GAMBARAN ASUPAN NATRIUM, FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI DI UPT
PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH KABUPATEN BANDUNG BARAT
TUGAS AKHIR
diajukan untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan pendidikan Program Diploma 3 Kesehatan Bidang Gizi
Oleh
FATHIA TRIANI JASMIN NIM P17331116074
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA 3
2019
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Akhir dengan judul “Gambaran Asupan Natrium, Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat” ini telah diujikan dan dinyatakan lulus pada tanggal 17 Mei 2019.
Tim Ujian Tugas Akhir Tahun 2019
Ketua Ujian Tanda Tangan
Agustina Indri H, SST, M.Gizi ...
Anggota Penguji
1. Widartika, SKM, MPH ...
2. Witri Priawantiputri, S.Gz, M.Gizi ...
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG KETUA JURUSAN GIZI
Dr. Judiono, MPS NIP. 196401081988031001
LEMBAR PENGESAHAN
Tugas Akhir dengan judul “Gambaran Asupan Natrium, Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat” ini telah memperoleh persetujuan dan telah diujikan pada tanggal 17 Mei 2019.
Pembimbing,
Witri Priawantiputri, S.Gz, M.Gizi NIP.198607212010122003
ABSTRAK
Jasmin, Fathia Triani. 2019. Gambaran Asupan Natrium, Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Tugas Akhir. Program Studi Diploma 3. Jurusan Gizi.
Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung. Pembimbing: Witri Priawantiputri, S.Gz, M.Gizi
Hipertensi merupakan salah satu faktor kematian global dan diperkirakan menyebabkan 9,4 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun. Riskesdas tahun 2013 prevalensi hipertensi untuk usia ≥18 tahun sebesar 25,8%.
Tahun 2018 prevalensi hipertensi meningkat menjadi 34,1%. Salah satu faktor yang menyebabkan hipertensi yaitu asupan natrium dan frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan. Tujuan penelitian ini mengetahui gambaran asupan natrium, frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan dengan kejadian hipertensi di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Desain penelitian ini menggunakan Studi cross sectional dengan jumlah sampel sebanyak 38 orang. Hasil penelitian asupan natrium yang tinggi ada sebanyak 57,9% dan asupan natriumnya cukup sebanyak 42,1%. Konsumsi frekuensi makanan instan yang beresiko 89,5%, yang beresiko sedang 10,5%. Konsumsi frekuensi minuman instan yang beresiko tinggi 84,2% dan sampel yang beresiko sedang 13,2%. Asupan natrium tinggi dan hipertensi 59,1%, frekuensi konsumsi makanan instan yang beresiko tinggi dan hipertensi ada 55,9%, dan frekuensi konsumsi minuman instan yang beresiko tinggi dan hipertensi 53,1%. Perlu dilakukan penyuluhan agar menghindari terjadinya hipertensi dikarenakan asupan natrium yang berlebih.
Kata Kunci : Asupan Natrium, Makanan Instan, Minuman Instan, Hipertensi
i
berjudul “Gambaran Asupan Natrium, Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat”
dengan baik. Penyusunan Tugas Akhir ini tidak terlepas dari bantuan dan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis mengucapkan terimakasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Bapak Dr. Judiono, MPS, selaku ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung
2. Keluarga terutama orang tua yang telah memberikan dukungan secara moril maupun materil.
3. Ibu Witri Priawantiputri, S.Gz. M.Gizi, selaku pembimbing yang telah membimbing dalam penyusunan Tugas Akhir ini.
4. Ibu Nitta Isdiany, MKes, selaku dosen metodologi penelitian yang telah membimbing dalam penyusunan Tugas Akhir Ini.
5. Ibu Agustina Indri Hapsari, SST, M.Gizi selaku Pembimbing Akademik.
6. Teman-teman yang telah membantu, dalam pembuatan Tugas Akhir Ini : Dhiya, Stefani, Febi, Novi dan Gen Bentar.
Semoga Tugas Akhir Ini dapat bermanfaat terhadap pengembangan ilmu gizi. Saran dan kritik yang membangun penulis harapkan demi perbaikan dan pengembangan Tugas Akhir Ini.
Cimahi, Mei 2019
Penulis
ii
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... v
DAFTAR GAMBAR ... vi
DAFTAR LAMPIRAN ... vii
BAB IPENDAHULUAN ... 1
1.1 Latar Belakang ... 1
1.2 Rumusan Masalah ... 4
1.3 Tujuan Penelitian ... 4
1.3.1 Tujuan Umum ... 4
1.3.2 Tujuan Khusus ... 4
1.4 Ruang Lingkup ... 5
1.5 Manfaat Penelitian ... 5
1.5.1 Bagi Peneliti ... 5
1.5.2 Bagi Sampel ... 5
1.5.3 Bagi Poltekkes Jurusan Gizi ... 5
1.6 Keterbatasan Penelitian... 5
BAB IITINJAUAN PUSTAKA ... 6
2.1 Hipertensi ... 6
2.1.1 Pengertian Hipertensi ... 6
2.1.2 Klasifiksasi Hipertensi ... 7
2.1.3 Jenis-Jenis Hipertensi ... 7
2.1.4 Epidemiologi Hipertensi... 9
2.1.5 Patofisiologi Hipertensi ... 10
2.1.6 Faktor Risiko Hipertensi ... 11
2.1.7 Tanda Dan Gejala Hipertensi ... 13
2.1.8 Dampak Hipertensi... 13
2.1.9 Diet Hipertensi ... 14
2.2 Asupan Natrium... 15
2.2.1 Definisi ... 15
2.2.2 Kebutuhan Natrium ... 15
iii
2.2.3 Sumber Natrium ... 15
2.2.4 Hubungan Asupan Natrium Dengan Hipertensi ... 17
2.3 Frekuensi Konsumsi Makanan Dan Minuman Instan ... 18
2.3.1 Definisi Makanan Dan Minuman Instan ... 18
2.3.2 Jenis-Jenis Makanan Dan Minuman Instan ... 19
2.2.3 Kandungan Natrium Dalam Makanan Dan Minuman Instan... 20
2.3.4 Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan Dan Minuman Instan Dengan Hipertensi ... 20
BAB IIIKERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL... 23
3.1 Kerangka Konsep ... 23
3.2 Definisi Operasional ... 24
3.2.1 Hipertensi... 24
3.2.2 Asupan Natrium ... 24
3.2.3 Frekuensi Konsumsi Makanan Instan ... 25
3.2.4 Frekuensi Konsumsi Minuman Instan ... 25
BAB IVMETODE PENELITIAN ... 27
4.1 Desain Penelitian ... 27
4.2 Waktu Dan Tempat Penelitian ... 27
4.2.1 Waktu Penelitian... 27
4.2.2 Tempat Penelitian ... 27
4.3 Populasi Dan Sampel... 27
4.4 Jenis Dan Cara Pengumpulan Data ... 28
4.4.1 Data Primer ... 28
4.4.2 Data Sekunder ... 28
4.5 Pengolahan Data ... 29
4.5.1 Pengolahan Data... 29
4.5.2 Analisis Data ... 30
BAB VHASIL DAN PEMBAHASAN ... 31
5.1 Karakteristik Sampel... 31
5.2 Analisis Univariat... 31
5.2.1 Usia... 31
5.2.2 Jenis Kelamin... 32
5.2.3 Pendidikan ... 33
5.2.4 Kebiasaan Merokok ... 35
iv
5.2.5 Konsumsi Obat ... 36
5.2.6 Riwayat Diet Hipertensi ... 37
5.2.7 Asupan Natrium ... 38
5.2.8 Frekuensi Konsumsi Makanan Dan Minuman Instan... 40
5.2.9 Hipertensi... 42
5.3 Analisis Bivariat ... 44
5.3.1 Gambaran Kejadian Hipertensi Bedasarkan Asupan Natrium ... 44
5.3.2 Gambaran Kejadian Hipertensi Bedasarkan Frekuensi Konsumsi Makanan Dan Minuman Instan ... 45
BAB VIKESIMPULAN DAN SARAN ... 49
6.1 Kesimpulan ... 49
6.2 Saran... 49
DAFTAR PUSTAKA ... 51
LAMPIRAN ... 57
v
MENURUT JNC 7... 7 2.2 KANDUNGAN NATRIUM PADA BUMBU PENYEDAP... 17 2.3 KANDUNGAN MAKANAN TINGGI NATRIUM
(mg /100 g BAHAN MAKANAN)... 18 2.4 KANDUNGAN NATRIUM DALAM MAKANAN DAN
MINUMANINSTAN PER 100 GRAM... 21 5.1 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN USIA... 31 5.2 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN JENIS KELAMIN 33 5.3 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN PENDIDIKAN.. 34 5.4 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN KEBIASAAN
MEROKOK... 35 5.5 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN KONSUMSI
OBAT... 36 5.6 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN DIET
HIPERTENSI... 37 5.7 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN ASUPAN
NATRIUM... 38 5.8 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN FREKUENSI
KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN... 40 5.9 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN FREKUENSI
KONSUMSI MAKANAN INSTAN/SUMBER MAKANAN.. 40 5.10 DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN HIPERTENSI 43 5.11 GAMBARAN KEJADIAN HIPERTENSI BEDASARKAN
ASUPAN NATRIUM... 44 5.12 GAMBARAN KEJADIAN HIPERTENSI BEDASARKAN
FREKUENSI MAKANA INSTAN... 46 5.13 GAMBARAN KEJADIAN HIPERTENSI BEDASARKAN
FREKUENSI MINUMAN OLAHAN... 46
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
3.1 GAMBARAN ASUPAN NATRIUM, FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI... 24
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1 NASKAH PENJELASAN PENELITIAN... 57 2 PERSETUJUAN SETELAH PENELITIAN... 58 3 KUESIONER PENGUMPULAN DATA KARAKTERISTIK
SAMPEL... 59 4 FORMULIR SQFFQ... 60 5 HASIL OLAH DATA... 64
1 BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipertensi merupakan salah satu faktor kematian global dan diperkirakan menyebabkan 9,4 juta kematian di seluruh dunia setiap tahun.
