• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.2 Definisi Operasional

3.2.4 Frekuensi Konsumsi Minuman Instan

Definisi : Jumlah konsumsi minuman instan yang di konsumsi dalam periode sebulan terakhir yang diukur dengan metode Semi Quantitative food frequency Questionaire

Alat Ukur : Kuesioner SQFFQ

Cara Ukur : Wawancara menggunakan form SQFFQ Hasil Ukur :

1. Berisiko ≥ 3 kali/minggu

2. Resiko Sedang >1 sampai <12 kali/bulan 3. Tidak Berisiko ≤ 1 kali/ bulan

Skala : Ordinal

Reference : Huh et al, 2017

27 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakkan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional yang merupakan bentuk dari penelitian observasional yang mana variabel independen (asupan natrium, frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan) dan variabel dependen (hipertensi) diukur secara bersamaan.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian

Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari 2019 sampai dengan Maret 2019.

4.2.2 Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat dengan kriteria sebagai berikut :

4.3.2 Sampel 1. Kriteria Inklusi

1. Berusia 20-60 tahun

2. Bersedia mengikuti penelitian.

2. Kriteria Eksklusi

1. Wanita yang sedang hamil.

2. memiliki penyakit jantung, ginjal, stroke dan diabetes.

Sampel yang dibutuhkan adalah : Jumlah Populasi = Jumlah Sampel:

Populasi = 41 orang

Pada saat pengambilan data ada 3 orang yang tidak masuk sampel. 2 orang diantaranya hamil dan 1 orang mempunyai penyakit jantung. Jadi total sampel sebanyak 38 orang.

4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer

1. Data karakteristik sampel meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan pekerjaan, kebiasaan merokok, konsumsi obat dan riwayat diet hipertensi diperoleh dari pengisian kuesioner yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui data umum terkait sampel.

2. Data asupan natrium diperoleh dari hasil wawancara formulir SQFFQ yang berisi bahan makanan tinggi natrium kepada sampel yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui asupan natrium (mg/hari) sampel.

3. Data frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan diperoleh dari hasil wawancara SQFFQ kepada sampel yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui seberapa banyak jumlah konsumsi makanan dan minuman instan pada sampel.

4. Data tekanan darah didapat dari hasil pengukuran tekanan darah yang dilakukan oleh perawat dengan alat ukur spygmanometer dengan satuan hasil ukur mmHg.

4.4.2 Data Sekunder

Data populasi di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Data populasi berisi daftar nama pegawai yang bekerja di kantor UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.

4.5 Pengolahan Data

2) Jenis Kelamin dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1. Laki-Laki

2. Perempuan

3) Pendidikan dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1. Pendidikan Dasar

2. Pendidikan Lanjut

4) Kebiasaan merokok di kelompokan menjadi 2 yaitu : 1. Tidak Merokok

2. Merokok, disebutkan berapa batang per hari 5) Konsumsi Obat yang diisi sesuai data dari sampel.

6) Riwayat diet hipertensi dikelompokan menjadi 2 yaitu:

1. Pernah 2. Tidak Pernah 2) Asupan Natrium

Data jumlah konsumsi natrium diperoleh dari wawancara SQFFQ dikategorikan menjadi 2 yaitu :

1. Tinggi > 2000 mg 2. Cukup ≤ 2000 mg

3) Frekuensi Konsumsi Makanan Instan

Data jumlah konsumsi makanan instan diperoleh dari wawancara SQFFQ dikategorikan menjadi 3 yaitu :

1. Berisiko ≥ 3 kali/minggu

2. Resiko Sedang >1 sampai <12 kali/bulan 3. Tidak Berisiko ≤ 1 kali/ bulan

4) Frekuensi Konsumsi Minuman Instan

Data jumlah konsumsi minuman instan diperoleh dari wawancara SQFFQ dikategorikan menjadi 3 yaitu :

1. Berisiko ≥ 3 kali/minggu

2. Resiko Sedang >1 sampai <12 kali/bulan 3. Tidak Berisiko ≤ 1 kali/ bulan

5) Hipertensi

Data tekanan darah diukur dengan alat sphygmanometer oleh perawat dan di kategorikan menjadi 2 yaitu :

1. Tidak Hipertensi : Sistolik <140 mmHg atau diastolik <90 mmHg

2. Hipertensi : Sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg

4.5.2 Analisis Data 1. Analisis Univariat

Analisis ini dilakukan terhadap data karakteristik sampel meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, kebiasaan merokok, konsumsi obat, riwayat diet, asupan natrium dan frekuensi konsumsi makanan dan minuman intsan dan hipertensi. Analisis univariat penyajian data berupa tabel distribusi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif.

