• Tidak ada hasil yang ditemukan

Format Ideal Gerakan Dakwah Islam Modern

GERAKAN DAKWAH ISLAM MODERN MENURUT DIN SYAMSUDDIN

C. Format Ideal Gerakan Dakwah Islam Modern

Menjawab persoalan-persoalan umat Islam di tengah modernisme ini dakwah Islam tetap berpijak pada ketentuan-ketentuan Al-Qur’an dan Hadits. Karena keduanya adalah sumber pokok ajaran Islam yang senantiasa memiliki relevansi terhadap dinamika kehidupan manusia sepanjang zaman dan sepanjang sejarah. Dakwah Islam di era modern ini tentu berbeda dengan dakwah yang dilakukan pada zaman Nabi Muhammad SAW. atau bahkan sebelum-sebelumnya. Konteks zaman sangat mempengaruhi gerakan dakwah. Di abad modern ini kondisi umat manusia secara perlahan ditentukan oleh kekuatan modernisme35. Sehingga pada saatnya nanti manusia tidak lagi mengenal siapa dirinya, untuk apa dan mengapa ia hidup di bumi. Tentu juga modernisme bukanah makhluk seperti monster yang kerap membuat orang takut dan berusaha bersembunyi agar terhindar dari kejahatannya. Tetapi modernisme adalah fase kehidupan dimana

34

Prof. Dr. Nasarudin Umar, Praktek Gender Pada Masa Nabi, Makalah seminar, 2008

35

Abdul Basith, M. Ag, Wacana Dakwah Kontemporer, (Yogyakarta: STAIN Purwokerto press dan Pustaka Pelajar, 2006)

manusia menemukan kemajuan-kemajuan yang dapat menimbulkan efek positif dan negatif36.

Kondisi manusia tidak ditentukan oleh modernisme tetapi modernisme bisa mempengaruhi pola pikir dan perilaku manusia. Sedangkan manusia hidup ditentukan oleh dirinya sendiri. Kemana ia hendak berbuat, untuk apa dan mengapa. Semua jenis pertanyaan itu dapat dijawab melalui pola pemikirannya. Jika pola pikir manusia dapat terpengaruh akibat iklim modernisme maka seyogyanya perilaku hidup manusia akan bergantung pada kebiasaannya. Berbagai aktivitas yang biasa dilakukan manusia kini berangsur-angsur digantikan oleh kekuatan daya mesin yang dihasilkan dari kemajuam zaman tersebut.

Dakwah Islam secara hakiki akan tetap berpangkal pada Al-Qur’an dan Hadits, namun pada aktivitasnya tentu ia harus berusaha mengimbangi peredaran arus modernisasi yang semakin mengancam kehidupan manusia. Tidak menutup kemungkinan, kondisi masyarakat modern akan lepas dari kultur agama jika tidak disertai dengan dakwah Islam sebagai penyeimbang tradisi agama dengan tradisi modern yang bercampur di dalam kehidupan manusia. Aktifitas dakwah Islam menunjukkan adanya semangat masyarakat Islam untuk tetap hidup sesuai dengan aturan norma-norma agama. Jika ia ada sebagai pendamping manusia maka kehadirannya juga sebagai penengah atas lahirnya gerakan-gerakan sosial modern. Sebagaimana peranannya, dakwah Islam adalah dinamika gerakan Islam untuk tetap mempertahankan keadaan masyarakat tetap berpangkal pada aturan-aturan agama.

