• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS ILMIAH. diajukan untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Kesehatan Bidang Gizi.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARYA TULIS ILMIAH. diajukan untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Kesehatan Bidang Gizi."

Copied!
102
0
0

Teks penuh

(1)

CIGARONGGONG KABUPATEN SUKABUMI

KARYA TULIS ILMIAH

diajukan untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan pendidikan Program Studi Diploma III Kesehatan Bidang Gizi

oleh : Octa Carolina NIM. P17331113042

JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA III POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG

2016

(2)
(3)
(4)

Protein Sarapan Pagi, Status Gizi, dan Prestasi Belajar Akademik Siswa SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Diploma III Jurusan Gizi. Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung. Pembimbing: Dr. Suparman, SKM, M.Sc.

Prestasi belajar akademik adalah capaian pengetahuan dan kemampuan siswa dalam penguasaan subyek mata pelajaran yang dicapai melalui proses pembelajaran.Prestasi tersebut dapat Dicapai dengan baik melalui proses pembelajaran selama di kelas dan juga oleh proses di luar kelas yang dapat meningkatkan daya tahan dan konsentrasi belajar siswa diantaranya ditunjang oleh beberapa faktor kebiasaan sarapan pagi, asupan protein sarapan pagi, dan status gizi. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan sarapan pagi, asupan protein sarapan pagi, dan status gizi dan prestasi belajar akademik siswa SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi. Pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari 2016 dengan menggunakan desain penelitian cross-sectional dan minimal jumlah sampel sebanyak 30 sampel. Teknik pengambilan sampel berdasarkan proporsional sistematik random sampling. Data kebiasaan sarapan pagi dikumpulkan dengan cara wawancara menggunakan kuisioner, data asupan protein sarapan pagi menggunakan hasil recall 1x 24 jam selama 2 hari masuk sekolah, data status gizi menggunakan indeks IMT/U, dan data prestasi belajar akademik diperleh dari rata-rata nilai ulangan mata pelajaran Matematika dan IPA. Hasil penelitian terdapat hubungan kebiasaan sarapan pagi dan prestasi belajar akademik ( p = 0,001 ), hubungan asupan protein sarapan pagi dan prestasi belajar akademik ( p = 0,013 ), dan hubungan status gizi ( IMT/U ) dan prestasi belajar akademik ( p = 0,002 ). Disarankan untuk siswa lebih membiasakan sarapan pagi, untuk orang tua agar menyediakan dan mengajak anak untuk sarapan pagi, dan untuk pihak sekolah perlu diadakan penyuluhan tentang sarapan pagi dan jajanan sehat agar siswa lebih meningkatkan kesadaran mengenai sarapan pagi.

Kata kunci : Kebiasaan Sarapan Pagi, Asupan Protein Sarapan Pagi, Status Gizi, dan Prestasi Belajar Akademik.

(5)

i

Karya Tulis Ilmiah ini dengan tepat waktu. Karya Tulis Ilmiah ini berjudul “ HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI, ASUPAN PROTEIN SARAPAN PAGI, STATUS GIZI, DAN PRESTASI BELAJAR AKADEMIK SISWA SD NEGERI CIGARONGGONG KABUPATEN SUKABUMI ”. Karya Tulis Ilmiah ini dibuat untuk melengkapi persyaratan pendidikan Program Diploma III Kesehatan Bidang Gizi.

Dalam menyusun Karya Tulis Ilmiah ini, penulis banyak memperoleh bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada yang sebesar-besarnya kepada yang terhormat :

a. Bapak Holil M Par’I, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi Poltekkes Kemenkes Bandung.

b. Bapak Dr. Suparman, SKM. M.Sc selaku pembimbing dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini yang selalu memberikan arahan dan bimbingan.

c. Bapak/Ibu Dosen Penguji yang memberikan masukan berharga untuk penyempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

d. Keluarga yang telah membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

e. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis menyadari bahwa penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun sangan penulis harapkan demi kesempurnaan Karya Tulis Ilmiah ini.

Cimahi, Juli 2016

Penulis

(6)

ii

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR GAMBAR ... vi

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... ix

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Rumusan Masalah ... 6

1.3 Tujuan Penelitian ... 6

1.3.1 Tujuan Umum ... 6

1.3.2 Tujuan Khusus ... 7

1.4 Ruang lingkup penelitian ... 7

1.5 Manfaat Penelitian ... 8

1.5.1 Bagi Peneliti... 8

1.5.2 Bagi Sampel ... 8

1.5.3 Bagi Lokasi Penelitian ... 8

1.5.4. Bagi Jurusan Gizi ... 8

1.6 Keterbatasan Penelitian ... 8

BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Anak Usia Sekolah ... 10

2.1.1 Definisi Anak Usia Sekolah Dasar ... 10

(7)

iii

2.1.5 Pola Makan ... 14

2.2 Prestasi Belajar ... 15

2.2.1 Definisi Prestasi Belajar ... 15

2.2.2 Fungsi prestasi Belajar ... 16

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar ... 17

2.3 Sarapan Pagi ... 21

2.3.1 Definisi Sarapan Pagi ... 21

2.3.2 Manfaat Sarapan Bagi Kebutuhan Gizi Anak Sekolah . 22 2.3.3 Manfaat Sarapan Bagi Prestasi Belajar ... 23

2.4 Asupan Protein ... 24

2.5 Status Gizi ... 26

2.5.1 Indeks Antropometri ( IMT/ U ) ... 27

2.6 Metode Recall 24 jam ... 29

2.7 Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dan Prestasi Belajar ... 31

2.8 Hubungan Status Gizi dan Prestasi Belajar ... 32

2.9 Hubungan Asupan Protein Sarapan Pagi dan Prestasi Belajar 33 BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL 3.1 Kerangka Konsep ... 34

3.2. Hipotesis ... 35

3.3 Definisi Operasional ... 36 BAB IV METODOLOGI PENELITIAN

(8)

iv

4.3.1 Populasi ... 39

4.3.2 Sampel ... 39

4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ... 41

4.4.1 Data Primer ... 41

4.4.2 Data Sekunder ... 44

4.5 Cara Pengolahan dan Analisis Data ... 44

4.5.1 Pengolahan Data ... 44

4.5.2 Analisa Data ... 45

BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum SD Negeri Cigaronggong ... 48

5.2 Gambaran Umum Sampel ... 48

5.2.1 Distribusi Sampel Berdasarkan Jenis Kelamin ... 48

5.2.2 Distribusi Sampel Berdasarkan Umur ... 49

5.3 Analisa Univariat... 50

5.3.1 Prestasi Belajar Akademik ... 50

5.3.2 Kebiasaan Sarapan Pagi ... 51

5.3.3 Asupan Energi Sarapan Pagi ... 54

5.3.4 Asupan Protein Sarapan Pagi ... 54

5.3.5 Status Gizi ( IMT/U ) ... 55

5.4 Analisa Bivariat ... 56

5.4.1 Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dan Prestasi Belajar Akademik ... 56

(9)

v

6.1 Simpulan ... 64

6.2 Saran ... 65

6.2.1 Bagi Siswa ... 65

6.2.2 Bagi Orang Tua ... 65

6.2.3 Bagi Sekolah ... 65

DAFTAR PUSTAKA ... 66

LAMPIRAN ... 73

(10)

vi

3.1 KERANGKA KONSEP HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI, ASUPAN PROTEIN SARAPAN PAGI, STATUS GIZI, DAN PRESTASI BELAJAR

AKADEMIK………...35

(11)

vii

2.1 ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN ANAK SEKOLAH DASAR…….……….13 2.2 KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL………...16 2.3 KATEGORI AMBANG BATAS IMT UNTUK ANAK SEKOLAH

DASAR………..28 4.1 PENGAMBILAN SAMPEL……….41 5.1 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN JENIS

KELAMIN DI SD NEGERI CIGARONGGONG ………..49 5.2 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN

KELOMPOK UMUR DI SD NEGERI

CIGARONGGONG………..50 5.3 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN KATEGORI

PRESTASI BELAJAR AKADEMIK DI SD NEGERI

CIGARONGGONG……….……….51 5.4 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN KATEGORI

KEBIASAAN SARAPAN PAGI DI SD NEGERI

CIGARONGGONG……….……….52 5.5 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN ALASAN

TIDAK SARAPAN PAGI DI SD NEGERI

CIGARONGGONG………..………53 5.6 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN KATEGORI

ASUPAN ENERGI SARAPAN PAGI DI SD NEGERI

CIGARONGGONG………..54

(12)

viii

5.8 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN KATEGORI STATUS GIZI DI SD NEGERI

CIGARONGGONG………56 5.9 HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI DAN PRESTASI