2. Analisis Bivariat

Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui gambaran antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen meliputi asupan natrium dan frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan. Variabel dependen yaitu hipertensi, selanjutnya untuk mengetahui gambaran antara asupan natrium dengan hipertensi serta frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan akan disajikan dalam bentuk tabel silang dan dianalisis secara deskriptif.

31 BAB V

HASIL DAN PEMBAHASAN

5.1 Karakteristik Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat yang berjumlah 41 orang dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pada saat pengambilan data ada 3 orang yang tidak masuk dari kriteria yang ditetapkan sehingga jumlah sampel menjadi 38 orang. Sampel yang tidak masuk kriteria yaitu wanita yang sedang hamil dan orang yang mempunyai sakit jantung, ginjal atau diabetes.

5.2 Analisis Univariat 5.2.1 Usia

Data usia dikelompokkan menjadi dua yaitu 20-39 tahun dan 40-60 Tahun. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan usia disajikan dalam tabel sebagai berikut :

TABEL 5.1

DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN USIA DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH KABUPATEN BANDUNG

BARAT

Pada tabel 5.1 dapat dilihat dari 38 orang usia dibawah 20-39 tahun ada 10 orang (26,3%) dan usia 40-60 tahun ada 28 orang (73,7%). Rata-rata usia dari sampel yaitu 46 tahun. Usia sampel termuda yaitu 25 tahun dan tertua yaitu 58 tahun.

Usia n %

20-39 Tahun 10 26,3

40-60Tahun 28 73,7

Jumlah 38 100

Usia >40 tahun lebih berisiko untuk terkena hipertensi dibandingkan usia <40 Tahun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Artiyaningrum (2015), menyatakan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Gerungan, dkk (2016) dan penelitian Sugiharto (2007) yang menyatakan semakin bertambahnya usia maka tekanan darah pun semakin meningkat.

Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dengan bertambahnya usia, maka tekanan darah akan meningkat. Umumnya seseorang akan berisiko menderita hipertensi setelah usia 45 tahun. Serangan darah tinggi baru muncul sekitar usia 40 tahun walaupun dapat terjadi pada usia muda (Widyaningrum, 2012). Ketika usia semakin tua maka pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Banyaknya zat kapur di dalam aliran darah menyebabkan endapan kalsium di dinding sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah (Artiyaningrum, 2015).

Perkembangan penyakit hipertensi dimulai dengan prehipertensi pada orang berusia 10-30 tahun (dengan peningkatan curah jantung).

Selanjutnya berkembang menjadi hipertensi dini pada orang berusia 20-40 tahun (di mana peningkatan resistensi perifer). Kemudian berkembang menjadi hipertensi pada orang berusia 30-50 tahun dan akhirnya akan berkembang menjadi kompilkasi pada usia 40-60 tahun (Hamrahian et al, 2017).

5.2.2 Jenis Kelamin

Data jenis kelamin dikelompokkan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin disajikan dalam tabel sebagai berikut:

TABEL 5.2

DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH

KABUPATEN BANDUNG BARAT

Pada tabel 5.2 dapat dilihat dari 38 sampel, sebagian besar sampel berjenis kelamin perempuan. Dari 38 orang 24 orang berjenis kelamin perempuan (63,2%) dan 14 orang berjenis kelamin laki-laki (36,8%).

Dalam penelitian Wahyuni dan Tri (2018) karakteristik sampel lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Sampel berjenis kelamin laki -laki sebanyak 19 responden atau sebesar 38%, sampel berjenis kelamin perempuan sebanyak 31 responden atau sebesar 62%.

Pada penelitian ini lebih banyak responden yang berjenis kelamin perempuan. Rata-rata usia responden perempuan yaitu 45 tahun.

Perempuan memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi saat memasuki menopause. Setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat. Hal ini dikarenakan produksi hormon estrogen menurun saat menopause, wanita kehilangan efek menguntungkannya sehingga tekanan darah meningkat (Casey dan Benson, 2012).

