• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V FUNGSI DAN MAKNA PUAK POI DALAM KONTEKS

5.1 Fungsi

Puak poi telah merupakan benda wajib yang ada di setiap kelenteng,

vihara dan rumah-rumah masyarakat Tionghoa yang masih menjalankan ritual paisin. Hal ini dikarenakan mereka masih mempercayai fungsi dari puak poi tersebut dan masih menjalankan tradisi dari leluhur mereka.

Berdasarkan data penelitian yang diperoleh, maka penulis menganalisisnya berdasarkan fungsi puak poi. Fungsi-fungsi tersebut masih digunakan dan dipercayai oleh masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar. Mereka juga menganggap bahwa puak poi mempermudah mereka untuk berkomunikasi dengan para dewa dan para leluhur mereka.

Jadi, di dalam kebudayaan Tionghoa, puak poi memiliki peranan yang sangat penting dalam konteks menjalankan ritual paisin. Puak poi mempunyai beberapa

fungsi yang masih sangat dipercayai oleh masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar.

Kebudayaan Tionghoa terkenal sebagai kebudayaan yang tua di dunia dan kaya akan simbol. Simbol telah digunakan dalam kebudayaan Tionghoa sejak berabad-abad lalu. Setiap aspek kehidupan dalam masyarakat Tionghoa berkaitan secara langsung maupun tidak langsung dengan simbol-simbol ini.

Simbol-simbol yang digunakan dalam kebudayaan Tionghoa Kuno banyak yang masih bertahan sampai saat ini. Masyarakat Tionghoa begitu menghargai kebudayaan mereka yang secara turun temurun telah mereka yakini. Orang-orang Tionghoa masih mempertahankan kebudayaan mereka dan masih menerapkan kebudayaan Tionghoa tersebut di dalam kehidupan mereka.

Jika dikaitkan dengan teori Malinowski tentang fungsionalisme, etnis Tionghoa sampai saat ini masih menganggap bahwa simbol-simbol yang ada di dalam kehidupan mereka masih sangat berfungsi bagi kehidupan mereka. Etnis Tionghoa percaya bahwa simbol-simbol tersebut mempunyai fungsinya masing-masing. Hal ini sesuai dengan landasan teori fungsionalisme Malinowski yang menganggap bahwa semua unsur kebudayaan itu berfungsi bagi kehidupan.

Simbol dan kebudayaan Tiongkok hampir selalu ada pada acara ataupun upacara paisin. Adapun simbol dalam upacara tersebut adalah benda yang sering dijadikan sebagai simbol dari kebudayaan itu sendiri seperti dupa, lilin, dan puak poi.

Dalam masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar mereka masih sangat mempercayai fungsi dari puak poi tersebut. Menurut mereka puak poi merupakan peninggalan dari leluhur mereka yang harus tetap dijaga dan dilestarikan agar tidak terkikis oleh budaya yang lain dan sering ditemukan dalam upacara paisin.

Menurut informan pertama (Bapak Susanto Wijaya), beliau sangat peracaya dan meyakini puak poi tersebut dan selalu menggunakannya pada saat upacara paisin. Dia mengaku bahwa menggunakan puak poi merupakan tradisi turun-temurun yang diwariskan oleh para nenek moyang mereka dalam kehidupan masyarakat Tionghoa. Beliau mengungkapkan hal tersebut secara verbal dalam sebuah wawancara dengan penulis sebagai berikut.

Sebagai seorang Tionghoa warga Negara Indonesia yang beragama Buddha, saya sangat meyakini akan kebenaran puak poi sebagai jawaban dari Tuhan dan para Dewa di Alam Langit atau juga para leluhur yang hidup di Alam Baka, terhadap apa yang kita tanyakan, untuk mengetahui berbagai permasalahan di dalam hidup kita. Puak poi ini bagi kami merupakan sarana komunikasi yang sangat penting baik itu ke Alam Langit maupun ke Alam Baka. Seperti diketahui bahwa dalam kepercayaan orang-orang Tionghoa terdapat tiga alam, yaitu Alam Langit, Alam Dunia, dan Alam Baka. Ketiga alam ini dapat dihubungkan dengan sepasang puak poi. Kita akan mengetahui bagaiman jawaban Tuhan dan para Dewa terhadap pertanyaan untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hidup kita. Begitu juga jawaban para leluhur kita yang ada di Alam Baka tentang keadaan mereka, sehingga kita dapat berkomunikasi dan menyelesaikan cara terbaik dalam kehidupan kita yang ada di dunia maupun memperbaiki keadaan kehidupan leluhur kita di Alam Baka sana (wawancara penulis dengan Susanto Wijaya, 2 Oktober 2014 di Pematangsiantar).