BELAJAR AKADEMIK SISWA SD NEGERI

CIGARONGGONG………...57 5.10 HUBUNGAN ASUPAN PROTEIN SARAPAN PAGI DAN

PRESTASI BELAJAR AKADEMIK SISWA SD NEGERI

CIGARONGGONG………...59 5.11 HUBUNGAN STATUS GIZI ( IMT/U ) DAN PRESTASI BELAJAR

AKADEMIK SISWA SD NEGERI

CIGARONGGONG………...62

(13)

ix

Lampiran Halaman

1. NASKAH PENJELASAN PENELITIAN ... 73

2. PERSETUJUAN SETELAH PENJELASAN ... 75

3. KUESIONER KARAKTERISTIK RESPONDEN ... 76

4. KUESIONER KEBIASAAN SARAPAN PAGI ... 77

5. FORMULIR FOOD RECALL 24 JAM ... 79

6. FORM PENGUKURAN ANTROPOMETRI ... 81

7. JADWAL KEGIATAN ... 82

8. SURAT PERMOHONAN PENGUMPULAN DATA ... 83

9. SURAT PERMOHONAN IZIN PENELITIAN ... 84

10. HASIL UJI STATISTIK ANALISA BIVARIAT ... 85

(14)

1 1.1 Latar Belakang

Keberhasilan suatu bangsa dalam pembangunan nasional diantaranya ditentukan dengan adanya sumber daya manusia yang berkualitas, yaitu manusia yang tangguh, mental yang kuat, memiliki kecerdasan, dan kesehatan yang optimal diperoleh dari pendidikan yang berumutu sejak pendidikan masa usia dini hingga perguruan tinggi (Sartika, 2012). Kemampuan akademik dalam masa pendidikan diukur dari prestasi belajar siswa yang juga menjadi tolok ukur keberhasilan anak disekolah (Hidayati dkk, 2010). Hal tersebut diatas menunjukkan bahwa pembangunan sumber daya manusia yang berkualitas di sekolah memerlukan dukungan pembangunan bidang kesehatan.

Prestasi belajar bukan semata-mata karena kecerdasan siswa saja tetapi ada faktor lain seperti dukungan kesehatan (Syah, 2010 dalam Agustini, 2013). Dimensi kesehatan pada anak usia sekolah, menjadi aspek pendukung yang turut menentukan prestasi akademik. Status kesehatan merupakan aspek fisiologis yaitu pada pertumbuhan seseorang dapat menandakan keadaan gizi seimbang, apabila status gizi menandakan normal makan keadaan gizi nya seimbang begitu pun sebaliknya . Status kesehatan merupakan salah satu faktor internal yang dapat menunjang prestasi belajar( Zaeni dan Subiono, 2011).

Bagi anak usia sekolah untuk mewujudkan kemampuan akademik, mereka harus mampu mengikuti proses pembelajaran di sekolah secara terus menerus, sehingga faktor kesehatan merupakan aspek penting yang harus dimiliki secara prima oleh anak usia sekolah. Selain itu,

(15)

kehadiran siswa sebagai aspek psikologis di sekolah maupun di dalam kelas juga merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar siswa. Kehadiran di sekolah merupakan faktor penting dalam keberhasilan sekolah ( Rothman, 2001 dalam Khusna, 2013 ) .

Makanan adalah kebutuhan pokok manusia yang diperlukan oleh tubuh dalam kehidupan sehari-hari sebagai sumber energi, sumber zat pembangun, dan sumber zat pengatur. Oleh karena itu pada masa pertumbuhan dan perkembangan diperlukan asupan zat gizi yang tepat kuantitas maupun kualitas. Kekurangan energi dan protein yang berasal dari makanan, menyebabkan seseorang kekurangan tenaga untuk bergerak, bekerja, berkonsentrasi, dan melakukan aktivitas. Perilaku makan anak sehari-hari akan menetukan asupan zat gizi termasuk kebiasaan sarapan. (Khomsan, 2002 dalam Mardiah, 2005).

Sarapan pagi yang baik harus banyak mengandung karbohidrat karena akan merangsang glukosa dan mikronutrien dalam otak yang dapat menghasilkan energi, selain itu dapat berlangsung memacu otak agar membantu memusatkan pikiran untuk belajar dan memudahkan pikiran untuk belajar dan memudahkan penyerapan pelajaran (Moehji, 2009 dalam Sari, 2015) . Selain karbohidrat, protein merupakan zat gizi yang penting untuk otak yang diubah kedalam asam amino sebagai transportasi aktif untuk otak sehingga berpengaruh terhadap konsentrasi belajar (Sareen S Gropper., et al. 2005 dalam Pustika,2015).

Tanpa sarapan seseorang akan mengalami hipoglikemia atau kadar glukosa di bawah normal. Hipoglikemia mengakibatkan tubuh gemetaran, pusing dan sakit berkonsentrasi. Itu semua karena kekurangan glukosa yang merupakan sumber energi bagi otak . Studi mengenai sarapan yang dilakukan di IPB oleh Faridi dkk menunjukkan bahwa 46,3 % anak di beberapa SD di Duren Sawit Jakarta Timur selalu

(16)

sarapan, 41,3% kadang-kadang sarapan dan sisanya 12,4% tidak pernah sarapan. Penelitian lainnya, menunjukkan bahwa presentase anak Hipoglikemi pada siswa yang sarapan pagi relatif rendah (55%) dibandingkan anak yang tidak sarapan (73%) (Wiharyanti, 2006).

Perilaku makan anak usia sekolah tidak hanya terbatas pengaruhnya terhadap dimensi akademik di sekolah tetapi juga dimensi status gizi. Saat ini masalah gizi anak usia sekolah selain menghadapi masalah kekurangan gizi, tetapi juga harus mulai memberikan perhatian pada masalah kelebihan gizi. Di Indonesia, tingkat kecukupan gizi anak usia sekolah belum cukup memadai yaitu rata-rata kecukupan konsumsi energi adalah 44.4% dan rata-rata kecukupan konsumsi protein adalah 30.6%. ( Riskesdas, 2010 ).

Akibat tidak sarapan pagi memiliki resiko menderita gangguan kesehatan berupa menurunnya kadar gula darah dengan tanda-tanda seperti lemah, kelesuan, mengantuk, keluar keringat dingin, kesadaran menurun bahkan pingsan dapat menurunkan kemampuan siswa dalam menyerap informasi dan pengetahuan sehingga materi yang dipelajarinya pun kurang (Baliwati, 2004). Masalah lapar pada waktu disekolah juga dapat mempengaruhi prestasi belajar siswa, rasa lapar akibat tidak sarapan pagi akan mempengaruhi prestasi belajar, menurunkan kemampuan siswa dalam memecahkan soal (Judarwanto , 2008 dalam Pustika, 2015 ).

Makan pagi dapat menyumbang seperempat dari kebutuhan gizi sehari yaitu sekitar 450-500 kalori dengan 8-9 gram protein. Bagi anak sekolah,makan pagi dapat meningkatkan konsentrasi belajar dan mudah menyerap pelajaran sehingga meningkatkan prestasi belajar (Depkes, 2002 dalam Pustika, 2015).

(17)

Konsumsi makanan berpengaruh terhadap status gizi yang kemudian berpengaruh terhadap perkembangan otak. Dimana perkembangan otak ini pada masa anak-anak sangat dibutuhkan agar mencapai prestasi belajar yang baik. Salah satu bahan makanan yang penting dalam perkembangan otak adalah protein. Asupan protein sarapan pagi sangat penting bagi tubuh karena sumber asam-asam amino yang mengandung bahan pemebntuk jaringan-jaringan baru dan selalu terjadi di dalam tubuh. Protein mengganti jaringan tubuh yang rusak . Kebutuhan protein pada anak sekolah 1,0 g/kg BB (Winarno, 2004).

Bahan makanan sumber protein yang dapat membantu konsentrasi belajar agar memperoleh hasil prestasi belajar yang baik adalah sumber protein hewani yaitu, daging ayam, daging sapi, ikan, telur, susu, dan produk olahannya. Pangan nabati yang banyak mengandung protein adalah kedelai, kacang tanah, kacang hijau. Sebagian kecil terdapat dalam sayuran dan buah-buahan ( Khomsan, 2004 dalam Pustika, 2015 ).

Protein berperan penting dalam transportasi zat besi dalam tubuh.

Kurangnya asupan protein akan mengakibatkan transportasi zat besi terhambat sehingga akan terjadi defisiensi besi (Almatsier, 2009 dalam Djihu, 2014). Kekurangan zat besi menyebabkan kadar hemoglobin di dalam darah lebih rendah dari normalnya, keadaan ini disebut anemia (Waryana, 2010 dalam Djihu, 2014).

Pengaruh defisiensi Fe terutama melalui kondisi gangguan fungsi hemoglobin yang merupakan alat transport O2 yang diperlukan banyak reaksi metabolik tubuh. Dikatakan bahwa pada kondisi anemia daya konsentrasi dalam belajar tampak menurun. Bukti yang tersedia menunjukkan gangguan pada perkembangan psikomotor dan kemampuan intelektual serta perubahan perilaku setelah terjadi anemia defisiensi zat besi (Gibney, 2009 dalam Widyastuti, 2014 ).

(18)

Kebutuhan protein juga meningkat pada masa anak sekolah karena proses pertumbuhan dan perkembangan yang cepat.Sebanyak 59,7 % anak usia sekolah tingkat konsumsi proteinnya kurang dari 80 % berdasarkan AKG ( Depkes, 2012 dalam Pustika, 2015 ). Dari hasil penelitian Pustika tentang asupan protein sarapan pagi di SD Negeri Sumber III Surakarta menujukkan proporsi bahwa asupan protein sarapan pagi yang kurang sebesar 49 % ( Pustika, 2015 ).

