• Tidak ada hasil yang ditemukan

KARYA TULIS ILMIAH. diajukan untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Kesehatan Bidang Gizi. oleh : WISAL ANDIANI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "KARYA TULIS ILMIAH. diajukan untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Kesehatan Bidang Gizi. oleh : WISAL ANDIANI"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN PERSEPSI CITA RASA DAN KETEPATAN WAKTU PENYAJIAN DENGAN DAYA TERIMA MAKANAN

LUNAK PADA PASIEN PENYAKIT SALURAN CERNA RAWAT INAP DI RSUD KABUPATEN SUMEDANG

TAHUN 2016

KARYA TULIS ILMIAH

diajukan untuk melengkapi persyaratan menyelesaikan pendidikan Program Diploma III Kesehatan Bidang Gizi

oleh : WISAL ANDIANI NIM P17331113030

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG JURUSAN GIZI PROGRAM STUDI DIPLOMA III

2016

(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Hubungan Persepsi Cita Rasa dan Ketepatan Waktu Penyajian dengan Daya Terima Makanan Lunak pada Pasien Penyakit Saluran Cerna Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sumedang Tahun 2016” ini telah memperoleh persetujuan dan disidangkan pada tanggal 15 Juli 2016.

Menyetujui Pembimbing Materi,

Dra. Rosmalia Helmi, M. Si NIP. 195601201981032002

(3)

PERNYATAAN PENGESAHAN

Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ Hubungan Persepsi Cita Rasa dan Ketepatan Waktu Penyajian dengan Daya Terima Makanan Lunak pada Pasien Penyakit Saluran Cerna Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sumedang Tahun 2016” ini telah diujikan dan dinyatakan lulus pada tanggal 15 Juli 2016.

Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah Tahun 2016

Ketua Penguji Tanda Tangan

Mulus Gumilar, DFSN, M.Kes ...

Anggota Penguji

1. Maryati Dewi, S.Gz, M.P.H ...

2. Dra. Rosmalia Helmi, M.Si ...

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES BANDUNG KETUA JURUSAN GIZI

Holil M.Par’i, SKM, M.Kes NIP. 195605131981021

(4)

ABSTRAK

Andiani, Wisal. 2016. Hubungan Persepsi Cita Rasa dan Ketepatan Waktu Penyajian dengan Daya Terima Makanan Lunak pada Pasien Penyakit Saluran Cerna Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sumedang Tahun 2016. Karya Tulis Ilmiah. Program Studi Diploma III (Tiga).

Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung.

Pembimbing: Dra. Rosmalia Helmi, M.Si.

Daya terima makanan lunak pada pasien penyakit saluran cerna adalah kesanggupan pasien dalam menghabiskan makanan yang disajikan. Kondisi saat sakit biasanya dapat menurunkan sensitifitas indera pengecap dan nafsu makan turun sehingga daya terima makanan menjadi kurang baik. Daya terima kurang baik menyebabkan kebutuhan gizi menjadi tidak terpenuhi dan proses penyembuhan menjadi semakin lama.Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan persepsi cita rasa dan ketepatan waktu penyajian dengan daya terima makanan lunak pada pasien penyakit saluran cerna rawat inap di RSUD Kabupaten Sumedang. Penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai Maret 2016.

Desain penelitian adalah cross sectional. Sampel yang diambil sebanyak 35 orang secara purposive sampling. Hasil pengumpulan data untuk cita rasa makanan 48,6% menyatakan baik dan 51,4% kurang baik. Untuk variabel ketepatan waktu penyajian 57,1% baik dan 42,9 kurang baik.

Sedangkan untuk daya terima makanan 45,7% daya terima baik dan 54,3% kurang baik. Berdasarkan analisis uji Chi Square tidak ada hubungan antara persepsi cita rasa dengan daya terima makanan lunak (p

= 0,241). Tidak ada hubungan antara ketepatan waktu penyajian dengan daya terima makanan lunak (p=0,352). Perlu diteliti lebih lanjut faktor lain penyebab daya terima makan kurang baik.

Kata Kunci : Cita rasa makanan, ketepatan waktu makan, daya terima makanan lunak, penyakit saluran cerna.

(5)

i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia- Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Karya Tulis Ilmiah (KTI) yang berjudul “Hubungan Persepsi Cita Rasa dan Ketepatan Waktu Penyajian dengan Daya Terima Makanan Lunak pada Pasien Penyakit Saluran Cerna Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sumedang Tahun 2016”

Penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Bapak Holil M. Par’i, SKM, M.Kes selaku Ketua Jurusan Gizi Politeknik Kesehatan Kemenkes Bandung,

2. Ibu Dra. Rosmalia Helmi, M.Si selaku dosen pembimbing materi yang telah memberikan bimbingan dan arahan kepada penulis dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah,

3. Bapak Mulus Gumilar, DFSN, M.Kes dan Ibu Maryati Dewi, SGz, M.P.H selaku penguji yang telah memberikan saran dan masukan dalam penulisan Karya Tulis Ilmiah,

4. Orang tuaku yang sangat Wisal hormati dan terimakasih telah memberikan dukungan moril dan materil dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini,

5. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu yang telah membantu dalam penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini.

Penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari seluruh pihak untuk Karya Tulis Ilmiah ini. Akhir kata penulis berharap semoga Karya Tulis Ilmiah ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca.

Bandung, Juli 2016

Penulis

(6)

ii DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... i

DAFTAR ISI... ii

DAFTAR TABEL... v

DAFTAR GAMBAR... vii

DAFTAR LAMPIRAN... viii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar

Belakang...

1

1.2 Rumusan

Masalah...

4

1.3 Tujuan

Penelitian...

4

1.4 Ruang Lingkup

Penelitian...

5

1.5 Manfaat

Penelitian...

5

1.6 Keterbatasan

Penelitian...

6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Gizi Rumah

Sakit...

7

2.2 Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit...

8

2.2.1 Penyelenggaraan Makanan Sistem Out-

8

(7)

iii

sourcing...

2.3 Penyakit Saluran

Cerna...

9

2.4 Makanan

Lunak...

12

2.5 Daya Terima Makanan

Lunak...

15

2.6 Persepsi Cita Rasa Makanan... 15 2.6.1 Penampilan Makanan... 16

2.6.2 Rasa

Makanan...

17

2.7 Hubungan Persepsi Cita Rasa dengan Daya Terima Makanan Lunak...

19

2.8 Ketepatan Waktu Penyajian

Makanan...

20

2.9 Hubungan Ketepatan Waktu Penyajian Makanan dengan Daya Terima Makanan Lunak...

21

2.10 Survei Konsumsi

Makanan...

22

BAB III KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka

Konsep...

23

3.2

Hipotesis...

24

3.3 Definisi

Operasional...

24

3.3.1 Persepsi Cita Rasa Makanan...

24

(8)

iv

3.3.2 Penampilan Makanan... 25

3.3.3 Rasa

Makanan...

25

3.3.4 Ketepatan Waktu Penyajian Makanan...

26

3.3.5 Daya Terima Makanan Lunak...

26

BAB IV METODE PENELITIAN

4.1 Desain

Penelitian...

28

4.2 Waktu dan Tempat

Penelitian...

28

4.3 Populasi dan

Sampel...

28

4.3.1 Populasi... 28 4.3.2 Sampel... 28 4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan

Data...

30

4.4.1 Data

Primer...

30

4.4.2 Data

Sekunder...

30

4.5 Pengolahan dan Analisis

Data...

31

4.5.1 Pengolahan Data... 31

4.5.2 Analisis

Data...

33

BAB V HASIL PENELITIAN

(9)

v

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah

Kabupaten Sumedang...

35

5.2 Gambaran Umum Instalasi

Gizi...

36

5.3 Gambaran Penyelenggaraan Makanan di

RSUD Kabupaten

Sumedang...

37

5.4. Gambaran Karakteristik

Sampel...

38

5.5 Daya Terima

Makanan...

42

5.6 Penilaian Persepsi Cita Rasa Makanan Lunak

46

5.7 Ketepatan Waktu Penyajian Makanan...

48

5.8 Hubungan Persepsi Cita Rasa dengan Daya Terima Makanan Lunak...

49

5.9 Hubungan Ketepatan Waktu Penyajian Makan

dengan Daya Terima Makanan Lunak...

51

BAB VI SIMPULAN DAN SARAN 5.1

Simpulan...

...

53

5.2 Saran... 54

DAFTAR PUSTAKA... 55 LAMPIRAN... 58

(10)

vi

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 2.1 BAHAN MAKANAN YANG DIANJURKAN DAN

TIDAK

DIANJURKAN...

13

(11)

vii

5.1 DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN KARAKTERISTIK SAMPEL DI RUANG RAWAT INAP RSUD KABUPATEN SUMEDANG...

