suku dalam setiap hektarnya. Berbagai jenis flora yang dilindungi dan terancam punah terdapat juga di taman nasional ini, seperti kayu bata (Irvingia malayana), kempas (Koompasia malaccensis), jelutung (Dyera costulata), kayu kulim (Scorodocorpus borneensis), tembesu (Fagraea fragrans), gaharu (Aquilaria malaccensis), ramin (Gonystylus bancanus), keranji (Dialium spp), meranti (Shorea spp), keruing (Dipterocarpus spp), dan beberapa jenis durian (Durio spp) (Departemen Kehutanan 2004). Di samping tumbuhan tersebut diatas, di taman nasional ini juga terdapat tidak kurang 82 jenis tumbuhan obat.

Patalo/pasak bumi (Eurycoma longifolia) salah satu tumbuhan obat yang populer sebagai obat kuat. Tumbuhan pasak bumi ini juga biasa digunakan untuk obat malaria (Departemen Kehutanan 2004). Jenis tumbuhan obat lainnya diantanya, kunyik bolai (Zingiber purpureum), jarangau (Acorus calamus), lengkuas putih (Alpina galanga), aka bulu (Argyreia capitata), sundik langit (Amorphopalus sp), dan akar kayu kuning (Lepionurus sylvestris) yang merupakan obat penyakit kuning (Departemen Kehutanan 2004).

Kawasan Taman Nasional Bukit Tigapuluh mewakili tipe ekosistem hutan hujan tropika dataran rendah (lowland tropical rain forest) karena memiliki iklim yang sangat basah, tanah kering, dan ketinggian dibawah 1000 m dpl, menempati suatu perbukitan yang cukup curam ditengah-tengah dataran rendah di bagian timur Sumatera (Departemen Kehutanan 2004). Taman Nasional Bukit Tigapuluh memiliki keanekaragam jenis yang tergolong tinggi. Hingga saat ini telah terindentifikasi 176 jenis tumbuhan dan 82 jenis dari tumbuhan tersebut sangat menarik secara taksonomi dan beberapa diantaranya tergolong endemik dan diduga langka. Beberapa diantaranya, yaitu cendawan muka rimau (Rafflesia hasseltii), salo (Johannestejsmania altifrons), mapau (Pinanga multiflorai), jernang (Daemonorops draco), rotan (Calamus ciliaris, C.exilis), pinang bancung (nenga gajah), akar mendera (Phanera kochiana), meranti (Shorea peltata), keduduk rimba (Baccaurea racemosa), pasak bumi (Eurycoma longifolia), dan kayu gaharu (Aquilaria malacensis). Cendawan muka rimau merupakan tumbuhan khas dan endemik Taman Nasional Bukit Tigapuluh (Departemen Kehutanan, 2004).Jenis flora lainya antara lain jelutung (Dyera costulata), getah merah (Palaquium spp), pulai (Alstonia scolaris), kempas (Koompassia excelsa), rumbai (Shorea

spp), medang (Litsea sp, Dehaasia sp), kulit sapat (Parashorea sp.), bayur (Pterospermum javanicum), kayu kelat (Eugenia sp), dan kasai (Pometia pinnata) (Departemen Kehutanan, 2004). Jenis-jenis tumbuhan yang biasa digunakan untuk obat-obatan masyarakat asli taman nasional, antara lain akar kunyit, akar kelobosan (Rourea sp), kayu manau (Canarium litorale), kemenyan (Stryrax benzoin), cabai tempala (Piper canium), lase putih, pasak bumi

54 (Eurycoma longifolia), kulim (Scorodocarpus borneensis), lumpang (Sterculia oblongata), dan palem batang isi (Arenga sp.) (Departemen Kehutanan, 2004).