Status gizi menjadi aspek penting pada kesehatan anak usia sekolah. Gizi yang baik menjamin pertumbuhan dan perkembangan anak dapat berlangsung dengan optimal. Asupan pemberian zat gizi atau asupan makanan pada anak tidak selalu dapat dilaksanakan dengan baik.

Sering timbul masalah terutama dalam pemberian makanan yang tidak benar dan menyimpang. Penyimpangan ini mengakibatkan gangguan pada banyak organ-organ dan sistem tubuh anak (Khosman, 2002 dalam Mardiah, 2005).

Status gizi yang baik bagi siswa penting dalam mendukung prestasi belajar di sekolah. Hasil penelitian pada siswa SD Negeri Barombong Makassar menunjukkan bahwa sampel dengan status gizi baik mempunyai prestasi belajar baik sebesar 87,1 % Sebaliknya sampel dengan status gizi tidak baik memperoleh prestasi belajar baik hanya sebesar 12,9 % (p<0,05). (Isdaryanti, 2007).

Hasil penelitian( Riskesdas, 2013 ) untuk Jawa barat menunjukkan bahwa prevalensi status gizi sangat kurus 3,1 %, kurus 6,0 %, normal 72, 3%, gemuk 10,7 %, dan Obesitas 7,9 %. Angka 9, 1 % ini cukup besar karena berpengaruh terhadap masalah status gizi di daerah Jawa Barat.

(19)

Data status gizi anak sekolah dasar di Kabupaten Sukabumi menunjukkan angka kekurangan gizi yaitu anak dengan status gizi sangat kurus sebesar 2,5%, status gizi kurus sebesar 4,4%, status gizi gemuk sebesar 11,8% dan status gizi obesitas 6,6% (Riskesdas, 2013), sedangkan data perilaku sarapan pada anak sekolah hanya sebesar 46

% dan 54 % tidak melakukan sarapan pagi ( Fatimah, 2012 ).

Berdasarkan hal tersebut penulis ingin melakukan penelitian tentang “ Hubungan kebiasaan sarapan pagi, asupan protein sarapan pagi, dan status gizi dan prestasi belajar akademik siswa SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi.

1.2 Rumusan Masalah

a. Apakah ada hubungan kebiasaan sarapan pagi dan prestasi belajar akademik siswa SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi ?

b. Apakah ada hubungan asupan protein sarapan pagi dan prestasi belajar akademik siswa SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi ?

c. Apakah ada hubungan status gizi dan prestasi belajar akademik siswa SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi ?

1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan kebiasaan sarapan pagi, asupan protein sarapan pagi, dan status gizi dan prestasi belajar akademik siswa SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi.

(20)

1.3.2 Tujuan Khusus

a. Mengetahui gambaran kebiasaan sarapan pagi siswa sampel SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi.

b. Mengetahui gambaran asupan protein sarapan pagi siswa sampel SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi.

c. Mengetahui gambaran status gizi siswa sampel SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi.

d. Mengetahui gambaran prestasi belajar akademik siswa sampel SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi.

e. Menganalisis hubungan kebiasaan sarapan pagi dengan prestasi belajar akademik siswa SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi.

f. Menganailisis hubungan asupan protein sarapan pagi dengan prestasi belajar akademik siswa SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi.

g. Menganalisis hubungan antara status gizi dengan prestasi belajar akademik siswa SD Negeri Cigaronggong.

1.4 Ruang lingkup penelitian

Lingkup penelitian ini meliputi variabel kebiasaan sarapan pagi, asupan protein sarapan pagi, status gizi, dan prestasi belajar akademik pada siswa SD Negeri Cigaronggong Kabupaten Sukabumi.

(21)

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti

Penelitian ini berguna sebagai sarana pembelajaran dalam menerapkan ilmu yang telah didapat di bangku kuliah dan berguna untuk menambah pengalaman di masa yang akan datang.

1.5.2 Bagi Sampel

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai kebiasaan sarapan pagi, asupan protein, dan status gizi kepada siswa SD negeri Cigaronggong serta memberikan informasi mengenai pentingnya melakukan kegiatan sarapan pagi, konsumsi asupan protein, pentingnya menjaga status gizi terhadap prestasi belajar di sekolah.

1.5.3 Bagi Lokasi Penelitian ( SD Negeri Cigaronggong )

Penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi mengenai pentingnya sarapan pagi dan asupan protein dalam memenuhi kebutuhan gizi serta menggambarkan status gizi pada siswa SD Negeri Cigaronggong dengan kaitannya terhadap prestasi belajar.

1.5.4. Bagi Jurusan Gizi

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi institusi untuk dijadikan sebagai salah satu bahan masukan dalam melengkapi referensi atau kepustakaan bidang gizi masyarakat.

1.6 Keterbatasan Penelitian

Penelitian hanya terpusat pada asupan protein pada saat sarapan pagi dan tidak memperhatikan faktor asupan zat gizi yang lain seperti energi dan lemak yang dapat berpengaruh juga terhadap prestasi belajar

(22)

dan status gizi. oleh karena itu dalam analisis selanjutnya data asupan energi akan tetap diolah untuk memperkuat analisis.

Pewawancara terlebih dahulu akan menjelaskan yang dimaksud dengan sarapan pagi pada penelitian ini dikarenakan metode wawancara kebiasaan sarapan pagi kepada sampel bisa kurang akurat akibat perbedaan persepsi mengenai yang dimaksud dengan sarapan pagi.

Prestasi belajar siswa merupakan konsep belajar yang luas. Oleh karena itu dalam penelitian ini konsep prestasi belajar siswa difokuskan pada prestasi belajar akademik dengan menggunakan nilai UAS terakhir pada mata pelajaran matematika dan IPA yang lebih banyak membutuhkan ketahanan konsentrasi.

Status gizi siswa sampel yang akan dibandingkan dibatasi diantara yang mengalami gizi kurang dan gizi baik, sehingga dalam analisis siswa hanya dibatasi pada yang memiliki IMT/umur sebesar < 1,00 SD.

Sarapan pagi hanya menyumbangkan 25 % dari kebutuhan sehari sehingga untuk menggambarkan keadaan gizi perlu ada data lain seperti makan sehari.

(23)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anak Usia Sekolah

2.1.1 Definisi Anak Usia Sekolah .

Anak usia sekolah dasar adalah anak yang berusia 7-12 tahun,sifat anak sekolah yaitu memiliki fisik lebih kuat mempunyai sifat individual serta aktif dan tidak bergantung pada orang tua.

Aktifitas anak sekolah seperti proses belajar yang rutin dilakukan setiap hari, yang diikuti dengan kegiatan seperti bermain, berolahraga, berinteraksi baik individu maupun kelompok yang semuanya membutuhkan energi atau tenaga yang diperoleh dari sarapan pagi (Judarwanto , 2008).

2.1.2 Pertumbuhan Anak sekolah dasar

Pertumbuhan adalah bertambahnya ukuran fisik (anatomi) dan struktur tubuh dalam arti sebagian atau seluruhnya karena adanya multiplikasi (bertambah banyak), sel-sel organ tubuh dan juga karena bertambah besarnya sel. Jadi pertumbuhan lebih ditekankan pada pertumbuhan ukuran fisik seseorang, yaitu menjadi lebih besar atau lebih matang bentuknya serta pertambahan ukuran berat badan, tinggi badan dan lingkar kepala (Nursalam, 2005 dalam Lubis ,2011).

Pertumbuhan adalah berkaitan dengan masalah perubahan dalam besar, jumlah, ukuran, atau dimensi tingkat sel, organ maupun

(24)

individu yang dapat diukur dengan ukuran berat ( gram, kilogram ), ukuran panjang ( cm, meter ) umur tulang dan keseimbangan metabolic ( retensi kalsium dan nitrogen tubuh ) (Soetjningsih, 2005).

Menurut Soetjiningsih, 2005 Faktor yang dapat mempengaruhi pertumbuhan adalah

a. Faktor Genetik

Faktor genetik merupakan modal dasar dalam mencapai hasil akhir proses pertumbuhan anak. Yang termasuk faktor genetik antara lain berbagai faktor bawaan yang normal dan patologi, jenis kelamin, suku bangsa, dan bangsa.

b. Faktor Lingkungan

Lingkungan merupakan faktor yang sangat menentukan tercapainya atau tidaknya potensi bawaan, sedangkan lingkungan yang kurang akan menghambatnya. Lingkungan ini merupakan bio- psiko-sosial dan prilaku. Faktor lingkungan secara garis besar dibagi menjadi faktor yang mempengaruhi anak pada waktu masih di dalam kandungan dan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan setelah lahir.

c. Faktor Hormonal

Merupakan faktor yang mempengaruhi pertumbuhan anak, Yang termasuk faktor hormonal antara lain insulin, tiroid, dan steroid.

