• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB V FUNGSI DAN MAKNA PUAK POI DALAM KONTEKS

5.2 Makna

Setelah menganalisis fungsi puak poi, maka berikut kita akan membahas tentang makna puak poi secara semiotik, di dalam konteks upacara paisin pada masyarakat Tionghoa di Pematangsiantar. Makna ini tercakup di dalam wujud ideasional (gagasan) orang-orang Tionghoa, yang sifatnya adalah abstrak, namun menjadi nyata setelah dipraktikkan di dalam aktivitas paisin, dan dapat dikaji melalui artefak yang digunakan yaitu puak poi. Jadi ada hubungan yang berkesinambungan antara gagasan budaya yang berkaitan dengan puak poi ini, dengan aktivitas paisin, dan artefak puak poi itu sendiri. Untuk itu perlu dikaji makna puak poi.

Dalam kebudayaan Tionghoa tidak sedikit benda-benda di dalam upacara paisin dijadikan sebagai simbol dari kebudayaan mereka. Bagi etnik Tionghoa pada masa itu benda-benda yang dijadikan sebagai simbol tersebut memiliki makna tersendiri dalam menjalankan ritual paisin. Puak poi dijadikan sebagai salah satu benda yang dijadikan sebagai simbol penanda dalam ritual paisin.

5.2.1 Makna Puak Poi Dikaji dari Aspek Etimologi

Secara etimologis atau harfiah, puak poi juga memiliki arti sebagai berikut. Istilah ini didukung oleh dua kata yaitu:

(i) puak yang maknanya adalah meminta petunjuk dengan melemparkan;. (ii) poi memiliki makna jadi atau terjadilah.

Jadi secara etimologis puak poi bermakna meminta petunjuk dengan cara melemparkan benda yang disebut puak poi dan kemudian petunjuk tersebut terjawab (terjadilah) melalui posisi puak poi setelah dilemparkan.

Lebih jauh lagi, menurut penjelasan Bapak Susanto Wijaya (informan penulis) puak poi dalam budaya China telah ada sejak ribuan tahun lalu yang digunakan sebagai petunjuk mengenai apapun kehidupan mereka. Puak poi merupakan salah satu benda dan sarana yang digunakan untuk menanyakan hal yang ingin ditanyakan pada para Dewa atau roh leluhur, yang telah diwariskan oleh nenek moyang dan perlu dilestarikan. Menurut pengamatan dan pengalaman penulis puak poi ini dijumpai pada sebahagian besar upacara paisin masyarakat Tionghoa.

Puak poi adalah salah satu benda yang sering dijadikan simbol di dalam upacara paisin orang-orang Tionghoa. Puak poi tersebut juga merupakan salah satu sarana komunikasi di dalam paisin karena sebagian besar budaya China berdasarkan tanggapan bahwa wujudnya sebuah dunia roh. Puak poi juga menjadi sarana bertanya kepada Dewa buat mengobati orang yang sedang sakit, dengan obat apa orang tersebut disembuhkan. Puak poi ini juga adalah ekspresi budaya rakyat, yang dapat dijadikan sarana bertanya untuk berbagai hal, yang tidak dapat dijawab oleh manusia pada umumnya. Di dalam semua yang berkaitan dengan puak poi, terkandung unsur mitos, agama, dan fenomena sosial dan budaya yang aneh memang rapat sekali.

5.2.2 Makna Puak Poi dalam Kebudayaan Menurut Pandangan Masyarakat Puak poi pada masyarakat Tionghoa sangat berperan penting sebagai salah satu peninggalan kebudayaan yang masih terjaga hingga saat ini. Puak poi merupakan benda yang dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi yang mudah kepada para Dewa atau para leluhur.

Menurut penjelasan Bapak Susanto Wijaya, memaknai puak poi sebagai peninggalan para nenek moyang secara turun temurun yang sampai saat ini masih dipercayai. Berikut kutipannya :

Menurut saya puak poi merupakan peninggalan budaya yang harus dilestarikan agar tidak tergeser oleh kebudayaan yang lain. Kami sebagai etnis Tionghoa sampai saat ini masih mempercayai puak poi dapat dijadikan sebagai sarana komunikasi kami terhadap para dewa atau leluhur kami. Selain itu, dengan adanya puak poi juga menandakan benda tersebut merupakan salah satu dari kebudayaan Tionghoa. ( Wawancara )