Pada tahun 2008, di seluruh dunia, sekitar 40% dari orang dewasa berusia 25 tahun ke atas telah didiagnosis hipertensi. Jumlah orang dengan kondisi ini meningkat dari 600 juta pada tahun 1980 menjadi 1 miliar pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Data WHO 2011 penderita hipertensi secara global sebesar 38,2 %, sedangkan di wilayah Asia Tenggara prevalensi hipertensi sebesar 36%.
Tekanan darah tinggi bertanggungjawab atas kematian 1,5 juta jiwa setiap tahun di kawasan Asia. Di Indonesia terjadi peningkatan tekanan darah tinggi dari 8% pada tahun 1995 meningkat menjadi 32% pada tahun 2008 (WHO, 2011).
Prevalensi Hipertensi di Indonesia tahun 2013 untuk usia ≥18 tahun sebesar 25,8%, tertinggi di Kepulauan Bangka Belitung (30,9%), sedangkan terendah di Papua sebesar (16,8%). Berdasarkan data tersebut dari 25,8% orang yang mengalami hipertensi hanya 1/3 yang terdiagnosis, sisanya 2/3 tidak terdiagnosis. Jawa Barat merupakan salah satu provinsi yang mempuyai angka prevalensi yang tinggi dari angka nasional (29,4%) (Riskesdas, 2013). Angka nasional prevalensi hipertensi meningkat tahun 2018 menjadi 34,1% (Riskesdas, 2018).
Hipertensi di Indonesia merupakan penyebab kematian nomor 3 setelah stroke dan tuberkulosis, dimana proporsi kematiannya mencapai 6,7% dari populasi kematian pada semua umur (Depkes, 2010).
Hipertensi berkontribusi pada beban penyakit jantung, stroke dan gagal ginjal dan kematian dini dan cacat. Hipertensi bertanggung jawab atas setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung (WHO, 2013).
Faktor yang menyebabkan hipertensi ada 2 macam yaitu faktor yang bisa dikendalikan dan faktor yang tidak bisa dikendalikan. Faktor-faktor yang tidak dapat dimodifikasi atau sulit untuk dikendalikan yaitu riwayat penyakit keluarga (tekanan darah tinggi), ras / etnis, bertambahnya usia, jenis kelamin (laki-laki), penyakit ginjal kronis, obstructive sleep apnea serta status sosial ekonomi dan stres psikososial juga menjadi faktor risiko untuk hipertensi (AHA, 2017). Faktor yang bisa dikendalikan adalah merokok dan terpapar asap rokok orang lain, diabetes, gemuk atau kelebihan berat badan, klesterol tinggi, kurang aktivitas fisik serta diet yang tidak sehat (tinggi natrium, rendah kalium, minum terlalu banyak alkohol dan makanan cepat saji) (AHA, 2017).
Hasil Penelitian Mulyati dkk, (2011), menunjukan mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang tinggi berisiko 5,6 kali lebih besar terkena hipertensi dibandingkan dengan yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang rendah. Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Mamoto Fifi dkk, (2013), terdapat hubungan yang bermakna antara asupan natrium dengan kejadian hipertensi di Puskesmas Tumaratas bahwa responden yang mengkonsumsi asupan natrium berlebih memiliki peluang 4,063 kali lebih besar menderita hipertensi dibandingkan dengan responden yang mengkonsumsi natrium cukup.
Asupan natrium yang tinggi akan menyebabkan peningkatan tekanan darah yang terjadi karena adanya peningkatan cairan tubuh (volume plasma). Volume darah yang menigkat membuat jantung harus mempompa lebih cepat sehingga tekanan darah naik (Polii et al, 2016).
Asupan natrium yang tinggi menyebabkan tubuh menahan air, hipertropi sel adiposit akibat proses lipogenik pada jaringan lemak putih, jika berlangsung terus menerus akan menyebabkan penyempitan saluran pembuluh darah
oleh lemak dan berakibat pada peningkatan tekanan darah (Kautsar et al, 2014).
Makanan cepat saji atau makanan instant dan minuman instan mengandung banyak natrium di dalamnya. Konsumsi makanan dan minuman instan sulit di kontrol dan saat ini menjadi trend terutama bila terbiasa mengonsumsi makanan di luar rumah seperti di warung, restoran, atau membeli makanan instan yang siap makan. Penelitian di Amerika menunjukkan, rata-rata kandungan natrium pada makanan kemasan komersial tergolong tinggi. Produk daging olahan memiliki rata-rata kandungan natrium sebesar 966 mg per porsi, salad dressing sebesar 1072 mg per 100 gram. Kandungan natrium mi instan per takaran saji yaitu antara 830-1470 mg atau serata dengan 976.5-2418.2 mg per 100 gram (Wulandari, 2016).
Konsumsi makanan dan minuman cepat saji seperti makanan instan cenderung meningkat. Salah satu makanan instan yang paling sering di konsumsi yaitu mi instan. Menurut data World Instant Noodles Association tahun 2015, 97,7 miliar porsi mi instan dikonsumsi pada tahun 2015.
Sebanyak 270 juta porsi dimakan setiap hari. Indonesia berada pada peringkat kedua dunia setelah China/ Hongkong yang mengonsumsi mi instan terbanyak. Indonesia mengkonsumsi mi instan sebesar 13.2 juta bungkus per tahun (WINA 2015).
Sebuah penelitian Thawornchaisit et al, (2013) makanan instan meningkatkan kejadian hipertensi pada laki-laki. Hal ini berbeda dengan penelitian di Harvard University melaporkan risiko sindrom metabolik 68%
lebih tinggi di kalangan wanita yang mengonsumsi mi instan ≥ dua kali / minggu, tetapi tidak pada pria. Penelitian Huh et al, (2017) menemukan bahwa seringnya konsumsi mi instan dikaitkan dengan peningkatan tekanan darah diastolik pada wanita.
Penelitian Wulandari (2016) konsumsi makanan instan meningkatkan kejadian prahipertensi 5 kali lebih tinggi dibandingkan tidak mengonsumsi makanan instan. Meskipun belum menjadi hipertensi, namun
individu yang mengalami prahipertensi dapat berkembang menjadi hipertensi apabila tidak segera mendapatkan perhatian dan penanganan dengan mengubah gaya hidup untuk menurunkan tekanan darah. Untuk konsumsi minuman instan Wulandari (2016) menyatakan tidak ada hubungan signifikan antara minuman instan dengan kejadian prehipertensi.
UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat merupakan perkantoran yang berada di perkotaan Kabupaten Bandung Barat. Pegawai perkantoran cenderung memilih makanan instan untuk dikonsumsi karena kepraktisannya. Berdasarkan uraian diatas, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian Gambaran Asupan Natrium, Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan Kejadian Hipertensi di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.
1.2 Rumusan Masalah
Bagaimana gambaran asupan natrium, frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan dengan kejadian hipertensi di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat?
1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui gambaran asupan natrium, frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan dengan kejadian hipertensi di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.
