• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.2 Hasil dan Pembahasan

4.2.1 Analisis Framing Berita Jawa Pos dan Kompas

4.2.1.1 Jawa Pos, edisi 6 Oktober 2010

Headline berita yang mencantumkan kalimat ”SBY Tak Berani ke Belanda” menunjukkan pandangan Jawa Pos tentang tidak terlihatnya sikap Presiden sebagai Kepala Negara yang seharusnya tegas dalam bertindak dan memiliki keberanian dalam mengambil keputusan. Judul tersebut menunjukkan Jawa Pos ingin memberikan gambaran bahwa Presiden yang seharusnya melakukan kunjungan negara untuk menjalin kerjasama dengan negara lain membatalkan kunjungannya seiring dengan adanya kabar bahwa Presiden Yudhoyono akan ditangkap sesampainya tiba di Belanda. Dengan judul ini Jawa Pos ingin menekankan bahwa Presiden merasa ketakutan dengan kabar bahwa dirinya akan ditangkap setibanya di Belanda atas protes sebuah proses peradilan.

Dalam berita di atas terdiri atas 40 paragraf dengan dua sub judul “Mendadak Batalkan Kunjungan Negara” dan “Seperti Tampar Diri Sendiri” yang merupakan kelanjutan penjelasan lebih detail dari judul utama tentang sikap yang diambil oleh Presiden Yudhoyono yang terkesan tidak berani ke Belanda.

Lead yang dipakai Jawa Pos menceritakan tentang kejadian langka yaitu keputusan Presiden yang membatalkan kunjungan negara secara mendadak.

”JAKARTA – Mungkin baru pertama kali ini terjadi dalam sejarah kepresidenan di Indonesia, seorang presiden tiba-tiba membatalkan kunjungan ke luar negeri pada menit-menit terakhir. Pesawat sudah siap berangkat, anggota rombongan sudah berada di dalamnya, tapi tiba-tiba dibatalkan. Itulah yang terjadi kemarin ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) akan bertolak ke Belanda.”

Lead tersebut sudah memenuhi ukuran panjang lead yang baik yaitu 30-45 kata. Akan tetapi lead tersebut tidak lengkap, tidak semua unsur 5W+1H terjawab

sehingga meskipun leadnya dapat dipahami masih ada unsur berita yang belum diketahui jika hanya membaca lead. Hanya terdapat unsur apa, siapa dan bagaimana dalam lead ini.

Di dalam teks berita tersebut terdapat latar informasi yang merupakan bagian berita yang dapat mempengaruhi wartawan. Seorang wartawan biasanya ketika menuliskan berita, mengemukakan latar belakang atas berita yang ditulis. Latar yang dipilih akan menentukan ke arah mana pandangan khalayak hendak dibawa (Eriyanto, 2005:258). Latar tersebut dapat dilihat dari pernyataan sumber Jawa Pos di kalangan TNI yang tidak mau disebutkan namanya.

”Menjelang keberangkatan SBY ke Belanda, intelijen TNI dan Badan Intelijen Negara (BIN) sebetulnya telah menerapkan early detection (seteksi awal) terhadap pihak-pihak yang mengancam SBY. Penggalangan informasi bahkan sudah dilakukan secara intensif selama tiga bulan menjelang keberangkatan SBY. Dari berbagai informasi yang dikumpulkan, RMS memang merencanakan sesuatu.”

Komentar sumber bervariasi dan sangat mendominasi dalam berita ini, diantaranya Staf Khusus Presiden Bidang Hubungan Internasional yaitu Teuku Faizasyah, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, Duta Besar RI untuk Belanda J.E. Habibie, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Gayus Lumbuun, Wakil Ketua DPR Pramono Anung, Ketua Setara Institute Hendardi, serta pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana SH LLM PhD.

Dalam penutup Jawa Pos menuliskan pendapat Hikmahanto yang juga mempertanyakan kinerja Kementrian Luar Negeri (Kemenlu).

”Kepala negara jelas dalam hukum internasional. Yakni, dia akan mendapatkan immunity atau kekebalan saat berkunjung ke negara lain. Dalam kasus itu, (presiden dan rombongan) sudah sampai Halim (Lanud

Halim Perdanakusumah), tapi lantas dibatalkan. Bagaimana komunikasi Kementrian Luar Negeri kita dengan pihak Belanda?”