Menurut pendapat Bapak Aliang, yang hampir memiliki pendapat yang sama bahwa puak poi merupakan salah satu benda yang dijadikan sebagai penanda identitas atau jati diri dalam kebudayaan Tionghoa. Berikut kutipannya:

Dalam kehidupan sehari-hari, puak poi selalu menjadi kebudayaan yang sangat kami percayai. Keberadaan puak poi ini juga dapat membantu kami untuk menyelesaikan suatu permasalahan yang tidak dapat kami pecahkan, dengan cara bertanya kepada para dewa atau leluhur. Puak poi juga merupakan identitas kami sebagai etnis Tionghoa. ( Wawancara )

Dari hasil penelitian terhadap kedua informan yang telah penulis wawancarai tentang makna puak poi adalah keduuanya memiliki pendapat yang hampir sama dan mereka percaya terhadap puak poi tersebut. Mereka berpendapat bahwa puak poi dapat membantu mereka untuk berkomunikasi kepada dewa dan leluhur serta dapat membantu memecahkan masalah mereka dengan bertanya kepada dewa atau leluhur melalui media puak poi tersebut. Oleh sebab itu, etnis Tionghoa di Pematangsiantar menggunakan puak poi dalam kehidupan mereka sehari-hari. Bila kita melihat puak poi pasti kita langsung mengetahui bahwa puak poi adalah salah satu peninggalan kebudayaan Tionghoa, karena puak poi identik dengan dalam upacara paisin dan kebudayaan Tionghoa dan diibaratkan sebagai identitas masyarakat Tionghoa.

5.2.3 Makna Jawaban yang Didapat dari Sepasang Puak Poi

Puak poi juga memiliki arti di mana puak berarti meminta petunjuk dengan melemparkan dan poi jadi. Dengan demikian puak poi ini adalah medium bertanya seseorang kepada Tuhan, Dewa-Dewi, atau roh-roh leluhur, yang kemudian memberikan jawabannya, yang dapat dilihat dari posisi puak poi tersebut setelah dilempar ke atas.

Berdasarkan hukum probabilitas matematis, maka hanya akan terjadi tiga kemungkinan posisi sepasang puak poi setelah dilemparkan ke atas dan menyentuh lantai atau bidang sentuh lainnya. (a) Kemungkinan pertama adalah terbuka satu atau tertutup satu. Kemungkinan ini juga ada dua. Katakanlah puak poi sebelah kiri (kr) dan kanan (kn) dilepmarkan ke atas secara bersamaan, maka kemungkinan adalah terbuka kiri tertutup kanan sebesar 50 % dan begitu juga terbuka kanan dan tertutup kiri sebesar 50 % dari sejumlah x lemparan yang dilakukan. Kejadian ini dapat digambarkan sebagai berikut.

Bagan 5.4:

Kemungkinan Hasil Lemparan Sepasang Puak Poi Satu Terbuka dan Tertutup (Sengpoi)

Adapun arti jawaban atau makna dari puak poi tersebut adalah sebagai berikut.

1. Sengpoi (terbuka satu dan tertutup satu), seng yang berasal dari bahasa Hokkien yang berarti baik atau bagus menandakan pertanda baik atau sebagai jawaban, ”Ya” dari Tuhan, Dewa, atau dari para leluhur terhadap pertanyaan yang diajukan. Biasanya jika dalam sekali meminta dan melempar langsung mendapatkan jawaban sengpoi biasanya orang yang menggunakan benda tersebut hanya cukup sekali saja menanyakan apa yang ingin ditanyakannya.

Gambar 5.3: Sengpoi

Bagan 5.5: Bagan Sengpoi

2. Jiupoi (keduanya terbuka), jiu yang berasal dari bahasa Hokkien yang artinya tertawa mendadakan Tuhan, Sang Dewa, atau para leluhur merasa lucu dan masih enggan memberikan kepastian jawaban dari apa yang sedang ditanyakan. Biasanya orang yang menggunakan puak poi tersebut jika mendapatkan jawaban jiupoi akan mengulangi kembali dengan jedah waktu 3-5 menit kemudian. Normanya secara religius hanya boleh dilakukan sebanyak 3 kali saja, sekali dan diulang 2 kali.