1.3.2 Tujuan Khusus
1. Mengetahui gambaran asupan natrium di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.
2. Mengetahui gambaran frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.
3. Mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan asupan natrium.
4. Mengetahui gambaran kejadian hipertensi berdasarkan frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan.
1.4 Ruang Lingkup
Ruang lingkup penelitian ini dibatasi pada asupan natrium, frekuensi asupan makanan dan minuman instan dan kejadian hipertensi.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti
Penelitian ini sebagai sarana meningkatkan pengetahuan dan wawasan mengenai faktor risiko terjadinya hipertensi.
1.5.2 Bagi Sampel
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi serta menambah pengetahuan dan pemahaman sampel mengenai faktor risiko terjadinya hipertensi.
1.5.3 Bagi Poltekkes Jurusan Gizi
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat membantu pengembangan ilmu pengetahuan bagi institusi dan dapat menjadi referensi dalam rangka menambah wawasan bagi mahasiswa dengan penelitian yang sejenis.
1.6 Keterbatasan Penelitian
Kemungkinan responden tidak dapat mengingat seluruh makanan yang di konsumsi dalam sebulan terakhir. Agar meminimalisasi bias peneliti membantu responden dengan menanyakan kebiasan makan responden dan menyakan kembali apakah ada makanan yang terlewat atau makanan lain yang dikonsumsi. Selain itu responden sulit mengetahui seberapa banyak konsumsi makan/minuman dalam bentuk URT, maka peneliti membantu responden dengan menunjukan food photograph. Selain itu peneliti juga tidak menanyakan kepatuhan konsumsi obat hipertensi.
6 BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Hipertensi
2.1.1 Pengertian Hipertensi
Tekanan darah adalah tekanan dari aliran darah dalam pembuluh nadi arteri. Jantung berdetak, lazimnya 60 hingga 70 kali dalam 1 menit pada kondisi istirahat (duduk atau berbaring), darah dipompa menuju darah melalui arteri. Tekanan darah sistolik adalah tekanan darah paling tinggi terjadi ketika jantung berdetak/ berkontraksi memompa darah. Tekanan diastolik adalah tekanan darah menurun saat jantung rileks diantara dua denyut nadi (Fitriani dan Nilamsari, 2017).
Tekanan darah yang tinggi disebut hipertensi. Hipertensi berasal dari kata Latin hyper yang berarti super atau luar biasa, dan kata Latin tensio yang berarti tegangan atau tekanan sehingga diartikan tekanan yang luar biasa dan sekarang terkenal dengan nama tekanan darah tinggi atau hipertensi (Noerhadi, 2008).
Menurut Kemenkes RI hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari 140 mmHg dan tekanan darah diastolik lebih dari 90 mmHg pada dua kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup istirahat/tenang (Kemenkes RI, 2014).
Hipertensi adalah gejala peningkatan tekanan darah yang mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi yang dibawa oleh darah terhambat sampai ke jaringan tubuh yang membutuhkan. Dikatakan hipertensi apabila tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau lebih dan tekanan diastolik mencapai 90 mmHg atau lebih (Khasanah, 2012).
2.1.2 Klasifiksasi Hipertensi
Klasifikasi hipertensi untuk usia 18 tahun atau lebih menurut JNC 7 dibagi menjadi 4 berdasarkan tekanan darahnya yaitu normal, prehipertensi, hipertensi stage 1 dan hipertensi stage 2.
TABEL 2.1
KLASIFIKASI HIPERTENSI UNTUK USIA 18 TAHUN ATAU LEBIH MENURUT JNC 7
Sumber : JNC 7 express The Seventh Report of the Joint National Committee on Prevention, Detection, Evaluation, andTreatment of High Blood Pressure
2.1.3 Jenis-Jenis Hipertensi
1. Berdasarkan penyebab hipertensi di bagi menjadi dua yaitu : 1) Hipertensi Primer/Hipertensi Esensial
Hipertensi primer merupakan suatu peningkatan presisten tekanan arteri yang dihasilkan oleh ketidakteraturan mekanisme kontrol homeostatik normal. Hipertensi ini tidak diketahui penyebabnya dan mencakup ± 90%
dari kasus hipertensi. Umumnya hipertensi esensial tidak disebabkan oleh faktor tunggal, melainkan karena berbagai faktor yang saling berkaitan (Pramana, 2016).
Faktor yang paling mungkin berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial adalah faktor genetik, karena penyakit hipertensi sering terjadi secara turun temurun dalam suatu keluarga (Pramana, 2016).
Banyak ahli yang percaya bahwa hipertensi primer disebabkan oleh berbagai faktor dari gaya hidup seperti diet, olahraga dan rokok (Casey dan Benson, 2012).
Klasifikasi
Tekanan Darah (mmHg)
Sistolik Diastolik
Normal <120 dan <80
Prehipertensi 120-139 atau 80-90
Hipertensi Stage I 140-159 Atau 90-99
Hipertensi Stage II ≥160 Atau ≥ 100
2) Hipertensi Sekunder/Hipertensi Non Esensial
Hipertensi yang diketahui penyebabnya. Hipertensi sekunder merupakan hipertensi yang disebabkan karena pembuluh darah atau organ tertentu, seperti ginjal, kelenjar adrenal dan aorta. Pada sekitar 5-10%
penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1- 2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya pil KB). Penyebab lain yang jarang adalah fekromositoma yaitu tumor pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau norepinefrin (noradrenalin) (Junaidi, 2010).
Penyebab hipertensi sekunder yang paling umum adalah :
Renal Artery Stenosis merupakan penyempitan arteri yang menyuplai darah ke ginjal hal ini terjadi karena ada plak pada dinding arteri.
Kasus ini dapat terjadi pada wanita muda, beberapa kasus membutuhkan bedah bypass, tetapi banyak yang berhasil dengan pelaksanaan angioplasty (Casey dan Benson, 2012).
Hyperaldosteronis adalah salah satu penyebab dari hipertensi sekunder. Hyperaldosteronism adalah produksi berlebih hormon aldosteron, hormon ini dibuat dalam kelenjar adrenal yang berfungsi untuk membantu ginjal dalam pengaturan level potasium dan sodium.
Hyperaldosteronism menyebabkan tubuh menahan/kelebihan sodium dan kehilangan pottasium yang memicu hipertensi, penambahan berat badan, lemah otot dan penahanan air (bengkak) (Casey dan Benson, 2012).
Hyperparathyroidism, prevalensi hipertensi meningkat pada pasien hiperparatiroidisme. Antara 30% dan 50% memiliki kenaikan tekanan arteri dan hipertrofi ventrikel yang ringan atau sedang. Mekanisme hipertensi dan hiperparatoroid tidak diketahui dengan pasti, tetapi mungkin terkait dengan efek gabungan dari hiperkalasemia ekstraseluler dan kelebihan hormon paratiroid (Semple, 2003).
2. Berdasarkan bentuknya hipertensi di bagi menjadi dua yaitu : 1) Hipertensi Sistolik Terisolasi
Hipertensi sistolik terisolasi merupakan hipertensi yang terjadi apabila tekanan diastolik mencapai 140 mmHg atau lebih tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg. Hipertensi ini sering ditemukan pada orang tua. Sejalan dengan pertambahan usia, dimana tekanan sistolik akan terus meningkat hingga usia 80 tahun dan tekanan diastolik meningkat hingga usia 55-60 tahun, kemudian secara perlahan akan menurun (Junaidi, 2010).
2) Hipertensi Maligna
Hipertensi maligna dikenal sebagai hipertensi ganas. Hipertensi ini ditandai dengan tekanan darah yang naik dengan tiba-tiba dan cepat sehingga diastolik diatas 130-140 mmHg. Hipertensi ini banyak terjadi pada pasien hipertensi sekunder, pada hipertensi primer kejadiannya <1% (Gray et al, 2005).
Hipertensi maligna diikuti dengan gejala seperti sakit kepala, napas pendek, nyeri dada, mual, muntah, penglihatan kabur, kejang dan hilang kesadaran. Hipertensi maligna merupakan kondisi darurat yang membuat seseorang tiba-tiba berisiko serangan jantung, stroke, kerusakan ginjal permanen dan pendarahan di otak (Casey dan Benson, 2012).
2.1.4 Epidemiologi Hipertensi
Penyakit hipertensi merupakan peningkatan tekanan darah yang memberikan gejala berlanjut untuk suatu target organ, seperti stroke untuk otak, penyakit jantung koroner untuk pembuluh darah jantung dan untuk otot jantung. Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan masyarakat yang ada di Indonesia maupun di beberapa negara yang ada di dunia (Widyaningrum, 2012).
Prevalensi hipertensi meningkat pada banyak orang negara-negara di kawasan Asia. Hipertensi di India meningkat dari 5% pada tahun 1960 menjadi hampir 12% pada tahun 1990, menjadi lebih dari 30% di 2008.