36

Di sisi lain, aktifitas dakwah Islam bergeser menjadi kegiatan-kegiatan sampingan37, yang tidak memiliki porsi yang cukup diharapkan oleh kebanyakan masyarakat modern. Hal ini dibuktikan dengan adanya persaingan aktifitas manusia yang super sibuk sehingga sulit untuk menyediakan waktu guna membangun aktifitas dakwah Islam. Padahal, dakwah Islam merupakan kewajiban bagi setiap muslim, di manapun dan kapanpun. Untuk mencapai efektifitas dakwah Islam di era modern ini diperlukan strategi khusus dalam mengembangkan dan mendawamkan aktifitasnya sebagai bagian dari ibadah kepada Allah SWT. dakwah, dalam konteks Islam modern tersusun dalam beberapa cara, diantaranya adalah :

1. Dakwah bil qalam

Dalam bahasa lainnya dakwah bil qalam berarti dakwah melalui tulisan, karya tulis baik di media massa, buku, majalah, internet atau menggunakan media lainnya yang tersedia di era modern ini. dakwah bil qalam ini adalah bagian dari pemanfaatan media teknologi modern yang sering dikonsumsi oleh masyarakat pada umumnya. Oleh karenanya, dakwah Islam harus memasuki dunia itu. Melalui tulisan-tulisan yang memuat agenda dakwah, para dai tidak dilibatkan langsung bertatap muka dengan para jamaahnya. Ia cukup menuangkan pikirannya melalui media tulisan yang kemudian disebarluaskan kepada masyarakat.

Prof. Dr. Din Syamsuddin menilai dakwah bil qalam merupakan strategi untuk mengimbangi masyarakat yang tidak cukup banyak memiliki waktu

37

mendengarkan ceramah-ceramah agama38. Dengan tulisan-tulisan yang bermuatan dakwah Islam, masyarakat juga menyerap informasi-informasi keagamaan terkini dengan tulisan-tulisan yang disajikan oleh para dai tersebut. Dalam hal ini tulisan mempunyai dua fungi, pertama, sebagai alat komunikasi atau komunikasi ide yang produknya sebagai ilmu pengetahuan. Kedua, sebagai alat komunikasi ekspresi yang produknya berupa karya seni atau jurnalistik.39 Akan tetapi, pada raealitasnya, yang juga sebagai tantangan berat dalam dakwah bil qalam ini yaitu persaingan yang cukup ketat dengan adanya media-media tulisan yang memuat budaya, ideologi, yang berasal dari luar. Isinya yang bersifat menghibur, menginformasi, dan menginspirasi bisa menjadikan media tulisan dakwah tersingkirkan dengan adanya hal itu.

Maka dari itu, perlu ada pembedaan terhadap dakwah bil qalam yang selama ini digunakan oleh kalangan dai modern. Di sini, ditemukan persoalan yang menyebabkan ketidakefektifan dakwah tulisan yang ada di tengah kehidupan masyarakat. Media dakwah berupa buku, jurnal, surat kabar, internet, dan lain-lain merupakan sesuatu yang sudah tidak asing lagi bagi masyarakat yang hidup di abad modern ini. Ia sekedar media informasi yang bermuatan pikiran-pikiran penulis yang disuguhkan kepada pembaca. Lalu, posisi dakwah Islam tersudutkan lantaran isinya yang tetap pada gaya lama dan tidak menumbuhkan inspirasi bagi kehidupan modern. Sehingga wajar jika masyarakat masih rendah perhatiannya kepada isi dakwah yang demikian itu dan dianggapnya sebagai bagian dari ceramah agama yang biasa dilakukan.

38

Wawancara Pribadi

39

Suf Kasman, Jurnalisme Universal; Menelusuri Prinsip-prinsip Dakwah bil Qalam dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Teraju, 2004), cet.1, h. 219

Ada persoalan krusial dalam dakwah bil qalam ini. ketika para da’i menuliskan pokok-pokok materi dakwah yang tidak memperhatikan bentuk tulisan dan isinya malah justeru akan membawa dampak yang tidak menarik perhatian publik. Seperti pada aktifitas shalat jumat, biasanya dakwah bil qalam

pun turut menjadi bagian dari khutbah jumatnya sang khatib. Karena isinya yang terlalu monoton dan tidak berimbang, oleh sebagian masyarakat dianggapnya sebagai rutinitas lembaga dakwah semata yang mengeluarkan buletin setiap jumatnya. Tentu dakwah yang seperti ini tidak diharapkan oleh masyarakat modern.