39

5.2 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN DAYA TERIMA MAKANAN LUNAK PADA PASIEN PENYAKIT SALURAN CERNA RAWAT INAP RSUD KABUPATEN

SUMEDANG...

42

5.3 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL TERHADAP DAYA TERIMA BERDASARKAN WAKTU MAKAN PADA PASIEN PENYAKIT SALURAN CERNA

RAWAT INAP RSUD KABUPATEN

SUMEDANG...

44

5.4 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN PENAMPILAN DAN RASA MAKANAN LUNAK PADA PASIEN SALURAN CERNA RAWAT INAP DI RSUD KABUPATEN

SUMEDANG...

46

5.5 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN CITA RASA MAKANAN LUNAK PADA PASIEN PENYAKIT SALURAN CERNA RAWAT INAP DI RSUD KABUPATEN SUMEDANG...

47

5.6 DISTRIBUSI FREKUENSI SAMPEL BERDASARKAN KETEPATAN WAKTU PENYAJIAN MAKANAN LUNAK DI RUANG RAWAT INAP RSUD KABUPATEN

SUMEDANG...

48

5.7 HUBUNGAN PERSEPSI CITA RASA DENGAN DAYA TERIMA MAKANAN LUNAK DI RUANG

RAWAT INAP RSUD KABUPATEN

SUMEDANG...

49

5.8 HUBUNGAN KETEPATAN WAKTU PENYAJIAN 51

(12)

viii

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

MAKAN DENGAN DAYA TERIMA MAKANAN LUNAK DI RUANG RAWAT INAP RSUD KABUPATEN SUMEDANG...

(13)

ix

3. 1 HUBUNGAN ANTARA PERSEPSI CITA RASA DAN KETEPATAN WAKTU PENYAJIAN DENGAN DAYA TERIMA MAKANAN LUNAK PADA PASIEN

PENYAKIT SALURAN

CERNA...

23

(14)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1 INFORMED CONSENT... 58

(15)

ix

2 KARAKTERISTIK SAMPEL... 59 3 PEDOMAN PENGISIAN KUISIONER PERSEPSI

CITA RASA...

60

4 KUISIONER PENILAIAN PERSEPSI CITA RASA....

61

5 PEDOMAN PENGISIAN KUISIONER KETEPATAN

WAKTU PENYAJIAN

MAKAN...

63

6 KUISIONER KETEPATAN WAKTU PENYAJIAN MAKAN...

64

7 FORMULIR DAYA TERIMA... 65 8 STRUKTUR ORGANISASI INSTALASI GIZI RSUD

KABUPATEN SUMEDANG...

66

9 MENU DI RSUD KABUPATEN

SUMEDANG...

67

10 STANDAR MAKANAN LUNAK DI RSUD KABUPATEN SUMEDANG...

71

11 STANDAR PORSI DI RSUD KABUPATEN SUMEDANG...

72

12 POLA HIDANGAN MAKANAN LENGKAP DI RSUD KABUPATEN SUMEDANG...

73

8 ANALISIS BIVARIAT... 74

(16)

1 BAB 1 PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pelayanan gizi adalah suatu upaya memperbaiki, meningkatkan gizi, makanan, dietetik masyarakat, kelompok, individu atau klien yang merupakan suatu rangkaian kegiatan yang meliputi pengumpulan, pengolahan, analisis, simpulan, anjuran, implementasi dan evaluasi gizi, makanan dan dietetik dalam rangka mencapai status kesehatan optimal dalam kondisi sehat atau sakit (PGRS, 2013).

Penyelenggaraan makanan rumah sakit merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi. Tujuan dari penyelenggaraan makanan rumah sakit ini yaitu untuk menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal (PGRS, 2013).

Keberhasilan suatu penyelenggaraan makanan sering dikaitkan dengan adanya sisa makanan. Sisa makanan menunjukkan adanya pemberian makanan yang kurang optimal, sehingga sisa makanan merupakan salah satu indikator yang sederhana yang dapat digunakan untuk mengevaluasi keberhasilan pelayanan gizi rumah sakit (Kemenkes RI, 2013).

(17)

2

Hasil penelitian oleh Instalasi Gizi RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung pada bulan November dan Desember 2009 didapatkan

informasi bahwa

(18)

rata- rata sisa makanan pasien dewasa sebesar 28,45% dengan rincian sisa makanan biasa 13,09% dan sisa makanan lunak yang tidak termakan sebesar 43% (Instalasi Gizi RSHS, 2009). Penelitian tahun 2011 yang dilakukan terhadap 91 pasien dewasa di ruang rawat inap Instalasi Gizi RSUP Dr Hasan Sadikin Bandung, didapatkan bahwa sisa makanan lunak sebesar 31,2%. (Munawar, 2011). Hasil ini lebih tinggi dari indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang disyaratkan untuk pelayanan gizi rumah sakit yaitu sisa makanan < 20%.

Pasien dengan penyakit saluran cerna memiliki keluhan seperti mual, muntah dan tidak nafsu makan, sehingga banyak ditemukan daya terima makanan kurang pada pasien penyakit saluran cerna. Dalam upaya memperoleh kesembuhan dari suatu penyakit, termasuk penyakit saluran cerna, diperlukan pengobatan yang tepat, selain itu juga makanan merupakan salah satu faktor penunjang untuk mempercepat proses penyembuhan penyakit. Tercukupinya zat gizi dapat membantu proses penyembuhan.

Berdasarkan Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat Tahun 2012, dispepsia, gastritis dan demam tifoid masuk pada 12 penyakit terbanyak rawat inap rumah sakit di Jawa Barat dengan rentang umur 15- 44 tahun.

Demam tifoid berada pada peringkat 2 dengan proporsi 7,26%, dispepsia pada peringkat 10 dengan proporsi 2,2 % dan gastritis pada peringkat 12 dengan proporsi 2,1%. Menurut Dinas Kesehatan Kabupaten Sumedang, kejadian penyakit pada saluran cerna pada tahun 2014 dengan diagnosa dispepsia yaitu 1329 orang dan meningkat pada tahun 2015 yaitu sebanyak 1963. Kejadian gastritis pada tahun 2014 yaitu 45073 orang dan pada tahun 2015 yaitu 37252. Kejadian demam tifoid pada tahun 2014 yaitu 659 orang dan pada tahun 2015 sebanyak 391 orang.

Pasien yang mendapat makanan lunak rata- rata memiliki daya terima makan kurang. Makanan lunak mempunyai beberapa kekurangan

(19)

4

yaitu kadar air yang tinggi sehingga volumenya besar dan konsistensinya lembek, selain itu bumbu yang digunakan tidak boleh merangsang ( Moehji, 1999). Keadaan tersebut seringkali membuat makanan menjadi hambar dan tidak disukai pasien, sehingga dapat mempengaruhi daya terima pasien.

Daya terima makanan pasien dipengaruhi oleh 2 faktor besar yaitu faktor internal dan eksternal. Faktor internal meliputi jenis kelamin, umur, status ekonomi, keadaan psikologis pasien, dan kebiasaan makan pasien dirumah. Faktor eksternal meliputi cita rasa makanan, sanitasi alat makan yang digunakan, ketepatan waktu penyajian, pelayanan tenaga pramusaji, serta lama perawatan (NHS, 2005). Hasil penelitian yang dilakukan oleh Christoper Bagus Rinjani tahun 2012 di RSPAD Gatot Soebroto Jakarta menyatakan bahwa terdapat hubungan antara penampilan makanan, rasa makanan, menu makanan dan pelayanan penyaji dengan daya terima makanan responden. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan lagi mengenai mutu makanan, terutama cita rasa dan ketepatan waktu penyajian agar daya terima pasien menjadi baik.

Menurut Heryawanti, dkk., (2004) bahwa waktu penyajian makanan merupakan faktor eksternal yang dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan. Waktu penyajian yang tidak tepat dapat menyebabkan berkurangnya selera untuk menghabiskan makanan yang disajikan. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Moehyi (1992) bahwa waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam makan pasien serta jarak waktu yang sesuai antara makan pagi, siang, dan malam hari dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Bila jadwal pemberian makan tidak sesuai maka makanan yang sudah siap akan mengalami waktu penungguan sehingga pada saat makanan akan disajikan ke pasien, makanan menjadi tidak menarik karena mengalami perubahan suhu makanan.

(20)

Pelayanan makan di rumah sakit RSUD Sumedang ini ditemukan sisa makanan lunak di ruangan, baik di ruang kelas I, II, III, UTAMA, dan VIP. Namun di RSUD Sumedang ini belum ada penelitian mengenai daya terima makanan lunak pada pasien penyakit saluran cerna sehingga belum diketahui faktor apa saja yang dapat mempengaruhi daya terima makanan lunak pada pasien terutama pada pasien penyakit saluran cerna. Berdasarkan hasil rekapitulasi laporan bulanan penyakit yang ada di RSUD Sumedang, pada tahun 2014 jumlah kasus penyakit saluran cerna instalasi rawat inap di RSUD Sumedang dengan diagnosa dispepsia yaitu sebanyak 412 orang, tifoid 263 dan gastritis 398 orang. Sedangkan pada tahun 2015 jumlah kasus penyakit saluran cerna instalasi rawat inap di RSUD Sumedang dengan diagnosa dispepsia yaitu sebanyak 420 orang, tifoid sebanyak 203 orang dan gastritis 441 orang.