5.2.3 Pendidikan

Data pendidikan dikelompokkan menjadi dua yaitu pendidikan dasar dan pendidikan lanjut. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan pendidikan dalam tabel sebagai berikut :

Jenis Kelamin n %

Laki-Laki 14 36,8

Perempuan 24 63,2

Jumlah 38 100

TABEL 5.3

DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN PENDIDIKAN DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH

KABUPATEN BANDUNG BARAT

Pada tabel 5.3 dapat dilihat dari 38 orang, 5 diantaranya (13,2%) tingkat pendidikannya adalah pendidikan dasar dan 33 diantaranya (86,8%) tingkat pendidikannya adalah pendidikan lanjut. Berdasarkan hasil penelitian tingkat pendidikan dari sampel adalah SMP, SMA, S1 dan S2.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan tingkat pendidikan di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat, lebih banyak sampel yang memiliki pendidikan lanjut yaitu S1.

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Novitaningtyas (2014) menyatakan tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tekanan darah. Hal ini sama dengan penelitian lain yang menyatakan pendidikan tidak memiliki hubungan signifikan dengan hipertensi (Sartik dkk, 2017). Hal ini berbeda dengan penelitian Anggara dan Prayitno (2013) yang menyatakan ada hubungan antara pendidikan dengan tekanan darah.

Tingkat pendidikan merupakan faktor mempengaruhi tekanan darah pada karena tingkat pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup seseorang yaitu seperti kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, asupan makan, dan aktivitas fisik (Novitaningtyas, 2014). Tingginya risiko terkena hipertensi pada pendidikan yang rendah, kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan pada pasien yang berpendidikan rendah terhadap kesehatan dan sulit atau lambat menerima informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh petugas sehingga berdampak pada prilaku/pola hidup sehat (Anggara dan Prayitno, 2013).

Pendidikan n %

Pendidikan Dasar 5 13,2

Pendidikan Lanjut 33 86,8

Jumlah 38 100

5.2.4 Kebiasaan Merokok

Data kebiasaan merokok dikelompokkan menjadi dua yaitu tidak merokok dan Merokok. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan kebiasaan merokok dalam tabel sebagai berikut :

TABEL 5.4

DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN KEBIASAAN ROKOK DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH

KABUPATEN BANDUNG BARAT

Pada tabel 5.4 dapat dilihat dari 38 orang, 26 diantaranya (68,4%) tidak merokok dan 12 diantaranya (31,6%) merokok.

Merokok merupakan awal penyebab berbagai jenis penyakit degeneratif yang mematikan, seperti kanker dan penyakit jantung. Nikotin dalam rokok merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh-pembuluh darah di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi (Sartik dkk, 2017).

Seseorang merokok dua batang maka tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti menghisap rokok.

Sedangkan untuk perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari (Artiyaningrum, 2015).

Kebiasaan Merokok n %

Merokok 12 31,6

Tidak Merokok 26 68,4

Jumlah 38 100

Dari hasil penelitian dapat dilihat yang tidak merokok lebih banyak dibandingkan yang merokok. Dari 38 orang yang tidak merokok sebanyak 26 orang (68,4%) dan yang merokok 12 orang (31,6%). Dari sampel yang tidak merokok sebagian besar sampelnya berjenis kelamin perempuan.

Penelitian Anggara dan Prayitno (2013) dengan sampel 75 orang, 34 orang (45,3%) diantaranya merokok dan 41 (54,7%) orangnya tidak merokok.

Penelitian tersebut menunjukan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah.

5.2.5 Konsumsi Obat

Data konsumsi obat dikelompokkan menjadi dua yaitu tidak (tidak mengkonsumsi obat) dan ya (konsumsi obat). Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan konsumsi obat dalam tabel sebagai berikut :

TABEL 5.5

DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN KONSUMSI OBAT DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH

KABUPATEN BANDUNG BARAT

Pada tabel 5.6 dapat dilihat dari 38 orang, yang mengkonsumsi obat ada 11 orang atau 28,9%. Berdasarkan hasil penelitian obat yang dikonsumsi oleh sampel adalah amlodipine dan nifedipin.