Gambar 5.4: Jiupoi

Bagan 5.6: Bagan Jiupoi

3. Kampoi (keduanya tertutup), kam yang berasal dari bahasa Hokkien yang berarti tutup atau tertutup merupakan suatu pertanda tidak baik atau buruk dan jawaban tidak dari Tuhan, Dewa, ataupun para leluhur. Biasanya jika terjadi kampoi, Tuhan/Dewa atau leluhur sedang dalam keadaan marah dan tidak mau menjawab pertanyaan yang ingin ditanyakan.

Orang yang menggunakan puak poi tersebut jika mendapatkan jawaban kampoi, maka ia akan mengulangi kembali dengan jedah waktu 3 sampai 5 menit kemudian. Dalam hal ini penanya yang disertai dengan upacara paisin hanya dapat dilakukan sebanyak 3 kali saja dalam pengulangannya. Biasanya jika tidak mendapatkan jawaban, maka orang yang menggunakan puak poi tersebut akan kembali di lain waktu atau bahkan tidak akan kembali lagi menanyakan hal yang sama. Dalam realitias religi, sejauh yang penulis amati, hal ini sangat jarang terjadi.

Gambar 5.5: Kampoi

Sumber: Dokumentasi Sanni Tung, 2015

Bagan 5.7: Bagan Kampoi

5.2.4 Analisis Semiotik Jawaban yang Didapat dari Sepasang Puak Poi

Secara semiotik jawaban yang diperoleh dari pertanyaan kepada Tuhan/Dewa dan roh-roh leluhur ini, secara pasti dapat dikategorikan sebagai indeks. Dalam kajian-kajian semiotik yang dimaksud dengan indeks itu adalah suatu kejadian yang sebenarnya diakibatkan oleh sebuah kejadian awal. Dalam hal ini contoh yang menarik dari kajian semiotik yang termasuk kepada indeks adalah adanya asap karena adanya api. Atau dalam kalimat lain terjadinya asap karena adanya sumber api. Tidak mungkin asap itu muncul atau eksis sendiri tanpa adanya api.

Dalam hal sepasang puak poi yang dilempar dan kemudian mendarat pada bidang tertentu ini, maka itu hanyalah indeks dari jawaban Tuhan/Dewa atau para roh leluhur terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh yang bertanya melalui upacara paisin. Jawaban indeksikal ini sifatnya adalah tertutup. Artinya hanya ada tiga jawaban saja dari Tuhan/Dewa (di Alam Langit) atau para roh leluhur di Alam Baka sana, terhadap pertanyaan-pertanyaan yang diajukan oleh seseorang melalui upacara paisin ini. Jawaban-jawaban indeksikal ini, secara semiotik dapat dilihat pada tabel berikut ini.

Tabel 5.2:

Kajian Semiotik terhadap Tampilan Puak Poi sebagai Indeks

DATA ANALISIS No Keadaan Visual Sepasang Puak Poi Istilah yang Digunakan Makna Indeks dalam Kajian Semiotik Tindakan Orang yang Bertanya Keterangan 1. Satu terbuka, satu tertutup

Sengpoi Jawaban ya dari Tuhan/Dewa dan roh para leluhur terhadap pertanyaan yang diajukan. Segera menerima jawaban itu, mempercayainya dan menerapkan tindakan selanjutnya. Tuhan/Dewa dan roh para leluhur berkenan mengabulkan pertanyaan dan merestui doa yang dipanjatkan. Tuhan/Dewa dan roh para leluhur dalam keadaan baik dan gembira. 2. Kedua-dua

buah puak poi dalam keadaan terbuka

Jiupoi Tuhan, Sang Dewa, atau roh para leluhur merasa lucu dan masih enggan memberikan kepastian jawaban dari apa yang sedang ditanyakan. Biasanya orang yang menggunakan puak poi tersebut jika mendapatkan jawaban jiupoi akan mengulangi kembali dengan jedah waktu 3-5 menit kemudian. Tuhan/Dewa dan roh para leluhur tertawa dan enggan memberika kepastian jawaban yang ditanyakan,. Normanya secara religius hanya boleh dilakukan sebanyak 3 kali saja, sekali dan diulang 2 kali. 3, Kedua-dua buah puak poi dalam keadaan

Kampoi Jawaban tidak dari Tuhan, Dewa, atau roh

Biasanya orang yang menggunakan Normanya secara religius hanya

tertutup leluhur. Artinya tidak merestui niat penanya melalui pertanyaan yang diajukannya. Pertanda tidak baik atau buruk. Tuhan. Dewa dan roh para leluhur marah dan dalam keadaan tidak baik responsnya terhadap pertanyaan yang diajukan. puak poi tersebut jika mendapatkan jawaban kampoi akan mengulangi kembali dengan jedah waktu 3-5 menit kemudian. boleh dilakukan sebanyak 3 kali saja, sekali dan diulang 2 kali. Biasanya jika tidak mendapatkan jawaban, maka orang yang menggunakan puak poi tersebut akan kembali di lain waktu atau bahkan tidak akan kembali lagi menanyakan hal yang sama.