Persoalan dakwah dilakukan dengan tulisan itu tidak menjadi masalah. Dan bahkan sejak zaman Rasulullah pun hal itu sudah dilakukan. Seperti memberi surat kepada raja-raja untuk memeluk Islam40. Hal terpenting dari ini adalah bagaimana bahasa seorang dai dalam mengajak, mempersuasi jamaah agar dapat mengikuti apa yang disampaikan dalam isi pesannya itu. Bahasa memiliki nilai tersendiri bagi komunikasi manusia. Kenapa kita tidak belajar dari bahasa para jurnalis yang dengan indah mempersuasi, menginformasi dan mempengaruhi pembacanya sehingga setiap para pembacanya merasakan kenikmatan dalam menyantap informasi yang tertulis dalam tulisan atau buku itu.

Pada dasarnya Al-Qur’an adalah contoh paling sempurna dalam menggunakan bahasa dakwah. Gaya bahasanya yang santun, puitis, tidak provokatif, serta menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan membuat siapa yang membacanya menjadi tahu dan interested dengan isi tulisannya. Jika hal ini juga dilakukan dalam aktivitas dakwah tulisan, maka akan membawa dampak yang

40

Prof. Muhamad Mustafa Atha’, Sejarah Dakwah Islam, penerj. Drs. HM. Asywadie Syukur, Lc, (Surabaya: Bina Ilmu, 1982)

luar biasa. Kemudian, para da’i harus memperhatikan klasifikasi pembaca. Tidak semua kalangan mengerti dengan satu gaya bahasa. Masyarakat profesional, petani, buruh, mahasiswa tentu saja memiliki pengalaman yang berbeda-beda dalam memahami tulisan seseorang. Untuk itu, dakwah bil qalam harus disesuaikan pula jenis tulisannya, medan pembacanya, dan retorikanya. Din Syamsuddin bahkan mengakui betapa para dai dewasa ini harus mampu menulis karena manusia modern memiliki kegemaran terhadap informasi berupa tulisan.41 2. Dakwah bil lisan

Dakwah bil lisan ini merupakan dakwah yang sering banyak dilakukan oleh para da’i. Di samping sebagai kesempatan silaturahmi tatap muka, dakwah

bil lisan juga memberikan kesempatan adanya dialog antara mad’u dengan dai. Klasifikasi dakwah bil lisan ini memiliki berbagai macam bentuk dan polanya, diantaranya adalah : metode diskusi, ceramah, seminar, dan debat42.

Masyarakat modern yang hidup di kota-kota besar lebih sedikit menyediakan waktu untuk mendengarkan ceramah-ceramah agama secara langsung. Paling sedikit, mereka mendengarkannya melalui media teknologi modern seprti televisi, radio dan kaset-kaset dakwah. Sebagian kalangan seperti akademisi dan mahasiswa justeru lebih menyukai jenis dakwah yang disampaikan melalui lisan. Artinya ia lebih gemar melakukan diskusi, seminar, workshop pelatihan dan semacamnya guna membicarakan suatu pokok masalah.

Melihat kondisi masyarakat modern yang memiliki keragaman pemahaman agama, budaya dan politik, membuat dakwah bil lisan ini melahirkan

41

Wawancara Pribadi dengan Din Syamsuddin.

42

ide-ide baru dalam penyampaiannya. Dakwah bil lisan juga terkadang dijadikan sebagai agenda provokasi, karena dakwah bil lisan memiliki gaya bahasa yang bebas dalam menyampaikan pesan agama kepada khalayak. Tetapi, tidak semua betuk bicara di depan masyarakat dikehendaki oleh Islam. Kita semua tahu bahwa Islam adalah agama yang mengajarkan etika, sopan santun, dan tidak menghendaki adanya intimidasi kelompok/golongan dalam berdakwah.