Terapi farmakologis adalah dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi. Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi. Amlodipine dan nifedipin merupakan salah satu jenis obat antihipertensi (penghambat saluran kalsium). Mekanisme obat ini adalah dengan merelaksasi otot jantung dan otot polos melalui penghambatan masuknya ion kalsium masuk ke dalam

Dari 11 orang, 10 diantaranya hipertensi (90,9%) dan 1 orang (9,1%) tidak hipertensi. Walaupun mengkonsumsi obat antihipertensi, tekanan darah sampel masih ada yang tinggi hal ini mungkin berkaitan dengan faktor lain yang mempengaruhi hipertensi, faktor internal seperti jenis kelamin, umur, genetik dan faktor eksternal seperti pola makan, kebiasaan olahraga, kepatuhan minum obat dan lain-lain (Sartik dkk, 2017).

5.2.6 Riwayat Diet Hipertensi

Data riwayat diet hipertensi dikelompokkan menjadi dua yaitu pernah dan tidak pernah. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan riwayat diet hipertensi dalam tabel sebagai berikut :

TABEL 5.6

DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN DIET HIPERTENSI DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH

KABUPATEN BANDUNG BARAT

Pada tabel 5.6 dapat dilihat dari 38 orang yang pernah menjalani diet hipertensi ada 10 orang atau 26,3%. Selanjutnya yang tidak pernah menjalani diet hipertensi ada 28 orang atau 73,7%.

Diet untuk hipertensi berupa diet rendah garam. Diet rendah garam dibagi menjadi tiga yaitu rendah garam I, rendah garam II dan rendah garam III. Diet redah garam I diberikan kepada pasien hipertensi berat natrium yang diberikan 200-400 mg/hari. Diet rendah garam II diberikan pada pasien hipertensi yang tidak terlalu berat natrium yang diberikan 600-800 mg/hari. Diet rendah garam III diberikan pada pasien hipertensi yang ringan natrium yang diberikan 1000-1200 mg/hari (Almatsier, 2004).

Dari 38 sampel hanya 10 orang (26,3%) yang pernah menjalani diet hipertensi. Namun masih banyak yang tekanan darahnya tinggi hal ini Dari 10 orang, 9 diantaranya (90%) masih hipertensi. Banyaknya yang masih

Diet Hipertensi n %

Tidak Pernah 28 73,7

Pernah 10 26,3

Jumlah 38 100

hipertensi dikarenakan sebagian besar tidak patuh menjalani diet, masih banyak yang mengkonsumsi makanan instan dan penggunaan bumbu-bumbu penyedap selain garam. Kepatuhan adalah tingkat seseorang dalam melaksanakan suatu aturan dalam dan perilaku yang disarankan. Faktor yang mempengaruhi kepatuhan yaitu motivasi dari keluarga, keluarga dapat menjadi faktor yang berpengaruh dalam menentukan keyakinan dan nilai kesehatan bagi individu serta memainkan peran penting dalam program perawatan dan pengobatan (Novian, 2013).

Faktor lain yaitu jenis kelamin, laki-laki beresiko 0,32 kali untuk tidak patuh terhadap diet hipertensi dibanding responden yang berjenis kelamin perempuan. Faktor lainnya pendidikan merupakan domain yang sangat penting untuk menentukan tindakan seseorang, sehingga perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih bertahan lama dibandingkan dengan yang tidak atau semakin tinggi pengetahuan seseorang diharapkan perilakunya juga semakin baik (Miyusliani dan Jasrida, 2011).

5.2.7 Asupan Natrium

Data asupan natrium dikelompokkan menjadi dua yaitu cukup dan tinggi. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan asupan natrium dalam tabel sebagai berikut :

TABEL 5.7

DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN ASUPAN NATRIUM DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH

KABUPATEN BANDUNG BARAT

Persen rata- rata asupan natrium dari makanan instan yaitu 26,58%. Persen rata-rata asupan dari bahan makanan segar yaitu 10,55% dan 62,87% dari bumbu. Asupan natrium terendah yaitu 828,62 mg dan asupan natrium tertinggi yaitu 7597,88 mg.

Rata-rata konsumsi sampel melebihi 2000 mg/hari yaitu 2456,17 mg.

Hal ini melebihi batas yang sudah di anjurkan. Dari 38 orang sampel yang memiliki asupan natrium yang tinggi ada sebanyak 22 orang atau 57,9%.

Jika dibandingkan dengan survei SKMI (52,7%) angka ini tidak jauh berbeda. Asupan natrium terendah dalam penelitian ini 828,62 mg hal ini di karenakan sampel pernah melakukan diet hipertensi. Untuk asupan tertinggi yaitu 7597,88 mg sampel ini sering konsumsi kecap dalam jumlah yang banyak (60 gr) setiap harinya. Selain itu sampel juga memasak tidak hanya menggunakan garam tetapi menggunakan bumbu penyedap lainnya seperti royco setiap kali masak.