2.1.3 Karakteristik Anak Sekolah Dasar

Anak sekolah merupakan golongan yang mempunyai karakteristik mulai mencoba mengembangkan kemandirian dan menentukan batasan-batasan norma. Di sinilah variasi individu mulai lebih mudah dikenali seperti pertumbuhan dan perkembangannya, pola aktivitas, kebutuhan zat gizi, perkembangan kepribadian, serta

(25)

asupan makanan (Yatim, 2005). Ada beberapa karakteristik lain anak usia ini adalah sebagai berikut :

• Anak banyak menghabiskan waktu di luar rumah

• Aktivitas fisik anak semakin meningkat

• Pada usia ini anak akan mencari jati dirinya

Anak akan banyak berada di luar rumah untuk jangka waktu antara 4-5 jam. Aktivitas fisik anak semakin meningkat seperti pergi dan pulang sekolah, bermain dengan teman, akan meningkatkan kebutuhan energi. Apabila anak tidak memperoleh energi sesuai kebutuhannya maka akan terjadi pengambilan cadangan lemak untuk memenuhi kebutuhan energi, sehingga anak menjadi lebih kurus dari sebelumnya (Khomsan, 2010).

2.1.4 Kecukupan Gizi Anak Sekolah Dasar

Angka kecukupan gizi (AKG) atau Recommended Dietary Allowances (RDA) adalah banyaknya masing-masing zat gizi yang harus dipenuhi dari makanan untuk mencukupi hampir semua orang sehat. Tujuan utama penyusunan AKG ini adalah untuk acuan perencanaan makanan dan menilai tingkat konsumsi makanan individu/masyarakat (Almatsier, 2001dalam Putri,2012).

Angka kecukupan energi untuk anak usia sekolah dasar usia 7-9 tahun 1850 kkal , untuk usia 10-12 tahun laki-laki 2100 kkal , dan untuk anak perempuan usia 10 -12 tahun kecukupan energi sebesar 2000 kkal ( AKG, 2013 ).

Menurut (Hardiansyah dan Tambunan, 2004 dalam Putri, 2012 ) mengartikan Angka Kecukupan Energi (AKE) adalah rata-rata tingkat konsumsi energi dari pangan yang seimbang dengan

(26)

pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan.

Angka kecukupan protein untuk anak usia sekolah dasar usia 7-9 tahun 49 gram kkal , untuk usia 10-12 tahun anak laki-laki kecukupan protein 56 gram, dan untuk usia 10-12 tahun perempuan 60 gram protein (AKG, 2013 ).

Selanjutnya Angka Kecukupan Protein (AKP) dapat diartikan rata-rata konsumsi protein untuk menyeimbangkan protein yang hilang ditambah sejumlah tertentu, agar mencapai hampir semua populasi sehat (97.5%) di suatu kelompok umur, jenis kelamin, dan ukuran tubuh tertentu pada tingkat aktivitas sedang ( Hardiansyah dan Tambunan, 2004 dalam Putri, 2012 ).

TABEL 2.1

ANGKA KECUKUPAN ENERGI DAN PROTEIN ANAK SEKOLAH DASAR

No Jenis Kelamin

Usia BB

(kg)

TB (cm )

Energi (kkal )

Protein (gram) 1. Anak-anak 7-9 tahun 27 130 1850 49 2. Laki-laki 10-12

tahun

34 142 2100 56

3. Perempuan 10-12 tahun

36 145 2000 60

Sumber : AKG 2013

(27)

Makan pagi dapat menyumbang seperempat dari kebutuhan gizi sehari yaitu sekitar 450-500 kalori dengan 8-9 gram protein.

Selain kandungan gizinya cukup, bentuk makan pagi sebaiknya juga disukai anak-anak dan praktis pembuatannya(Muhilal &

Damayanti, 2006 dalam Wiharyanti,2006 ).

2.1.5 Pola Makan

Pola makan adalah berbagai informasi yang memberikan gambaran mengenai jumlah dan jenis bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk suatu kelompok masyarakat tertentu. Kebiasaan makan adalah cara individu atau kelompok individu memilih pangan dan mengkonsumsinya sebagai reaksi terhadap pengaruh fisiologis , psikologis, sosial, dan budaya (Suhardjo, 2003 dalam Putri, 2012).

Kecukupan asupan makanan tidak hanya bergantung pada ketersediaan makanan, tetapi juga pada faktor-faktor lain , seperti budaya, lingkungan, dan interaksi sosial. Perilaku makan anak memiliki hubungan dengan kebiasaan makan orang tua secara sadar maupun tidak sadar telah menuntun kesukaan makan anak dan membentuk gaya makan anak sama seperti mereka. Pemilihan makan anak juga dipengaruhi oleh idola atau tokoh popular yang menarik bagi anak, kebiasaan makan teman sebaya, serta lingkungan tempat tinggal ( Istiany, 2013 ).

Makanan anak sekolah perlu mendapatkan perhatian, mengingat masih dalam masa pertumbuhan, maka keseimbangan gizinya harus dipertahankan supaya tetap sehat. Kebutuhan kalori

(28)

ditentukan berat badan, usia dan aktivitas anak. Pola makan anak usia SD ( usia 7-9 tahun dan 10-12 tahun adalah / sebagai berkut :

1. Pada usia 7-9 tahun anak pandai menentukan makanan yang disukai karena sudah kenal lingkungan.

2. Banyak anak menyukai makanan jajanan yang hanya mengandung karbohidrat dan garam yang hanya akan membuat cepat kenyang dan bisa menganggu nafsu makan anak.

3. Perlu pengawasan supaya tidak salah memilih makanan karena pengaruh lingkungan.

4. Pada anak usia 10-12 tahun, kebutuhan sudah harus dibagi dalam jenis kelaminnya. Anak laki-laki lebih banyak aktivitas fisik sehingga memerlukan energi yang lebih banyak dibandingka anak perempuan. Anak perempuan sudah mengalami masa haid sehingga memerlukan lebih banyak protein, zat besi dan usia sebelumnya. Perlu diperhatikan pula pentingnya sarapan pagi supaya konsentrasi belajar tidak terganggu ( Istiany,2013 ).

2.2 Prestasi Belajar

2.2.1 Definisi Prestasi Belajar

Prestasi belajar menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2005) adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran, lazimnya ditunjukkan dengan nilai tes atau angka nilai yang diberikan guru prestasi belajar adalah hasil usaha siswa yang dapat dicapai berupa penguasan pengetahuan, kemampuan kebiasaan dan keterampilan serta sikap setelah mengikuti proses pembelajaran yang dapat dibuktikan dengan hasil tes. Prestasi belajar merupakan suatu hal yang dibutuhkan siswa

(29)

untuk mengetahui kemampuan yang diperolehnya dari suatu kegiatan yang disebut belajar (Suryabrata,2002 dalam Slameto,2003).

Menurut Slameto (2003) menyatakan bahwa prestasi belajar merupakan suatu perubahan yang dicapai seseorang setelah mengikuti proses belajar. Perubahan ini meliputi perubahan tingkah laku secara menyeluruh dalam sikap, keterampilan dan pengetahuan.

Prestasi belajar ini dapat dicapai melalui kriteria kelulusna minimal yang ditentukan oleh suatu sekolah. Adapun kriteria kelulusan minimal yang ditetapkan oleh SD Negeri Cigaronggong ini adalah sebagai berikut :

TABEL 2.2

KRITERIA KETUNTASAN MINIMAL

Mata Pelajaran KKM

Matematika 70

IPA 70

( sumber : keputusan kepala sekolah No.286/KEP/SD/2014)

2.2.2 Fungsi prestasi Belajar

Menurut Purwanto (2003), fungsi prestasi belajar yaitu:

1. Prestasi belajar sebagai indikator kualitas dan kuantitas pengetahuan anak didik. Prestasi belajar yang dicapai oleh siswa menunjukkan sejauh mana siswa mampu memahami dan menguasai bahan ajar atau materi yang telah disampaikan oleh guru. Dengan melihat

(30)

prestasi belajar tersebut maka dapat segera dievaluasi hal-hal yang menyebabkan siswa kurang memahami atau menguasai bahan ajar atau materi pelajaran.

2. Prestasi belajar sebagai lembaga kepuasan hasrat ingin tahu. Para ahli psikologi biasanya menyebutkan hal ini sebagai tendensi keingintahuan dan merupakan kebutuhan umum manusia, termasuk didalamnya adalah seorang siswa yang ingin mencapai kepuasan dengan cara memperoleh prestasi belajar yang baik.

3. Prestasi belajar sebagai bahan informasi dan inovasi pendidikan.

Asumsinya bahwa prestasi belajar dapat dijadikan pendorong bagi siswa dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berperan sebagai bahan evaluasi dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan.

4. Prestasi belajar sebagai indikator intern dan ekstern. Sebagai indikator intern artinya prestasi belajar yang telah diraih daopat digunakan sebagai tolak ukur tingkat produktifitas suatu institusi pendidikan. Sedangkan sebagai indikator ekstern artinya tinggi rendahnya prestasi belajar dapat dijadikan indikator kesuksesan siswa dalam masyarakat.

2.2.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar

Menurut Slameto (2003) dan Suryabrata (2002) secara garis besarnya faktor-faktor yang dapat mempengaruhi prestasi belajar dapat dikelompokkan atas :

a. Faktor Internal

Faktor yang menyangkut seluruh pribadi termasuk kondisi fisik maupun mentalatau psikis. Faktor internal ini sering disebut faktor instrinsik yang meliputi kondisi fisiologi dan kondisi psikologis yang mencakup minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan lain-lain.