Kementerian Kesehatan di Myanmar melaporkan peningkatan prevalensi hipertensi, dari 18% menjadi 31% pada pria, dan dari 16% hingga 29% pada wanita selama periode tahun 2004–2009. Di Indonesia, persentase orang
dewasa populasi dengan peningkatan tekanan darah meningkat dari 8%
pada tahun 1995 menjadi 32% pada tahun 2008 (WHO, 2013).
Diperkirakan sekitar 80 % kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang tahun 2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini dan pertambahan penduduk saat ini (Armilawaty dan Amiruddin, 2007). Angka nasional prevalensi hipertensi saat ini adalah 34,1%. Angka ini meningkat dibandingkan prevalensi tahun 2013 yaitu 25,8% (Riskesdas, 2018).
2.1.5 Patofisiologi Hipertensi
Mekanisme terjadinya hipertensi adalah melalui terbentuknya angiostensin II dari angiostensin I oleh Angiostensin I Converting Enzyme (ACE). ACE memegan peran fisiologis penting dalam mengatur tekanan darah. Darah mengandung angiostensinogen yang diproduksi di hati.
Selanjutnya oleh hormon, renin (diproduksi oleh ginjal) akan diubah menjadi angiostensin I. ACE yang terdapat di paru-paru mengubah angiostensin I menjadi angiostensin II. Angiostensin II inilah yang memiliki peranan kunci dalam menaikkan tekanan darah melalui dua aksi utama (Widyaningrum, 2012).
Aktivitas pertama adalah meningkatkan sekresi hormon antidiuretik (ADH) dan rasa haus. ADH diproduksi di hipotalamus (kelenjar pituitari) dan bekerja pada ginjal untuk mengatur osmolalitas dan volume urin. Dengan meningkatnya ADH, sangat sedikit urin yang diekskresikan ke luar tubuh (antidiuresis), sehingga menjadi pekat dan tinggi osmolalitasnya. Untuk mengencerkannya, volume cairan ekstraseluler akan ditingkatkan dengan cara menarik cairan dari bagian intraseluler. Akibatnya, volume darah meningkat, dan mengakibatkan tekanan darah naik (Rusdi, 2009).
Aktivitas kedua adalah menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal. Aldosteron merupakan hormon steroid yang memiliki peranan penting terutama pada ginjal. Untuk mengatur volume cairan ekstraseluler,
aldosteron akan bekerja mengurangi ekskresi NaCl (garam) dengan cara mereabsorpsinya dari tubulus ginjal. Naiknya konsentrasi NaCl akan diencerkan kembali dengan cara meningkatkan volume cairan ekstraseluler yang pada gilirannya akan meningkatkan volume dan tekanan darah (Rusdi, 2009).
2.1.6 Faktor Risiko Hipertensi
Faktor yang menyebabkan hipertensi ada 2 macam yaitu faktor yang bisa dikendalikan dan faktor yang tidak bisa dikendalikan.
1. Faktor yang bisa dikendalikan
Berat badan, hasil penelitian menyatakan bahwa dari orang responden ada 21 orang (42,9%) dengan status gizi lebih menderita hipertensi, seseorang dengan status gizi lebih memiliki risiko 1,2 kali untuk menderita hipertensi. Jika berat badan meningkat di atas normal maka hipertensi meningkat pula, penurunan berat badan merupakan pengobatan yang efektif untuk hipertensi. Hull menyatakan bahwa jika berat badan menurun volume total darah berkurang, hormon-hormon yang berkaitan dengan tekanan darah berubah dan tekanan darah menurun (Wiyono, 2016)
Stres, hubungan antara stres dengan hipertensi diduga melalaui saraf simpatis yang dapat meningkatkan tekanan darah secara intermiten.
Apabila stres berlangsung lama dapat mengakibatkan peninggian tekanan darah yang menetap. Meskipun dapat dikatakan bahwa stress emosional benar-benar meningkatkan tekanan darah untuk jangka waktu yang singkat, reaksi tersebut lenyap kembali seiring dengan menghilangnya penyebab stress tersebut (Armilawaty dan Amiruddin, 2007).
Asupan Natrium, natritum adalah kation utama dalam cairan ekstraseluler tubuh yang memiliki fungsi menjaga keseimbangan dan tubuh, serta dalam tansmisi syaraf dan kontraksi otot. Makanan sehari-hari biasanya cukup mengandung natrium yang dibutuhkan dalam kebutuhan natrium sehari. Asupan natrium yang meningkat menyebabkan cairan
darah yang akan meningkatkan volume darah, disamping itu diet tinggi garam dapat mempersempit diameter arteri sehinga jantung harus memompa lebih keras untuk mendorong volume darah yang meningkat melalui ruang yang sempit akibatnya adalah hipertensi (Wiyono, 2016).
Kebiasaan merokok, kebiasaan merokok adalah orang-orang melakukan aktivitas merokok setiap hari dengan jumlah satu batang atau lebih sekurang-kurangnya selama satu tahun. Penelitian terakhir menyebutkan bahwa menjadi salah saru faktor risiko hipertensi yang dapat dicegah. Merokok merupakan faktor risiko yang potensial untuk dihilangkan/ditiadakan dalam upaya melawan arus peningkatan hipertensi khususnya dan penyakit kardiovaskuler di Indonesia. Merokok meningkatkan tekanan darah melalui pelepasan norepinefrin dari ujung- ujung saraf adrenergik yang dipacu oleh nikotin. Risiko merokok pada hipertensi tergantung dengan jumlah rokok yang diisap perhari, tidak tergantung pada lamanya merokok. Merokok lebih dari satu pak per hari memiliki risiko dua kali lebih besar dari yang tidak merokok (Nurrahmani, 2015).
Kurang aktivitas fisik (kurang olahraga), orang dengan gaya hidup yang tidak aktif akan lebih rentan terhadap tekanan darah tinggi. Kurang gerak dapat meningkatkan risiko penyempitan atau penyumbatan pembuluh darah. Kondisi ini pada akhirnya akan meningkatkan risiko hipertensi. Pasien yang tidak biasa olahraga harus diminta berolahraga dengan intensitas sedang dan teratur, misalnya berjalan 30-40 menit per hari (Katsilambros et al, 2014).
2. Faktor yang tidak bisa dikendalikan
Faktor Keluarga/Gen, seseorang yang keluarganya mempunyai riwayat tekanan darah tinggi, penyakit kardiovaskular, diabetes, maka biasanya penyakit itu akan menurun kepada anak-anaknya. Menurut beberapa penelitian, hampir 70-80% kasus hipertensi essensial terjadi karena adanya riwayat hipertensi dalam keluarga (Rusdi, 2009).
Ras, o rang-orang kulit hitam berisiko lebih tinggi menderita hipertensi. Di negara barat orang kulit hitam lebih banyak yang menderita hipetensi dan lebih besar tingkat morbiditas maupun mortalitasnya di bandingkan dengan orang kulit putih (Gray et al, 2005).
Jenis Kelamin, laki-laki lebih berisiko menderita hipertensi lebih awal.
Laki-laki juga mempunyai risiko yang lebih besar terhadap morbiditas dan mortalitas beberapa penyakit kardiovaskular. Pada wanita, setelah usia diatas 50 tahun, wanita mempunya risiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi. Hal ini di karenakan wanita mengalami menopouse sehingga hormon esterogen menurun dan berefek pada tekanan darah yang meningkat (Nurrahmani, 2015).
Usia, pada usia antara 30-65 tahun, tekanan sistolik meningkat rata- rata sebanyak 20 mmHg dan terus meningkat setelah usia 70 tahun.
Peningkatan risiko yang berkaitan dengan faktor usia ini sebagian besar menjelaskan tentang hipertensi sistolik terisolasi dan dihubungkan dengan peningkatan peripheral vascular resistance (hambatan aliran darah dalam pembuluh darah perifer) dalam arteri (Casey dan Benson, 2012).
2.1.7 Tanda dan Gejala Hipertensi
Kebanyakan orang yang mengalami hipertensi tidak memiliki gejala sama sekali. Orang-orang mengira penyakit hipertensi selalu mengalami gejala, tetapi kenyataannya adalah kebanyakan penderita hipertensi tidak ada gejala sama sekali. Terkadang hipertensi menyebabkan gejala seperti sakit kepala, napas pendek, pusing, nyeri dada, palpasi jantung dan hidung berdarah (WHO, 2013).