Asupan natrium berkaitan dengan penyakit hipertensi. Hasil analisis data SKMI 2014 menunjukkan, rata-rata asupan natrium penduduk Indonesia secara keseluruhan adalah 2674 mg per orang per hari. atau melebihi batas yang ditetapkan dalam Permenkes No. 30 tahun 2013.

Proporsi penduduk yang mengonsumsi natrium > 2000 mg per hari atau setara dengan garam > 5 gram per hari sebesar 52,7 persen. Asupan ini sudah termasuk penggunaan bumbu seperti garam (Prihatini dkk, 2016).

Cara memperkirakan penggunaan bumbu, termasuk garam pada makanan yang dikonsumsi dan berasal dari makanan di rumah, dilakukan dengan pendekatan penambahan garam pada saat pengolahan makanan di tingkat rumah tangga. Perhitungan jumlah garam yang dikonsumsi per orang adalah jumlah garam yang ditambahkan pada saat pengolahan makanan, dibagi jumlah anggota rumah-tangga. Khusus untuk anak balita, perkiraannya adalah sepertiga dari orang dewasa (Kemenkes, 2014).

5.2.8 Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman Instan

Data frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan dikelompokkan menjadi tiga yaitu beresiko tinggi, resiko sedang dan tidak beresiko. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan dalam tabel sebagai berikut :

TABEL 5.8

DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN

Pada tabel 5.8 dapat dilihat konsumsi makanan instan secara keseluruhan dapat dilihat dari 38 sampel yang beresiko tinggi ada 34 orang (89,5%). Sampel yang beresiko sedang ada 4 orang (10,5%) dan yang tidak beresiko 0%. Konsumsi minuman instan dapat dilihat dari 38 sampel yang beresiko tinggi ada 32 orang (84,2%). Sampel yang beresiko sedang ada 5 orang (13,2%) dan yang tidak beresiko ada 1 orang (2,6%).

TABEL 5.9

DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN INSTAN PER SUMBER MAKANAN

Makanan/Minuman Instan n %

Pada tabel 5.9 dapat dilihat dari 38 orang konsumsi olahan dari karbohidrat lebih banyak yang beresiko, sampel yang beresiko tinggi ada sebanyak 28 orang (73,7 %). Sedangkan yang paling sedikit beresiko tinggi pada makanan olahan nabati. Dapat dilihat dari 38 sampel yang beresiko tinggi tidak ada (0%). Sampel yang beresiko sedang ada 5 orang (13,2%) dan yang tidak beresiko ada 33 orang (86,8%).

Makanan dan minuman instan adalah makanan dan minuman yang dikemas dalam plastik atau kaleng yang cara mengkonsumsinya hanya membutuhkan waktu sebentar. Makanan dan minuman instan kian digemari oleh berbagai kalangan. Makanan dan minuman instan merupakan suatu alternative makan dan minum bagi seseorang. Makanan dan minuman instan mendapat respon yang positif bagi masyarakat terbukti dengan semakin membanjirnya produk instan seperti mie instan, sup instan, nasi

Bahan Makanan n %

instan, bubur instan, sirup instan. Namun perlu di waspadai karena produk instan biasanya tiggi natrium (Islamiyati, 2014).

Makanan instan sebagian besar merupakan kombinasi dari karbohidrat, lemak dan garam. Makanan instan sering dikaitkan dikaitkan dengan peningkatan risiko insiden hipertensi. Minuman instan biasanya mengandung natrium bikarbonat sebagai pengawetnya (WHO, 2003).

Dilihat dari hasil penelitian untuk makanan instan paling banyak resiko tingginya yaitu pada jenis makanan olahan dari serealia, tepung dan umbi-umbian. Yang beresiko tinggi yaitu 28 orang atau sebesar 73,7 %.

Makanan instan yang paling banyak tidak beresiko yaitu pada jenis olah nabati sebanyak 33 orang atau 86,8%. Apabila digabungkan hasilnya pada makanan instan yang beresiko tinggi yaitu 34 orang atau sebesar 89,5%.

Berdasarkan tabel untuk minuman instan yang beresiko tinggi sebanyak 32 orang atau 84,2%.