Skrip

Frame Jawa Pos juga diamati dari bagaimana Jawa Pos mengisahkan fakta ke dalam bentuk berita (skrip) berdasarkan unsur kelengkapan berita 5W+1H (who, what, where, when, why, how). Jawa Pos lebih menekankan pada dasar kenapa (why) dan bagaimana (how). Unsur apa (what) disini merujuk pada ulasan Jawa Pos tentang pembatalan kunjungan kenegaraan secara mendadak. Sedangkan unsur siapa (who) ialah Presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Unsur dimana (where) adalah di Bandara Halim Perdana Kusumah, Jakarta. Unsur kapan (when), pembatalan itu diambil pada tanggal 5 Oktober 2010. Unsur mengapa (why) disini ialah Presiden Yudhoyono tidak terima dengan digelarnya sidang gugatan pemberontak Republik Maluku Selatan (RMS) di pengadilan Den Haag yang mempersoalkan Hak Asasi Manusia di Indonesia. Dan unsur terakhir bagaimana (how) Jawa Pos menuliskan pendapat pengamat politik dan para staf pemerintahan mengenai pembatalan kunjungan kenegaraan secara mendadak tersebut.

Tematik

Pada struktur tematik yaitu berhubungan bagaimana wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam proposisi, kalimat, atau hubungan antar kalimat yang melihat bagaimana pemahaman itu diwujudkan dalam bentuk yang lebih kecil (Eriyanto, 2005:255). Dari analisis struktur tematik terdapat empat tema yang diangkat dari berita ini.

Tema pertama adalah mengenai keputusan Presiden membatalkan kunjungan kenegaraan ke Belanda secara tiba-tiba. Teks yang terkandung pada tema pertama ini merupakan tulisan wartawan Jawa Pos itu sendiri, yang terlihat dari :

” Mungkin baru pertama kali ini terjadi dalam sejarah kepresidenan di Indonesia, seorang presiden tiba-tiba membatalkan kunjungan ke luar negeri pada menit-menit terakhir.”

Tema kedua adalah alasan yang dikemukakan Presiden mengenai pembatalan keberangkatan kunjungan kenegaraannya tersebut. Teks yang terkandung pada tema ini adalah mengenai adanya kabar bahwa Presiden akan ditangkap dan untuk mempertanggungjawabkan kasus Hak Asasi Manusia di Indonesia oleh Republik Maluku Selatan (RMS). Presiden menganggap apabila digelar persidangan saat dirinya melakukan kunjungan, itu juga menyangkut harga diri bangsa Indonesia.

Tema ketiga adalah mengenai keamanan yang didapatkan oleh Presiden Yudhoyono. Menurut Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, pemerintah telah menjamin imunitas atau kekebalan hukum untuk SBY. Selain itu terlihat tiga anggota Paspampres yang sedianya mendampingi Presiden ke Belanda menenteng tas kerja di samping pundak. Tas itu ternyata berisi senapan otomatis dalam kondisi siap pakai.

Tema keempat adalah pernyataan-pernyataan kontra yang dikemukakan oleh berbagai staf pemerintahan dan pengamat politik berkenaan dengan keputusan Presiden tersebut. Para staf pemerintahan dan pengamat politik

menyayangkan keputusan Presiden tersebut. Hal ini terlihat pada komentar beberpa elite politik :

“Penundaan keberangkatan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

ke Belanda pada menit-menit terakhir kemarin (5/10) dianggap menampar diri

sendiri. Hal tersebut disampaikan oleh pengamat hukum internasional dari

Universitas Indonesia (UI) Prof Hikmahanto Juwana SH LLM PhD.”

” Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Gayus Lumbuun menilai pembatalan kunjungan dengan alasan adanya pengadilan yang meminta penangkapan terhadap SBY sebagai tindakan yang sangat memalukan.”

Koherensi disini digunakan untuk berbagai bentuk koherensi untuk menjalin antar kata atau kalimat antara lain dengan menggunakan keherensi kata hubung penjelas, pembeda, sebab, akibat, kepada, maupun, saat, dari, sebelum, pada, dan, yang, dengan, dalam, atas, namun, setelah itu, karena, jadi, dengan demikian, secara terpisah, segera, telah, seperti, sehingga.

Retoris

Frame Jawa Pos juga didukung oleh aspek retoris untuk memberikan makna tertentu pada pembacanya. Seperti judul yang diberikan Jawa Pos ”SBY Tak Berani ke Belanda”, mengartikan bahwa tidak terlihatnya sikap Presiden sebagai Kepala Negara yang seharusnya tegas dalam bertindak dan memiliki keberanian dalam mengambil keputusan. Dengan judul ini Jawa Pos ingin menekankan bahwa Presiden merasa ketakutan dengan kabar bahwa dirinya akan ditangkap setibanya di Belanda atas protes sebuah proses peradilan.