Berdasarkan latar belakang, penulis ingin mempelajari Hubungan Persepsi Cita Rasa dan Ketepatan Waktu Penyajian dengan Daya Terima Makanan Lunak pada Pasien Penyakit Saluran Cerna Rawat Inap di RSUD Kabupaten Sumedang Tahun 2016.

1.2 Rumusan Masalah

Apakah ada hubungan persepsi cita rasa dan ketepatan waktu penyajian dengan daya terima makanan lunak pada pasien penyakit saluran cerna rawat inap di RSUD Kabupaten Sumedang tahun 2016 ? 1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Mengetahui hubungan persepsi cita rasa dan ketepatan waktu penyajian dengan daya terima makanan lunak pada pasien penyakit saluran cerna rawat inap di RSUD Kabupaten Sumedang tahun 2016.

(21)

6

1.3.2 Tujuan Khusus

a) Mengetahui penilaian sampel terhadap cita rasa makanan lunak yang meliputi penampilan (warna, bentuk, konsistensi, besar porsi, dan cara penyajian) dan rasa (aroma, bumbu, tingkat kematangan, suhu dan tekstur).

b) Mengetahui penilaian sampel terhadap ketepatan waktu penyajian makanan pada pasien penyakit saluran cerna rawat inap di RSUD Kabupaten Sumedang.

c) Mengetahui daya terima makanan lunak pada sampel pasien penyakit saluran cerna rawat inap di RSUD Kabupaten Sumedang.

d) Mengetahui hubungan persepsi cita rasa dengan daya terima makanan lunak pada sampel pasien penyakit saluran cerna yang dirawat inap di RSUD Kabupaten Sumedang.

e) Mengetahui hubungan ketepatan waktu penyajian makanan dengan daya terima makanan lunak pada sampel pasien penyakit saluran cerna yang dirawat inap di RSUD Kabupaten Sumedang.

1.4 Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi hubungan persepsi cita rasa dan ketepatan waktu penyajian dengan daya terima makanan lunak pada pasien penyakit saluran cerna rawat inap di RSUD Kabupaten Sumedang.

1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1. Bagi Peneliti

Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat untuk peneliti dalam hal penyelenggaraan makanan institusi di rumah sakit

(22)

hubungannya dengan diet dan penyakit serta dapat dijadikan bekal untuk peneliti bila bekerja di institusi rumah sakit.

1.5.2 Bagi Institusi

Penelitian ini bermanfaat untuk mengevaluasi keberhasilan pelayanan makanan lunak pasien penyakit saluran cerna di ruang perawatan kelas I, II, III di RSUD Kabupaten Sumedang, selain itu penelitian ini berguna untuk memperbaiki kualitas pelayanan makanan lunak yang diselengggarakan di RSUD Kabupaten Sumedang sebagai bagian dari pelayanan gizi rumah sakit.

1.5.3 Bagi Politeknik Kesehatan Bandung

Penelitian dapat dijadikan sumber pengetahuan untuk mata kuliah yang berhubungan dengan penelitian ini di Politeknik Kesehatan Bandung khususnya Jurusan Gizi.

1.6 Keterbatasan Penelitian

a) Dalam penelitian ini kemungkinan kesalahan yang terjadi, yaitu pada saat penilaian terhadap cita rasa makanan. Penilaian ini tidak mencakup semua menu, sehingga kurang menggambarkan cita rasa makanan yang dihidangkan. Untuk mengantisipasinya, penulis melakukan random terhadap menu yang dinilai.

b) Faktor yang diteliti hanya difokuskan pada faktor eksternal yaitu cita rasa dan ketepatan waktu penyajian makanan, tidak mengamati faktor internal pasien yang ikut berpengaruh seperti keparahan penyakit dan obat yang diberikan.

(23)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pelayanan Gizi Rumah Sakit

Pelayanan gizi di rumah sakit adalah pelayanan yang diberikan dan disesuaikan dengan keadaan pasien berdasarkan keadaan klinis, status gizi dan status metabolisme tubuh. Keadaan gizi pasien sangat berpengaruh pada proses penyembuhan penyakit, sebaliknya proses perjalanan penyakit dapat berpengaruh terhadap keadaan gizi pasien.

Sering terjadi kondisi pasien yang semakin buruk karena tidak tercukupinya kebutuhan zat gizi untuk perbaikan organ tubuh. Fungsi organ yang terganggu akan lebih memburuk dengan adanya penyakit dan kekurangan gizi (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Rumah sakit senantiasa bertujuan menyediakan makanan yaitu makanan yang memenuhi kebutuhan gizi tanpa mengurangi cita rasa yang enak sehingga dapat mempercepat penyembuhan pasien. Instalasi Gizi Rumah Sakit menyelenggarakan makanan untuk pasien dengan tujuan memperpendek hari rawat pada pasien rawat inap (Soegeng, 2004 dalam Sundaniawati 2013).

Pengorganisasian Pelayanan Gizi Rumah Sakit mengacu pada SK Menkes Nomor 983 Tahun 1998 tentang Organisasi Rumah Sakit dan peraturan Menkes Nomor 1045/MENKES/PER/XI/2006 tentang Pedoman Organisasi Rumah Sakit di Lingkungan Departemen Kesehatan.

Kegiatan Pelayanan Gizi Rumah Sakit, meliputi:

a) Asuhan Gizi Rawat Jalan;

(24)

b) Asuhan Gizi Rawat Inap;

c) Penyelenggaraan Makanan;

d) Penelitian dan Pengembangan (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

2.2 Penyelenggaraan Makanan Rumah Sakit

Penyelenggaraan makanan RS merupakan rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu, perencanaan kebutuhan bahan makanan, perencanaan anggaran belanja, pengadaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pemasakan bahan makanan, distribusi dan pencatatan, pelaporan serta evaluasi (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Tujuan dari penyelenggaraan makanan yaitu untuk menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman, dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

2.2.1 Penyelenggaraan Makanan Sistem Out- sourcing

Sistem diborongkan yaitu penyelenggaraan makanan dengan memanfaatkan perusahaan jasa boga atau catering untuk penyediaan makanan RS. Sistem diborongkan dapat dikategorikan menjadi dua yaitu diborongkan secara penuh ( full out- sourcing) dan diborongkan hanya sebagian (semi out- sourcing) (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Pada sistem diborongkan sebagian, perusahaan jasaboga selaku penyelenggaraan makanan menggunakan sarana dan prasarana atau tenaga milik RS. Pada sistem diborongkan penuh, makanan disediakan oleh pengusaha jasa boga yang ditunjuk tanpa menggunakan sarana dan prasarana atau tenaga dari RS (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

(25)

10

Dalam penyelenggaraan makanan dengan sistem diborongkan penuh atau sebagian, fungsi Dietisien RS adalah sebagai perencana menu, penentu standar porsi, pemesanan makanan, penilai kualitas dan kuantitas makanan yang diterima sesuai dengan spesifikasi hidangan yang ditetapkan dalam kontrak (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

Berdasarkan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang Prasyarat Kesehatan Jasa Boga disebutkan bahwa prasyarat yang dimiliki jasa boga untuk golongan B termasuk Rumah Sakit yaitu : a) Telah terdaftar pada Dinas Kesehatan Provinsi setempat;

b) Telah mendapat izin Penyehatan Makanan Golongan B dan memiliki tenaga Ahli Gizi/ Dietisien;

c) Pengusaha telah memiliki sertifikat kursus penyehatan makanan;

d) Semua karyawan memiliki sertifikat kursus penyehatan makanan;

e) Semua karyawan bebas penyakit menular dan bersih (Kementrian Kesehatan RI, 2013).

2.3 Penyakit Saluran Cerna

Sistem pencernaan tersusun atas saluran pencernaan dan kelenjar- kelenjar pencernaan. Saluran pencernaan adalah saluran yang berfungsi untuk mencerna makanan, mengabsorpsi zat- zat gizi, dan mengekresi sisa- sisa pencernaan. Saluran pencernaan dimulai dari mulut sampai dubur yang panjangnya mencapai kurang lebih 10 meter.

Timbulnya gangguan pada saluran cerna cukup sering dikeluhan dan menjadi masalah kesehatan dalam masyarakat. Penyakit- penyakit yang timbul pada saluran cerna selain disebabkaan oleh adanya faktor

(26)

organik (kelainan struktur saluran cerna dan infeksi) ternyata 40- 60%

merupakan sindrom fungsional. Sindrom fungsional pada gangguan saluran cerna tersebut antara lain gastritis dan dispepsia. Selain itu, demam tifoid juga merupakan gangguan pada saluran pencernaan yang disebabkan oleh kuman Salmonella typhi.

