• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil dan Pembahasan

4.2.1 Analisis Framing Berita Jawa Pos dan Kompas

4.2.1.8 Frame Kompas

Dari hasil analisis berita di Kompas edisi 6, 7 dan 8 Oktober 2010, frame yang dibangun dari surat kabar ini adalah :

Tabel 4.12

Elemen Strategi Penulisan

Sintaksis Menekankan pemberitaan sesuia dengan headline dan lead seputar kasus pembatalan kunjungan negara ke Belanda oleh Presiden Yudhoyono. Menekankan pendapat tidak hanya dari pihak Indonesia saja, tapi juga dari sudut pandang kubu RMS dan pihak Belanda.

Skrip Menunjukkan penekanan pada setiap isi beritanya berdasarkan beragam tanggapan positif dan negatif narasumber yang disajikan berimbang, hanya fokus pada tema berita yang ditampilkan serta mengutip kalimat narasumber.

Tematik 1. Tentang ancaman penangkapan Presiden Yudhoyono setibanya di Belanda.

2. Alasan yang diungkapkan Presiden Yudhoyono terkait dengan keputusannya membatalkan kunjungan kenegaraan ke Belanda.

3. Pernyataan dari kalangan elite politik yang menganggap keputusan Presiden adalah tindakan yang berlebihan.

4. Mengenai keputusan pengadilan yang menolak gugatan RMS.

5. Kondisi di Belanda tidak kondusif.

6. Pernyataan dukungan yang diberikan oleh Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional Muladi dengan membenarkan langkah yang diambil Presiden.

7. Penegasan dari Presiden Yudhoyono mengenai keputusan pembatalannya ke Belanda. Presiden menunda kunjungan sambil melihat perkembangan lebih lanjut.Mengenai dampak pembatalan lawatan Presiden ke Belanda.

8. Mengenai reaksi dari pihak RMS dalam menanggapi pembatalan kunjungan Presiden RI ke Belanda.

9. Mengenai pendapat dari mantan Wakil Presiden RI Jusuf Kalla yang menyarankan agar Presiden

Yudhoyono sesegera mungkin ke Belanda.

Retoris Judul dengan huruf besar, tebal dan menjadi headline : 1. Presiden Batal ke Belanda

2. Presiden Tidak Ditangkap 3. SBY Tunggu Perkembangan Kolom grafis berupa foto dan gambar :

1. Presiden Yudhoyono sedang menopang dagu dan terlihat sedang berpikir, hal ini menunjukkan sikap ketegasan yang dimiliki seorang Presiden dalam mengambil setiap keputusan.

2. Presiden Yudhoyono sedang berpidato, menunjukkan sikap Presiden yang tegas dan transparan dalam mengambil keputusan.

Tabel berita :

1. Kerikil hubungan Indonesia-Belanda

2. Agenda Kunjungan Kenegaraan Presiden Yudhoyono ke Belanda

3. Alasan Pembatalan Kunjungan SBY ke Belanda 4. gugatan RMS

5. Sekilas tentang Soumokil

Leksikon : ”menang”, ”disambut gembira” Adanya note bergambar camcorder.

4.3. Teori Hierarchy of Influence

Sebagaimana ditunjukkan oleh Shoemaker dan Reese (1991), terdapat banyak variable yang mempengaruhi isi media. Faktor-faktor itu terbagi atas dua bagian besar, yaitu factor di dalam media dan di luar media. Faktor di dalam media berkaitan dengan karakteristik individu dan di luar media. Faktor di dalam media berkaitan dengan karakteristik individu pekerja media (komunikator) dan rutinitas yang berlangsung dalam organisasi media (media routine). Sedangkan faktor di luar media adalah variabel ekstramedia yang antara lain adalah sumber-sumber informasi media, pengiklan, khalayak sasaran, control pemerintahan atau pasar media. Sementara itu, variabel di tingkat ideologi (worldview) mempersoalkan berbagai sistem kepercayaan, nilai, dan makna yang digunakan oleh media massa untuk menentukan isi yang ditampilkan. Shoemaker dan Reese menyebut pengaruh-pengaruh tersebut sebagai “Hierarchy of Influence” yang merupakan lapisan-lapisan yang melingkupi institusi media tersebut, dimulai dari faktor ideologi yang merupakan sistem yang bersifat makro sampai pada yang lebih mikro, yaitu karakteristik individu pekerja media. Tiap tingkatan memiliki jangkauan tersendiri namun tetap tunduk dan dibatasi oleh tingkatan hierarki yang tinggi.