(31)

1. Kondisi Fisiologis Secara Umum

Kondisi fisiologis pada umumnya sangat berpengaruh terhadap keberhasilan belajar seseorang. Orang yang ada dalam keadaan segar jasmaninya akan berlainan belajarnya dari orang yang ada dalam keadaan lelah. Anak-anak yang kekurangan gizi ternyata kemampuannya berada dibawah anak-anak yang tidak kekurangan gizi. Anak anak yang kurang gizi mudah lelah, mudah mengantuk, dan tidak mudah menerima pelajaran.

2. Kondisi Psikologis

Belajar pada hakikatnya adalah proses psikologi. Oleh karena itu semua keadaan dan fungsi psikologis tentu saja mempengaruhi belajar seseorang. Itu berarti belajar bukanlah berdiri sendiri, terlepas dari faktor lain seperti faktor dari luar dan faktor dari dalam. Faktor psikologis sebagai faktor dari dalam tentu saja merupakan hal yang utama dalam menentukan intensitas belajar seorang anak. Meski faktor luar mendukung, tetapi faktor psikologis tidak mendukung maka faktor luar itu akan kurang signifikan. Oleh karena itu minat, kecerdasan, bakat, motivasi, dan kemampukan-kemampuan kognitif adalah faktor psikologis yang utama mempengaruhi proses dan hasil belajar mahasiswa.

3. Kondisi Panca Indera

Disamping kondisi fisiologis umum, hal yang tak kalah pentingnya adalah kondisi panca indera terutama penglihatan dan pendengaran. Sebagian besar yang dipelajari manusia dipelari menggunakan penglihatan dan pendengaran. Orang belajar dengan membaca, melihat contoh atau model, melakukan observasi, mengamati hasil eksperimen, mendengarkan keterangan guru dan orang lain, mendengarkan ceramah, dan lain sebagainya.

(32)

4. Intelegensi/Kecerdasan

Intelegensi adalah suatu kemampuan umum dari seseorang untuk belajar dan memecahkan suatu permasalahan. Jika intelegensi seseorang rendah bagaimanapun usaha yang dilakukan dalam kegiatan belajar, jika tidak ada bantuan orang tua atau pendidik niscaya usaha belajar tidak akan berhasil.

5. Bakat

Bakat merupakan kemampuan yang menonjol disuatu bidang tertentu misalnya bidang studi matematika atau bahasa asing. Bakat adalah suatu yang dibentuk dalam kurun waktu, sejumlah lahan dan merupakan perpaduan taraf intelegensi. Pada umumnya komponen intelegensi tertentu dipengaruhi oleh pendidikan dalam kelas, sekolah, dan minat subyek itu sendiri.

Bakat yang dimiliki seseorang akan tetap tersembunyi bahkan lama-kelamaan akan menghilang apabila tidak mendapat kesempatan untuk berkembang.

6. Motivasi

Motivasi memegang peranan penting dalam memberikan gairah, semangat, dan rasa senang dalam belajar sehingga yang mempunyai motivasi tinggi mempunyai energi yang banyak untuk melaksanakan kegiatan belajar. Mahasiswa yang mempunyai motivasi tinggi sangat sedikit yang tertinggal dalam belajarnya. Kuat lemahnya motivasi belajar seseorang turut mempengaruhi keberhasilan belajar. Karena itu motivasi belajar perlu diusahakan terutama yang berasal dari dalam diri (motivasi intrinsik) dengan cara senantiasa memikirkan masa depan yang penuh tantangan dan harus untuk mencapai cita-cita. Senantiasa memasang tekat bulat dan selalu optimis bahwa cita-cita dapat dicapai dengan belajar.. Bila ada mahasiswa yang kurang memiliki motivasi

(33)

instrinsik diperlukan dorongan dari luar yaitu motivasi ekstrinsik agar mahasiswa termotivasi untuk belajar.

b. Faktor Eksternal

Faktor yang bersumber dari luar diri individu yang bersangkutan. Faktor ini sering disebut dengan faktor ekstrinsik yang meliputi segala sesuatu yang berasal dari luar diri individu yang dapat mempengaruhi prestasi belajarnya baik itu di lingkungan sosial maupun lingkungan lain.

1. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan dapat dikelompokkan menjadi dua kelompok, yaitu:

a. Lingkungan Alami

Lingkungan alami seperti keadaan suhu, kelembaban udara berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Belajar pada keadaan udara yang segar akan lebih baik hasilnya daripada belajar pada suhu udara yang lebih panas dan pengap.

b. Lingkungan Sosial

Lingkungan sosial, baik yang berwujud manusia dan representasinya (wakilnya),walaupun yang berwujud hal yang lain langsung berpengaruh terhadap proses dan hasil belajar. Seseorang yang sedang belajar memecahkan soal akan terganggu bila ada orang lain yang mondar-mandir di dekatnya atau keluar masuk kamar. Representasi manusia misalnya memotret, tulisan, dan rekaman suara juga berpengaruh terhadap hasil belajar.

2. Faktor Instrumental

Faktor-faktor instrumental adalah yang penggunaannya dirancang sesuai dengan hasil belajar yang diharapkan. Faktor-faktor

(34)

ini diharapkan dapat berfungsi sebagai sarana untuk tercapainya tujuan yang telah dirancang.

Faktor-faktor ini dapat berupa :

a. Perangkat keras misalnya gedung, perlengkapan belajar, alat-alat praktikum, dan sebagainya.

b.Perangkat lunak seperti kurikulum, program, dan pedoman belajar lainnya.

2.3 Sarapan Pagi

2.3.1 Definisi Sarapan Pagi

Sarapan adalah kebutuhan manusia yang seharusnya dilakukan secara teratur setiap pagi, akan kebutuhan nutrisi dan perkembangan otak bagi seorang anak dimulai sejak dini. (Waryono, 2010). Manusia membutuhkan sarapan pagi, karena dalam sarapan pagi diharapkan memenuhi kecukupan energi yang diperlukan untuk jam pertama dalam melakukan aktivitas. Jika tidak melakukan sarapan, maka tubuh akan terasa tidak mempunyai energi yang cukup terutama dalam proses belajar mengajar.

Sarapan atau makan pagi adalah makanan yang disantap pada pagi hari, waktu sarapan dimulai dari pukul 06.00 pagi sampai dengan pukul 10.00 pagi. Sarapan dianjurkan menyantap makanan yang ringan bagi kerja perncernaan, sehingga dianjurkan untuk mengkonsumsi makanan yang memiliki kadar serat tinggi dengan protein yang cukup namun dengan kadar lemak rendah. Selain itu, mengonsumsi protein dan kadar serat yang tinggi juga dapat membuat seseorang tetap merasa kenyang hingga waktu makan siang (Jetvig, 2010 dalam Faizah, 2012).

(35)

2.3.2 Manfaat Sarapan Bagi Kebutuhan Gizi Anak Sekolah

Sarapan pagi bagi anak SD, berfungsi sebagai penyokong pertumbuhan sel-sel baru atau bagian-bagiannya. Pada pertumbuhan dibentuk sel-sel baru yang ditambahkan kepada sel-sel baru untuk menggantikan sel-sel lama yang telah rusak dan harus terpakai .Anak yang terbiasa mengkonsumsi sarapan pagi akan mempunyai kemampuan yang lebih baik di sekolahnya (Handayani,2004)..

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa seseorang yang melakukan sarapan pagi :

a. Terbukti lebih tinggi daya konsentrasinya. Dengan konsentrasi yang tinggi maka diharapkan dapat mencapai prestasi belajar yang optimal.

b. Lebih gesit dan aktif dalam beraktivitas.

c. Lebih sehat dan tidak lemas, sehingga tidak mudah terkena penyakit (Farida dalam Prativi 2014 ).

Manfaat sarapan menurut Brown et al :

1. Mempunyai kemampuan daya ingat ( kognitif ) yang lebih baik.

2. Memiliki daya juang belajar dan konsentrasi atau perhatian yang lebih baik.

3. Memiliki kemampuan membaca, berhitung ( matematika ) dan skor kemampuan sejenis ( bahasa Indonesia dan logika ) yang lebih baik.

4. Anak jarang sakit dan jarang pusing, sakit telinga, sakit perut.

5. Anak memilki stamina dan disiplin yang lebih baik (Brown ,2014).

(36)

2.3.3 Manfaat Sarapan Bagi Prestasi Belajar

Dalam dunia pendidikan hendaknya siswa harus bisa menyerap pendidikan yang diberikan oleh gurunya. Manfaat bagi outcome pendidikan, yakni dengan sarapan pagi ternyata dapat meningkatkan angka kehadiran sekolah dengan melakukan kegiatan sarapan pagi maka dapat menghilangkan lapar jangka pendek sehingga perhatian anak, kemampuan mengingat yang diperlukan saat belajardan kecepatan otak dalam memperoleh informasi menjadi lebih baik dan memungkinkan anak-anak untuk mendapatkan lebih banyak pengetahuan. Selain itu dalam jangka waktu yang panjang, sarapan dapat memperbaiki status gizi anak dan mengoreksi defisiensi mikronutrien sehingga fungsi kognitif anak menjadi lebih baik. (Henningham dan Mc-Gregor dalam Prativi,2005 ).