2.1.8 Dampak Hipertensi
WHO menilai hipertensi sebagai salah satu dari penyebab paling kematian dini di seluruh dunia. Diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian, sekitar 12,8% dari total dari semua kematian. Tekanan tinggi yang berlebihan pada dinding arteri dapat merusak pembuluh darah
bersama dengan fungsi organ. Hal ini meningkatkan risiko untuk beberapa masalah kesehatan yang berbahaya. Salah satunya termasuk serangan jantung, stroke dan penyakit ginjal. Sekitar 70% orang yang mengalami serangan jantung pertama, mereka memiliki riwayat tekanan darah yang tinggi. Sekitar 80% dari penderita stroke mereka memiliki tekanan darah tinggi (Bell et al, 2015).
Komplikasi hipertensi yang lainnya akan mengenai berbagai organ target seperti mata (retinopati) serta arteri perifer (klaudikasio intermiten).
Kerusakan organ-organ tersebut bergantung pada tingginya tekanan darah serta berapa lama tekanan darah tidak terkontrol dan tidak diobati (Muhadi, 2016).
2.1.9 Diet Hipertensi
Diet untuk hipertensi berupa diet rendah garam. Diet rendah garam dibagi menjadi tiga yaitu rendah garam I, rendah garam II dan rendah garam III. Diet redah garam I diberikan kepada pasien hipertensi berat natrium yang diberikan 200-400 mg/hari. Diet rendah garam II diberikan pada pasien hipertensi yang tidak terlalu berat natrium yang diberikan 600-800 mg/hari. Diet rendah garam III diberikan pada pasien hipertensi yang ringan natrium yang diberikan 1000-1200 mg/hari (Almatsier, 2004).
Baru-baru ini ada diet DASH untuk penderita hipertensi. Dietary Approaches to Stop Hypertension (DASH) direkomendasikan sebagai diet untuk penderita hipertensi. DASH berfokus pada peningkatan asupan makanan yang kaya nutrisi yang diharapkan dapat menurunkan tekanan darah, terutama mineral (seperti kalium, kalsium, dan magnesium), protein dan serat. Hasil ditemukan bahwa tekanan darah menurun dengan rencana makan makanan rendah lemak jenuh, kolesterol, dan total lemak dan meningkatkan asupan buah-buahan, sayuran, dan susu bebas lemak atau rendah lemak dan produk susu (NIH, 2006).
2.2 Asupan Natrium 2.2.1 Definisi
Natrium adalah suatu kation utama dalam cairan ekstraseluler yang mempunyai jumlah kecil dalam cairan intaseluler. Natrium dalam makanan sehari-hari cukup yang diperlukan oleh tubuh. Natrium dibutuhkan untuk membantu menjaga keseimbangan cairan tubuh, membantu mengirimkan impuls saraf dan proses kontraksi dan relaksasi otot (Puspita, 2016).
Asupan natrium merupakan hal yang sangat penting pada mekanisme timbulnya peningkatan tekanan darah. Tekanan darah meningkat karena adanya peningkatan volume plasma (cairan tubuh).
Mengkonsumsi natrium menyebabkan haus dan mendorong kita untuk minum. Hal ini meningkatkan volume darah di dalam tubuh yang berarti jantung harus mempompa lebih cepat sehingga tekanan darah naik. Karena masukan (input) harus sama dengan pengeluaran (output) dalam sistem pembuluh darah, jantung harus memompa lebih kuat dengan tekanan lebih tinggi (Polii, 2016).
2.2.2 Kebutuhan Natrium
Asupan natrium merupakan salah satu asupan zat gizi yang dapat mempengaruhi tekanan darah dan angka kejadian hipertensi. Asupan natrium yang berlebih akan mempengaruhi perubahan tekanan darah.
Anjuran asupan natrium tidak lebih dari 2000 mg (PGS, 2014).
Dietary Guidelines for Americans 2005 merekomendasikan konsumsi natrium dibatasi hingga 2.300 mg/hari atau kurang. Untuk individu dengan hipertensi, orang kulit hitam, dan orang dewasa setengah baya dan lansia dianjurkan tidak mengonsumsi sodium lebih dari 1,500 mg/hari (Martin dan Fischer, 2012).
2.2.3 Sumber Natrium
Bahan makanan yang mengandung tinggi natrium antara lain: kaldu blok, kecap, saus tomat, daging kornet, ham, keju, sosis, margarin,
mentega, acar, sayuran dan buah dalam kaleng dan makanan yang diawetkan dengan menggunakan garam (Wiyono, 2016).
Jenis garam ada 2 yaitu garam laut dan garam meja. Garam laut diperoleh langsung melalui penguapan air laut. Biasanya tidak diproses, atau mengalami pemrosesan minimal. Proses yang minimal itu dapat mempertahankan kadar mineral seperti magnesium, kalium dan kalsium (AHA, 2018).
Garam meja, di dapat dari endapan garam kemudian diproses untuk memberikan tekstur yang halus sehingga lebih mudah dicampur dan digunakan dalam resep. Pengolahan ini memotong garam dari setiap mineral, dan aditif dapat digunakan untuk mencegah penggumpalan (AHA, 2018).
TABEL 2.3
KANDUNGAN NATRIUM PADA BUMBU PENYEDAP :
Nama Makanan Ukuran Rumah
Tangga Kandungan
Garam Meja 1 Sendok Teh 2000 mg
Acar Bawang Merah 1 Sendok Teh 1620 mg Acar bawang Putih 1 Sendok Teh 1850 mg
MSG (Vetsin) 1 Sendok Teh 492 mg
Kecap 1 Sendok Teh 343 mg
Sumber : PGS, 2014
TABEL 2.4
KANDUNGAN MAKANAN TINGGI NATRIUM (mg /100 g BAHAN MAKANAN)
Bahan Makanan Natrium Bahan Makanan Natrium
Ayam 100 Paru-Paru Sapi 190
Daging Anak Sapi 100 Putih Telur Ayam 215
Daging Bebek 200 Putih Telur Bebek 228
Daging Domba 100 Telur Ayam 158
Daging Sapi 93 Telur Bebek 191
Ginjal 200 Udang 185
Ham 1250 Lemak Babi 1500
Hati Babi 150 Margarin 987
Hati Sapi 110 Mentega 987
Ikan 100 Merah Telur Ayam 108
Ikan Tongkol 130 Merah Telur Bebek 105
Sumber : Almatsier, 2004
2.2.4 Hubungan Asupan Natrium dengan Hipertensi
Hasil Penelitian Mulyati dkk, (2011), menunjukan mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang tinggi adalah 5,6 kali lebih besar terkena hipertensi dibandingkan dengan yang mengkonsumsi natrium dalam jumlah yang rendah. Penelitian Puspita (2016) orang yang asupan natriumnya tinggi mempunyai risiko hipertensi sebesar 3,5 kali dibanding dengan orang yang asupan natriumnya baik, dan orang yang mempunyai asupan natrium baik mempunyai risiko 0,148 kali untuk terjadi tekanan darah sistolik hipertensi dibanding orang yang mempunyai asupan natrium lebih.
Penelitian lain dari Bertalina dan AN (2017) menyimpulkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara asupan natrium dengan tekanan darah. Asupan natrium yang tinggi menyebabkan konsentrasi natrium di dalam cairan ekstraseluler meningkat, untuk menormalkannya cairan
intraseluler ditarik keluar dan menyebabkan volume darah meningkat.
Volume darah yang meningkat menyebabkan tekanan darah meningkat.
2.3 Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman Instan 2.3.1 Definisi Makanan dan Minuman Instan
Sebagian besar konsumsi natrium di Amerika berasal dari makanan yang dikemas, diproses, dibeli di toko, dan restoran. Hanya sedikit yang berasal dari garam yang ditambahkan saat memasak atau di meja.
Kebanyakan orang Amerika mengkonsumsi lebih banyak natrium harian daripada yang direkomendasikan. Orang Amerika mengonsumsi rata-rata lebih dari 3.400 mg natrium setiap hari. Pedoman Diet 2015-2020 untuk orang Amerika, merekomendasikan konsumsi natrium kurang dari 2.300 mg (CDC, 2017).
Pada era globalisasi saat ini gaya hidup di Indonesia ikut berubah, salah satunya pola makan. Orang-orang cenderung memilih makanan instan, makanan yang telah di olah, atau makanan dari restoran. Faktor yang mempengaruhi adalah waktu, karena makanan instan dapat diolah dengan cepat. Faktor lainnya bisa karena akses untuk mendapat makanan tersebut mudah di dapat di bandingkan dengan membeli makanan yang segar (Surjadi, 2013).
Kata instan 'mengacu pada bentuk siap pakai atau konsumsi.
Makanan dan minuman instan didefinisikan sebagai makanan yang memberikan kemudahan kepada konsumen dan membantu mengurangi
"waktu persiapan / memasak dan pekerjaan membosankan", di mana tidak lebih dari lima menit waktu yang diperlukan dari saat persiapan makanan untuk makanan yang dikonsumsi (Bhattacharya, 2014).