1. Tingkat Individu (Individual Level)

Pengaruh individu pekerja media, diantaranya adalah karakteristik pekerja komunikasi, latar belakang personal dan profesional. Sikap, nilai, agama individu

tidak secara langsung mempengaruhi isi media. Dalam hal ini yang diteliti adalah wartawan dari surat kabar Jawa Pos dan Kompas.

Jawa Pos adalah surat kabar yang berpusat di Surabaya. Jawa Pos lebih menyajikan berita-berita umum berdasarkan peristiwa di daerah Jawa Timur. Karena jauh dari pusat pemerintahan, maka Jawa Pos jauh lebih berani dalam menyuarakan opini yang dibentuk oleh wartawan tentang kritik yang ditujukan kepada kinerja pemerintahan.

Untuk memberikan kepuasan informasi kepada masyarakat, halaman utama Jawa Pos akan dipenuhi satu tema berita dengan berbagai ulasan dari berbagai aspek dan sudut pandang. Oleh sebab itu, wartawan Jawa Pos mencari dan mengupas berita mengenai pembatalan kunjungan Kepala Negara ke Belanda seakurat dan setajam mungkin dengan memberikan kritiknya.

Kompas adalah surat kabar yang berpusat di Jakarta dengan proporsi sebaran di daerah DKI Jakarta dan Jawa Barat. Dengan demikian Kompas dekat dengan pemerintahan sehingga Kompas tidak bersuara lantang dalam menilai kinerja pemerintahan.

Kompas lebih suka menamakan dirinya sebagai surat kabar yang berorientasi independen. Maksudnya disini adalah pemberitannya tidak memposisikan dirinya pada satu pihak dan bersikap objektif dalam mengupas suatu peristiwa, dalam hal ini adalah pembatalan kunjungan Kepala Negara ke Belanda. Hal inilah yang ditekankan Kompas pada masing-masing wartawannya.

2. Tingkat Rutinitas Media (Media Routine Level)

Rutinitas media sangatlah penting karena mempengaruhi realitas sosial yang dikemas media tersebut. Mayoritas biro media, memiliki rutinitas media yang sama dimana memfungsikan dan menggunakan organisasi media sebagai external sources untuk memperoleh keuntungan dari mereka.

Dengan melakukan uji kelayakan berita, maka Jawa Pos mengkonstruksi berita mengenai pembatalan kunjungan Kepala Negara ke Belanda menurut nilai berita dan objektifitasnya. Nilai berita yang dimuat dalam peristiwa ini adalah Prominance, yaitu berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti pentingnya dan Unusual, yaitu mengandung peristiwa yang tidak biasa dan jarang terjadi. Yang dimaksudkan disini adalah kali pertama seorang Presiden membatalkan kunjungan ke luar negeri pada detik-detik akhir pemberangkatan.

Sedangkan Kompas memuat berita mengenai pembatalan kunjungan Kepala Negara ke Belanda menurut nilai berita Prominance, yaitu berita diukur dari kebesaran peristiwanya atau arti pentingnya, dan Proximity, yaitu peristiwa ini lebih layak diberitakan daripada peristiwa yang lain. Ini terlihat pada edisi 8 Oktober 2010, Kompas tidak lagi memuat berita pembatalan lawatan Presiden sebagai headline, tetapi mengulas seputar kemacetan di Jakarta.