Artinya: “Dan Katakanlah kepada hamha-hamba-Ku: "Hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar)...” (QS. Al- Isra’,17:53)

Maka, dakwah bil lisan yang kerap digunakan sebagai media provokasi massa tidak dibenarkan adanya.

Oleh karenanya, dalam berdakwah para da’i dituntut untuk berpikir objektif, protektif, kolaboratif dan persuasif. Prinsip-prinsip dakwah Islam yang mencirikan sebagai masyarakat Islam modern adalah : mendahulukan kepentingan umum (universal), mengedepankan nilai kemausiaan, membina persatuan dan kesatuan umat, meninggalkan bentuk provokasi, serta melakukan ijtihad sesuai dengan ajaran Islam43. Jadi dakwah Islam bil lisan harus dilakukan reformasi total yaitu dengan menanamkan prinsip-prinsip kemanusiaan, toleransi, akhlak mulia dan ketakwaan terhadap Allah SWT.

3. Dakwah bil hal

43

Dakwah bil hal merupakan keteladanan dari seorang seorang muslim yang dijadikan sebagai contoh dalam kehidupan masyarakat. dakwah bil hal

diorientasikan kepada kebutuhan masyarakat yang bersifat fisik. Seperti pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan, pangan, dan sebagainya. Termasuk kedalam ruang dakwah bil hal. Sifatnya yang memberikan tauladan kepada masyarakat, dakwah bil hal juga merupakan metode yang menaruh perhatian besar kepada segala aspek kehidupan, seperti kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan menjadi bentuk amal nyata bagi kehidupan masyarakat modern.

Mengamati permasalahan yang terjadi di abad modern ini, dakwah bil hal

sangat dinantikan aksinya oleh masyarakat. Mengingat kondisi masyarakat yang sedang dalam krisis multidimensional ini, peran serta dakwah bil hal menjadi penting posisinya. Menurut Din Syamsuddin dakwah bil hal kaitannya dengan kehidupan modern adalah serangkaian proses pembenahan dan pembaruan masyarakat Islam44. Seperti pada konflik-konflik sosial dunia, peperangan antaragama, suku, bangsa. Semua masalah tersebut dapat diatasi dengan dakwah yang dilakukan bil hal dalam bentuk tindakan nyata selain juga dengan materi- materi lainnya.

Dakwah Islam bil hal memiliki konsep yang tidak jauh dari bentuk advokasi atau pendampingan. Seperti yang dilakukan oleh beberapa lembaga dakwah dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat, mereka melakukan upaya penanganan dan penanggulangan kemiskinan, pengobatan gratis bagi

44 Ibid.

masyarakat miskin, layanan puskesmas keliling serta pemberian beasiswa di bidang pendidikan. Itu adalah contoh kecil dari dakwah bil hal.

Dalam kondisi masyarakat yang krisis kepercayaan kepada pemerintah

(ulil amri), dakwah bil hal juga menjadi pemicu pulihnya psikologis masyarakat yang terkena dampak perkataan yang terkadang tidak sesuai dengan perbuatannya, seperti janji politik, janji kandidat legislatif dan semacamnya. Masyarakat akan mengalami trauma sehingga mereka tidak menaruh kepercayaan kepadanya untuk selanjutnya. Tentu saja itu bukan persoalan kecil. Terlihat sederhana namun akan membawa dampak yang cukup besar. Masyarakat akan berpikiran sempit dan tidak mau mendengarkan kata-kata ulil amri sebagai pemimpinnya. Maka, sebagai penyeimbangnya aktifitas dakwah Islam sangat memiliki partisipasi yang bagus dalam rangka menanggulangi krisis yang terjadi di masyarakat ini.

Segala bentuk tauladan yang dilakukan oleh lembaga-lembaga dakwah yang terjadi dewasa ini dapat membantu kegiatan masyarakat modern yang masih hidup dalam arus kemiskinan. Dalam kapasitasnya, dakwah bil hal dapat diimplementasikan dalam perbuatan nyata.45 Karena segala aksinya adalah tauladan bagi masyarakat.