Manfaat sarapan pagi salah satu faktor pentingnya yaitu berasal dari sumber karbohidrat untuk meningkatkan kadar gula darah yang berdampak positif pada produktivitas serta konsentrasi belajar bagi anak sekolah. Di sisi lain, pada prakteknya masih banyak anak yang tidak membiasakan sarapan pagi sebelum menuju ke sekolah. Terdapat 2 manfaat yang bisa diambil dari sarapan pagi. Pertama, sarapan pagi dapat menyediakan karbohidrat yang siap digunakan untuk meningkatkan kadar gula darah. Dengan kadar gula darah yang terjamin normal, maka gairah dan konsentrasi kerja bisa lebih baik sehingga berdampak positif untuk meningkatkan produktivitas. Kedua, pada dasarnya sarapan pagi akan memberikan kontribusi penting beberapa zat gizi yang diperlukan tubuh, seperti protein, lemak, vitamin, dan mineral.

Ketersediaa zat gizi ini bermanfaat juga untuk berfungsinya proses fisiologis dalam tubuh (Khomsan, 2005 dalam Wijayanto 2014).

(37)

2.4 Asupan Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh karena zat ini disamping berfungsi sebagai bahan bakar dalam tubuh juga berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur .Sebagai zat pembangun, protein merupakan bahan pemebentuk jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi dalam tubuh selain itu juga untuk perkembangan kecerdasan otak .Protein dalam tubuh manusia, terutama dalam sel jaringan, bertindak sebagai bahan membran sel, dapat membentuk jaringan pengikut misalnya kolagen dan elastin, serta membentuk protein yang inert seperti rambut dan kuku. Protein dalam bahan makanan yang dikonsumsi manusia akan diserap oleh usus dalam bentuk asam amino. Kadang- kadang beberapa asam amino yang merupakan peptide dan molekul- molekul protein kecil dapat juga diserap melalui dinding usus, masuk kedalam pembuluh darah. Hal semacam inilah yang akan menimbulkan reaksi-reaksi alergik dalam tubuh yang sering timbul pada orang yang makan bahan makanan yang mengandung protein seperti susu, ikan laut, udang, telur, dan sebagainya. (Winarno,2002). Selain itu protein digunakan sebagai sumber makanan yang terbaik serta memenuhi sebanyak 20–35% dari kecukupan energi harian (Giovani, 2008)

Bertambahnya berbagai ukuran tubuh pada proses tumbuh, salah satunya dipengaruhi oleh faktor gizi. Masukan gizi yang tepat, baik dalam jumlah maupun jenisnya berpengaruh terhadap proses tumbuh . Protein yang dibutuhkan untuk membangun dan memelihara otot, darah, kulit, tulang, dan jaringan serta organ-organ tubuh lain. Protein juga digunakan untuk menyediakan energi. Protein terbuat dari asam amino dan diantaranya ada asam amino yang tidak dapat dibuat dalam tubuh , oleh karenanya harus diperoleh dari makanan sehari-hari. Asam amino

(38)

demikian disebut dengan asam amino esensial. Pada anak, fungsi penting protein adalah untuk pertumbuhan. Bila kekurangan protein berakibat pertumbuhan yang lambat dan tidak dapat mencapai kesehatann dan pertumbuhan yang normal. Kecukupan protein juga esensial untuk membangun antibody sebagai pelindung dari penyakit infeksi. Untuk pertumbuhan yang optimal diperlukan masukan protein dalam jumlah yang cukup. Konsumsi protein yang melebihi dari cukup berdampak kurang baik, karena akan menyebabkan dehidrasi dan suhu badan sering naik ( Almatsier, 2004 ).

Klasifikasi protein berdasarkan sumbernya dibagi menjadi 2 yaitu : a. Protein hewani, yaitu protein dalam bahan makanan yang berasal dari

hewan seperti daging, susu,telur dan ikan.

b. Protein nabati, yaitu protein yang berasal dari bahan makanan tumbuh- tumbuhan seperti kacang-kacangandan hasil olahannya.

(Kusumo,2010).

Fungsi protein dalam tubuh adalah :

a. Sebagai zat pembangun, protein berfungsi dalam pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan, mengganti sel-sel yang mati dan habis terpakai.

b. Sebagai pertahanan tubuh melawan berbagai mikroba dan zat toksik lain yang datang dari luar tubuh.

c. Sebagai pengatur keseimbangan air, melalui sistem kompleks yang melibatkan protein dan elektrolit.

d. Sebagai zat pengatur proses metabolisme dalam bentuk enzim dan hormon.

e. Sebagai sumber energi, protein ekivalen dengan karbohidrat karena menghasilkan 4 kkal / g protein. Dalam jumlah energi yang dibutuhkan untuk metabolisme energi.

(39)

f. Sebagai zat yang membantu dalam konsentrasi belajar ( khususnya protein hewani) sehingga mampu mengingat dengan baik . (Almatsier,2004 ).

Protein yang sangat berpengaruh terhadap prestasi belajar yaitu protein hewani. Kekurangan protein dapat menyebabkan ganggguan pada absorpsi dan transportasi zat-zat gizi. Secara nasional konsumsi protein sehari rata-rata penduduk Indonesia adalah 48,7 gram sehari. Ini telah melebihi rata-rata standar kecukupan protein sehari ( 45 gram ).

(Almatsier, 2004 ).

2.5 Status Gizi

Status gizi adalah keadaan tubuh sebgai akibat konsumsi makanan dan penggunaan zat-zat gizi, dibedakan antara gizi kurang, baik, dan lebih (Almatsier, 2004). Sedangkan menurut (Supariasa ,2002) status gizi adalah ekspresi dari keadaan keseimbangan dalam bentuk variabel tertentu, atau perwujudan dari nutrisi dalam bentuk variabel tertentu.

Metode yang digunakan untuk pengukuran terdiri pengukuran langsung dan tidak langsung ( Supariasa, 2002 ).

a. Pengukuran langsung terdiri dari : 1. Antropometri.

2. Klinis.

3. Biokimia.

4. Biofisik.

b. Pengukuran tidak langsung terdiri dari : 1. Survei Konsumsi Pangan.

2. Statistik Vital.

3. Faktor Ekologi.

(40)

Secara umum antropometri artinya ukuran tubuh manusia. Ditinjau dari sudut pandang gizi, maka antropometri gizi berhubungan dengan berbagai tingkat umur dan tungkat gizi. Penggunaan antropometri secara umum digunakan untuk melihat ketidak seimbangan asupan protein dan energi. Ketidakseimbangan ini terlihat pada pola pertumbuhan fisik dan proporsi jaringan tubuh seperti lemak, otot, dan jumlah air dalam tubuh.

Konsumsi makanan seseorang berpengaruh terhadap status gizi orang tersebut. Status gizi baik terjadi bila tubuh memperoleh cukup zat-zat gizi yang digunakan secara efisien sehingga memungkinkan pertumbuhan fisik, perkembangan otak, kemampuan kerja, dan kesehatan secara optimal. Sedangkan status gizi kurang terjadi apabila tubuh mengalami kekurangan satu atau lebih zat-zat gizi esensial. Status gizi lebih terjadi bila tubuh memperoleh zat-zat gizi dalam jumlah yang berlebihan sehingga menimbulkan toksik atau membhayakan ( Istiany,2013 ). Metode penilaian status gizi dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu penilaian langsung dan tidak langsung.

Metode antropometri yang dapat digunakan untuk menilai status gizi anak usia sekolah dasar yaitu Indeks Antropometri Indeks Antropometri Indeks Massa Tubuh menurut Umur.

2.5.1 Indeks Antropometri Indeks Massa Tubuh Menurut Umur Masalah kekurangan dan kelebihan gizi pada anak sekolah (usia 7 tahun keatas) merupakan masalah penting, karena selain mempunyai resiko peyakit-penyakit tertentu , juga dapat mempengaruhi produktifitas kerja (Supariasa,2002 ). Oleh karena itu, pemantauan keadaan tersebut perlu dilakukan secara berkesinambungan. Salah satu cara adalah dengan mempertahankan berat badan yang ideal atau normal.

(41)

Di Indonesia khususnya, cara pemantauan dan batasan berat badan normal orang dewasa belum jelas mengacu pada patokan tertentu. Sejak tahun 1958 digunakan cara perhitungan berat badan normal berdasarkan rumus :

Berat badan Normal = ( Tinggi badan - 100 ) - 10 %

Berat badan yang berada di bawah batas minimum dinyatakan sebagai underweight atau “ kekurusan ” dan berat badan yang berada di atas batas maksimum dinyatakan sebagai overweight. Orang - orang yang berada di bawah ukuran berat normal mempunyai resiko terhadap penyakit infeksi, sementara yang berada diatas ukuran berat normal mempunyai resiko terhadap penyakit degenerative (Supariasa, 2002).

TABEL 2.3

KATEGORI AMBANG BATAS IMT UNTUK ANAK SEKOLAH DASAR Indeks Kategori Status Gizi Ambang Batas

Indeks Massa Tubuh menurut Umur ( IMT/U )

Umur 5 Th-18 Th

Obesitas > 2,00 SD Gemuk > 1,00 SD sd 2,00 SD Normal -2,00 SD sd < 1,00 SD

Kurus -3,00 SD sd < - 2,00 SD

Sangat Kurus < - 3,00 SD Sumber : (WHO,2005)

(42)

2.6 Metode Recall 24 Jam

Menurut (Supariasa, 2002) ada cara pengukuran konsumsi makanan menghasilkan dua jenis data konsumsi,yaitu bersifat kualitatif dan kuantitatif.

a. Metode Kualitatif

metode yang bersifat kualitatif biasanya untuk mengetahui frekuensi makan, frekuensi konsumsi menurut jenis bahan makanan dan menggali informasi tentang kebiasaan makan ( food habits ) serta cara- cara memperoleh bahan makanan tersebut.