Makanan instan sering disebut food processed. Era pengolahan makanan dimulai sekitar 2 juta tahun yang lalu ketika nenek moyang kita yang jauh menyalakan api dan “menemukan” memasak. Setelah itu muncul fermentasi, pengeringan dan pengawetan dengan garam (CDC, 2017).
Makanan olahan adalah makanan apa pun yang telah diubah dari bentuk aslinya yang mentah. Memproses suatu makanan dan minuman
sering melibatkan penggunaan yang ditambahkan bahan, termasuk aditif yang mengandung natrium, sehingga produk kurang baik untuk kesehatan.
(CDC, 2017)
Makanan olahan terdapat di mana-mana. Berbagai jenis pengolahan makanan memiliki efek menguntungkan atau efek samping pada makanan, kualitas diet, dan kesehatan (Moubarac, 2014).
2.3.2 Jenis-Jenis Makanan dan Minuman Instan
Makanan dan minuman instan diolah dengan diberi pengawetan.
Pengawetan makanan dan minuman dilakukakan untuk membantu agar tahan lama. Pengawetan ini dilakukan dengan penambahan garam. Jenis makanan dan minuman instan ada 2 yaitu siap saji dan yang membutuhkan proses minimal. Makanan dan minuman instan yang siap saji contohnya sereal, minuman buah, minuman berkarbonasi dan sebagainya. Makanan atau minuman yang membutuhkan persiapan minimal. Contohnya makanan dan minuman sayuran beku, makanan dan minuman serbuk, nugget dan lainnya (Moubarac, 2014).
Makanan kalengan dan minuman kalengan adalah makanan/minuman yang dikemas dalam kaleng. Pada makanan/minuman kalengan biasanya ditambahkan gula dan garam yang tinggi. Contoh makanan kaleng daging olahan yang telah di proses seperti konet, sarden, soft drink dan lain sebagainya mengandung kadar natrium yang tinggi. Jika di konsumsi secara terus-menerus akan meningkatkan tekanan darah dan memperberat kerja ginjal. Selain itu makanan tersebut mengandung pewarna yang akan memperberat kerja hati (Khasanah, 2012)
Makanan instan lainnya yang paling sering di konsumsi adalah mi instan. Indonesia mengkonsumsi mi instan sebesar 13.2 juta bungkus per tahun (WINA 2015). Mi instan memberikan kontribusi asupan natrium yang paling banyak dibandingkan dengan jenis makanan atau minuman instan lainnya (Wulandari, 2016). Mi Instan tergolong makanan tinggi garam.
Kadar garam yang tinggi dapat memperberat kerja ginjal, meningkatkan
tekanan darah serta memperberat kerja pembuluh jantung (Khasanah, 2012).
2.2.3 Kandungan Natrium dalam Makanan dan Minuman Instan TABEL 2.5
KANDUNGAN NATRIUM DALAM MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN PER 100 GRAM
Produk Natrium Produk Natrium
Mie 1840 Biskuit 745
Sereal siap saji, Quaker
759 Soup, krim jamur, kaleng, kental
691
Susu bubuk tanpa lemak
2280 Roti isi, roti jagung campuran kering
1429
Minuman, kedelai bubuk
733 Snack keripik
kentang kering rasa keju
600
Minuman, bubuk coklat tanpa gula
500 Wendy's Chicken
Nugget
708
Coca-cola 85 Corned Beef 982
Minuman, teh instan tanpa gula
72 Sarden Kaleng 650
Biskuit 745 Sayuran beku, kering
dengan garam
271
Sumber : USDA National Nutrient Database, Nutrient Lists, Sodium;
www.nal.usda.gov/fnic/foodcomp/search
2.3.4 Hubungan Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman Instan dengan Hipertensi
Konsumsi makanan dan minuman instan, umumnya mengandung kadar lemak, karbohidrat dan garam yang tinggi, sementara rendah serat,
vitamin dan mineral, dikaitkan dengan peningkatan risiko hipertensi.
Penelitian Thawornchaisit et al, (2013) makanan instan meningkatkan kejadian hipertensi pada laki-laki. Dia menyatakan secara signifikan makanan instan berhubungan dengan kejadian hipertensi. Penelitian tersebut menggunakan desain studi kohort selama 4 tahun.
Penelitian Wulandari (2016) konsumsi makanan instan meningkatkan kejadian prahipertensi 5 kali lebih tinggi dibandingkan tidak mengonsumsi makanan instan. Meski belum menjadi hipertensi, namun individu yang mengalami prahipertensi dapat berkembang menjadi hipertensi apabila tidak mengubah gaya hidup untuk menurunkan tekanan darahnya.
Penelitian Huh et al, (2017) menemukan bahwa seringnya konsumsi mi instan ≥ 3 kali/minggu berkaitan dengan adanya beberapa faktor risiko kardiometabolik. Hasil penelitian Huh et al menyatakan ada hubungan konsumsi mi instan dengan peningkatan tekanan darah diastolik pada wanita tetapi tidak pada pria. Tekanan darah diastolik dianggap sebagai indeks sensitivitas garam. Data menunjukan perbedaan jenis kelamin dalam garam secara sensitif, sehingga wanita mungkin lebih sensitif terhadap garam dibandingkan pria. Hal ini perlu studi verifikasi lebih lanjut.
23 BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep
Natrium diperlukan oleh tubuh untuk menjaga keseimbangan cairan tubuh dan membantu mengirimkan impuls saraf dan proses kontraksi dan relaksasi otot. Kadar natrium yang tinggi memperberat kerja ginjal berat dan sifat natrium yang menarik dan menahan air, menyebabkan volume darah akan meningkat. Peningkatan volume darah membuat jantung bekerja lebih keras untuk mengalirkan lebih banyak darah ke pembuluh darah dan meningkatkan tekanan darah. Hal ini yang akan menyebabkan tekanan darah menjadi tinggi.
Konsumsi makanan dan minuman instan berpengaruh pada kejadian hipertensi. Makanan dan minuman instan termasuk makanan yang diolah dengan penambahan natrium. Seringnya konsumsi makanan dan minuman instan dengan jumlah yang tidak terkontrol yang dapat menyebabkan terjadinya hipertensi.
Berdasarkan uraian diatas, maka dapat digambarkan kerangka konsep penelitian sebagai berikut :
GAMBAR 3.1 GAMBARAN ASUPAN NATRIUM DAN FREKUENSI KONSUMSI MAKANAN DAN MINUMAN INSTAN DENGAN KEJADIAN
HIPERTENSI
1. Variabel Independen : Asupan natrium, Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman Instan
2. Variabel Dependen : Hipertensi 3.2 Definisi Operasional
3.2.1 Hipertensi
Definisi : Tekanan darah adalah hasil pengukuran tekanan darah sistolik ≥ 140 mmHg atau diastolik ≥ 90 mmHg yang di ukur oleh perawat.
Alat Ukur : Sphygmanometer
Cara Ukur : Pengukuran tekanan darah dengan alat spyhygmanometer Hasil Ukur :
1. Tidak Hipertensi : Sistolik <140 mmHg atau diastolik <90 mmHg 2. Hipertensi : Sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg Skala : Ordinal
Reference : JNC 7, 2003
3.2.2 Asupan Natrium
Definisi : Jumlah natrium yang dikonsumsi dalam periode sebulan terakhir yang diperoleh dari makanan dan minuman dinyatakan dalam mg yang diukur dengan menggunakan metode SQFFQ.
Frekuensi Konsumsi Makanan dan Minuman
Instan
Hipertensi Asupan Natrium
Alat Ukur : Kuesioner SQFFQ
Cara Ukur : Wawancara menggunakan form SQFFQ Hasil Ukur :
1. Tinggi > 2000 mg 2. Cukup ≤ 2000 mg Skala : Ordinal Reference : PGS, 2014
3.2.3 Frekuensi Konsumsi Makanan Instan
Definisi : Jumlah konsumsi makanan instan yang di konsumsi dalam periode sebulan terakhir yang diukur dengan metode Semi Quantitative food frequency Questionaire
Alat Ukur : Kuesioner SQFFQ
Cara Ukur : Wawancara menggunakan form SQFFQ Hasil Ukur :
1. Berisiko ≥ 3 kali/minggu
2. Resiko Sedang >1 sampai <12 kali/bulan 3. Tidak Berisiko ≤ 1 kali/ bulan
Skala : Ordinal
Reference : Huh et al, 2017
3.2.4 Frekuensi Konsumsi Minuman Instan
Definisi : Jumlah konsumsi minuman instan yang di konsumsi dalam periode sebulan terakhir yang diukur dengan metode Semi Quantitative food frequency Questionaire
Alat Ukur : Kuesioner SQFFQ
Cara Ukur : Wawancara menggunakan form SQFFQ Hasil Ukur :
1. Berisiko ≥ 3 kali/minggu
2. Resiko Sedang >1 sampai <12 kali/bulan 3. Tidak Berisiko ≤ 1 kali/ bulan
Skala : Ordinal
Reference : Huh et al, 2017
27 BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Desain Penelitian
Desain penelitian yang digunakkan dalam penelitian ini adalah desain cross sectional yang merupakan bentuk dari penelitian observasional yang mana variabel independen (asupan natrium, frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan) dan variabel dependen (hipertensi) diukur secara bersamaan.