Lebih jauh lagi, berdasarkan wawancara penulis dengan kedua informan kunci, disertai dengan kajian fungsional secara budaya terdapat fungsi-fungsi dari puak poi tersebut, sebagai berikut.

1. Sarana komunikasi kepada (Tuhan, para Dewa, dan leluhur).

2. Menyelesaikan berbagai permasalahan manusia dalam menjalani hidupnya.

3. Menjaga keseimbangan kosmos.

4. Memperkuat ajaran-ajaran sistem religi masyarakat Tionghoa. 5. Menguatkan integrasi keturunan dan kekerabatan.

6. Menjaga kontinuitas kebudayaan dalam proses perubahan dalam ruang dan waktu.

5.1.1 Fungsi Puak Poi sebagai Sarana Komunikasi

Sesuai dengan sistem kosmologi Tionghoa, yang mempercayai eksistensi tiga alam yaitu: Alam Langit, Alam Dunia, dan Alam Baka, maka untuk menghubungkan antara alam-alam ini dapat digunakan berbagai media. Di antaranya adalah media melalui orang-orang yang menguasai aspek supernatural, seperti bhiksu atau dukun. Komunikasi melalui medium manusia yang menguasai supernatural ini memang lazim dilakukan oleh masyarakat Tionghoa, terutama yang beragama Konghucu, Tao, dan Buddha. Melalui perantara-perantara ini manusia dapat bermohon mengenai nasibnya agar mendapatkan berbagai kebaikan hidup di dunia ini, seperti rezeki, jodoh, nasib baik, pekerjaan, dan hal-hal sejenis. Dalam situasi yang sedemikian rupa komunikasi ini tidak langsung. Oleh karena itu, dalam sistem religi masyarakat Tionghoa digunakan pula komunikasi antara manusia dengan Alam Langit dan Alam Baka tersebut, yaitu melaui media puak poi.

Sebagai sarana komunikasi yang langsung antara si penanya atau pemohon dengan Tuhan/Dewa atau roh nenek moyang, maka puak poi memiliki fungsi utama di sini. Puak poi dalam hal ini merupakan jawaban dari Tuhan/ Dewa atau roh leluhur yang dimintai pertanyaan. Umumnya pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh para pelaksana paisin ini, berkisar pada seputar bagaimana mengatasi permasalahan hidup. Demikian pula para manusia yang bertanya ini dapat mengajukan pertanyaan meneganai bagaimana kabar atau kehidupan leluhurnya di Alam Baka sana. Dapat juga mereka memohon petunjuk dari para

leluhur untuk menyelesaikan permasalahan hidupnya, dengan cara bertanya dan kemudian dijawab melalui media puak poi ini. Jadi fungsi komunikasi puak poi ini dapat diklasifikasikan kepada dua komunikasi timbal balik (dua arah):

1. Komunikasi manusia dengan Alam Langit, dalam hal ini Tuhan dan Dewa-Dewa.

2. Komunikasi manusia dengan Alam Baka, dalam hal ini para leluhur yang telah meninggalkan dunia dan hidup di Alam Baka, atau makhluk gaib lainnya.

5.1.1.2 Fungsi Puak Poi sebagai Sarana Komunikasi dengan Tuhan dan Dewa

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dalam kepercayaan masyarakat Tionghoa, terutama dari ajuaran Tao, Konghucu, dan Buddha, bahwa terdapat tiga alam, yaitu: ALam Langit, Alam Dunia, dan Alam Baka. Orang-orang Tionghoa ini mempercayai bahwa di Alam Langit terdapat tempat tinggal Thien dan juga para Dewa dan Dewi. Tuhan adalah sebagai pencipta seluruh alam tersebut dan ia Maha Kuasa. Jika manusia mengalami berbagai persoalamn hidup, atau ingin memecahkan permasalahan hidupnya tentu saja ia dapat meminta pertolongan kepada Yang Maha Kuasa ini yaitu Thien. Oleh karena itu dilakukanlah upacara paisin (sembahyang) untuk memecahkan masalah hidup manusia ini. Ia kemudian bertanya tentang masalah hidupnya ini, baik itu mengenai rezeki, jodoh, kesehatan, pengobatan penyakit, nasibnya di masa depan, dan lain-lain. Pertanyaan-pertanyaan ini diajukan kepada Tuhan. Kemudian pertanyaan kepada Tuhan tersebut dijawab melalui puak poi, dengan kemungkinan adalah tiga jawaban: sengpoi, jiupoi, dan kampoi.