Metode - metode pengukuran konsumsi makanan bersifat kualitatif antara lain:

a. metode frekuensi makanan . b. Metode dietary history.

c. Metode Telepon.

d. Metode pendaftaran makanan ( food list ).

b. Metode Kuantitatif

Metode kuantitatif dimaksudkan untuk mengetahui jumlah makanan yang dikonsumsi sehingga dapat dihitung konsumsi zat gizi dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan makanan ( DKBM ) atau daftar lain yang diperlukan seperti Daftar Ukuran Rumah Tangga ( URT ), Daftar Konversi Mentah-Masak ( DKMM ) dan Daftar Penyerapan Minyak.

Metode-metode untuk pengukuran konsumsi secara kuantitatif antara lain :

a. Metode recall 24 jam

b. Perkiraan makanan ( estimated food record ).

c. Penimbangan makanan ( food weighing ).

d. Metode Food Account.

e. Metoda inventaris ( inventory method ).

f. Pencatatan ( household food records ).

(43)

c. Metoda Kualitatif dan Kuantitatif

Beberapa metode pengukuran bahkan dapat menghasilkan data yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Metode tersebut antara lain : a. metode recall 24 jam.

b. metode riwayat makan ( dietary history ).

Prinsip dari metode food recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Menurut E-Siong, Dop, Winichagoon (2004) untuk survei konsumsi gizi individu lebih disarankan menggunakan recall 24 jam konsumsi gizi dikarenakan dari sisi kepraktisan dan kevalidan data masih dapat diperoleh dengan baik selama yang melakukan terlatih. Metode ini cukup akurat, cepat pelaksanaannya, murah, mudah, dan tidak memerlukan peralatan yang mahal dan rumit. Ketepatan menyampaikan ukuran rumah tangga (URT) dari pangan yang telah dikonsumsi oleh responden, serta ketepatan pewawancara untuk menggali semua makanan dan minuman yang dikonsumsi responden beserta ukuran rumah tangga (URT).

Prinsip metode ini yaitu dilakukan dengan mencatat jenis dan jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu.

Kelebihan metode recall 24 jam, antara lain : mudah, biaya relatif murah,cepat, dapat digunakan untuk responden buta huruf, dan dapat memberikan gambaran nyata konsumsi makanan individu sehingga dapat dihitung intake gizi sehari. Sedangkan kekurangannya, antara lain : tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari jika hanya dilakukan recall satu hari, tergantung daya ingat responden , “ the flat slope syndrome ” yaitu kecenderungan bagi responden kurus untuk melaporkan konsumsinya lebih banyak dan bagi responden gemuk untuk melaporkan

(44)

konsumsinya lebih sedikit, butuh tenaga dan petugas terlatih (Septiani,2010 ).

2.7 Hubungan Kebiasaan Sarapan Pagi dan Prestasi Belajar

Pada usia sekolah banyak faktor yang mempengaruhi proses pertumbuhan dan perkembangan mental dan jasmani. Salah satunya adalah masalah gizi, jalan untuk menempuh perbaikan gizi anak agar prestasi belajar tidak terganggu salah satunya yaitu dengan perbaikan pola makan dikeluarga dengan menekankan pentingnya makan pagi sebelum berangkat sekolah. makan pagi bukanlah sekedar untuk mengenyangkan perut selama belajar disekolah, tetapi lebih dari yaitu agar anak-anak dapat berkonsentrasi dengan baik agar mendukung prestasi belajarnya ( Triyanti, 2014 ).

Makan pagi berpengaruh terhadap kecerdasan otak, terutama daya ingat anak. Kemampuan anak-anak untuk mengingat sangat dipengaruhi oleh ketersediaan kalori dan zat-zat gizi dari makan pagi. penelitian ini menyimpulkan, pertama, otak sensitif terhadap penurunan jangka pendek ketersediaan zat-zat makanan. Kedua, keadaan tidak makan pada malam dan pagi hari akan menghasilkan hambatan psikologi disertai perubahan fungsi otak, khususnya daya ingat (Sintha, 2001 dalam Triyanti 2014).

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan bahwa dari 33 responden,terdapat 25 orang (75,8%) responden memiliki prestasi belajar yang tinggi dan dari data tersebut terdapat 19 orang (57,6%) responden yang terbiasa sarapan pagi dan 6 orang (18,2%) responden lainnya tidak terbiasa sarapan pagi. Sedangkan responden yang memiliki prestasi rendah tercatat sebanyak 8 orang (24,2%) responden yang diantaranya 6

(45)

orang (18,2%) responden tidak terbiasa sarapan pagi dan 2 orang (6,1%) responden lainnya terbiasa sarapan pagi ( Afrida, 2013 ).

2.8 Hubungan Status Gizi dan Prestasi Belajar

Prestasi belajar siswa bukan semata-mata karena kecerdasan siswa saja tetapi ada faktor lain yang dapat mempengaruhi prestasi belajar tersebut.Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar siswa adalah faktor internal yang meliputi faktor fisiologis dan psikologis, dimana status gizi termasuk faktor fisiologis tersebut, faktor eksternal, dan faktor pendekatan belajar (Syah, 2010 dalam Agustini,2013).

Pengaruh makanan terhadap perkembangan otak, apabila makanan tidak cukup mengandung zat-zat gizi yang dibutuhkan, dan keadaan ini berlangsung lama, akan menyebabkan perubahan metabolisme dalam otak, berakibat terjadi ketidakmampuan berfungsi normal. Pada keadaan yang lebih berat dan kronis, kekurangan gizi menyebabkan pertumbuhan badan terganggu, badan lebih kecil diikuti dengan ukuran otak yang juga kecil. Jumlah sel dalam otak berkurang dan terjadi ketidakmatangan dan ketidaksempurnaan organisasi biokimia dalam otak. Keadaan ini berpengaruh terhadap perkembangan kecerdasan anak (Anwar, 2008 dalam Agustini, 2013).

Hasil penelitian di SD di desa Grenggeng Kecamatan Karanganyar Kebumen 73 orang responden dengan status gizi yang baik, diperoleh prestasi belajar yang tinggi sebanyak 45 anak (61,64%) dan prestasi belajar yang rendah sebanyak 8 anak (10,96%), sedangkan responden denganstatus gizi tidak baik, jumlah anak yang memiliki prestasi belajar baik sebanyak 9 anak (12,33%) dan prestasi belajar rendah sebanyak 11 anak (15,07%) (Styatwati,2013).

(46)

2.9 Hubungan Asupan Protein Sarapan Pagi dan Prestasi Belajar

Protein merupakan zat gizi yang berfungsi sebagai zat pembangun pembentukan sel-sel saraf baru termasuk otak. Kaitannya dengan proses kerja otak, protein dalam bentuk asam amino seperti glisin, glutamate, tyrosine dan tryptophan sangat diperlukan untuk membentuk neurotransmitter penghantar impuls saraf dan mempengaruhi perilaku seperti emosi, kontrol diri dan konsentrasi. Tyrosine merupakan asam amino yang terlibat dalam sintesa neurotransmitter yang diperlukan untuk kesigapan mental, meningkatkan kemampuan berfikir dan proses penyerapan informasi pada otak. Tryptophan merupakan senyawa yang kemudian terbentuk menjadi serotonin dan melatonin yang berfungsi untuk meningkatkan kualitas tidur. Saat tidur terjadi perkembangan otak dan waktu tidur yang cukup dapat meningkatkan perkembangan otak (Mariana, 2011).

Hasil penelitian dari 50 siswa di SDN Sumberejo I 12 orang (48,0

%) dengan konsumsi protein sarapan pagi kurang dengan prestasi belajar kurang dan 38 orang ( 77,55 % ) konsumsi protein baik dengan prestasi belajar baik ( wardoyo, 2013 ) .

(47)

34 BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Prestasi belajar akademik merupakan hasil belajar siswa di sekolah yang ditentukan keberhasilannya oleh banyak faktor yaitu selain faktor potensi yang dimiliki sendiri oleh siswa juga ditentukan oleh faktor lingkungan seperti kebiasaan sarapan dan status gizi. Prestasi belajar akademik merupakan indikator pencapaian hasil belajar siswa di bidang akademik yang ditentukan oleh faktor internal dan eksternal. Banyak faktor eksternal yang berperan terhadap prestasi belajar akademik siswa sekolah dasar di sekolah. Salah satunya adalah faktor yang terkait dengan dukungan gizi siswa. Kebiasaan sarapan pagi diharapkan dapat memberikan dukungan energi untuk kesiapan fisik siswa dalam konsentrasi menerima pelajaran selama jam-jam pertama di sekolah.

Selain itu asupan protein juga diperlukan untuk pertumbuhan dan perkembangan seluruh organ vital yang menunjang kecerdasan. Status gizi siswa dibutuhkan untuk memberikan dukungan daya tahan tubuh dalam mengikuti aktifitas fisik selama di sekolah dan di rumah.