Dispepsia merupakan istilah sindrom atau kumpulan gejala/

keluhan yang terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di ulu hati, kembung, mual, muntah, sendawa, rasa cepat kenyang, perut rasa penuh/

begah. Keluhan ini tidak perlu semua ada pada tiap pasien, dan bahkan pada satu pasienpun keluhan dapat berganti atau bervariasi baik dari segi jenis keluhan maupun kualitasnya. Terdapat berbagai definisi mengenai dispepsia, salah satunya yang singkat, jelas dan mudah dapat dipakai adalah dyspepsia refers to pain or discomfort centered in the upper abdomen. Definisi ini berdasarkan kriteria Rome II tahun 2000 dan tetap dipakai. Jadi dispepsia bukanlah suatu penyakit tapi merupakan sindrom yang harus dicari penyebabnya ( Setiati., Dkk., 2014).

Etiologi dispepsia yaitu:

a) Gangguan atau penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster/ duodenum, gastritis, tumor, infeksi Helicobacter pylori (HP);

b) Obat- obatan : antiinflamasi nonsteroid, aspirin, beberapa jenis antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya;

c) Penyakit pada hati, pankreas, dan sistem bilier: hepatitis, pankreatitis, kolesistitis kronik;

d) Penyakit sistemik: diabetes melitus, penyakit tiroid, penyakit jantung koroner;

e) Bersifat fungsional yaitu dispepsia yang terdapat pada kasus tidak terbukti adanya kelainan/ gangguan organik/ struktural dan biokimia. Dikenal sebagai penyakit dispepsia fungsional atau dispepsi nonulkus ( Setiati., Dkk., 2014).

(27)

12

Secara sederhana definisi gastritis adalah proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung. Gastritis merupakan gangguan kesehatan yang paling sering dijumpai di klinik, karena diagnosisnya sering hanya berdasarkan gejala klinis bukan pemeriksaan histopatologi ( Setiati., Dkk., 2014).

Pada sebagian kasus inflamasi mukosa gaster tidak berkolerasi dengan keluhan dan gejala klinis pasien. Sebaliknya keluhan dan gejala klinis pasien berkolerasi positif dengan komplikasi gastritis. Infeksi kuman Helicobacter pylory (HP) merupakan kausa gastritis yang amat penting. Di negara berkembang prevalensi infeksi HP pada orang dewasa mendekati 90%. Sedangkan pada anak- anak prevalensi infeksi HP lebih tinggi lagi ( Setiati., Dkk., 2014).

Kebanyakan gastritis tanpa gejala. Mereka yang mempunyai keluhan biasanya berupa keluhan yang tidak khas. Keluhan yang sering dihubung- hubungkan dengan gastritis adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai mual kadang- kadang sampai muntah. Keluhan tersebut sebenarnya tidak dapat digunakan sebagai alat evaluasi keberhasilan pengobatan. Diagnosis ditegakkan berdasarkan pemeriksaan endoskopi dan hispatologi. Sebaiknya biopsi dilakukan dengan sistematis sesuai dengan update sydney system yang mengharuskan mencantumkan topografi ( Setiati., Dkk., 2014).

Demam tifoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan kuman Salmonella typhi dengan gelaja demam lebih dari satu minggu, gangguan pada saluran pencernaan dan gangguan kesadaran.

Sumber penularan penyakit demam tifoid dapat melalui makanan dan minuman yang terkontaminasi oleh Salmonella typhi. Salmonella typhi dapat menyebar melalui tangan penderita, lalat dan serangga lain. Infeksi dapat terjadi secara langsung maupun tidak secara langsung ( Marlene, 2008).

Di Indonesia, insiden demam tifoid banyak dijumpai pada populasi yang berusia 3- 19 tahun. Kejadian demam tifoid di Indonesia juga

(28)

berkaitan dengan rumah tangga, yaitu adanya anggota keluarga dengan riwayat terkena demam tifoid, tidak adanya sabun untuk mencuci tangan, menggunakan piring yang sama untuk makan dan tidak tersedianya tempat buang air besar di rumah ( Setiati., Dkk., 2014).

Dirjen Bina Upaya Kesehatan Masyarakat Departemen Kesehatan RI tahun 2010, melaporkan demam tifoid menempati urutan ke 3 dari 10 pola penyakit terbanyak pada pasien rawat inap di rumah sakit di Indonesia (41.081 kasus) ( Setiati., Dkk., 2014).

2.4 Makanan Lunak

Makanan lunak adalah makanan yang memiliki tekstur yang mudah dikunyah, ditelan dan dicerna dibandingkan makanan biasa. Makanan ini mengandung cukup zat gizi, asalkan pasien mampu mengkonsumsi makanan dalam jumlah cukup. Menurut keadaan penyakit, makanan lunak dapat diberikan langsung kepada pasien atau sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa. Tujuan diet makanan lunak adalah memberikan makanan dalam bentuk lunak yang mudah ditelan dan dicerna sesuai kebutuhan gizi dan keadaan penyakit ( Almatsier, 2004).

Syarat diet makanan lunak adalah sebagai berikut : a) Enegi, protein, dan zat gizi lain cukup;

b) Makanan diberikan dalam bentuk cincang atau lunak, sesuai dengan keadaan penyakit dan kemampuan makan pasien;

c) Makanan diberikan dalam porsi sedang, 3 kali makan lengkap dan 2 kali selingan;

d) Makanan mudah dicerna, rendah serat, dan tidak mengandung bumbu yang tajam ( Almatsier, 2004).

Makanan lunak diberikan kepada pasien sesudah operasi tertetu, pasien dengan penyakit infeksi dengan kenaikan suhu tubuh tidak terlalu tinggi pasien dengan kesulitan mengunyah dan menelan, serta sebagai perpindahan dari makanan saring ke makanan biasa ( Almatsier, 2004).

(29)

14

TABEL 2.1

BAHAN MAKANAN YANG DIANJURKAN DAN TIDAK DIANJURKAN Bahan

Makanan

Dianjurkan Tidak Dianjurkan

Sumber karbohidrat

Beras ditim, dibubur, ketang direbus, dipure, makaroni, soun, mie, misoa direbus, roti, biskuit, tepung sagu, tapioka, maizena, hunkwe dibubur atau dibuat puding, gula, madu.

Nasi digoreng, beras, ketan, ubi, singkong, tales, cantel.

Sumber

protein hewani

Daging, ikan, ayam, unggas tidak berlemak direbus, dikukus, ditim, dipanggang, telur direbus, diceplok air, diorak arik, bakso ikan, sapi atau ayam direbus, susu, milk shake, youghurt, keju.

Daging dan ayam berlemak dan berurat banyak, daging ayam, ikan dan telur digoreng, ikan banyak duri seperti bandeng, mujair, mas dan selar.

Sumber protein nabati

Tempe dan tahu direbus, dikukus, ditumis, dipanggang, kacang hijau direbus, susu kedelai.

Tempe, tahu, dan kacang- kacanagn digoreng, kacang merah.

Sayuran Sayuran tidak banyak serat dan dimasak seperti daun bayam, daun kangkung, kacang panjang muda, buncis muda, oyong muda dikupas, labu siam, labu kuning, labu air, tomat, dan wortel.

Sayuran banyak serat seperti daun singkong, daun katuk, daun melinjo, nangka muda, keluwih, genjer, pare, krokot, rebung, sayuran yang

(30)

menimbulkan gas seperti kol, sawi, lobak, sayuran mentah.

Buah- buahan Buah segar dihaluskan atau dipure tanpa kulit seperti pisang matang, pepaya, jeruk manis dan jus buah (pada pasien yang mempunyai toleransi rendah terhadap asam, jus buah asam tidak diberikan).

Buah banyak serat dan menimbulkan gas seperti nanas, nangka masak dan durian, buah lain dalam keadaan utuh kecuali pisang, buah kering.

Bumbu- bumbu

Dalam jumlah terbatas bumbu dapur: garam, gula, pala, kayu manis, asam, saos tomat, kecap.

Cabe dan merica.

Minuman Sirup, teh dan kopi encer, jus sayuran dan jus buah, air putih masak.

Minuman yang mengandung alkohol dan soda seperti bir, wiski, limun, air soda, coca cola, orange cruch, teh dan kopi kental.

Selingan Es krim, puding. Kue kacang, kue

kenari, buah kering, kue terlalu manis dan berlemak.

Lain- lain Selai, marmalade, coklat bubuk, gelatin, heselslag.

Keripik dan snack yang terlalu gurih Sumber : (Almatsier. S, dalam Penuntun Diet, 2004)

(31)

16

2.5 Daya Terima Makanan Lunak

Daya terima makan lunak adalah kemampuan seseorang dalam menghabiskan makanan yang diberikan. Ada beberapa cara untuk menilai hal tersebut, salah satunya dengan melihat sisa makanan yang tidak dihabiskan.