Fungsi puak poi yang seperti ini adalah sebagai sarana komunikasi dengan Tuhan. Dalam melakukan pertanyaan, secara umum masyarakat Tionghoa di seluruh dunia umumnya menggunakan bahasa etniknya atau bahasa Mandarin. Yang menarik bagi penulis, masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar walau ada yang menggunakan bahasa etnik atau Mandarin, mereka lebih sering menggunakan bahasa Indonesia.

Sebagai fungsi komunikasi, maka prosesnya dipandang dari sudut ilmu komunikasi adalah sebagai berikut. Pelaksana atau pelaku paisin (sembahyang) dapat sendiri atau berkelompok adalah dipandang sebagai komunikator (penyampai pesan awal). Pelaku paisin ini meminta kepada Tuhan melalui pesan-pesan secara kebahasaan (verbal) dan juga nonverbal. Adapun pesan-pesan-pesan-pesan tersebut didukung oleh peralatan upacara seperti: dupa, hio, asap hio, dan yang penting adalah puak poi.

Setersunya pesan atau message ini disampikan kepada Tuhan, yang dalam ilmu komunikasi dipandang sebagai komunikan, dengan posisi kekuasaan Dia adalah pencipta manusia dan yang melakukan reinkarnasi. Dengan demikian pertanyaan dan sekaligus permintaan pelaku paisin tadi adalah hak Tuhan secara absolut, apakah Ia jawab ya, digantung, atau tidak. Apakah permintaan dikabulkan atau ditolak. Dalam hal ini puak poi menjadi sarana penting dalam konteks komunikasi antara manusia pelaku paisin dengan Tuhan. Demikian menurut kepercayaan yang dipegang teguh oleh orang-orang Tionghoa dalam hal komunikasi kepada Tuhan ini.

Selain kepada Tuhan, orang-orang Tionghoa yang menganut sistem religi Konghucu (dan Tao) serta Buddha mempercayai berbagai Dewa dan Dewi. Umumnya para Dewa dan Dewi ini memiliki sifat dan kemampuan khusus dalam

hal menolong manusia yang meminta dan berdoa kepada mereka. Di Pematangsiantar, orang-orang Tionghoa yang melakukan upacara paisin dengan menggunakan media puak poi ini, selalu bertanya dan memohon petunjuk kepada para Dewa sesuai dengan sifat dan kemampuan khususnya. Sepertrti telah diuraikan di atas, untuk menanyakan mengenai usaha atau perniagaan, mereka menujukan pertanyaan dan petunjuk kepada Dewa Hok Tek Ceng Sin dan Dewa Cai Sen. Demikian pula untuk meningkatkan kemakmurannya mereka dapat bertanya dan petunjuk dari Dewa Kemakmuran. Atau berbagai masalah kehidupan yang universal seperti mohon kebijaksanaan dan cinta kasih (welas asih) di dalam hidup mereka memohon kepada Dewi Kwan Im, dan lain-lainnya. Fungsi puak poi sebagai saran komunikasi kepada Tuhan dan para dewa ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Bagan 5.1:

Fungsi Puak Poi sebagai Sarana Komunikasi dengan Tuhan dan Para Dewa

ALAM BAKA JAWABAN DAN PETUNJUK ALAM DUNIA pertanyaan dan mohon petunjuk KEBUDAYAAN TIONGHOA pesan komunikasi peralatan komunikasi komunikator Orang yang melakukan paisin

puak poi dan dupa ALAM LANGIT

Dewa-Dewi Kwan Im, Hok Tek Ceng

Sin,Dewa Kemakmuran, dll

komunikan Thien

5.1.1.2 Fungsi Puak Poi sebagai Sarana Komunikasi dengan Para Leluhur

Dalam hal komunikasi ini, maka salah satu fungsi puak poi lainnya adalah sebagai sarana komunikasi dengan para leluhur yang berada di Alam Baka. Dalam proses komunikasi yang seperti ini, maka orang yang melaksanakan paisin bertanya kepada para leluhur tentang berbagai hal. Di antara pertanyaan itu adalah tentang kabar leluhur di Alam Baka. Atau dapat juga bertanya tentang bagaimana cara si pelaksana paisin memecahkan permasalahan hidupnya, apakah itu masalah pekerjaan, rezeki, jodoh, kesehatan, penyakit, dan aspek-aspek lainnya.