Selain jenis-jenis flora seperti yang disebutkan diatas, Taman Nasional Tesso Nilo dan Taman Nasional Bukit Tigapuluh juga memiliki keanekaragaman jenis fauna yang terdiri dari berbagai jenis burung, mamalia, primata, ikan, reptilia dan amfibia serta serangga hidup dalam kawasan taman nasional tersebut. Taman Nasional Tesso Nilo memiliki kekayaan fauna yang terdiri dari 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, 3 jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia, 18 jenis amfibia dan berbagai jenis serangga. Dari bangsa mamalia antara lain terdapat harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrae), macan dahan (Neofelis nebulosa), beruang madu (Helarcos malayanus), rusa (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), kancil (Tragulus Javanicus), babi hutan (Sus spp.), tapir (Tapirus indicus), dan bajing (Callosciurus spp), Primata; antara lain owa (Hylobatesagilis), lutung simpai (Presbytis femoralis), dan beruk (Macaca nemestrina), bangsa burung antara lain Beo Sumatera (Gracula religiosa), burung kipas (Rhipidura albicollis), elang ular (Spilornischeela), alap-alap capung (Microchierax fringillarius), kuau (Argusianus argus), burung udang pungung merah (Ceyx rufidorsa), julang jambul hitam (Aceros corrugatus), kangkareng hitam (Anorrhinus malayanus), rangkok badak (Buceros rhinoceros), ayam hutan (Gallus gallus), dan betet ekor panjang (Psittacula longicauda), bangsa reptilia antara lain ular kawat atau ular hitam (Ramphotyphlops braminus), ular kopi (Elaphe flavolineata), ular picung air (Xenochrophis trianguligerus), ular cabe kecil (Maticora intestinalis), ular sendok, ular kobra (Ophiphagus hannah), sanca sawah (Python reticulatus), ular gendang/phyton darah Sumatera (Python curtus), dan buaya sinyulong (Tomistoma schlegeleii), bangsa amphibia antara lain katak serasah berbintik (Leptobrachiumhendricksoni), kodok buduk sungai (Bufo asper), kodok buduk (B. melanostictus), katak lekat (Kalophrynus pleurostigma), percil bintil (Microhyla heymonsi), katak sawah (Fejervarya cancrivora), katak kangkung (Limnpnectes malesianus), katak batu (L. macrodon), bancet rawa Sumatera (Occodozyga sumatrana), kongkang kolam (Rana chalconota), kongkang gading (R. erythraea), kongkang kasar (R. glandulosa), kongkan racun (R. hosii), kongkang jangkrik (R. nicobariensis), dan kongkang sungai totol (R. signata) (Departemen Kehutanan, 2004).

Jenis ikan yang paling melimpah adalah ikan pantau (Rasbora bankanensis). Jenis ikan baung (Hemibagrus nemurus) merupakan ikan konsumsi yang terkenal di daerah Riau. Ikan julung-julung (Hemirhampodon), dan ikan segitiga (Rabora heteromorpha) merupakan ikan hias (Departemen Kehutanan, 2004).

55 Di Taman Nasional Bukit Tigapuluh tercatat 59 jenis mamalia, 198 jenis burung termasuk elang jawa, 18 jenis kelelawar dan berbagai jenis kupu-kupu. Mamalia; satwa primata antara lain ungko tangan putih (Hylobates lar), ungko tangan hitam (Hylobates Agilis), siamang (Symphalangus syndactylus), beruk (Macaca nemestrina), monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), lutung (Presbytis cristata), simpai (Presbytis malalophos), dan kukang (Nycticebus coucang) (Departemen Kehutanan, 2004).

Jenis lainnya antara lain harimau Sumatera (Panthera tigris sumatrensis), macan dahan (Neofelis nebulosa), kucing congkok (Felis bengalensis), kucing batu (Felis marmorata), musang (Paradoxurus hermaphroditus), musang pandan (Viverra tangalunga), tuntung tobu (Hemigalus derbyanus), binturong (Artictis binturong), rusa sambar (Cervus unicolor), kijang (Muntiacus muntjak), napu (Tragulus napu), kambing hutan (Carpricornis sumatrensis), dan kancil (Tragulus javanicus), dan kelelawar pemakan buah (Balionycteris maculata, Megaerops wetmorei, dan Murina cyclotis) (Departemen Kehutanan, 2004).

Bangsa burung yang terdapat di daerah tersebut antara lain burung kuaw (Argusianus argus), ayam hutan (Gallus gallus), elang bido (Spilornis cheela), punai kecil (Treron olax), walik jambu (Ptilinopus jambu), julang (Rhyticeros corrogatus), murai batu (Copsychus malabaricus), pelatuk api (Dryocopus javensis), dan beo (Gracula religiosa). Sedangkan jenis burung yang tergolong langka, yaitu itik liar Sumatera (Cairina scutulata), bangau (Ciconia stormi), peniol (Lophura erythropthalma), cabak wono (Batrachostomus auritius), dan rangkong (Rhinoplax vigil) (Departemen Kehutanan, 2004).

Bangsa reptilia yang terdapat di daerah tersebut antara lain buaya muara (Crocodylus porossus), senyulong (Tomistoma schlegelii), ular piton (Phyton reticulata), ular tedung (Ophiophagus hannah), kura-kura (Notochelys platynota), bulus (Chitra indica), dan moru (Bungaurus candidus). Sementara untuk ikan, sedikitnya tercatat 97 jenis dan jenis-jenis yang dilindungi antara lain Notopterus notopterus, N. chiliata dan ikan arwana (Schlerophages formosus) (Departemen Kehutanan, 2004).