5.2.5 Analisis Semiotik Teks Pertanyaan dan Harapan

Teks yang menjadi bahan kajian ini, dipilih dalam konteks upacara sesungguhnya, yaitu dengan memilih beberpa pelaku, dengan tema pertanyaan yaitu menanya rezeki, jodoh, pengobatan, kerja, kelulusan, proses pendidikan, dan pembersihan altar keluarga.

(a) Menanya rezeki, pelakunya adalah Juli (perempuan) umur 32 tahun, alamat Jalan Mataram II, Pematangsiantar. Dia menanyakannya melalui komunikasi verbal, sebagai berikut: “Akong dan ama, ini Juli datang ingin menanyakan bagaimana rezeki saya dalam pekerjaan saya akhir-akhir ini. Ingin bertanya apakah lancar-lancar saja atau terhambat, karena adanya halangan yang datang? Kalau rezeki saya bagus, saya mohon puak poi yang saya lemparkan ini

diberikan jawaban ya atau sengpoi terima kasih akong dan ama.” Setelah dilemparkannya ternyata jawabannya adalah sengpoi.

Secara semiotik, pertanyaan dari Juli tersebut terfokus kepda bagaimana rezekinya. Beliau berkomunikasi kepada akong dan amanya. Akong dan ama ini dipercayai Juli hidup di alam lain, namun masih dapat berkomunikasi dengan alam manusia. Jawaban tersebut pun dimaknai sebagai sebuah kebenaran bagi pelaku ini.

(b) Menanya tentang jodoh. Dalam upacara paisin tersebut, pelakunya adalah Chandra (laki-laki) umur 35 tahun, dengan alamat di Jalan Sriwijaya, Kota Pematangsiantar. Adapun pertanyaan verbal beliau dalam bahasa Hokkian kepada Dewa (Zhu) adalah sebagai berikut: “Zhu wa ai mui,wa e jodoh ancua? Wa lao liao boi kek hun. Wa u kin kak cabo. I ane sui. Tapi wa ane kia ai kong kak i wa ane gien kak i loh. Zhu bantu wa lah. Kak wa buka i e mata hati. Mai ho wa jawaban yang bo pasti. Tolong co sengpoi mai co kampoi lah. Kamsia Zhu.” [artinya: Dewa saya mau bertanya, bagaimana jodoh saya? Saya telah tua tapi masih belum menikah. Saya ada dekat dengan seorang wanita. Dia sangat cantik. Tapi saya sangat takut mengatakan kepadanya kalau saya sangat suka dia. Dewa bantu saya. Tolong bantu saya membuka mata hatinya. Jangan berikan saya jawaban yang tidak pasti. Tolong berikan sengpoi jangan buat kampoi. Terima kasih dewa.] Jawaabannya adalah jiupoi (ketawa).

Dari teks pertanyaan kepada Dewa tersebut, tampak bahwa si beliau berusia relatif tua. Secara manusiawi setiap orang yang berusia tua dan belum menikah, maka risau hati dan gundah gulana bagaimana nasibnya. Untuk itu ia bertanya kepada Dewa yang memang mengetahui nasibnya ini. Dari teks bahasa tersebut nampak bahwa yang menjadi pilihannya adalah wanita yang cantik.

Namun ada kelemahan lelaki ini, yaitu ia takut dan ragu mengungkapkan cintanya tersebut. Untuk mengatasi ini ia melakukan upacara paisin dan memohon petunjuk serta jawaban Dewa. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap teks pertanyaan ini.