Dari perspektif komunikasi, pelaksana paisin ini adalah sebagai komunikator atau sumber awal komunikasi. Bentuk pertanyaan atau memohon petunjuk dapat dikategorikan sebagai pesan komunikasi. Selanjutnya dupa, hio, asap hio, jumlah hio, dan puak poi adalah benda-benda pendukung komunikasi. Selanjutnya leluhur atau para leluhur di Alam Baka sana dipandang sebagai komunikan yang akan memberikan jawaban atau petunjuk terhadap pertanyaan atau permohonan petunjuk dari kerabatnya yang ada di dunia. Berikut ini adalah gambaran fungsi puak poi sebagai sarana komunikasi dengan para leluhur.

Bagan 5.2:

Fungsi Puak Poi sebagai Sarana Komunikasi dengan Para Leluhur ALAM DUNIA JAWABAN DAN PETUNJUK pertanyaan dan mohon petunjuk KEBUDAYAAN TIONGHOA pesan komunikasi peralatan komunikasi komunikator Orang yang melakukan paisin

puak poi dan dupa ALAM LANGIT

Dewa-Dewi Kwan Im, Hok Tek Ceng

Sin,Dewa Kemakmuran, dll Thien ALAM BAKA komunikasi bertanya komunikasi menjawab Para leluhur Komunikan

5.2.2 Fungsi Menyelesaikan Berbagai Permasalahan Manusia

Seterusnya fungsi puak poi lebih jauh selepas sebagai media komunikasi, puak poi juga adalah berfungsi dalam menyelesaikan berbagai permasalahan manusia di dalam menjalani kehidupannya di muka dunia ini. Siapa saja manusia dan di mana saja dia berada, di dalam rangka menjalani kehidupannya, manusia

tersebut pasti akan menemui berbagai masalah. Masalah ini ada yang bersifat psikologis, fisik, material, sosial, budaya, dan lain-lain.

Di dalam sistem religi manapun di duni a ini, manusia umumnya mempercayai adanya Yang Maha Kuasa atau makhluk-makhluk yang lebih berkuasa dibandingkan dirinya. Dalam rangka menyelesaikan berbagai permasalahan atau persoalan hidupnya ini, maka manusia selalu meminta petunjuk dari Tuhan atau makhluk-makhluk yang dipandang lebih berkuasa dari dirinya seperti Dewa, Dewi, malaikat, makhluk gaib, dan lain-lain.

Dalam hal ini puak poi jika dipandang dari sudut kebudayaan yang lebih luas adalah memiliki fungsi untuk menyelesaikan berbagai permasalahan hidup manusia di dunia ini. Permasalah mengenai apa yang harus diperbuatnya di dunia ini, dapat meminta tolong kepada Tuhan Yang Maha Kuasa (Thien). Untuk menyelesaikan permasalahan mengenai usaha atau perniagaan, mereka menujukan pertanyaan dan petunjuk kepada Dewa Hok Tek Ceng Sin dan Dewa Cai Sen. Selanjutnya untuk menyelesaikan permasalahan rezekinya yang relatif sedikit sehingga dia masuk ke dalam kategori oranmg miskin selama ini, dia dapat memohon rezeki yang lebih baik dari Dewa Kemakmuran. Begitu pula untuk menyelesaikan berbagai masalah kehidupan yang universal seperti mohon kebijaksanaan dan cinta kasih (welas asih) di dalam hidup, mereka memohon kepada Dewi Kwan Im. Begitu juga untuk menyelesaikan permasalahn-permasalahan hidup lainnya di dunia ini. Sistem religi Tionghoa memberikan solusi jawaban terhadap permasalahan hidup ini. Salah satu medianya adalah puak poi. Dengan demikian, puak poi ini menyumbang kepada konsistensi internal budaya Tionghoa seperti yang ditawarkan oleh Radcliffe-Brown, mengenai fungsi aktivitas sosial di dalam masyarakat.