4. Dakwah kultural dan struktural a. Dakwah Kultural

Gerakan dakwah Islam lahir sebagai pelindung kehidupan sosial masyarakat dari ancaman kebudayaan yang telah sekian lama menelanjangi ajaran agama satu demi satu. Dalam konteks modern, gerakan dakwah kultural merupakan formulasi lama atau yang sudah baku. Sehingga pada masyarakat

45

M. Yunan Yusuf, Dakwah bil hal, (IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Jurnal Kajian Dakwah dan Kemasyarakatan, 2001), Vol. 3 No. 2

modern yang tinggal di kota-kota besar gerakan dakwah kultural tidak menjadi bagian penting dalam implementasi dakwah Islam secara umum.

Secara historis, perjalanan dakwah kultural ini dimotori oleh ulama-ulama pesantren, yang dalam istilah pesantren kemudian disebut sebagai “pengajian”. Bentuknya sangat sederhana, dengan menghadirkan seorang ulama atau kiyai lalu berceramah di depan jamaah pengajiannya yang cenderung membentuk konsep

talk-listen (yang bicara dan yang mendengar), sehingga sedikit sekali kesempatan bagi jamaah untuk bertanya jawab. Dakwah kultural dilakukan melalui konsep- konsep sosial, budaya seperti pengajian, pentas seni maupun aktivitas sosial lainnya.46

Meskipun cara dakwah demikian itu dianggap baku oleh sebagian masyarakat modern, tetapi ia masih memiliki pengaruh yang cukup besar di tengah masyarakat, bahkan masyarakat modern pun ada sebagian darinya masih melestarikan cara-cara dakwah dengan menitikberatkan pada nilai kultural. Mengingat dakwah merupakan usaha peningkatan pemahaman keagamaan untuk mengubah pandangan hidup, sikap bathin dan perilaku umat yang tidak sesuai menjadi sesuai dengan aturan syariat untuk memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Oleh karenanya, dakwah harus dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakatnya. Secara konvensional, dakwah Islam harus memenuhi unsur-unsur diantaranya adalah materi dakwah, mengetahui psikologis objek

46

Anwar Masy’ari, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiyah, (Surabaya: Bina Ilmu, 1992)

dakwah, metode yang representatif, menggunakan bahasa yang bijaksana47 dan kebutuhan-kebutuhan lainnya.

Dakwah kultural adalah dakwah Islam dengan pendekatan kultural, yaitu dakwah yang memiliki sifat akomodatif terhadap nilai-nilai budaya tertentu secara inovatif dan kreatif dengan tidak menghilangkan aspek substansi keagamaannya. Kemudian, dakwah kultural juga menekankan pentingnya kearifan dalam memahami kebudayaan komunitas tertentu sebagai sasaran dakwah. Dengan demikian, dakwah kultural adalah dakwah yang bersifat buttom-up, dengan melakukan pemberdayaan kehidupan beragama berdasarkan nilai-nilai spesifik yang dimiliki oleh sasaran dakwah.

Dalam melakukan dakwah kultural, para dai harus menawarkan pemikiran dan aplikasi syariat Islam yang kaffah dan kreatif. Materi-materi dakwah perlu disistematiskan dalam suatu rancangan silabus dakwah berdasarkan kecenderungan dan kebutuhan mad’u-nya48. Para dai yang menyampaikan dakwah melalui dakwah kultural, tidak boleh menghakimi dan memutuskan tentang keadaan yang sedang terjadi di masyarakat. Maka, dakwah kultural ini tidak semata-mata bermuatan materi fiqih centris saja tetapi juga dilengkapi dengan isu-isu aktual yang sifatnya informatif dan inspiratif bagi masyarakat.