Daya terima terhadap makanan di rumah sakit adalah penerimaan pasien terhadap makanan yang dihidangkan. Ada dua faktor besar yang dapat mempengaruhi daya terima makanan lunak yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal meliputi jenis kelamin, umur, status ekonomi, keadaan psikologis pasien, dan kebiasaan makan pasien dirumah. Faktor eksternal meliputi cita rasa makanan, sanitasi alat makan yang digunakan, ketepatan waktu penyajian, pelayanan tenaga pramusaji, serta lama perawatan (NHS, 2005).

Daya terima makanan di rumah sakit adalah penerimaan pasien terhadap makanan yang disajikan. Penerimaan makanan di rumah sakit dapat diketahui dengan melihat atau mengukur sisa makanan dari setiap hidangan yang ada dipiring (NHS, 2005).

Daya terima = Berat Awal – Sisa Makanan x 100%

Berat Awal

Berdasarkan Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit (2007), Daya terima makana dapat diakatakan baik apabila mencapai ≥ 80 % (sisa makanan yang disajikan < 20%).

2.6 Persepsi Cita Rasa Makanan

Cita rasa makanan ditimbulkan oleh adanya rangsangan terhadap indera penglihatan, indera penciuman dan indera pengecap. Makanan yang memiliki cita rasa yang tinggi adalah makanan yang disajikan menarik, menyebarkan bau sedap, dan memberikan rasa yang lezat (Soegeng, 2004 dalam Sundaniawati, 2009).

(32)

2.6.1 Penampilan Makanan a) Warna Makanan

Kombinasi warna adalah hal yang membantu dalam penerimaan makanan secara tidak langsung yang dapat merangsang selera makan. Warna yang bervariasi mempunyai daya tarik untuk dilihat, karena warna memiliki dampak psikologis pada konsumen ( Khan.MA,1998).

b) Konsistensi

Konsistensi adalah aspek yang berhubungan dengan tingkat sifat kepadatan atau kekentalan pada makanan.

Konsistensi sebagai pelengkap variasi diantaranya pilihan makanan, sifat seperti cair berkuah, kental/sedikit kuah, padat/kering digunakan sebagai gambaran konsistensi (Khan. MA, 1998).

c) Bentuk Makanan

Untuk membuat makanan menjadi lebih menarik biasanya disajikan dalam bentuk- bentuk tertentu. Bentuk makanan juga harus bervariasi serta serasi dalam penyajiannya. Misalnya potongan makanan yang memanjang, berbentuk dadu, atau dipotong parut (Khan.M A, 1998)

Ada beberapa bentuk penyajian makanan sewaktu disajikan yaitu bentuk makanan yang disajikan sesuai dengan aslinya, bentuk makanan yang harus dipotong dengan teknik tertentu, bentuk makanan dengan saji khusus ( Khan.M A, 1998).

(33)

18

d) Porsi Makanan

Besar porsi adalah banyaknya makanan yang dihidangkan dalam satu kali penyajian. Standar porsi harus ditetapkan untuk setiap jenis makanan. Penggunaan sendok porsi dan piring dapat berfungsi untuk memorsikan makanan (Dian, 2012).

Banyaknya makanan yang disajikan dan porsi setiap individu sesuai dengan kebiasaan makan konsumen.

Pentingnya porsi makanan bukan saja berkenaan dengan waktu disajikan tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan ( Khan.M A, 1998).

e) Penyajian Makanan

Penyajian makanan adalah perlakuan terakhir dalam penyelenggaraan makanan sebelum dikonsumsi, penyajian makanan meliputi pemilihan alat, cara menyusun makanan, dan penghiasan makanan. Penyajian makanan juga merupakan faktor penentu dalam penampilan hidangan yang disajikan (Khan.M A, 1998).

Cara penyajian makanan adalah penyajian makanan yang berhubungan dengan alat makan, cara penyusunan hidangan pada alat makan dan garnish/hiasan makanan.

Penyajian makanan yang baik bila alat makan yang digunakan lengkap, bersih, dan sesuai dengan hidangan, serta disusun dengan menarik, dan dilengkapi dengan hiasan yang serasi. (Puckett, 2004)

2.6.2 Rasa Makanan

Penampilan makanan mempengaruhi indera penglihatan dan untuk rasa makanan ditentukan oleh indera penciuman yaitu

(34)

aroma yang ditimbulkan dari makanan dan rangsangan dari indera pengecap, adapun komponen yang mempengaruhi rasa makanan tersebut adalah (Khan.M A, 1998):

a) Aroma makanan

Aroma makanan adalah aroma yang disebarkan oleh makanan yang mempunyai daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga mampu menimbulkan selera (Khan.M A, 1998).

b) Bumbu

Bumbu adalah bahan yang ditambahkan pada makanan dalam proses pengolahan dengan tujuan untuk mendapatkan rasa makanan yang enak dan khas dalam setiap kali pemasakan, sehingga dapat merangsang kerja enzim-enzim pencernaan dan meningkatkan nafsu makan (Soeparman, 1997).

Rasa dasar yang dikenal ada 5, yaitu manis yang timbul saat dilewati sukrosa dan pemanis; asin yang timbul saat dilewati oleh ion natruim (Na+); asam yang timbul saat dilewati oleh ion hidrogen (H+), pahit, dan umami atau gurih yang timbul saat dilewati oleh asam amino glutamat ( Taylor.

AJ, 2004).

c) Tingkat kematangan

Tingkat kematangan adalah mentah atau tidaknya hasil pemasakan pada setiap jenis bahan makanan yang dimasak. Setiap makanan mempunyai tingkat kematangan berbeda- beda yang ditentukan oleh jenis dan kualitas bahan makanan yang digunakan dan cara pengolahannya. Tingkat

(35)

20

kematangan suatu makanan akan mempengaruhi cita rasa makanan ( Puckett. RP, 2004).

d) Suhu makanan

Suhu makanan adalah tingkat panas atau dingin suatu hidangan yang disajikan. Pada penyajian makanan perlu diperhatikan kesesuaian suhu dari setiap jenis hidangan, karena suhu makanan akan berpengaruh terhadap cita rasa makanan (Puckett. RP, 2004).

e) Tekstur

Tekstur pada makanan juga dapat mempengaruhi pilihan konsumen. Tentu saja makanan dipilih karena kekerasan atau lunaknya suatu makanan. Pengaruh tekstur pada sebuah makanan itu terbentuk sebelum dirasakan.

Tekstur dapat lebih dirasakan ketika dimulut seperti lembek/

lunak, keras/ kering, kenyal, krispi, berserat, halus adalah beberapa sifat yang digunakan untuk menggambarkan tekstur (Khan. M A, 1998).

2.7 Hubungan Cita Rasa dengan Daya Terima Makanan Lunak

Masalah penyelenggaraan makan kepada orang sakit lebih kompleks dibandingkan dengan penyajian makanan untuk orang sehat.

Hal ini terutama berkaitan dengan faktor eksternalnya yaitu cita rasa dari makanan lunak yang diberikan. Cita rasa tersebut memiliki 2 aspek utama yaitu penampilan ( warna, bentuk makanan, konsistensi, besar porsi, dan cara penyajian) sewaktu dihidangkan dan rasa (aroma, bumbu, tingkat kematangan, suhu, dan tekstur) sewaktu makan.

Makanan lunak biasanya kadar airnya tinggi sehinga volumenya besar dan konsistensinya lembek, selain itu bumbu yang digunakan tidak

(36)

boleh merangsang. Keadaan tersebut seringkali membuat cita rasa makanan lunak menjadi hambar dan tidak disukai pasien, sehingga daya terimanyapun jelek.

Jika daya terima makanan lunak kurang pada pasien, maka akan mengakibatkan kurangnya asupan makanan pasen sehingga kekurangan intake gizi esensial yang dapat menurunkan status gizi selama dirawat di rumah sakit. Sedangkan apabila daya terima makanan lunak baik, maka kebutuhan pasien akan terpenuhi dan status gizinya tidak akan turun.

2.8 Ketepatan Waktu Penyajian Makanan

Menurut Heryawanti, dkk., (2004) bahwa waktu penyajian makanan merupakan faktor eksternal yang dapat menyebabkan terjadinya sisa makanan. Waktu penyajian yang tidak tepat dapat menyebabkan berkurangnya selera untuk menghabiskan makanan yang disajikan. Hal ini sesuai dengan teori yang diungkapkan oleh Moehyi (1992) bahwa waktu pembagian makanan yang tepat dengan jam makan pasien serta jarak waktu yang sesuai antara makan pagi, siang, dan malam hari dapat mempengaruhi habis tidaknya makanan yang disajikan. Bila jadwal pemberian makan tidak sesuai dengan jadwal yang sudah ada, maka makanan yang sudah siap akan mengalami waktu penungguan sehingga pada saat makanan akan disajikan ke pasien, makanan menjadi tidak menarik karena mengalami perubahan suhu makanan.