3. Tingkat Organisasi (Organization Level)

Organisasi media sangatlah mengandalkan penekanan unsur ekonomi yang ikut mempengaruhi segala kebijakan medianya. Dengan cara mempengaruhi bagian-bagian dari isi berita sebagai budaya bekerja dan hal yang menentukan standar independensi organisasi media dari sebuah perusahaan besar yang turut

mengambil bagian dalam hal ini. Karena isi media ditentukan lebih banyak pihak pastinya berita akan dikonstruksi sesuai dengan kepentingan pihak-pihak yang bersangkutan.

Pada Jawa Pos, berita mengenai pembatalan kunjungan Kepala Negara ke Belanda dianggap cenderung disukai oleh publik. Oleh karena itu Jawa Pos selalu memuat berita ini di halaman depan. Dengan demikian pengiklan tertarik unuk melibatkan diri dan ini menguntungkan media karena mampu menyokong kelangsungan hidup media.

Dalam surat kabar Kompas yang berorientasi pasar, Kompas lebih mengedepankan berita berdasarkan apa yang diinginkan dan dibutuhkan khalayak dan juga pengiklan. Oleh sebab itu pada edisi 8 Oktober 2010 Kompas memuat tentang kemacetan Jakarta sebagai headline karena dianggap berita ini lebih dibutuhkan masyarakat, mengingat Kompas berpusat di Jakarta.

4. Tingkat Extramedia (Extramedia Level)

Pengaruh dari luar organisasi media yang mempengaruhi isi berita sampai lahirnya berita itu. Maksudnya disini adalah komentar dari narasumber merupakan pengaruh terpenting dalam kutipan komentar yang dikutip wartawan dalam berita yang ditulisnya.

Dalam hal ini Jawa Pos dan Kompas sama-sama mencantumkan komentar dari berbagai pihak mengenai berita pembatalan kunjungan Kepala Negara ke Belanda. Akan tetapi perbedaanya disini adalah Jawa Pos lebih memuat pendapat dan kririkan dari dalam staf pemerintahan sendiri, baik yang berhubungan

langsung dengan peristiwa, maupun tidak. Sedangkan Kompas memuat komentar dari pihak pemerintahan Belanda dan RMS.

5. Tingkat Ideologi (Ideological Level)

Ideologi disini diartikan sebagai kerangka berpikir yang dipakai oleh individu untuk melihat realitas dan bagaimana mereka menghadapinya. Di sini media digambarkan dikuasai oleh kelompok tertentu yang dominan, yang berperan dan punya kekuatan untuk mempengaruhi khalayak. Media dipandang sebagai agen konspiratif yang menyembunyikan fakta, menampilkan fakta tertentu yang dikehendaki, dan secara sadar mengelabui khalayak untuk kelompok dominan.

Jawa Pos lebih mengkritisi berita mengenai pembatalan kunjungan Kepala Negara ke Belanda karena Jawa Pos ingin menjadi gate keeper untuk masyarakat dalam menyoroti kinerja pemerintahan. Oleh karena itu wartawan Jawa Pos banyak mengungkapkan opininya pada berita yang ditulisnya. Jawa Pos lebih banyak mengulas tentang alasan Presiden yang dianggap kurang tegas karena membatalkan kunjungannya ke Belanda secara mendadak.

Sedangkan wartawan Kompas lebih objektif menulis berita mengenai pembatalan kunjungan Kepala Negara ke Belanda ini dengan memberikan sudut pandang berbeda yaitu alasan mengapa Presiden membatalkan kunjungannya. Selain itu Kompas juga membangun pemikiran khalayak dengan banyak menampilkan komentar dari pihak Belanda dan juga RMS.

Motif-motif inilah yang kemudian membentuk laporan berita yang mengarah, laporan berita tidak sekedar mengkonstruksikan realitas, tetapi

dipercaya membungkus satu atau sejumlah kepentingan. Hal ini secara tidak langsung sebetulnya lebih menguntungkan kelompok elit. Dalam pandangan jurnalistik professional (pejabat pemerintah, pengusaha, dan orang yang berpengaruh) seringkali disebut sebagai sumber yang kredibel (Eriyanto, 2007: 136-137).