Pada sebagian masyarakat modern terutama yang tinggal di kota yang masih kental dengan budaya daerahnya, dakwah kultural adalah cara yang paling mendapatkan perhatian bagi masyarakatnya, masyarakat memilih dakwah kultural

47

Drs. Totok Jumantoro, Psikologi Dakwah Dengan Aspek-Aspek Kejiwaan Yang Qur’ani, (Jakarta : Amzah press, 2001)

48

Anwar Masy’ari, Butir-Butir Problematika Dakwah Islamiyah, (Surabaya: Bina Ilmu, 1992)

sebagai jenis dakwah yang efekktif mengingat semakin meluasnya isu dakwah modern yang tidak berujung pada penyelesaian masalah.

b. Dakwah Struktural

Berbeda dengan dakwah kultural, dakwah struktural merupakan gerakan dakwah Islam yang bersifat top-down, yaitu menjadikan kekuasaan, birokrasi, politik sebagai alat untuk memperjuangkan Islam.49 Dakwah struktural memiliki konsep yang bertitik pada politik dan kekuasaan. Salah satu contohnya adalah partai politik. Bagi sebagian masyarakat modern yang melakukan dakwah Islam melalui jalur politik. Ia mengaggap dengan jalan birokrasi seseorang bisa memperjuangkan Islam dan mengimplementasikannya kedalam tindakan nyata. Di parlemen, ada sejumlah tokoh muslim yang memiliki konsentrasi menyuarakan aspirasi masyarakat muslim, seperti adanya UU pornografi yang berkaitan erat dengan dakwah Islam. Dari sanalah mereka menggunakan cara kekuasaan atau politik sebagai jalan dakwah Islam.

Dan, cara seperti ini memiliki efektifitas yang cukup mapan bagi kelangsungan kehidupan masyarakat, hanya saja efeknya tidak disadari oleh kebanyakan masyarakat. kemapanan dalam dakwah struktural tidak hanya dalam aspek kebijakan penguasa, ia juga berhak mengatur sistem masyarakat dalam suatu aturan yang berbentuk undang-undang. Dalam hal ini ditegaskan oleh Din Syamsuddin bahwa dakwah struktural adalah upaya melegitimasi agama sebagai bagian dari kekuasaan.50 Dan ini positif guna mengakomodir aspirasi masyarakat

49

M. Noer, Dakwah Untuk Umat, makalah dalam workshop Program Studi Pendidikan Islam DEPAG RI, 2007

50

Din Syamsuddin, Tantangan Dakwah Masa Depan, Makalah Seminar satu Abad Muhammadiyah, UMS, 2009

Islam. Hanya saja, yang perlu diingat adalah jika kita hidup di negara layaknya Indonesia dengan beraneka ragam agama dan budaya, dakwah struktural tidak boleh melebihi batas etika politik. Ia harus tetap menyuarakan aspirasi kepentingan seluruh umat.

Pada dasarnya, kedudukan dakwah struktural dan dakwah kultural harus seirama, keduanya akan saling membutuhkan. Keberadaan dakwah kultural memberikan penekanan kepada masyarakat secara langsung melalui aktifitas, mimbar, tulisan, dan tauladan. Sedangkan dakwah struktural mendorong kemaslahatan umat dari birokrasi atau kebijakan pemerintah dalam mengupayakan kesejahteraan masyarakat. Sinergitas keduanya akan dapat menjadi bagian penting yang akan dirasakan oleh masyarakat. Dengan begitu, dakwah Islam menjadi terencana dan tepat sasarannya. Bagi kalangan politisi, seperti Adhyaksa Dault dakwah struktural merupakan jembatan penghubung masyarakat dengan birokrasi, sehingga dalam aspek kehidupan berbangsa, masyarakat dapat menyampaikan keinginannya kepada ulil amri untuk mencari kesejahteraan dan kemakmuran hidupnya.51

Dakwah Islam modern adalah bentuk pembaruan cara memandang gerakan dakwah sebagai aktifitas Islam yang memiliki kompetensi di bidangnya masing-masing. Mengingat kondisi masyarakat Islam dewasa ini semakin maju dan plural memahami Islam sebagai agama dan sebagai sistem politik. Maka, dibutuhkan cara pandang baru masyarakat dalam memahami dakwah sebagai

51

pokok prinsipal dalam membangun kesejahteraan masyarakat atau yang oleh Azyumardi Azra disebut sebagai masyarakat madani52.