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 4.2.1 Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan pada bulan Februari 2019 sampai dengan Maret 2019.
4.2.2 Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.
4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi
Populasi penelitian ini adalah di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat dengan kriteria sebagai berikut :
4.3.2 Sampel 1. Kriteria Inklusi
1. Berusia 20-60 tahun
2. Bersedia mengikuti penelitian.
2. Kriteria Eksklusi
1. Wanita yang sedang hamil.
2. memiliki penyakit jantung, ginjal, stroke dan diabetes.
Sampel yang dibutuhkan adalah : Jumlah Populasi = Jumlah Sampel:
Populasi = 41 orang
Pada saat pengambilan data ada 3 orang yang tidak masuk sampel. 2 orang diantaranya hamil dan 1 orang mempunyai penyakit jantung. Jadi total sampel sebanyak 38 orang.
4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data 4.4.1 Data Primer
1. Data karakteristik sampel meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan pekerjaan, kebiasaan merokok, konsumsi obat dan riwayat diet hipertensi diperoleh dari pengisian kuesioner yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui data umum terkait sampel.
2. Data asupan natrium diperoleh dari hasil wawancara formulir SQFFQ yang berisi bahan makanan tinggi natrium kepada sampel yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui asupan natrium (mg/hari) sampel.
3. Data frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan diperoleh dari hasil wawancara SQFFQ kepada sampel yang dilakukan oleh peneliti untuk mengetahui seberapa banyak jumlah konsumsi makanan dan minuman instan pada sampel.
4. Data tekanan darah didapat dari hasil pengukuran tekanan darah yang dilakukan oleh perawat dengan alat ukur spygmanometer dengan satuan hasil ukur mmHg.
4.4.2 Data Sekunder
Data populasi di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat. Data populasi berisi daftar nama pegawai yang bekerja di kantor UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat.
4.5 Pengolahan Data 4.5.1 Pengolahan Data
1) Karakteristik Sampel
1) Usia dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1. 20-39 tahun
2. 40-60 tahun
2) Jenis Kelamin dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1. Laki-Laki
2. Perempuan
3) Pendidikan dikelompokkan menjadi 2 yaitu : 1. Pendidikan Dasar
2. Pendidikan Lanjut
4) Kebiasaan merokok di kelompokan menjadi 2 yaitu : 1. Tidak Merokok
2. Merokok, disebutkan berapa batang per hari 5) Konsumsi Obat yang diisi sesuai data dari sampel.
6) Riwayat diet hipertensi dikelompokan menjadi 2 yaitu:
1. Pernah 2. Tidak Pernah 2) Asupan Natrium
Data jumlah konsumsi natrium diperoleh dari wawancara SQFFQ dikategorikan menjadi 2 yaitu :
1. Tinggi > 2000 mg 2. Cukup ≤ 2000 mg
3) Frekuensi Konsumsi Makanan Instan
Data jumlah konsumsi makanan instan diperoleh dari wawancara SQFFQ dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Berisiko ≥ 3 kali/minggu
2. Resiko Sedang >1 sampai <12 kali/bulan 3. Tidak Berisiko ≤ 1 kali/ bulan
4) Frekuensi Konsumsi Minuman Instan
Data jumlah konsumsi minuman instan diperoleh dari wawancara SQFFQ dikategorikan menjadi 3 yaitu :
1. Berisiko ≥ 3 kali/minggu
2. Resiko Sedang >1 sampai <12 kali/bulan 3. Tidak Berisiko ≤ 1 kali/ bulan
5) Hipertensi
Data tekanan darah diukur dengan alat sphygmanometer oleh perawat dan di kategorikan menjadi 2 yaitu :
1. Tidak Hipertensi : Sistolik <140 mmHg atau diastolik <90 mmHg
2. Hipertensi : Sistolik ≥140 mmHg atau diastolik ≥90 mmHg
4.5.2 Analisis Data 1. Analisis Univariat
Analisis ini dilakukan terhadap data karakteristik sampel meliputi usia, jenis kelamin, pendidikan, kebiasaan merokok, konsumsi obat, riwayat diet, asupan natrium dan frekuensi konsumsi makanan dan minuman intsan dan hipertensi. Analisis univariat penyajian data berupa tabel distribusi frekuensi dan dianalisis secara deskriptif.
2. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk mengetahui gambaran antara variabel independen dan variabel dependen. Variabel independen meliputi asupan natrium dan frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan. Variabel dependen yaitu hipertensi, selanjutnya untuk mengetahui gambaran antara asupan natrium dengan hipertensi serta frekuensi konsumsi makanan dan minuman instan akan disajikan dalam bentuk tabel silang dan dianalisis secara deskriptif.
31 BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Karakteristik Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah seluruh pegawai di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat yang berjumlah 41 orang dengan kriteria yang telah ditetapkan. Pada saat pengambilan data ada 3 orang yang tidak masuk dari kriteria yang ditetapkan sehingga jumlah sampel menjadi 38 orang. Sampel yang tidak masuk kriteria yaitu wanita yang sedang hamil dan orang yang mempunyai sakit jantung, ginjal atau diabetes.
5.2 Analisis Univariat 5.2.1 Usia
Data usia dikelompokkan menjadi dua yaitu 20-39 tahun dan 40-60 Tahun. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan usia disajikan dalam tabel sebagai berikut :
TABEL 5.1
DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN USIA DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH KABUPATEN BANDUNG
BARAT
Pada tabel 5.1 dapat dilihat dari 38 orang usia dibawah 20-39 tahun ada 10 orang (26,3%) dan usia 40-60 tahun ada 28 orang (73,7%). Rata- rata usia dari sampel yaitu 46 tahun. Usia sampel termuda yaitu 25 tahun dan tertua yaitu 58 tahun.
Usia n %
20-39 Tahun 10 26,3
40-60Tahun 28 73,7
Jumlah 38 100
Usia >40 tahun lebih berisiko untuk terkena hipertensi dibandingkan usia <40 Tahun. Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Artiyaningrum (2015), menyatakan bahwa ada hubungan antara usia dengan kejadian hipertensi. Hal ini sejalan dengan penelitian Gerungan, dkk (2016) dan penelitian Sugiharto (2007) yang menyatakan semakin bertambahnya usia maka tekanan darah pun semakin meningkat.
Hipertensi merupakan penyakit multifaktorial yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Dengan bertambahnya usia, maka tekanan darah akan meningkat. Umumnya seseorang akan berisiko menderita hipertensi setelah usia 45 tahun. Serangan darah tinggi baru muncul sekitar usia 40 tahun walaupun dapat terjadi pada usia muda (Widyaningrum, 2012). Ketika usia semakin tua maka pengaturan metabolisme zat kapur (kalsium) terganggu. Banyaknya zat kapur di dalam aliran darah menyebabkan endapan kalsium di dinding sehingga terjadi penyempitan pembuluh darah (Artiyaningrum, 2015).
Perkembangan penyakit hipertensi dimulai dengan prehipertensi pada orang berusia 10-30 tahun (dengan peningkatan curah jantung).
Selanjutnya berkembang menjadi hipertensi dini pada orang berusia 20-40 tahun (di mana peningkatan resistensi perifer). Kemudian berkembang menjadi hipertensi pada orang berusia 30-50 tahun dan akhirnya akan berkembang menjadi kompilkasi pada usia 40-60 tahun (Hamrahian et al, 2017).
5.2.2 Jenis Kelamin
Data jenis kelamin dikelompokkan menjadi dua yaitu laki-laki dan perempuan. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan jenis kelamin disajikan dalam tabel sebagai berikut:
TABEL 5.2
DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN JENIS KELAMIN DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH
KABUPATEN BANDUNG BARAT
Pada tabel 5.2 dapat dilihat dari 38 sampel, sebagian besar sampel berjenis kelamin perempuan. Dari 38 orang 24 orang berjenis kelamin perempuan (63,2%) dan 14 orang berjenis kelamin laki-laki (36,8%).