5.1.3 Fungsi Menjaga Keseimbangan Kosmos

Fungsi puak poi yang digunakan dalam upacara paisin dalam rangka berkomunikasi dengan Tuhan/Dewa atau para leluhur, menurut penulis adalah menjaga keseimbangan kosmos (alam). Di dalam sistem religi, khususnya yang berkaitan dengan kosmologi Tionghoa, dikenal tiga alam ciptaan Thien yaitu Alam Langit, Alam Dunia, dan Alam Baka. Alam Langit adalah tempat bersemayamnya Tuhan Yang Maha Kuasa (Thien), juga para Dewa dan Dewi dengan berbagai kemampuannya. Kemudian Alam Dunia adalah tempat tinggal manusia, makhluk-makhluk lain yaitu binatang, tumbuhan, termasuk roh-roh yang bergentayangan di dunia ini. Begitu juga lingkungan seperti gunung, daratan, sungai, hutan, dan lain-lain.

Selain itu terdapat pula Alam Baka. Alam ini dipercayai oleh orang-orang Tionghoa terutama yang menganut sistem religi Konghucu, Tao, dan Buddha sebagai tempat leluhur yang telah meninggalkan dunia ini, termasuk juga makhluk-makhluk gaib. Baik Alam Langit, Alam Dunia, mapun Alam Baka, memiliki ciri-ciri dan sifat yang hampir sama, yaitu dihuni oleh masyarakat yang memiliki pemerintahan, dan juga kebutuhan hidup.

Bagi orang-orang Tionghoa yang menganut religi yang disebutkan di atas, percaya adanya hubungan antara ketiga alam ini. Jikalau terjadi kerusakan di salah satu alam, maka akan terjadi guncangan-guncangan atau ketidakharmonian alam secara keseluruhan, yang berpengaruh kepada semua sistem kehidupan. Oleh karena itu, untuk menjaga harmoni kosmos, diperlukan hubungan yang baik antara tiga alam ini. Salah satu penyumbang harmoni atau keseimbangan alam itu

adalah artefak puak poi. Artefak ini mampu mengkomunikasikan antara tiga alam tersebut, yang pada saatnya menjaga harmoni hubungan. Dengan demikian alam ini berjalan pada perjalanan yang telah diatur oleh Thien, dan harmonilah hubungan antara ketiganya.

Demikian pula halnya dalam rangka membersihkan altar yang terdapat di kelenteng,vihara dan rumah-rumah yang masih menjalankan ritual sembahyang. Karena dalam membersihkan altar tidak boleh dilakukan secara sembarangan. Hal ini dikarenakan masyarakat Tionghoa mempercayai dewa yang ada di altar atau papan nama leluhur yang berada di altar hidup. Kegiatan ini juga dapat dipandang sebagai fungsi menjaga keseimbangan kosmos.

5.1.4 Memperkuat Ajaran-ajaran Sistem Religi Masyarakat Tionghoa

Menurut penulis puak poi juga berfungsi untuk memperkuat ajaran-ajaran sistem religi masyarajat Tionghoa, terutama sistem religi Konghucu, Tao, dan Buddha. Ajaran-ajaran sistem religi ini, memiliki persamaan dalam konsep-konsep memandang dan mengklasifikasikan alam (kosmos). Ketiganya sering juga disebut tiga agama yang satu.

Ketiga agama ini memiliki konsep yang “sama” tentang Tuhan. Dalam ajaran Konghucu segala sesuatu yang ada di Alam Dunia, Alam Langit, dan Alam Baka adalah ciptaan Tuhan Yang Maha Kuasa. Demikian pula ajaran Tao (Dao) bahwa pusat dari alam ini yang terdiri dari Alam Langit, Alam Dunia, dan Alam Baka adalah Dao atau Tuhan Yang Maha Kuasa. Di dalam ajaran agama Buddha dijelaskan bahwa Tuhan itu adalah yang mutlak adanya, Tuhan tidak bermula dan tidak berakhir, Tuhan yang mengatur semua yang diciptakan. Tuhan memeliki welas asih yang tidak terhingga.

Konsep lainnya yang terekspresi dari penggunaan puak poi yang berfungsi memperkuat ajaran-ajaran ketiga sistem religi tari adalah, pentingnya menjaga keteraturan alam. Manusia hanya salah satu makhluk saja di dunia ini, yang wajib melakukan harmonisasi dengan semua makhluk, baik itu alam sekitar, makhluk hidup lainnya (hewan dan tumbuhan), begitu juga dengan makhluk-makhluk gaib, roh yang bergentayangan, dan lain-lainnya. Ketiga agama ini memang mengajarkan tentang harmoni terhadap semua yang diciptakan Tuhan, termasuk jangan merusak alam.