Proses penyajian makanan yang berkaitan dengan ketepatan waktu dan kondisi makanan haruslah selalu dijaga, dalam hal ini penyajian makanan yang telah dimasak harus disajikan kepada konsumen tepat pada waktunya yaitu tidak boleh disajikan terlalu lambat atau terlalu awal sehingga dapat menyebabkan suhu makanan berubah dan mempengaruhi selera makan konsumen. Standar pelayanan minimal pada

(37)

22

pelayanan gizi di rumah sakit menurut Depkes RI yaitu: ketepatan waktu pemberian makan pada pasien ≥ 90%.

Jam distribusi yang tidak tepat berkaitan dengan jumlah tenaga distribusi makanan. Hal ini dapat mempengaruhi ketepatan jam distribusi karena proses produksi makanan di instalasi gizi akan mengalami penambahan waktu, sehingga akan berakibat distribusi makanan tidak efektif (Halek, 2012).

2.9 Hubungan Ketepatan Waktu Penyajian Makanan dengan Daya Terima Makanan Lunak

Waktu penyajian makanan pagi, siang dan malam berbeda- beda tergantung peraturan rumah sakit. Ketepatan waktu penyajian makanan kepada pasien sangatlah penting. Proses penyajian makanan yang berkaitan dengan ketepatan waktu haruslah selalu dijaga, dalam hal ini penyajian makanan yang telah dimasak harus disajikan kepada konsumen tepat pada waktunya sesuai waktu yang telah ditentukan yaitu tidak boleh disajikan terlalu cepat dan tidak boleh terlalu lambat, hal ini dapat menyebabkan suhu makanan berubah dan mempengaruhi selera makan konsumen. Menurut Moehyi (1992) menjelaskan bahwa bila jadwal pemberian makan terlalu cepat disajikan, maka makanan yang sudah siap akan menalami penungguan sehingga pada saat makanan akan disajikan ke pasien makanan menjadi tidak menarik karena mengalami penurunan suhu makanan. Sedangkan jika makanan lambat disajikan, maka dapat menyebabkan kebutuhan energi diambil dari cadangan lemak tubuh sehingga berdampak pada keterlambatan pemasukan zat gula ke dalam darah yang dapat menurunkan konsentrasi, rasa malas, lemas, mengantuk dan berkeringat dingin.

Berdasarkan observasi yang dilakukan selama penelitian pada pelaksanaan distribusi makanan di Rumah Sakit Umum Daerah Atambus yang sangat terbatas yaitu pada jam makan siang dengan kelebihan jam

(38)

distribusi 10- 30 menit. Jam distribusi yang tidak tepat berkaitan dengan jumlah tenaga distribusi makanan di Rumah Sakit Umum Atambus yang sangat terbatas. Selain itu ketidaktepatan jam distribusi sering terjadi pada makan siang karena rumah sakit mengalami penambahan jumlah pasien pada jam makan siang. Hal ini dapat mempengaruhi ketepatan waktu, sehingga akan berakibat distribusi makanan tidak efektif. Salah satu faktor yang ikut mempengaruhi jam distribusi makan yaitu peralatan makan pasien yang kurang sesuai. Peralatan makan pasien yang digunakan di Rumah Sakit Umum Daerah Atambus yaitu berupa rantang susun.

Peralatan makan ini menggunakan waktu lebih lama saat pemorsian makanan, sehingga waktu distribusi menjadi makin lama ( Halek., Dkk., 2012).

2.10 Survei Konsumsi Makanan

Survei konsumsi makanan terbagi menjadi survei konsumsi tingkat rumah tangga dan survei konsumsi pada tingkat individu. Tujuan survei konsumsi untuk mengetahui kebiasaan makan baik itu tingkat rumah tangga maupun tingkat individu bahkan bisa mengetahui asupan zat gizinya (Par’i, 2009).

Metode pengukuran konsumsi makanan untuk tingkat individu antara lain metode recall 24 jam, metode estimated food records, metode penimbangan/ food weighing, metode dietary history, dan metode frekuensi makan/food frequency.

Metode food weighing adalah metode yang paling tepat untuk estimasi makanan dan asupan zat gizi yang dikonsumsi seseorang.

Penimbangan dilakukan beberapa hari tergantung dari tujuan penelitian, dana yang tersedia dan waktu yang disediakan ( Supariasa. IDN, 2012).

Kelebihan metode ini adalah data yang diperoleh akurat dan teliti.

Adapun kekurangannya yaitu membutuhkan waktu dan biaya yang cukup

(39)

24

besar karena manggunakan peralatan, tenaga pengumpul data harus terlatih dan terampil, serta dibutuhkan kerjasama yang baik dengan responden.

(40)

25 BAB III

KERANGKA KONSEP, HIPOTESIS, DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Penyelenggaraan makanan lunak bertujuan memberikan terapi diet yang sesuai dengan kondisi pasien untuk mempercepat penyembuhan.

Makanan lunak ini mempunyai kekurangan yaitu volume yang besar, konsistensi yang lembek, serta penggunaan bumbu yang terbatas. Hal ini membuat daya terima pada makanan lunak menjadi rendah. Daya terima makanan yang kurang baik dapat menyebabkan kebutuhan gizi menjadi tidak terpenuhi dan proses penyembuhan pun menjadi semakin lama.

Daya terima makanan lunak pada pasien dapat diukur dari sisa makanan yang telah sisajikan. Salah satu faktor yang mempengaruhi daya terima makanan lunak yaitu faktor eksternal. Faktor eksternal terdiri dari faktor yang berasal dari makanan dan lingkungan, salah satunya dipengaruhi oleh persepsi cita rasa makanan dan ketepatan waktu penyajian.

GAMBAR 3.1

HUBUNGAN PERSEPSI CITA RASA DAN KETEPATAN WAKTU PENYAJIAN DENGAN DAYA TERIMA MAKANAN LUNAK PADA

PASIEN PENYAKIT SALURAN CERNA Persepsi Cita Rasa

( Penampilan dan Rasa)

Ketepatan Waktu Penyajian

Daya Terima Makanan Lunak

(41)

26

Variabel Penelitian

1) Variabel independen : Persepsi cita rasa dan ketepatan waktu penyajian.

2) Variabel dependen : Daya terima makanan lunak pada pasien penyakit saluran cerna.

3.2 Hipotesis

1) Ada hubungan persepsi cita rasa dengan daya terima makanan lunak pada pasien penyakit saluran cerna rawat inap di RSUD Kabupaten Sumedang.

2) Ada hubungan antara ketepatan waktu penyajian dengan daya terima makanan lunak pada pasien penyakit saluran cerna rawat inap di RSUD Kabupaten Sumedang.

3.3. Definisi Operasional

3.3.1 Persepsi Cita Rasa Makanan

Definisi : Persepsi cita rasa adalah nilai komposit antara nilai penampilan makanan dan rasa makanan yang diambil selama satu hari, kemudian dihitung rata-ratanya.

Cara ukur : Wawancara Alat ukur : Kuisioner

Hasil ukur :a) Persepsi cita rasa makanan baik jika skor sampel ≥ nilai mean (1,48);

b) Persepsi cita rasa makanan tidak baik jika skor sampel < nilai mean (1,48).

(42)

Skala ukur : Ordinal 3.3.2 Penampilan Makanan

Definisi :Penilaian sampel oleh indera penglihatan terhadap menu yang disajikan untuk makan pagi, makan siang, dan makan malam berdasarkan aspek warna, konsistensi, besar porsi, bentuk makanan dan cara penyajian.

Cara Ukur : Wawancara Alat Ukur : Kuesioer

Hasil Ukur :a) Penampilan menarik, jika total skor ≥ mean (1,57);

b) Penampilan kurang menarik, jika total skor <

nilai mean (1,57).

3.3.3 Rasa Makanan

Definisi :Penilaian sampel oleh indera pengecap terhadap menu yang disajikan untuk makan pagi, makan siang, dan makan malam berdasarkan aspek aroma, bumbu, tekstur, suhu, dan tingkat kematangan.

Cara Ukur : Wawancara Alat Ukur : Kuisioner

Hasil Ukur :a) Rasa enak, jika nilai rasa sampel ≥ nilai mean (1,42);

(43)

28

b) Rasa tidak enak, jika nilai rasa sampel < nilai mean (1,42).

Skala : Ordinal

3.3.4 Ketepatan Waktu Penyajian Makanan

Definisi :Adalah ketepatan waktu penyajian makan sehari dilihat dari kesesuaian jadwal makan pagi, siang dan sore yang disajikan kepada pasien menurut waktu pembagian makan yang ditentukan oleh RSUD Kabupaten Sumedang.