Beberapa pandangan yang membedakan dakwah kultural dan dakwah struktural dalam gerakan modern terlihat pada platform yang dibawa oleh organisasinya. Pada partai politik yang dikatakan sebagai alat untuk mencapai kekuasaan tidak selamanya berada pada garis struktural. Pada saat tertentu cita- cita dakwahnya terhalang oleh kepentingan, sehingga tidak menutup kemungkinan akan mengorbankan platformnya sebagai partai yang membawa misi dakwah Islam. Memang, dalam partai politik terdapat tantangan-tantangan besar dalam membawa misi dakwahnya, begitu juga keberhasilannya dapat terukur dengan jelas melalui apa yang diperjuangkannya melalui birokrasi.

Adapun dalam dakwah kultural dinamika politiknya tidak begitu mempengaruhi kondisi dakwah. Walaupun terkadang sebagian ormas Islam memiliki hubungan struktural dengan partai politik tetapi sebatas dalam kapasitas kepentingan tertentu saja dan tidak mempengaruhi misi dakwah Islamnya.

Dalam pelaksanaannya, dakwah Islam tidaklah memisahkan semua aspek pelaksanaannya, baik meliputi unsur dakwah, metode serta pola-pola yang dilakukan. Hal ini juga dibenarkan oleh Syahrin Harahap bahwa dalam pelaksanaannya dakwah Islam mengalami kemajemukan otonom.53 Kemajemukan yang terjadi dalam dakwah Islam merupakan hubungan yang bersifat sistemik, yang masing-masing unsur merupakan bagian yang tak

52 Azyumardi Azra, Contemporary Islamic Militant Movements In Indonesia, makalah

Simposium Internasional, Institute Of Asian Culture Studies, Tokyo, 2005

53

Syahin Harahap, Islam; Konsep dan Implementasi Pemberdayaan, (Yogyakarta: Tiara Wacana Yogya, 1999)

terpisahkan dari sistem. Atau juga bersifat simbiotik, yaitu masing-masing saling memerlukan. Dakwah kultural, dakwah struktural, dakwah bil lisan, dakwah bil hal, dakwah bil qalam semuanya akan saling bergantung satu sama lainnya. Terlebih lagi dalam menghadapi masyarakat modern yang majemuk ini.

Pada bab II, dijelaskan bahwa agenda penting gerakan dakwah Islam modern ini meliputi pembentukan masyarakat madani (gerakan civil society), melembagakan kegiatan dakwah (institutionalized) dan transfomasi nilai-nilai sosial. Ketiga rumusan tersebut adalah bentuk pencapaian gerakan dakwah Islam.

Dengan demikian, gerakan dakwah Islam mampu menghadapi berbagai macam tantangan apapun. Dinamisasi pengalaman dan ilmu pengetahuan akan membantu gerakan dakwah yang substansif dan bersifat memperdayakan masyarakat dalam kondisinya. Sepanjang yang dapat diamati oleh kebanyakan orang bahwa salah satu problematika masyarakat modern adalah masalah kemiskinan. Untuk itu, Din Syamsuddin berpendapat bahwa gerakan dakwah Islam harus mampu menjabarkan teologi kemiskinan,54 yang memiliki intrik untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan keterbelakangan.

Dalam teologi kemiskinan ini Islam memiliki konsep etos kerja. Melalui peningkatan etos kerja yang dilakukan oleh setiap muslim, maka akan tercapai pencapaian kebutuhan ekonomi guna menunjang kehidupan masyarakat. Selain