Dalam penelitian Wahyuni dan Tri (2018) karakteristik sampel lebih banyak yang berjenis kelamin perempuan. Sampel berjenis kelamin laki - laki sebanyak 19 responden atau sebesar 38%, sampel berjenis kelamin perempuan sebanyak 31 responden atau sebesar 62%.
Pada penelitian ini lebih banyak responden yang berjenis kelamin perempuan. Rata-rata usia responden perempuan yaitu 45 tahun.
Perempuan memiliki resiko lebih tinggi untuk menderita hipertensi saat memasuki menopause. Setelah memasuki menopause, prevalensi hipertensi pada perempuan meningkat. Hal ini dikarenakan produksi hormon estrogen menurun saat menopause, wanita kehilangan efek menguntungkannya sehingga tekanan darah meningkat (Casey dan Benson, 2012).
5.2.3 Pendidikan
Data pendidikan dikelompokkan menjadi dua yaitu pendidikan dasar dan pendidikan lanjut. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan pendidikan dalam tabel sebagai berikut :
Jenis Kelamin n %
Laki-Laki 14 36,8
Perempuan 24 63,2
Jumlah 38 100
TABEL 5.3
DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN PENDIDIKAN DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH
KABUPATEN BANDUNG BARAT
Pada tabel 5.3 dapat dilihat dari 38 orang, 5 diantaranya (13,2%) tingkat pendidikannya adalah pendidikan dasar dan 33 diantaranya (86,8%) tingkat pendidikannya adalah pendidikan lanjut. Berdasarkan hasil penelitian tingkat pendidikan dari sampel adalah SMP, SMA, S1 dan S2.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan tingkat pendidikan di UPT Pendidikan SD dan PAUDNI Kecamatan Ngamprah Kabupaten Bandung Barat, lebih banyak sampel yang memiliki pendidikan lanjut yaitu S1.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Novitaningtyas (2014) menyatakan tidak terdapat hubungan antara tingkat pendidikan dengan tekanan darah. Hal ini sama dengan penelitian lain yang menyatakan pendidikan tidak memiliki hubungan signifikan dengan hipertensi (Sartik dkk, 2017). Hal ini berbeda dengan penelitian Anggara dan Prayitno (2013) yang menyatakan ada hubungan antara pendidikan dengan tekanan darah.
Tingkat pendidikan merupakan faktor mempengaruhi tekanan darah pada karena tingkat pendidikan berpengaruh terhadap gaya hidup seseorang yaitu seperti kebiasaan merokok, kebiasaan mengkonsumsi alkohol, asupan makan, dan aktivitas fisik (Novitaningtyas, 2014). Tingginya risiko terkena hipertensi pada pendidikan yang rendah, kemungkinan disebabkan karena kurangnya pengetahuan pada pasien yang berpendidikan rendah terhadap kesehatan dan sulit atau lambat menerima informasi (penyuluhan) yang diberikan oleh petugas sehingga berdampak pada prilaku/pola hidup sehat (Anggara dan Prayitno, 2013).
Pendidikan n %
Pendidikan Dasar 5 13,2
Pendidikan Lanjut 33 86,8
Jumlah 38 100
5.2.4 Kebiasaan Merokok
Data kebiasaan merokok dikelompokkan menjadi dua yaitu tidak merokok dan Merokok. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan kebiasaan merokok dalam tabel sebagai berikut :
TABEL 5.4
DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN KEBIASAAN ROKOK DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH
KABUPATEN BANDUNG BARAT
Pada tabel 5.4 dapat dilihat dari 38 orang, 26 diantaranya (68,4%) tidak merokok dan 12 diantaranya (31,6%) merokok.
Merokok merupakan awal penyebab berbagai jenis penyakit degeneratif yang mematikan, seperti kanker dan penyakit jantung. Nikotin dalam rokok merupakan penyebab meningkatnya tekanan darah. Seperti zat-zat kimia lain dalam asap rokok, nikotin diserap oleh pembuluh- pembuluh darah di dalam paru-paru dan diedarkan ke aliran darah. Hanya dalam beberapa detik nikotin sudah mencapai otak. Otak bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi (Sartik dkk, 2017).
Seseorang merokok dua batang maka tekanan sistolik maupun diastolik akan meningkat 10 mmHg. Tekanan darah akan tetap pada ketinggian ini sampai 30 menit setelah berhenti menghisap rokok.
Sedangkan untuk perokok berat tekanan darah akan berada pada level tinggi sepanjang hari (Artiyaningrum, 2015).
Kebiasaan Merokok n %
Merokok 12 31,6
Tidak Merokok 26 68,4
Jumlah 38 100
Dari hasil penelitian dapat dilihat yang tidak merokok lebih banyak dibandingkan yang merokok. Dari 38 orang yang tidak merokok sebanyak 26 orang (68,4%) dan yang merokok 12 orang (31,6%). Dari sampel yang tidak merokok sebagian besar sampelnya berjenis kelamin perempuan.
Penelitian Anggara dan Prayitno (2013) dengan sampel 75 orang, 34 orang (45,3%) diantaranya merokok dan 41 (54,7%) orangnya tidak merokok.
Penelitian tersebut menunjukan ada hubungan antara kebiasaan merokok dengan tekanan darah.
5.2.5 Konsumsi Obat
Data konsumsi obat dikelompokkan menjadi dua yaitu tidak (tidak mengkonsumsi obat) dan ya (konsumsi obat). Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan konsumsi obat dalam tabel sebagai berikut :
TABEL 5.5
DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN KONSUMSI OBAT DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH
KABUPATEN BANDUNG BARAT
Pada tabel 5.6 dapat dilihat dari 38 orang, yang mengkonsumsi obat ada 11 orang atau 28,9%. Berdasarkan hasil penelitian obat yang dikonsumsi oleh sampel adalah amlodipine dan nifedipin.
Terapi farmakologis adalah dengan menggunakan obat-obatan antihipertensi. Masing-masing obat antihipertensi memiliki efektivitas dan keamanan dalam pengobatan hipertensi. Amlodipine dan nifedipin merupakan salah satu jenis obat antihipertensi (penghambat saluran kalsium). Mekanisme obat ini adalah dengan merelaksasi otot jantung dan otot polos melalui penghambatan masuknya ion kalsium masuk ke dalam intrasel (Depkes RI, 2006).
Konsumsi Obat n %
Tidak 27 71,1
Ya 11 28,9
Jumlah 38 100
Dari 11 orang, 10 diantaranya hipertensi (90,9%) dan 1 orang (9,1%) tidak hipertensi. Walaupun mengkonsumsi obat antihipertensi, tekanan darah sampel masih ada yang tinggi hal ini mungkin berkaitan dengan faktor lain yang mempengaruhi hipertensi, faktor internal seperti jenis kelamin, umur, genetik dan faktor eksternal seperti pola makan, kebiasaan olahraga, kepatuhan minum obat dan lain-lain (Sartik dkk, 2017).
5.2.6 Riwayat Diet Hipertensi
Data riwayat diet hipertensi dikelompokkan menjadi dua yaitu pernah dan tidak pernah. Gambaran umum distribusi sampel berdasarkan riwayat diet hipertensi dalam tabel sebagai berikut :
TABEL 5.6
DISTRIBUSI SAMPEL BERDASARKAN DIET HIPERTENSI DI UPT PENDIDIKAN SD DAN PAUDNI KECAMATAN NGAMPRAH
KABUPATEN BANDUNG BARAT
Pada tabel 5.6 dapat dilihat dari 38 orang yang pernah menjalani diet hipertensi ada 10 orang atau 26,3%. Selanjutnya yang tidak pernah menjalani diet hipertensi ada 28 orang atau 73,7%.
Diet untuk hipertensi berupa diet rendah garam. Diet rendah garam dibagi menjadi tiga yaitu rendah garam I, rendah garam II dan rendah garam III. Diet redah garam I diberikan kepada pasien hipertensi berat natrium yang diberikan 200-400 mg/hari. Diet rendah garam II diberikan pada pasien hipertensi yang tidak terlalu berat natrium yang diberikan 600-800 mg/hari. Diet rendah garam III diberikan pada pasien hipertensi yang ringan natrium yang diberikan 1000-1200 mg/hari (Almatsier, 2004).
Dari 38 sampel hanya 10 orang (26,3%) yang pernah menjalani diet hipertensi. Namun masih banyak yang tekanan darahnya tinggi hal ini Dari 10 orang, 9 diantaranya (90%) masih hipertensi. Banyaknya yang masih
Diet Hipertensi n %
Tidak Pernah 28 73,7
Pernah 10 26,3
Jumlah 38 100