Penggunaan leksikon ”perbuatan tercela” dalam pernyataan koran Belanda De Telegraaf yang kutipan lengkapnya ”Pemerintah baru (di Belanda) harus mempertimbangkan kembali hubungan dengan Indonesia setelah perbuatan tercela itu”, yang arti sebenarnya adalah perbuatan dalam arti disini pengambilan keputusan yang tidak sepantasnya dilakukan oleh seorang Presiden. Penggunaan leksikon juga terlihat pada kata ”ditertawakan” yang kutipan lengkapnya ”keputusan Presiden SBY itu akan ditertawakan negara-negara lain”, artinya disini adalah diremehkan. Penggunaan sub judul ”Seperti Tampar Diri Sendiri” bisa diartikan memuat malu diri sendiri.

Selain lewat kata, penekanan pesan dalam berita itu juga dapat dilakukan dengan menggunakan unsur grafis. Dalam wacana berita, grafis ini biasanya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan dengan tulisan lain. Elemen grafis itu muncul dalam bentuk foto, grafik, gambar dan tabel untuk mendukung gagasan atau untuk bagian lain yang tidak ingin ditonjolkan.

Unsur grafis pada struktur retoris berita ini menampilkan foto Presiden Yudhoyono dengan menggunaan leksikon ”menunduk”. Foto tersebut cukup besar dan menarik perhatian pembaca. Leksikon ”menunduk”, yang kutipan lengkapnya ”Menunduk : SBY saat memberikan keterangan pers soal pembatalan lawatan ke Belanda kemarin.” Maksudnya adalah Presiden terlihat malu dan takut untuk melakukan kunjungan negara ke Belanda. Didukung juga dengan alasan Presiden tentang keputusan yang diambilnya, yaitu :

”Bagi Indonesia, bagi saya, kalau sampai seperti itu, digelar pengadilan saat saya berkunjung kesana, itu menyangkut harga diri kita sebagai bangsa. Oleh karena itu, saya memutuskan untuk menunda kunjungan ini.”

Huruf yang digunakan juga dicetak tebal. Sedangkan judul berita menggunakan huruf yang cukup besar dan tebal karena menjadi headline.

Tabel 4.5 Frame Jawa Pos

Elemen Strategi Penulisan

Sintaksis Terdapat penggunaan kata ”Tak Berani” pada judul, yang menyatakan bahwa tidak terlihatnya sikap Presiden sebagai Kepala Negara yang seharusnya tegas dalam bertindak dan memiliki keberanian dalam mengambil keputusan. Dengan judul ini Jawa Pos ingin menekankan bahwa Presiden merasa ketakutan dengan kabar bahwa dirinya akan ditangkap setibanya di Belanda atas protes sebuah proses peradilan.

Skrip Lebih menekankan pada dasar kenapa (why) dan bagaimana (how). Banyak menampilkan kritik dari elite politik tentang keputusan Presiden ini.

Tematik 1. Mengenai keputusan Presiden membatalkan kunjungan kenegaraan ke Belanda secara tiba-tiba.

2. Alasan yang dikemukakan Presiden mengenai pembatalan keberangkatan kunjungan kenegaraannya tersebut.

3. Mengenai keamanan yang didapatkan oleh Presiden Yudhoyono.

4. Pernyataan-pernyataan kontra yang dikemukakan oleh berbagai staf pemerintahan dan pengamat politik berkenaan dengan keputusan Presiden tersebut.

Retoris Menampilkan foto Presiden Yudhoyono dengan menggunaan leksikon ”menunduk”. Foto tersebut cukup besar dan menarik perhatian didukung juga dengan alasan Presiden tentang keputusan yang diambilnya.

Dari analisis di atas, Jawa Pos ingin menyampaikan isi dari berita pembatalan kunjungan Kepala Negara ke Belanda melalui komentar dan pendapat dari para tokoh politik. Oleh sebab itu Jawa Pos menuliskan pendapat dari berbagai ahli politik, seperti komentar dari Staf Khusus Presiden Bidang

Hubungan Internasional yaitu Teuku Faizasyah, Juru Bicara Presiden Julian Aldrin Pasha, Duta Besar RI untuk Belanda J.E. Habibie, Anggota Komisi III DPR dari Fraksi PDIP Gayus Lumbuun, Wakil Ketua DPR Pramono Anung, Ketua Setara Institute Hendardi, serta pengamat hukum internasional dari Universitas Indonesia Prof. Hikmahanto Juwana SH LLM PhD.

Jawa Pos menekankan isi berita dengan memberikan judul bahwa Presiden tidak mempunyai cukup keberanian untuk melakukan kunjungan kenegaraan ke Belanda, yang memberikan sudut pandang dari wartawan itu sendiri.

Foto yang dicantumkan Jawa Pos adalah foto Presiden Yudhoyono dalam posisi menunduk, seakan malu dan takut menatap orang-orang yang menunggu alasannya membatalkan kunjungan negara ke Belanda secara mendadak.

4.2.1.2. Jawa Pos edisi 7 Oktober 2010