(c) Menanyakan pengobatan . Dalam upacara paisin tersebut pelakunya

adalah seorang tabib bernama lai an (laki-laki) umur 58 tahun , dengan alamat di Jalan Mataram II, Kota Pematangsiantar. Adapun pertanyaan verbal beliau adalah: “Dewa ini saya punya pasien yang sedang sakit kanker dan datang berobat dengan saya dengan cara pengobatan tradisional dan di dukung dengan doa. Dewa saya mau memberikan obat yang telah saya racik. Jika memang pasien saya akan segera sembuh jika menjalani pengobatan dengan saya, berikan sekali sengpoi. Kamsia.”Jawabannya adalah : sengpoi (ya)

Dari teks pertanyaan kepada Dewa tersebut, tampak bahwa beliau tidak mau sembarangan dalam memilih obat untuk pasiennya dan berusaha untuk menyembuhkan pasien yang datang kepada beliau untuk berobat. Untuk itu beliau bertanya kepada Dewa yang dapat membrikan jawaban atas pertanyaan beliau. Untuk mengatasi ini beliau melakukan upacara paisin dan memohon petunjuk serta jawaban Dewa. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap teks pertanyaan ini.

(d) Menanyakan kerja. Dalam upacara paisin tersebut pelakunya adalah

Xiuping umur 30 tahun, dengan alamat di Jalan Mataram II, Kota Pematangsiantar. Adapun pertanyaan verbal beliau dengan bahasa hokkian kepada orang tua beliau adalah:

“Pa, macai wa ai khi lamar cokang. Wa co persiapan liao. Papa e pendapat ancua li? Wa e cokang apa bo? Kalau papa setuju wa cokang khi napeng, ho wa sengpoi la. Kamsia pa.”

[“Pa, besok saya mau melamar pekerjaan. Saya telah membuat persiapan. Pendapat papa bagaimana? Saya dapat kerja atau tidak? Kalau papa setuju saya kerja disana, kasih saya sengpoi. Terima kasih pa.”] Jawabannya adalah: kampoi (tidak). Kemudian penanya tidak mau mengulangi lagi.

Dari teks pertanyaan tersebut bahwa beliau sangat berhati-hati dalam memilih pekerjaan dan berusaha meminta saran dari orang tuanya yang telah tiada. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap teks pertanyaan ini.

(e) Menayakan kelulusan. Dalam upacara paisin tersebut pelakunya

adalah Nita, Umur 22 tahun dengan alamat di jalan Tanah Jawa Kota Pematangsiantar. Dengan pertanyaan verbal sebagai berikut:

“Kwain im, apakah saya akan lulus dalam ujian kali ini? Saya telah belajar dengan giat dan selalu mengulang pelajaran yang akan diujiankan. Apakah saya juga akan mendapatkan nilai yang bagus di ujian kali ini? Berikan saya jawaban dewi.” Jawabannya adalah : sengpoi

Dari teks pertanyaan tersebut dapat diketahui bahwa beliau sangat khawatir dalam menghadapi ujian dan berusaha menghilangkan rasa khawatirnya dengan cara menanyakan sesuatu yang mengganjal hatinya kepada Kwain im. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap teks pertanyaan ini.

umur 18 tahun, alamat jalan Mojopahit Kota Pematangsiantar. Dengan pertanyaan verbal sebagai berikut:

“Dewa, tahun ini saya telah mulai belajar di perguruan tinggi dan pasti ini jenjang yang lebih susah dibandingkan yang sebelumnya. Dewa , apakah saya dapat mengikuti pelajaran yang akan datang? Dan apakah saya akan mendapatkan nilai yang bagus?” Jawabannya adalah : Jiupoi . Kemudian Fitri mengulangi

pertanyaan lagi dan mendapatkan jawaban sengpoi.

Dari teks pertanyaan tersebut dapat diketahui bahwa pelaku sangat ingin mengetahui apakah dia dapat mengikuti pelajaran di perguruan tinggi atau tidak. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap teks pertanyaan ini.

(g) Menanyakan proses pembersihan altar keluarga . Pelaku dalam upacara

ini Fani, umur 15 tahun dengan alamat di jalan Mataram I Kota Pematangsiantar. Dengan pertanyaan verbal yang menggunakan bahasa hokkian sebagai berikut:

“Akong,ama w ai co cengki lu e sintok. E sai bo?”

[“kakek, nenek saya mau membersihkan altar sembahyangmu. Boleh tidak?”] Jawabannya adalah: sengpoi

Dari teks tersebut dapat diketahui bahwa anak tersebut meminta izin untuk membersihkan altar sembahyang dari leluhurnya yang telah tiada agar tidak menimbulkan kemarahan bagi leluhurnya. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap teks pertanyaan ini.

Dokumen terkait