Konsumsi dari peningkatan produk makanan instan disebabkan oleh peningkatan urbanisasi, waktu, kenyamanan, perubahan gaya hidup dan meningkatnya tingkat pengaruh di kelompok berpenghasilan menengah.

Mie ditemukan setiap hari di rak-rak dapur setiap rumah tangga di India.

Ketersediaan yang siap pakai, dan penghematan waktu adalah alasan untuk mengkonsumsi produk makanan instan (Srinivasan et al, 2014).

5.2.9 Hipertensi

Data hipertensi dikelompokkan menjadi dua yaitu tidak hipertensi dan hipertensi. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan hipertensi dalam tabel sebagai berikut :

TABEL 5.10

DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN HIPERTENSI DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH

KABUPATEN BANDUNG BARAT

Pada tabel 5.11 dapat dilihat bahwa dari 38 orang sampel yang menderita hipertensi ada 21 orang (55,3%) dan yang tidak menderita hipertensi ada 17 orang (44,7%).

Hasil penelitian dari 38 sampel yang hipertensi lebih banyak dibandingkan yang tidak hipertensi. Jumlah yang hipertensi ada 21 orang atau 55,3% dan yang tidak hipertensi 17 orang atau 44,7%. Hal ini sama dengan penelitian terhadap 100 responden didapati jumlah responden hipertensi lebih banyak yaitu 57 orang (57%) dari pada responden yang tidak hipertensi 43 orang (43%) (Gerungan dkk 2016). Jika dibandingkan dengan penelitian Gerungan angka hipertensinya tidak terlalu jauh berbeda. Jika dibandingkan dengan hasil Riskesdas 2018 angka hipertensi di Indonesia sekitar 34,1% yang berarti hasil penelitian di atas angka nasional.

Hipertensi disebut sebagai si pembunuh senyap karena gejalanya sering tanpa keluhan. Biasanya, penderita tidak mengetahui kalau dirinya mengidap hipertensi dan baru diketahui setelah terjadi komplikasi. Data WHO 2015 menunjukkan sekitar 1,13 miliar orang di dunia menderita hipertensi. Artinya, 1 dari 3 orang di dunia terdiagnosis menderita hipertensi, hanya 36,8% di antaranya yang minum obat (Depkes, 2018).

Klasifikasi hipertensi menurut JNC 8 (2015) dikatakan hipertensi apabila tekanan darah 140/90 mmHg. Tetapi menurut AHA (2017) ada target baru untuk tekanan darah dan rekomendasi pengobatan. Selama bertahun-tahun, hipertensi diklasifikasikan tekanan darah 140/90 mmHg

Hipertensi n %

Tidak Hipertensi 17 44,7

Hipertensi 21 55,3

Jumlah 38 100

atau lebih tinggi, tetapi pedoman baru mengklasifikasikan hipertensi apabila tekanan darah 130/80 mm Hg atau lebih tinggi.

5.3 Analisis Bivariat

5.3.1 Gambaran Kejadian Hipertensi Bedasarkan Asupan Natrium Hasil analisa deskriptif untuk mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan asupan natrium ditampilkan dalam tabel silang di bawah ini :

TABEL 5.11

GAMBARAN KEJADIAN HIPERTENSI BEDASARKAN ASUPAN NATRIUM DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN

NGAMPRAH KABUPATEN BANDUNG BARAT

Pada tabel 5.12 dapat dilihat asupan natrium tinggi pada hipertensi ada 13 orang (59,1%) dan asupan natrium cukup pada hipertensi ada 8 orang (50%). Pada yang tidak hipertensi asupan natrium yang cukup ada 8 orang (50%) dan asupan natrium tinggi ada 9 orang (44,7%).

Dari hasil dapat dilihat asupan natrium tinggi dengan hipertensi dan tidak hipertensi hampir sama. Hal ini disebabkan oleh kebiasaan makan sampel yang sering menggunakan bumbu selain garam sehingga asupan natriumnya tinggi walaupun tidak hipertensi hal ini disebabkan karena bukan hanya asupan natrium tinggi saja yang menjadi penyebab hipertensi tetapi ada juga faktor lainnya, begitupun dengan asupan natrium cukup tetapi hipertensi.

Hipertensi telah lama diketahui sebagai penyakit yang melibatkan banyak faktor baik faktor internal seperti jenis kelamin, umur, genetik dan

Dokumen terkait