(48)

GAMBAR 3.1 KERANGKA KONSEP

HUBUNGAN KEBIASAAN SARAPAN PAGI, ASUPAN PROTEIN SARAPAN PAGI, STATUS GIZI, DAN PRESTASI BELAJAR

AKADEMIK

Variabel Independen : Kebiasaan Sarapan Pagi, Asupan Protein Sarapan Pagi, Dan Status Gizi.

Variabel Dependen : Prestasi Belajar Akademik.

3.2. Hipotesis

a. Ada hubungan kebiasaan sarapan pagi dan prestasi belajar akademik siswa

b. Ada hubungan asupan protein sarapan pagi dan prestasi belajar akademik siswa

c. Ada hubungan status gizi dan prestasi belajar akademik siswa Kebiasaan

Sarapan Pagi

Status Gizi Asupan Protein

Sarapan Pagi

Prestasi Belajar Akademik

(49)

3.3 Definisi Operasional

1. Prestasi Belajar Akademik adalah suatu tingkatan pencapaian keberhasilan siswa dalam menerima, mengolah dan menerapkan materi pelajaran yang diterima di sekolah yang dalam penelitian ini dibatasi pada nilai hasil Ulangan terakhir materi pelajaran matematika dan IPA selanjutnya dibandingkan dengan nilai KKM yang berlaku di SD Negeri Cigaronggong.

Cara Ukur : Mencatat Alat Ukur : Daftar Nilai

Hasil Ukur : Nilai rata-rata ulangan terakhir ( Matematika dan IPA)

Kategori : 1. Kurang, apabila nilai yang diperoleh < 70 2. Baik, apabila nilai yang diperoleh 70

(sumber keputusan kepala sekolah No.286/KEP/SD/2014) Mata Pelajaran KKM

Matematika 70

IPA 70

Skala Ukur : Ordinal

(50)

2. Kebiasaan sarapan pagi adalah frekuensi sarapan pagi berupa makan di rumah atau makan makanan jajanan di sekolah yang dilakukan siswa sampel sebelum melakukan aktivitas belajar di sekolah selama enam hari sekolah.

Cara Ukur : Wawancara Alat Ukur : Kuesioner

Hasil Ukur : Frekuensi kebiasaan sarapan pagi dalam enam hari sekolah

Kategori : 1.Jarang, jika < 4 kali/enam hari sekolah 2.Sering, jika 4 kali/enam hari sekolah

(Mariza,2012) Skala Ukur : Ordinal

3. Asupan protein sarapan pagi adalah jumlah rata-rata protein yang dikonsumsi dari sarapan pagi yang dikumpulkan dengan metode recall 1x24 jam selama dua hari berbeda kemudian dikonversi dalam satuan gram dengan menggunakan DKBM, hasinya dibandingkan dengan kecukupan protein sarapan pagi.

Cara Ukur : Wawancara

Alat Ukur : Formulir metode recall

Hasil Ukur : Asupan protein sarapan pagi sampel

Kategori : 1. Kurang, apabila asupan protein sarapan pagi < 25

% AKG

(51)

2. Baik, apabila asupan protein sarapan pagi 25 % AKG

( Wardoyo, 2013 ) Skala Ukur : Ordinal

4. Status Gizi adalah suatu ukuran mengenai kondisi tubuh seseorang akibat dari makanan yang dikonsumsi dan penggunaan zat-zat gizi di dalam tubuh. Status gizi ini dapat ditentukan berdasarkan data antropometri dengan menggunakan indeks IMT menurut umur (IMT/U).

Cara Ukur : Pengukuran secara antropometri ( BB dan TB ) Alat ukur :Timbangan injak digital dan mikrotois

Hasil Ukur : z-score ( IMT/U )

Kategori :1. Kurang, apabila nilai z-score < -2,00 SD 2. Baik, apabila z-score -2,00 - < 1,00 SD

( WHO,2005 )

Sumber : Kepmenkes RI no :1995/Menkes/SK/XII/2010

Skala Ukur : Ordinal

(52)

39 BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain cross sectional, karena pada metode ini semua jenis variabel penelitian mencakup variabel dependen dan variabel independen di ukur pada saat yang bersamaan.

4.2 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di SD Negeri Cigaronggong Kecamatan Jampangkulon, Kabupaten Sukabumi, persiapan dan pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan September 2015 sampai Februari 2016.

4.3 Populasi Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa SD Negeri Cigaronggong yang berumur 8 -12 tahun.

4.3.2 Sampel

Sampel adalah sebagian dari populasi yang memenuhi kriteria sampel dan pengambilan sampel dilakukan dengan cara Proporsional sistematik random sampling pada siswa SD Negeri Cigaronggong yang memenuhi kriteria tertentu, yaitu :

1. Sampel berusia 8-12 tahun.

2. Bersedia menjadi sampel.

3. Dalam keadaan sehat atau tidak sedang mengalami gangguan kesehatan.

(53)

Cara penentuan jumlah sampel dengan menggunakan rumus sistematik random sampling data proporsi ( Depkes, 2012 ).

Keterangan :

n = jumlah sampel minimal yang dibutuhkan dalam penelitian ini zα ∕ 2 = Derajat kemaknaan yaitu 95 % ( 1,96 )

p = Prevalensi 6,9 % di kab sukabumi tahun 2013 d = tingkat presisi 10 %

Perhitungan :

= 25 orang

Berdasarkan rumus diatas, sampel minimal didapat sebanyak 25 orang, karena untuk menggambarkan populasi dan meminimalisir terjadinya drop out maka sampel menjadi 30 orang.

Sampel yang diambil berasal dari kelas III, IV,V, dan VI. Penentuan jumlah sampel per kelas secara proporsional berdasarkan jumlah murid per kelas sebagai berikut :

(54)

TABEL 4.1

PENGAMBILAN SAMPEL

Kelas Jumlah Murid Jumlah Sampel

III 12 8

IV 8 5

V 14 9

VI 12 8

Jumlah 46 30

Pengambilan sampel per kelas secara sistematik random sampling 4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan dikelompokkan menjadi dua meliputi data primer dan sekunder. Data primer dikumpulkan secara langsung oleh peneliti, sedangkan data sekunder dicatat oleh peneliti dari register dan laporan sekolah.

4.4.1 Data Primer

a. Data sarapan pagi pada dan asupan protein pada siswa diperoleh dari wawancara Menggunakan kuesioner dan khusus data asupan protein dikumpulkan menggunakan metode recall.

b. Data Antropometri

Data antropometri yang dikumpulkan meliputi data berat badan dan tinggi badan. Data berat badan diperoleh dengan menggunakan alat timbangan injak digital dengan ketelitian 0.1

(55)

kg. Sedangkan data tinggi badan dikumpulkan dengan menggunakan alat ukur tinggi badan (microtoise).

Prosedur pengukuran berat badan dengan timbangan injak digital :

1).Timbangan injak digital diletakkan pada permukaan yang rata dan keras dan tempat terang untuk memudahkan pembacaan hasil pengukuran

2).Periksa baterai timbangan untuk memastikan timbangan berfungsi baik dengan cara menyalakn konektor. Jika pada layar penunjuk terbaca angka 0.00 atau OK, artinya baterai masih berfungsi baik. Tetapi jika terbaca error atau batt, berarti baterai harus diganti.

3). Pengukur berdiri di samping kanan depan timbangan, meminta klien untuk melepaskan sepatu atau alas kaki, jaket, topi, dan/atau pakaian untuk ditanggalkan.

4). Pengukur menyalakan konektor dan ditunggu sampai muncul angka 0.00 atau OK.

5). Setelah itu baru klien dipersilahkan naik ke atas timbangan tepat di tengah tempat injakan. Mengatur posisi klien agar berdiri tegak lurus dengan mata menghadap ke depan dan tidak bergerak - gerak.

6). Memastikan bahwa klien tidak menyentuh dan / atau di sentuh / tersentuh sebelum pembacaaan hasil penimbangan.

7). Membaca hasil penimbangan setelah terbaca OK pada konektor dan kemudian catat dengan teliti.

Referensi

Dokumen terkait

Yang memberikan gambaran bahwa terapi latihan sebagai salah satu modalitas dari fisioterapi dapat digunakan sebagai alternatif untuk diterapkan pada pasien

Kesimpulan: M asalah kesehatan yang muncul pada keluarga Tn.E akibat ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan ketidakmampuan keluarga mengenal

M Dengan Gangguan Sistem Persarafan: Stroke Non Hemoragik di Desa Jagalan Rt 01 Rw 07 Pabelan Kartasura Wilayah Kerja Puskesmas Kartasura”Program Studi Diploma III

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan didepan tim penguji Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Bp.S DENGAN GANGGUAN SISTEM

Tujuan umum dari penulisan KTI ini adalah untuk dapat memahami bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Ny.W dengan post mastektomi Ca.Mammae Sinistra di RS

Telah disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan di depan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SSITEM

Kesimpulan : Diagnosa yang muncul pada kasus Ny.N pada pasien post operasi sectio caesaria indikasi ketuban pecah dini disertai presentasi bokong ditemukan nyeri berhubungan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER : CHF ( Congestive Heart Failure ) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG BOYOLALI. ( Dini Ika Susanti, 2014,