- Makan Pagi : Jam 07.00- 07.30 WIB - Makan Siang : Jam 12.00- 13.00 WIB - Makan Malam : Jam 17.00- 18.00 WIB Cara Ukur : Wawancara

Alat ukur : Kuisioner

Hasil ukur :a) Kurang baik, jika nilai > nilai median (30) b) Baik, jika nilai ≤ nilai median (30)

Skala Ukur : Ordinal

3.3.5 Daya Terima Makanan Lunak

Definisi :Adalah persentase makanan lunak yang dapat dihabiskan oleh sampel dari seluruh hidangan yang diberikan, meliputi makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah. Diperoleh dengan cara penimbangan berat awal makanan

(44)

yang disajikan dikurangi berat sisa makanan dibagi berat awal makanan dikali 100%.

Cara ukur : Metode penimbangan Alat ukur : Timbangan digital

Hasil ukur : a) Daya terima baik, jika total skor ≥80%

b) Daya terima kurang baik, jika total skor <

80%

Sumber : PGRS 2013 Skala ukur : Ordinal

(45)

30 BAB IV

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

Desain penelitian yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan desain cross sectional. Desain ini digunakan karena variabel dependen dan variabel independen diukur dalam periode yang bersamaan (Notoadmodjo, 2010).

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan diruang rawat inap kelas I, II, dan III RSUD Kabupaten Sumedang. Pengambilan data dilaksanakan pada bulan Februari sampai dengan Maret 2016.

4.3 Populasi dan Sampel 4.3.1 Populasi

Populasi pada penelitian ini adalah pasien penyakit saluran cerna dengan diagnosa dispepsi/ gastritis/ demam tifoid yang di rawat inap kelas I, II, dan III di RSUD Sumedang Kabupaten Sumedang dengan pemberian makanan lunak.

4.3.2 Sampel

Sampel ditentukan secara purposive sampling (ciri dan sifatnya ditentukan oleh peneliti) dan unit sampel adalah semua pasien yang memenuhi kriteria sebagai berikut :

1) Pasien dengan diagnosa gastritis/ dispepsia/ tifoid;

(46)

2) Bersedia menjadi responden dan kooperatif;

3) Pasien berusia ≥ 15 tahun;

4) Telah dirawat selama ≥ 2 hari 5) Mendapat makanan lunak.

6) Dirawat di kelas 1, 2 dan 3.

Adapun besar sampel yang diperlukan menggunakan rumus sebagai berikut :

2 2 2 /

1

* * ( 1 )

d

P P

n Z



2 2

15 , 0

) 27 , 0 1 (

* 27 , 0

* 96 ,

1 

n

0225 , 0

757 ,

0 n

34 6 ,

33

n

Keterangan :

n = Jumlah sampel yang dibutuhkan dalam penelitian ini

Z1-α/2 = Derajat kemaknaan yaitu 5% (1,96)

P = Proporsi daya terima makanan lunak kurang (27%).

( Fitriani F., 2015)

d = Presisi=0,15

(47)

32

4.4 Jenis dan Cara Pengumpulan Data

Jenis data yang dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder.

4.4.1 Data Primer

Data primer merupakan data hasil pengukuran yang dilakukan oleh peneliti meliputi :

a) Data waktu penyajian makanan yang disajikan pada pasien yang diperoleh melalui wawancara menggunakan kuisioner selama 1 hari.

b) Data persepsi sampel terhadap cita rasa makanan lunak meliputi penilaian penampilan meliputi (warna, bentuk, besar porsi, konsistensi, dan cara penyajian). Sedangkan aspek rasa meliputi (aroma, bumbu, tingkat kematangan, suhu dan tekstur) diperoleh melalui wawancara menggunakan kuisioner selama 1 hari.

c) Data daya terima sampel terhadap makanan lunak sehari yang disajikan diperoleh dengan cara penimbangan dari setiap jenis makanan dikurangi berat makanan yang tersisa dari masing masing hidangan dan dibagi dengan berat awal kemudian dipersenkan.

4.4.2 Data Sekunder

a) Data mengenai gambaran umum rumah sakit diperoleh dari arsip yang ada di rumah sakit, dan data mengenai penyelenggaraan makanan yang disediakan oleh instalasi gizi di rumah sakit.

Daya terima = berat awal- sisa makanan x 100%

berat awal

(48)

b) Data karakteristik sampel yang meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, dan hari rawat ke- dan diagnosa penyakit diperoleh dari rekam medik dengan menggunakan kuisioner.

4.5 Pengolahan dan Analisis Data ` 4.5.1 Pengolahan Data

a) Data karakteristik sampel dikategorikan kemudian ditampilkan dalam tabel frekuensi distribusi lalu dianalisis secara deskriptif. Kategori yang digunakan yaitu :

 Umur :15 - 44 tahun

≥ 45 tahun

 Jenis Kelamin: Laki-laki Perempuan

 Pendidikan : Dasar, jika pendidikan < SMA Lanjut, jika pendidikan ≥ SMA

 Pekerjaan : Tidak bekerja Bekerja

b) Data mengenai cita rasa makanan yang meliputi penampilan dan rasa diperoleh dari penilaian sampel melalui pengisian kuesioner yang diberi skor 1-2, dengan langkah :

- Mengisikan kuisioner dengan skor 1 untuk tidak menarik / tidak enak dan skor 2 untuk menarik/ enak pada setiap menu hidangan pada setiap waktu makan;

- Menjumlahkan skor untuk seluruh menu pada setiap waktu makan;

- Merata-ratakan seluruh skor untuk setiap waktu makan;

(49)

34

- Membandingkan skor akhir sampel dengan nilai mean kelompok;

- Kemudian mengkategorikan menjadi : Baik jika ≥ skor mean kelompok (1,48).

Kurang baik jika < skor mean kelompok (1,48).

- Berikan skor akhir untuk cita rasa 1 jika citarasa kurang baik dan 2 jika cita rasa baik.

c) Data mengenai penilaian ketepatan waktu penyajian makanan pada sampel diperoleh dari nilai komposit jam distribusi makan pagi, siang dan sore dengan mengkategorikan :

- Kurang baik jika > median (30) dan diberi skor 1.

- Baik, jika ≤ median (30) dan diberikan skor 2

Waktu distribusi makanan pasien di RSUD Sumedang yang dimulai dari dapur sampai pada pasien, yaitu

- Makan Pagi = 07.00- 07.30 WIB;

- Makan Siang = 12.00- 13.00 WIB;

- Makan Malam = 17.00- 18.00 WIB.

d) Data daya terima makanan lunak pada sampel diperoleh dari berat masing- masing baik makan pagi, siang dan malam dengan cara:

Daya terima = berat awal- sisa makanan x 100%

berat awal

(50)

Data mengenai persentase daya terima tersebut kemudian dikelompokan sesuai kriteria, yaitu : daya terima “baik”, jika total persentase ≥ 80% dan “kurang baik”, jika total persentase < 80%.

4.5.2 Analisis Data 1) Analisis Univariat

Untuk memperoleh gambaran karakteristik sampel (umur, jenis kelamin, kelas perawatan, pendidikan, pekerjaan, jenis penyakit dan lama dirawat), persepsi cita rasa makanan, ketepatan waktu penyajian makanan, serta daya terima makanan, yang disajikan di tabel frekuensi dan dianalisis secara deskriptif.

2) Analisis Bivariat

Analisa bivariat dilakukan terhadap dua variabel yang berhubungan. Analisa dalam penelitian ini menggunakan analisa secara deskriptif dimana semua data yang diperoleh ditabulasikan kedalam bentuk tabel. Dan uji yang digunakan adalah uji chi- squre. Uji ini digunakan karena variabel dependen dan independen dalam penelitian ini bersifat kategorik. Penelitian ini menggunakan batas kemaknaan secara statistik sebesar 10%, sehingga jika diperoleh nilai p>

α, maka hasil perhitungan statistiknya tidak bermakna, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel dependen dengan variabel independen. Data yang diolah kemudian dianalisa menggunakan SPSS 16.0.

Untuk perhitungan meggunakan rumus :

(51)

36

( )

Keterangan :

X2 = nilai chi square b = baris

k = kolom

0ij = nilai pengamatan pada sel baris ke 1 dan kolom ke j Eij = nilai harapan pada baris ke 1 dan kolom ke j

Jika dalam uji chi- square ditemukan nilai harapan (E)<5 sebanyak > 20%, makan dilakukan uji fisher exact dengan menggunakan rumus :

P = (A+B)!(C+D)!(A+C)!(B+D)!

N!A!B!C!D!