Di dalam aktivitas paisin yang menggunakan puak poi ini juga tersirat ajaran reinkarnasi di dalam ajaran agama Buddha. Reinkarnasi adalah kehidupan kembali kedunia berdasarkan kehidupan masa lalu. Sementara dia menunggu dilahirkan kembali ke dunia, dia berada di Alam Baka. Dalam keadaan yang sedemikian rupa, para keturunannya di dunia ini seharusnya tetap menjaga hubungan kekerabatannya melalui puak poi dan paisin. Melalui aktivitas dan artefak ini, maka ajaran-ajaran mengenai reinkarnasi di dalam agama Buddha tersosialisasi dengan sendirinya.

5.1.5 Menguatkan Integrasi Keturunan dan Kekerabatan

Budaya Tionghoa, baik yang berada di pusatnya yaitu daratan China maupun persebarannya di seluruh dunia, mengajarkan tentang pentingnya menjaga garis keturunan yang diwariskan secara patrilineal. Garis keturunan patrilineal adalah cara menarik garis keturunan yang berasal dari pihak ayah. Sebaliknya masyarakat atau kelompok etnik yang menarik garis keturunan dari pihak ibu, secara antropologis lazim disebut dengan matrilineal. Kalau menarik

garis keturunan kedua-duanya, yaitu dari pihak ayah dan ibu sekaligus lazim disebut dengan bilateral atau parental.

Orang-orang Tionghoa umumnya menarik garis keturunan secara patrialineal (patriachart). Dalam hal ini mereka memiliki marga (klen) tertentu yang di dalamnya menjelaskan tentang asal-usul, tempat wilayah budayanya, dan eksistensinya dalam sejarah peradaban Tiongkok. Orang-orang Tionghoa ini sangat menghargai diri, keluarga inti, keluarga besar, dan keturunannya. Mereka memiliki marga-marga seperti Lim, Lee, Tung, Tong, Tan, Han, dan lain-lain.

Melalui penggunaan puak poi yang dilakukan melalui aktiivitas paisin ini, penulis melihatnya adalah sebagai fungsi untuk menguatkan integrasi keturunan dan kekerabatan. Dengan cara bertanya kepada para leluhur yang dipercayai hidup di Alam Baka, maka seseorang yang melakukan paisin melalui artefak puak poi ini, sadar atau tidak sebenarnya memperkuat integrasi keturunan dan kekerabatannya. Ia menyadari bahwa memiliki nenek moyang yang sedemikian rupa yang dapat dihubungi melalui puak poi. Selanjutnya setelah menyadari akan garis keturunan ini, maka nilai-nilai internal yang ia serap adalah perlunya menguatkan persatuan dan kesatuan keturnan dan kekerabatan. Bagaimanapun, keluarga dan kerabat yang besar ini dipercaya akan dapat mengatasi semua permasalahan hidup, baik di dunia maupun alam baka. Demikian salah satu fungsi puak poi ini.

5.1.6 Menjaga Kontinuitas Kebudayaan dalam Proses Perubahan

Istilah kontinuitas atau lazim juga disebut sebagai kesinambungan adalah penting dalam konteks manusia menjalani sejarah hidupnya. Namun di sisi lain perubahan juga tidak dapat ditolak, karena perubahan itu memang menjadi sifat

alam dan telah menjadi ketentuan Tuhan. Jadi biasanya kontinuitas dan perubahan menjadi satu kesatuan di dalam kehidupan manusia.

Demikian pula yang terjadi di dalam pelaksanaan paisin yang menggunakan puak poi ini, salah satu fungsinya adalah menjaga kontinuitas kebudayaan dalam proses perubahan. Dengan menggunakan puak poi sebagai sarana komunikasi kepada Alam Langit dan Alam Baka dengan Alam Dunia, maka secara alamiah sebenarnya menjaga kontinuitas kebudayaan dalam proses perubahan. Puak poi yang dilakukan nenek moyang orang-orang Tionghoa memiliki nilai-nilai religi dan tradisi dengan kearifannya yang terus-menerus dijaga sampai kapanpun, karena artefak dan kegiatan ini adalah sebagai penciri utama identitas orang-orang Tionghoa.

Di sisi lain perubahan-perubahan yang terjadi juga tidak dilawan atau ditentang, tetapi adalah bagaimana secara arif dan bijaksana mengelola perubahan tersebut dalam kehidupan religinya. Kebijakan dalam menghadapi yang paling jelas adalah puak poi itu sendiri pun matrialnya berubah, dari bambu menjadi berkembang dapat juga menggunakan kayu. Dari bambu dengan warna alamiah dengn kayu yang seluruh permukaannya dicat merah juga adalah menandakan perubahan.

Dokumen terkait