Keterangan :

P : Nilai peluang yang diharapkan N : Jumlah total nilai/ jumlah sampel A, B, C,D : Nilai observasi pada setiap sel

α : 0,1

Dengan kriteria uji Ho gagal ditolak jika p> 0,1 dan Ho ditolak jika p≤ 0,1 ( Notoadmojo, 2002)

(52)

37 BAB V

HASIL PENELITIAN

5.1 Gambaran Umum Rumah Sakit Umum Daerah Kab. Sumedang RSUD Kabupaten Sumedang merupakan rumah sakit tipe B non pendidikan. Akreditasi penuh tingkat lanjut 12 pelayanan telah diperoleh dengan SK Menkes no KARS-SERT/173/XII/2015 yang sudah lulus akreditasi versi 2012 lulus tingkat Paripurna pada tahun 2015. RSUD Kabupaten Sumedang terletak di pusat kota dengan akses di pinggir jalan utama kota, yang berlokasi di Jalan Palasari No.80 sampai Jalan Prabu Geusan Ulun No.41 Sumedang. Luas area sebesar 18.309,50 m², dengan kapasitas kemampuan adalah 297 TT dan 24 poliklinik rawat jalan.

Komposisi jumlah tempat tidur adalah kelas III (49,67%) , kelas II (11,26%), kelas I (9.6%), VIP (12,91%) , dan transit (9.6%).

Unit Fungsional RSUD Kabupaten Sumedang yaitu pelayanan instalasi gawat darurat, pelayanan instalasi rawat inap yang meliputi (perawatan penyakit dalam, perawatan penyakit bedah, perawatan penyakit kebidanan dan kandungan, serta instalasi paviliun tandang), instalasi bedah sentral, pelayanan rawat jalan yang terdiri dari 24 poli.

Untuk pelayanan penunjangnya yaitu instalasi patologi klinik, instalasi patologi anatomi, instalasi farmasi, instalasi gizi, instalasi radiologi, USG, Echo, instalasi hemodialisa, instalasi ICU, pelayanan EEG, pelayanan EMG, pelayanan CT Scan dan fisioterapi.

(53)

38

5.2 Gambaran Umum Instalasi Gizi

Sejak tahun 2003 penyelenggaraan makanan di Instalasi Gizi RSUD Kabupaten Sumedang menggunakan sistem out- sourcing yang bekerjasama dengan PT. Griya Nutrisi, dimana pengusaha jasa boga / catering menyediakan makanan dengan memakai sarana dan prasarana rumah sakit. Sementara ahli gizi rumah sakit berfungsi sebagai perencana menu, penentu standar porsi, pemesanan makanan, penilai kualitas dan kuantitas makanan yang diterima sesuai spesifikasi yang telah ditetapkan dalam kontrak. Instalasi gizi membuat SOP yang harus dilaksanakan oleh pihak catering, mulai dari penerimaan bahan makanan sampai makanan didistribusikan dan disajikan kepada pasien. Instalasi gizi juga menentukan syarat- syarat yang harus dipenuhi oleh pihak catering, mulai dari kualifikasi pegawai, spesifikasi bahan makanan, alat, penyajian dan lain-lain. Instalasi gizi melakukan evaluasi setiap tahunnya terhadap kinerja catering sebagai bahan penilaian catering.

Ketenagaan di instalasi gizi RSUD Kabupaten Sumedang berjumlah 18 orang yang dipimpin oleh seorang kepala Instalasi Gizi yang dibantu oleh dua orang penanggungjawab yaitu penanggungjawab asuhan gizi dan penanggungjawab mutu dan PPM (Proses Penyelenggaraan Makanan). Penanggungjawab asuhan gizi terbagi menjadi asuhan gizi rawat jalan, asuhan gizi rawat inap, penyuluhan, edukasi dan diklat pegawai, sedangkan penanggungjawab mutu dan PPM terbagi menjadi mutu, penyelenggaraan makanan pasien dan pegawai, inventaris dan gudang, administrasi, pranata komputer/ input data.

Jumlah ketenagaan di PT. Griya Nutrisi unit Sumedang sebanyak 18 orang, yang terdiri dari supervisor, administrasi, store keeper, kepala gudang, ahli gizi, enteral helper, cook, cook helper, buctcher, pastry, service, dan steward.

(54)

5.3 Gambaran Penyelenggaraan Makanan di RSUD Kabupaten Sumedang

Salah satu pelayanan gizi rumah sakit yaitu penyelenggaraan makanan. Tujuan dari penyelenggaraan makanan di rumah sakit yaitu menyediakan makanan yang berkualitas sesuai kebutuhan gizi, biaya, aman dan dapat diterima oleh konsumen guna mencapai status gizi yang optimal.

Penyelenggaraan makanan di RSUD Kabupaten Sumedang menggunakan sistem outsourcing, yang bekerjasama dengan pihak PT.

Griya Nutrisi. Sistem distribusi yang digunakan di instalasi gizi Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang adalah sistem desentralisasi.

Bentuk makanan yang diselenggarakan di Rumah Sakit Umum Daerah Kabupaten Sumedang terdiri dari makanan biasa, makanan lunak, makanan saring dan makanan cair yang diberikan untuk kelas VIP, UTAMA, I, II dan III.

Siklus Menu yang digunakan di RSUD Kabupaten Sumedang adalah siklus menu 10 hari + 1 hari yang digunakan pada tanggal 31.

Penelitian ini dilaksanakan pada siklus menu ke 2.

Pola makan pasien di RSUD Kabupaten Sumedang yaitu 3x makan utama dan 2x selingan dengen pola menu :

 Makan pagi : makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati dan sayur

 Makan siang : makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah

 Makan malam : makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah

Khusus untuk kelas perawatan VIP dan UTAMA terdapat menu pilihan dan mendapatkan ekstra susu kotak 2 kali pada waktu makan pagi

(55)

40

dan makan malam. Dan mendapatkan buket buah 1 kali dalam sehari, kecuali pasien yang mendapat formula enteral. Untuk kelas I, II, dan III makan pagi diberi menu pilihan kecuali untuk yang diet menggunakan menu standar.

5.4 Gambaran Karakteristik Sampel

Sampel yang diambil pada penelitian ini adalah pasien penyakit saluran cerna dengan diagnosa dispepsia/ gastritis/ tifoid yang dirawat di kelas I,II dan III, bersedia menjadi responden dan kooperatif, berusia ≥ 15 tahun, telah dirawat selama ≥ 2 hari dan mendapat makanan lunak.

Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 35 orang.

Karakteristik sampel meliputi umur, jenis kelamin, kelas perawatan, jenis penyakit, pendidikan, pekerjaan dan hari rawat ke- dapat dijelaskan pada tabel 5.6 berikut ini :

(56)

TABEL 5.1

DISTRIBUSI FREKUENSI BERDASARKAN KARAKTERISTIK SAMPEL DI RUANG RAWAT INAP RSUD KABUPATEN SUMEDANG No Karakteristik Nilai Statistik

n %

1 Umur

15 - 44 tahun 20 57,1

≥ 45 tahun 15 42,9

Total 35 100

2 Jenis Kelamin

Laki- Laki 14 40

Perempuan 21 60

Total 35 100

3 Kelas Perawatan

Kelas I 5 14,3

Kelas II 5 14,3

Kelas III 25 71,4

Total 35 100

4 Pendidikan

Dasar 22 62,9

Lanjut 13 37,1

Total 35 100

5 Pekerjaan

Bekerja 14 40

Tidak bekerja 21 60

Total 35 100

6 Penyakit

Gastritis 16 45,7

Dispepsia 10 28,6

Tifoid 9 25,7

Total 35 100

7 Lama Hari Rawat

< 5 hari 27 77,1

> 5 hari 8 22,9

Total 35 100

Referensi

Dokumen terkait

Yang memberikan gambaran bahwa terapi latihan sebagai salah satu modalitas dari fisioterapi dapat digunakan sebagai alternatif untuk diterapkan pada pasien

Kesimpulan: M asalah kesehatan yang muncul pada keluarga Tn.E akibat ketidakmampuan keluarga merawat anggota keluarga yang sakit dan ketidakmampuan keluarga mengenal

Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini sebagai salah satu persyaratan untuk menyelesaikan program pendidikan Ahli Madya Kebidanan Fakultas Ilmu Kesehatan Universitas

Telah diterima dan disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan didepan tim penguji Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KEPERAWATAN KELUARGA Bp.S DENGAN GANGGUAN SISTEM

Tujuan umum dari penulisan KTI ini adalah untuk dapat memahami bagaimana asuhan keperawatan pada pasien Ny.W dengan post mastektomi Ca.Mammae Sinistra di RS

Telah disetujui oleh pembimbing untuk dipertahankan di depan Tim Penguji Karya Tulis Ilmiah dengan judul “ASUHAN KERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SSITEM

Kesimpulan : Diagnosa yang muncul pada kasus Ny.N pada pasien post operasi sectio caesaria indikasi ketuban pecah dini disertai presentasi bokong ditemukan nyeri berhubungan

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN GANGGUAN SISTEM KARDIOVASKULER : CHF ( Congestive Heart Failure ) RUMAH SAKIT UMUM DAERAH PANDAN ARANG BOYOLALI. ( Dini Ika Susanti, 2014,